Anda di halaman 1dari 2

Asyari Usman: Kuat Dugaan Dirjenbud Hilmar Farid Ingin

Memutihkan PKI?
5

Redaksi – Jumat, 23 April 2021 16:00 WIB

BERITA TERKAIT
 Kuat Dugaan Dirjenbud Hilmar Farid Ingin Memutihkan PKI?
 Berdoa Untuk Mubahalah Keluarga Korban Pembunuhan 6 Pengawal HRS
 Stop Tipu-Tipu Politik Atas Nama Covid-19
 Editorial FNN: Apakah Mereka Masih Memikirkan Pancasila?
 Editorial FNN: Larangan Mudik dan Tergencetnya Umat Islam
Eramuslim.com – Saat ini sedang viral soal nama KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU) yang dihilangkan dari Kamus
Sejarah Indonesia (KSI) Jilid 1 terbitan Kemendikbud. Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Dr Hilmar Farid (HF)
mengatakan bahwa itu terjadi karena kealpaan. Buka kesengajaan.

Kalau dia alpa, maka itu berarti Hilman sangat khusyuk dengan nama-nama pentolan PKI yang dia cantumkan di
KSI Jilid 1 yang kini ditarik dari peredaran. Skenario sengaja membuang nama KH Hasyim Asy’ari sangat masuk
akal. Mengapa? Karena para ulama adalah musuh utama PKI. Sangat mungkin Hilmar tidak ingin generasi muda
mengetahui perlawanan warga NU terhadap berbagai pemberontakan PKI di Indonesia.

Ada video lama (2011) yang berjudul “Kaum Kiri dalam Historiography Orde Baru”. Bisa ditonton di Youtube. Di
video ini, Hilman blak-blakan membela PKI. Video ini membuat saya tak percaya penghapusan nama Kiyai Hasyim
Asy’ari itu tak disengaja.

Setelah mencermati video berdurasi 5 menitan itu, tidaklah berlebihan kalau disimpulkan bahwa Hilmar ingin
memutihkan PKI. Dan kalau Anda amati selama 15 tahun ini, sangat terang-terangan sekali upaya pemutihan atau
rehabilitasi PKI yang diupayakan oleh banyak pihak.

Masih di video 2011 itu, Hilmar mengatakan para penguasa Orde Baru merekayasa peristiwa sadis yang
dilakukan oleh PKI pada 30 September 1965. Menurut Hilmar, landasan Orde Baru untuk berkuasa ialah
dengan menginjak PKI.

Meskipun sudah 10 tahun berlalu, video ini bagus untuk disimak agar Anda tahu persis tentang pikiran
Hilmar Farid. Menurut hemat saya, dia punya agenda jangka panjang untuk membersihkan nama PKI dari
perbuatan keji dan kejam yang mereka lakukan terhadap para jenderal AD dan para ulama serta umat
Islam pada umumnya.

Sekali lagi, saya yakin penghapusan nama KH Hasyim Asy’ari dari KSI Jillid 1 bukan kealpaan
sebagaimana dikatakan oleh Hilmar. Tidak mungkin. Yang terjadi adalah penghapusan ketahuan, Hilmar
pun membuat-buat alasan.

Jadi, memang luar biasa dahsyat misi PKI untuk bangkit kembali. Didukung oleh banyak pihak. Ada
parpol besar yang menampung dan menyokong mereka. Ada HF, sejawaran, yang juga mendukung.
Sejak 2015, pria yang bernama lengkap Hilmar Farid Setiadi ini menjabat sebagai Direktur Jenderal
Kebudayaan Kemendikbud. Posisi ini sangat strategis. Sebab, Dirjenbud berwenang mengelola,
mengolah, dan menerbitkan buku sejarah. KSI Jilid 1 termasuk dibidani oleh HF.

Di bagian awal tadi, saya katakan bahwa Hilmar tak salah kalau disebut ingin memutihkan PKI. Nah,
mengapa dia pantas disebut ingin memutihkan PKI? Salah satu indikasinya adalah tesis doktor (PhD)
yang dia tulis di National University of Singapore (NUS), Mei 2014. Judul tesis itu “Rewriting the Nation:
Pramoedya and the Politics of Decolonization”.
Tanpa membaca tuntas isi tesis ini, judulnya jelas membela gerakan kiri Indonesia. “Rewriting the
Nation” lebih kurang bermakna menuliskan kembali sejarah bangsa (Indonesia). Kemudian, “Pramoedya”
adalah nama tokoh gerakan kiri yang dinisbatkan sebagai pendukung PKI.
Dalam tesis ini, Hilmar menukilkan kekaguman dan pujiannya pada kemampuan Pramoedya Ananta Toer
dalam menuliskan sejarah versi Indonesia, bukan versi Belanda. Bagi HF, tidak ada penulis Indonesia
yang bisa melakukan itu sebaik Pramoedya.

Di dalam tesis ini, Hilmar memuji kehebatan perlawanan intelektual orang-orang yang disebutnya dari
pergerakan kiri terhadap penjajah Belanda. Dia sebut penulis pergerakan seperti Marco Kartodikromo
(1890-1935), Semaoen (1899-1971), dan Muso (1897-1948). Hilmar tidak menyebutkan mereka anggota
atau aktivis komunis (PKI). Dia hanya menyebut mereka itu bagian dari “penulis pergerakan radikal”.

Tetapi, Hilmar Farid ada menyebutkan tentang Partai Komunis (tanpa kata “Indonesia” di belakangnya)
yang membentuk komisi bahan bacaan. Yang menerbitkan tulisan-tulisan propaganda untuk melawan
Balai Poestaka (BP). Waktu itu, BP memang menjadi mesin propaganda penjajah.

Jadi, Hilmar bukan orang sembarangan. Dia adalah seorang ideolog kiri. Tepatnya ideolog kebudayaan.
Kehadirannya di Kemendikbud bukan hadiah atas dukungannya untuk Jokowi. Meskipun sebelumnya dia
sempat menjadi komisaris di PT Krakatau Steel. Dia bisa dipastikan sebagai bagian dari ‘design’ untuk
mentransformasikan rakyat Indonesia menjadi penyembah kebudayaan.

Dalam transkrip wawancara dengan BBC yang dimuat di situs “hilmar farid”, Hilmar menjelaskan
impiannya tentang orang Indonesia yang hari-hari mengutamakan kebudayaan. Tidak ada satu kata pun
yang menyinggung soal pembinaan relijiusitas (dakwah). Tak salah kalau ada yang menyimpulkan bahwa
Hilmar tidak suka hal-hal yang berbasis keagamaan –terutama Islam.

Semasa menjadi aktivis, HF mengakui kegiatannya untuk melestarikan kebudayaan selalu terbentur dana
penyelenggaraan kegiatan. Dia menginginkan ada berbagai festival kebudayaan (kesenian) yang bisa
berlangsung (berusia) panjang. Hilmar memuji “Indonesian Dance Festival” yang bisa berlangsung
panjang. Juga ada “Art Summit” dan “Jiffest”.
Di awal masa jabatannya sebagai Dirjenbud, Hilmar berpendapat acara-acara kebudayaan itu seharusnya
bisa didukung oleh dana CSR dari BUMN atau swasta. Dibuatkan regulasinya atau dilakukan pendekatan
kepada pimpinan perusahaan.

Hilmar Farid adalah orang pertama dari luar jalur PNS yang menjabat sebagai Dirjenbud. Pria kelahiran
Bonn, Jerman, ini adalah aktivis kiri yang banyak membentuk wadah perjuangan. Pada 1994, dia
mendirikan Jaringan Kerja Budaya. Dia juga membentuk Media Kerja Budaya yang menerbitkan bacaan
reguler anak-anak. Belum sempat melihat sendiri bahan bacaan anak-anak itu. Tapi, sudah bisa diduga
kontennya seperti apa.

Hilmar tidak segan-segan mengutarakan kekagumannya pada Jokowi. Dia mengaku mulai kenal Jokowi
sejak menjadi walikota Solo. Dia senang ketika Jokowi yang didukungnya habis-habisan itu menang
pilkada DKI 2012 dan kemudian pilpres 2014.

Pada Maret 2012, Hilmar bersama sejumlah rekannya mendirikan Relawan Penggerak Jakarta Baru
(RPJB). HF juga mendirikan Institut Sejarah Sosial Indonesia pada 2002. Kemudian, sejak 2012 Hilmar
duduk sebagai ketua Perkumpulan Praxis.

Hilmar memiliki kapasitas untuk menjadikan kebudayaan sebagai panutan dan amalan rakyat. Ini sejalan
dengan keinginan ketum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menghendaki agar rakyat Indonesia
mengutamakan kebudayaan –bukan agama.[Sumber: FNN]
(Penulis: Asyari Usman, wartawan senior FNN.co.id)

Anda mungkin juga menyukai