PENDAHULUAN
1
fasilitas pelayanan kefarmasian dan kesehatan, pengambilan contoh (sampling),
pengujian laboratorium, penilaian terhadap rancangan iklan sebelum dipublikasi;
penegakkan hukum serta KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) terhadap
masyarakat.
Untuk melaksanakan peran tersebut, dibutuhkan sumber daya manusia yang
ahli di bidang pengawasan obat dan makanan. Apoteker merupakan salah satu
profesi di Indonesia yang memiliki pengetahuan dan keahlian mengenai obat
meliputi produksi, distribusi dan pelayanan klinis pemberian informasi obat
sehingga dianggap memiliki kompetensi dalam melakukan pengawasan obat di
pasaran. Oleh karena itu, apoteker mempunyai peran penting dalam Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) agar terlaksana sistem pengawasan obat
terpadu yang dicanangkan oleh BPOM.
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas
Obat dan Makanan penting untuk dilakukan mahasiswa calon apoteker agar
mengetahui tugas dan kinerja dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan
khususnya di bidang obat serta diharapkan setelah lulus dan menjadi apoteker
dapat ikut membantu pengawasan obat di lingkungan sekitar, meskipun nantinya
tidak bekerja di Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari dilaksanakannya praktek kerja profesi apoteker di Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengenal dan memahami tugas, fungsi, dan peran apoteker di
lembaga pemerintahan.
2. Untuk membekali peserta Program Profesi Apoteker dengan keterampilan
dan wawasan profesional serta norma dan etika dalam menjalankan profesi
apoteker di lembaga pemerintahan.
3. Untuk melengkapi pengetahuan tentang permasalahan dalam bidang
pengawasan kefarmasian di lembaga pemerintahan.
1.3 Manfaat
2
Manfaat dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) adalah
dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman para calon apoteker mengenai
pengawasan obat dan makanan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia sebagai bekal untuk menjalankan kegiatan
keprofesian apoteker yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.
3
BAB II
TINJAUAN UMUM BADAN POM RI
2.2.2 Misi
a. Meningkatkan sistem pengawasan obat dan makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat
2.3 Tugas
4
2.3.1 Tugas Utama Badan POM
Berdasarkan Pasal 67 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001,
BADAN POM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan
Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2.4 Fungsi
2.4.1 Fungsi Utama Badan POM
Berdasarkan Pasal 68 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001,
Badan POM mempunyai fungsi :
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan
Obat dan Makanan
b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam Pelaksanaan tugas Badan POM.
5
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Kepala Badan POM Nomor 14
Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan POM
mempunyai fungsi :
a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.
b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat
tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.
2.5 Kewenangan
Berdasarkan Pasal 69 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001,
BADAN POM memiliki kewenangan :
1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.
2. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan
secara makro.
6
4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu
untuk makanan dan penetapan pedoman peredaran Obat dan Makanan.
Profesional
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan
dan komitmen yang tinggi.
Integritas
Konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur dan keyakinan.
Kredibilitas
Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional, dan
internasional.
Kerjasama Tim
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya, dan komunikasi yang baik.
Inovatif
Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi
terkini.
Responsif/Cepat Tanggap
Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.
7
2.7 Struktur Organisasi Badan POM RI
Keputusan Kepala Badan POM RI No. 02001/SK/BADAN POM
mengatur struktur organisasi Badan POM RI. Bagan struktur organisasi Badan
POM dapat dilihat pada Lampiran 1.
8
2. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan
perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga
kemasyarakatan dan bantuan hukum, terkait dengan tugas Badan POM RI.
3. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata
laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah
tangga.
4. Pembinaan dan pengendalian terhadap Pelaksanaan kegiatan pusat-pusat
dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM RI. Pelaksana
tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.
9
3. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang penilaian obat dan produk biologi.
4. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang standardisasi produk terapetik dan PKRT.
5. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberianbimbingan di bidang pengawasan produksi dan distribusi
produk terapetik dan PKRT.
6. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif (NAPZA).
7. Koordinasi kegiatan fungsional Pelaksanaan kebijakan di bidang produk
terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain.
8. Evaluasi Pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
9. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang
tugasnya.
10
(CPKB), sampling, penarikan produk, public warning sampai pro justisia,
didukung antara lain oleh Tim Penilai Obat Tradisional dan Tim Penilai
Kosmetik.
Deputi Bidang Pengawasan Obat tradisional, Kosmetika dan
Produk komplemen terdiri dari empat Direktorat, yaitu :
1. Direktorat Penilaian Obat Ttradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik.
2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk
Komplemen.
3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan
Produk Komplemen.
4. Direktorat Obat Asli Indonesia.
11
pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional,
kosmetik dan produk komplemen.
7. Koordinasi kegiatan fungsional Pelaksanaan kebijakan di bidang
pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
8. Evaluasi Pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional,
kosmetik dan produk komplemen.
9. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang
tugasnya.
12
Deputi ini memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum
dibidang pengawasan pangan dan bahan berbahaya.
2. Penyusunan rencana pengawasan pangan dan bahan berbahaya.
3. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang penilaian keamanan pangan.
4. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang standardisasi keamanan pangan.
5. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk pangan.
6. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang survailan dan penyuluhan keamanan
pangan.
7. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya.
8. Koordinasi kegiatan fungsional Pelaksanaan kebijakan di bidang
pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
9. Evaluasi Pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan
bahan berbahaya.
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang
tugasnya.
13
Inspektorat yang dikepalai oleh seorang Inspektur mempunyai
tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM
RI. Inspektorat memiliki fungsi :
1. Penyiapan perumusan kebijakan, rencana, dan program pengawasan
fungsional.
2. Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Pengusutan mengenai kebenaran laporan dan pengaduan tentang
hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan dalam Pelaksanaan tugas
yang dilakukan oleh unsur atau unit di lingkungan Badan POM RI.
4. Pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat.
14
4. Pelaksanaan sistem rujukan pengawasan obat dan makanan.
5. Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa
pengujian.
6. Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan.
7. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan pusat.
15
Pusat Informasi Obat dan Makanan mempunyai tugas
melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi
keracunan dan teknologi informasi, serta menyelenggarakan fungsi sebagai
berikut :
1. Penyusunan rencana dan program kegiatan pelayanan informasi obat dan
makanan.
2. Pelaksanaan pelayanan informasi obat.
3. Pelaksanaan kegiatan informasi keracunan.
4. Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi.
5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelayanan informasi obat dan makanan.
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan pusat.
16
3. Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud, ditentukan berdasarkan
kebutuhan dan beban kerja.
4. Jenis dan jenjang jabatan fungsional, diatur berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
17
hati-hati dalam menjaga kualitasnya.
2.8.3 Sub-sistem pengawasan Pemerintah/Badan POM
Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan
standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum
diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan
pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada
publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran
dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan
keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan
komunikasi, informasi dan edukasi.
18
konsistensi mutu produk, keamanan dan informasi produk yang dilakukan
dengan melakukan sampling produk Obat dan Makanan yang beredar,
serta pemeriksaan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan,
pemantauan farmakovigilan dan pengawasan label/penandaan dan iklan.
Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten,
dan terstandar. Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan
terpadu, konsisten, dan terstandar. Pengawasan ini melibatkan Balai
Besar/Balai POM di 33 provinsi dan wilayah yang sulit
terjangkau/perbatasan dilakukan oleh Pos Pengawasan Obat dan Makanan
(Pos POM). Keempat, pengujian laboratorium. Produk yang disampling
berdasarkan risiko kemudian diuji melalui laboratorium guna mengetahui
apakah Obat dan Makanan tersebut telah memenuhi syarat keamanan,
khasiat/manfaat dan mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan dasar
ilmiah yang digunakan sebagai untuk menetapkan produk tidak memenuhi
syarat yang digunakan untuk ditarik dari peredaran. Kelima, penegakan
hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Penegakan hukum
didasarkan pada bukti hasil pengujian, pemeriksaan, maupun investigasi
awal. Proses penegakan hukum sampai dengan projusticia dapat berakhir
dengan pemberian sanksi administratif seperti dilarang untuk diedarkan,
ditarik dari peredaran, dicabut izin edar, disita untuk dimusnahkan. Jika
pelanggaran masuk pada ranah pidana, maka terhadap pelanggaran Obat
dan Makanan dapat diproses secara hukum pidana.
19
usaha mempunyai peran dalam memberikan jaminan produk Obat dan
Makanan yang memenuhi syarat (aman, khasiat/bermanfaat dan bermutu)
melalui proses produksi yang sesuai dengan ketentuan. Tanpa
meninggalkan tugas utama pengawasan, BADAN POM berupaya
memberikan dukungan kepada pelaku usaha untuk memperoleh
kemudahan dalam usahanya yaitu dengan memberikan insentif, clearing
house, dan pendampingan regulatory. Untuk mendorong kemitraan dan
kerjasama yang lebih sistematis, dapat dilakukan melalui tahapan
identifikasi tingkat kepentingan setiap lembaga/institusi, baik pemerintah
maupun sektor swasta dan kelompok masyarakat terhadap tugas pokok dan
fungsi BADAN POM, identifikasi sumber daya yang dimiliki oleh masing-
masing institusi tersebut dalam mendukung tugas yang menjadi mandat
BADAN POM, dan menentukan indikator bersama atas keberhasilan
program kerjasama. Komunikasi yang efektif dengan mitra kerja di daerah
merupakan hal yang wajib dilakukan, baik oleh Pusat maupun BB/Balai
POM sebagai tindak lanjut hasil pengawasan. Untuk itu, 5 (lima) tahun ke
depan, BB/Balai POM perlu melakukan pertemuan koordinasi dengan
dinas terkait, setidaknya dua kali dalam satu tahun. Hal ini diutamakan
untuk pertemuan koordinasi dalam pengawalan obat dalam JKN.
20
kebutuhan, (ii) pengadaan, (iii) pola karir, pangkat, dan jabatan, (iv)
pengembangan karir, penilaian kinerja, disiplin, (v) promosi-mutasi, (vi)
penghargaan, penggajian, dan tunjangan, (vii) perlindungan jaminan
pensiun dan jaminan hari tua, sampai dengan (viii) pemberhentian.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT STANDARDISASI PT DAN PKRT
21
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.21.4231 tahun 2004, Direktorat Standardisasi Produk Terapetik
(PT) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Deputi Bidang Pengawasan PT dan PKRT
dan NAPZA (Deputi 1) Badan POM dan memiliki tugas pokok penyiapan
perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, serta
Pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang pengaturan
dan standardisasi PT.
Adapun fungsi dari Direktorat Standardisasi Produk Terapetik (PT) dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) adalah sebagai berikut.
a. Penyusunan rencana dan program standardisasi PT dan PKRT
b. Koordinasi kegiatan fungsional Pelaksanaan kebijakan teknis di bidang
standardisasi PT dan PKRT
22
c. Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan sediaan
farmasi dan alat kesehatan.
23
b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan standardisasi
PT dan PKRT.
24
6. Penyusunan dan Penyebaran Buletin Informasi Produk Terapeutik
25
Seksi Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi (BA/BE) Obat mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan
penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur,
evaluasi dan laporan di bidang penilaian bio availabilitas/bio equivalensi
(BA/BE) obat.
3. Seksi Tata Operasional
Seksi tata operasional mempunyai tugas melakukan urusan tata
operasioanal di lingkungan direktorat.
26
c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan
pengembangan ekspor;
d. Evaluasi dan penyusunan laporan bimbingan industri farmasi.
27
1. Penguatan sistem pengawasan obat berbasis resiko untuk melindungi
masyarakat
2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong
kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya
saing produk obat.
BAB IV
PELAKSANAAN PKPA
28
dalam naungan Deputi 1 Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif. Direktorat Standardisasi Produk Terapeutik dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dibantu oleh tiga subdirektorat yang tiap-
tiap subdirektorat tersebut selanjutnya menjadi tempat dilaksanakannya kegiatan
PKPA oleh anggota kelompok 1 peserta PKPA. Berikut merupakan kegiatan
PKPA yang dilakukan di tiap subdirektorat dari Direktorat Standardisasi Produk
Terapeutik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
29
4.2. Subdirektorat Bimbingan Industri Farmasi
Kegiatan PKPA di Subdirektorat Bimbingan Industri Farmasi
dilaksanakan selama 5 hari dari tanggal 14 September 2016 sampai 20 September
2016. Rincian kegiatan PKPA yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Penjelasan tentang tugas pokok dan fungsi Sub Direktorat Bimbingan
Farmasi yang dilanjutkan diskusi dan tanya jawab.
2. Melengkapi data informasi obat dari beberapa sediaan kombinasi berikut.
- Gliseril Guaikolat, Chlorpheniramin Maleat (CTM), dan Parasetamol
- Gliseril Guaikolat, Chlorpheniramin Maleat (CTM), dan Fenilefrin
30
Kegiatan PKPA di Subdirektorat Standardisasi dan Pengaturan PT dan
PKRT dilaksanakan selama 5 hari dari tanggal 21 September 2016 sampai 27
September 2016. Rincian kegiatan PKPA yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Melakukan pengkajian literatur mengenai informasi obat dari sediaan
insulin berikut.
- Human Insulin Short-Acting
- Human Insulin Intermediate-Acting
31
BAB V
TEORI DAN PEMBAHASAN
32
masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-
besarnya (menrut PP 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional). Sedangkan
standardisasi secara umum merupakan rangkaian proses mulai dari pengembangan
standar (pemrograman, perumusan, penetapan, dan pemeliharaan standar) dan
penerapan standar yang dilakukan secara tertib dan bekerja sama dengan para
pemangku kepentingan (Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional No.135
tahun 2010).
Seksi Standardisasi BA/BE Obat berperan penting dalam penyusunan
pedoman, standar, kriteria, prosedur serta pelaksanaan standardisasi BA/BE obat.
Seksi Penilaian BA/BE Obat berperan penting dalam penyiapan bahan perumusan
kebijakan teknis dan penyusunan pedoman standar, kriteria dan prosedur serta
pelaksanaan penilaian bioekivalensi obat.
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan di bidang farmasi
membuat poduk copy yang beredar semakin banyak, sehingga memerlukan
standar mutu terhadap produk copy tersebut agar nantinya dapat mengetahui
apakah produk copy tersebut memiliki efek terapetik yang sama dengan produk
inovator. Karena alasan tersebut, maka kebutuhan uji bioekivalensi semakin
meningkat agar mutu obat terjamin.
Uji bioekivalensi sangat penting karena dirancang untuk menunjukkan
bioekivalensi antara obat copy dan obat inovatornya. Sedangkan bioavaibilitaas
adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu sediaan obat yang
mencapai/ tersedia setelah pemberian obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam
darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin. Oleh karena itu, obat yang
mengandung zat aktif berupa zat kimia baru (New Chemical Entity) yang perlu
dilakukan tentang penilaian mengenai keamanan, khasiat dan mutu secara lengkap
diantaranya harus melewati penilaian khasiat melalui uji klinis dan bioavaibilitas
obat. Sedangkan untuk produk obat copy penilaian ditekankan pada penilaian
aspek mutu antara lain berupa bioekivalensi dengan obat inovator sebagai
pembanding yang merupakan baku mutu.
Uji bioekivalensi penting dilakukan karena obat copy yang dihasilkan pada
umumnya tidak mempunyai komposisi yang sama persis dengan obat inovatornya.
33
Hal tersebut dapat disebabkan karena ada perbedaan spesifikasi bahan baku obat,
eksipien, perbedaan supplier dan perbedaan proses produksi obat suatu industri,
menyebabkan perbedaan bioavaibilitas obat.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka menjamin khasiat,
keamanan dan mutu dari suatu produk obat, melakukan penilaian obat copy
sebelum diedarkan, perlu dibuktikan kesetaraan antara obat inovator atau obat
komparatornya dengan uji disolusi terbanding untuk zat aktif yang baru pertama
ingin dilakukan pengujian atau melalui uji bioavaibiltas atau uji bioekivalensi.
Dengan melakukan uji bioekivalensi diharapkan obat copy yang dihasilkan dapat
memenuhi persyaratan khasiat, keamanan serta jaminan mutu bahwa obat copy
ekivalen secara terapetik dengan obat inovatornya.
Dalam pembuatan standar dan penilaian BA/BE, Sub Direktorat
Standardisasi dan Penilaian BA/BE obat membuat perumusan
standar/pedoman/kriteria/kajian yang selanjutnya akan dibahas dalam unit kerja
yang terkait dan para ahli di bidangnya. Sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan ilmu teknologi, Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian
BA/BE obat membuat e-PPUB (elektronik Persetujuan Protokol Uji
Bioekuivalensi) dengan tujuan agar mempercepat pemenuhan timeline evaluasi
protokol dan laporan uji BE, dan dalam rangka meningkatkan mutu obat di
negara-negara ASEAN dibentuk sebuah komite Harmonisasi ASEAN yang
bertujuan untuk membuat standar/pedoman/kriteria/kajian mengenai obat-obat
yang harus melakukan uji BE, tidak perlu melakukan uji BE maupun kriteria
untuk obat Bioawaiver sehingga obat tersebut dapat dipasarkan di daerah kawasan
ASEAN tanpa harus melakukan kembali uji BE yang terbilang mahal. Subdit
Standardisasi dan Penilaian BA/BE Obat dalam rangka harmonisasi ASEAN, aktif
berperan dalam MRA (Mutual Recognition Arrangements) for Bioequivalence
Study Report yang berada di bawah ACCSQ-PPWG (ASEAN Consultative
Committee on Standards and Quality- Pharmaceutical Product Woeking Group)
Untuk pedoman uji BE, Subdit Standardisasi dan Penilaian BA/BE obat di Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia telah melakukan revisi
terhadap buku Pedoman Uji Bioekivalensi yang dikeluarkan pada tahun 2004
34
menjadi buku Pedoman Uji Bioekivalensi tahun 2015. Buku pedoman tahun 2015
terdapat perubahan atau penambahan seperti penambahan persetujuan protokol uji
BE yang harus mendapat persetujuan dari Badan POM terlebih dahulu. Buku
Pedoman Uji Bioekivalensi adalah suatu standar yang bersifat "mandatory" yang
artinya wajib untuk digunakan oleh seluruh industri farmasi dalam membuat obat
dan ingin di pasarkan di Indonesia. Jika uji BE tidak dilakukan di Indonesia,
industri farmasi harus melampirkan print hasil uji BE di negara asalnya, dan untuk
industri farmasi yang baru mau mengajukan uji BE harus melakukan UDT (Uji
Disolusi Terbanding) terlebih dahulu.
Selain buku Pedoman Uji Bioekivalensi, Sub Direktorat Standardisasi dan
Penilaian Uji BA/BE juga menyusun buku:
• Tanya Jawab Pedoman Uji Bioekivalensi
• Standar Laboratorium Uji Bioekivalensi
• Standar Laboratorium Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif
• Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif jilid 1
• Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif jilid 2
• Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif Obat Anti Malaria
• Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif Obat Anti
Retroviral, Tuberkulosis dan Malaria
• Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif Antiretroviral
35
kompetensi bersama Biro Umum dan analisis beban kerja. Standar kompetensi
meliputi kualifikasi dan keahlian yang ditetapkan sebagai persyaratan untuk
menduduki jabatan tertentu. Analisis beban kerja, digunakan sebagai dasar
perhitungan kebutuhan pegawai untuk melaksanakan tupoksi unit kerja. Selain itu,
seksi Tata Operasional juga melakukan analisis kebutuhan diklat/pelatihan bagi
para pegawai di Direktorat Standardisasi PT dan PKRT.
Untuk bidang perencanaan dan penganggaran, dilakukan penyusunan
rencana strategis (renstra) 5 tahunan dan rencana tahunan serta mengkoordinir
penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/ Lembaga Direktorat
Standardisasi PT dan PKRT.
Untuk kegiatan pelaporan dan evaluasi, seksi Tata Operasional menyusun
Laporan Tahunan Direktorat Standardisasi PT dan PKRT, Laporan Kinerja
Direktorat Standardisasi PT dan PKRT, Laporan Tahunan Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, dan Laporan Kinerja Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA disusun dengan berkoordinasi dengan
unit kerja di lingkungan kedeputian bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
NAPZA mengkoordinir evaluasi triwulan dari Direktorat Standardisasi PT dan
PKRT.
Untuk bidang Tata Persuratan, seksi Tata Operasional mengelola surat
masuk, surat keluar dan penomoran surat. Kegiatan tersebut dilakukan dengan
menggunakan suatu aplikasi sehingga memudahkan disposisi surat dari direktur
ke pejabat eselon di bawahnya. Terkait sarana dan prasarana, Seksi Tata
Operasional melaksanakan tugas pengadaan, pemeliharaan, perbaikan, dan
penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) yang digunakan oleh Direktorat
Standardisasi PT dan PKRT. Proses pengadaan barang dilaksanakan oleh Pejabat
Pengadaan Barang/Jasa, Pemeliharaan dan perbaikan sarana dan prasarana
dilakukan oleh pihak ketiga yang dipilih melalui seleksi dan dilakukan kontrak
kerja. Penatausahaan BMN dilakukan dengan menginput data BMN pada aplikasi
SIMAK BMN.
36
Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi menjalankan fungsinya dalam
memberikan bimbingan industri farmasi dalam pemenuhan persyaratan regulasi/
standar dalam rangka meningkatkan daya saing, meningkatkan mutu produksi dan
meningkatkan ekspor melalui:
Melakukan verifikasi pelaksanaan fasilitas subsidi Bea Masuk Ditanggung
Pemerintah (BMDTP) untuk menjamin kesesuaian pelaksanaa BMDTP
oleh industri farmasi yang menerima subsidi, melakukan pengawasan
penggunaan bahan infus yang mendapat fasilitas BMDTP.
Melakukan analisis Klasifikasi Pos Tarif Produk Farmasi dan HS Code
Produk Farmasi, yang terlampir dalam Lampiran Peraturan Kepala Badan
POM No. 28 tahun 2013 dengan tujuan untuk memberi perlindungan
terhadap produsen lokal dan meningkatkan daya kompetitif industri dalam
negeeri dalam pasar global.
Melakukan pemutakhiran regulasi/ pedoman/ standar/kriteria/ kajian di
Bidang Pengawasan PT dan PKRT khususnya tentang perubahan
penggolongan obat/PPO, dengan membuat kajian berupa informasi teknis
terhadap obat yang diajukan perubahan oleh industri farmasi dan
membuat draft SK Menteri Kesehatan tentang perubahan golongan obat.
Tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan mutu, keamanan dan manfaat
dari produk yang beredar, dimana berkembangan teknologi membuat
peningkatan dari segi jenis, jumlah dan kecenderungan pengobatan sendiri
yang dilakukan oleh masyarakat.
Melakukan sosialisasi kebijakan/reglasi/pedoman/standar/kriteria/kajian
bidang obat ke stakeholder, dengan melakukan kegiatan dari pertemuan
Indonesia-Japan Symposium on: Ensuring Quality, safety, efficacy
through integrity supplay chain pada tahun 2013, pertemuan ke dua
Indonesia-Japan Symposium on: Ensuring and enhancing Quality
Assurance of Medical Products pada tahun 2014, konsultasi publik
dengan stakeholder tentang revisi informasi obat flu dan batuk (Template)
dan aplikasi database Bahan Baku Obat/BBO pada tahun 2015 dan
Softlaunching Aplikasi Database Bahan Obat (SIDABBO) dengan tujuan
37
agar dapat memberikan informasi dan meminta pendapat atau masukan
kepada stakeholder tentang regulasi/ pedoman/ standar/ kriteria/ kajian
bidang obat.
Melakukan pemutakhiran pedoman/standar/kriteria informasi obat
(Template), melakukan revisi terhadap template yang telah disusun sesuai
perkembangan informasi obat, pembahasan secara internal tentang kajian
template yang disusun dan pembahasan hasil kajian dengan tim ahli (pihak
dari universitas dan purnabakti dari Badan POM khususnya di bidang
Subdirektorat Standardisasi dan Penilaian Uji BA/BE) untuk template obat
yang direvisi.
Melakukan penyusunan database Bahan Baku Obat (BBO), dengan
melakukan pengumpulan data sertifikat GMP, DMF, CEF dan CoA,
memasukkan data ke sistem database BBO, dan melakukan pembahasan
hasil komplikasi dan penentuan kriterian produsen BBO dengan tujuan
untuk menyediakan informasi bahan baku obat yang dapat menjadi
referensi atas bahan baku obat yang telah terdaftar, merekomendasikan
kepada industri farmasi atau PBF bahan baku obat dalam menyediakan
bahan obat yang memenuhi syarat mutu.
5.3 Subdirektorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan
Perbekalan Kesehatan Republik Indonesia
Subdirektorat Standardisasi dan pengaturan PT dan PKRT mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan
rencana dan program, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di
bidang standardisasi PT dan PKRT. Standar merupakan spesifikasi teknis atau
sesuatu yang dilakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan
konsesnsus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat
keselamatan, keamanan, kesehatan lingkungan hidup, perkembangan masa kini
dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
(menurut PP 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional). Sedangkan
standardisasi secara umum merupakan rangkaian proses mulai dari
pengembangan standar (pemrogaman, perumusan, penetapan, dan pemeliharaan
38
standar) dan penerapan standar yang dilakukan secara tertib dan bekerja sama
dengan para pemangku kepentingan (Peraturan Kepala Badan Standardisasi
Nasional No.135 tahun 2010).
Dalam pembuatan standar PT dan PKRT, Subdirektorat Standardisasi dan
Pengaturan PT dan PKRT membuat penyusunan rencana dan program ,
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan
standardisasi PT dan PKRT, dan evaluasi dan penyusunan laporan yang dibahas
dengan unit kerja terkait dan tim ahli di bidangnya salah satu adalah Farmakope
Indonesia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia kefarmasiaan
membuat subdirektorat standardisasi dan pengaturan PT dan PKRT perlu
melakukan revisi Farmakope Indonesia secara berkala. Revisi dapat dimuat dalam
Suplemen Farmakope atau Farmakope dengan edisi baru. Suplemen Farmakope
berisi tentang monografi obat yang belum ada di Farmakope Indonesia edisi
V(monografi baru) atau bisa juga karena terdapat perubahan atau penambahan
seperti perubahan metode pengujian, penambahan jenis pengujian, perubahan
persyaratan dan informasi yang lainnya. Suplemen I Farmakope Indonesia edisi V
dikeluarkan pada tahun 2015 dan Suplemen II Farmakope Indonesia edisi V
sedang dalam proses dikembangkan dan setiap tahun akan diterbitkan Suplemen I,
II dan III dan pada tahun ke empat dan ke lima akan disusun dan akan diterbitkan
Farmakope Indonesia Edisi VI. Farmakope Indonesia merupakan suatu standar
yang bersifat wajib yang digunakan oleh industri farmasi dalam membuat obat di
Indonesia. Jika monografi tidak tercantum dalam Farmakope Indonesia dan
Suplemen Farmakope Indonesia maka industri farmasi dapat menggunakan
standar farmakope dari negara lainnya seperti European Pharmacopeia (EP),
United State Pharmacopeia (USP)
Selain Farmakope, Subdirektorat Standardisasi dan Pengatiuran PT dan
PKRT juga menyusun Standar Obat Baru (SOB) merupakan rancangan monografi
obat yang belum tercantum di farmakope negara manapun. Penyusunan SOB
dikarenakan obat yang beredar di pasaran lebih banyak jenisnya daripada standar
muutu yang terdapat di dalam kompendia atau farmakope, baik farmakope
Indonesia maupun farmakope negara lainnya. Prioritas utama penyusunan SOB
39
ditetapkan berdasarkan obat yang masuk dalam daftar Prioritas Sampling atau
Formularium Nasional dan yang banyak beredar di pasaran. SOB yang disusun
tidak hanya berupa za aktif baru tetapi bisa juga sediaan atau kombinasi zat aktif
yang belum tercantum dalam farmakope. SOB disusun melalui penelusuran
pustaka, seperti jurnal yang dipublikasikan, dengan melibatkan pengujian dari
PPOMN dan PROM. Pada proses selanjutnya, penyusunan SOB melibatkan tim
ahli dari beberapa perguruan tinggi. Contoh pada tahun 2015 telah dilakukan
penyusunan 5 monografi SOB yang terdiri dari Sirup kombinasi salbutamol dan
guaifenesin; Sirup kombinasi triprolidin, pseudiefedrin dan dekstrometorfan;
Tablet kombinasi metformin dan saksagliptin; Tablet lepas lambat kombinasi
feksofenaadin dan pseudoefedrin; dan Tablet lepas lambat pramipeksol.
Selain pembuatan standar, subdirektorat standardisasi dan Pengaturan PT dan
PKRT juga membuat penyusunan regulasi/ pedoman/ standar/ kriteria/ kajian di
bidang pengawasan PT dan PKRT bekerja sama dengan unit terkait Biro Hukum
dan Hubungan Masyarakat. Rancangan penyusunan regulasi/ pedoman/ standar/
kriteria/ kajian yang telah disusun oleh subdirektorat Standardisasi dan
Pengaturan PT dan PKRT diantaranya yaitu: Surat Keputusan Kepala Badan POM
Republik Indonesia No. HK.04.1.23.01.15.0374 tahun 2015 tentang pembentukan
tim pelaksana penyusunan Suplemen II Farmakope Indonesia Edisi V dan
Rancangan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang
Pemberlakuan Suplemen II Farmakope Indonesia Edisi V, Pedoman Penulisan
Farmakope Indonesia (PPFI), dan yang terbaru adalah Petunjuk Operasional
Penerapan Pedoman (POPP) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk unit
penyediaan darah.
40
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Dari pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa peran apoteker di Badan POM selaku lembaga pemerintahan
memiliki peran yang sangat penting bagi terwujudnya obat dan makanan yang
aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu bagi masyarakat melalui Sistem
Pengawasan Obat yang terpadu yang juga melibatkan peran aktif dari produsen
dan masyarakat.
6.2. Saran
41
Adapun saran yang kami berikan untuk Direktorat Standardisasi PT dan
PKRT maupun saran terhadap pelaksanakan PKPA periode September 2016
adalah sebagai berikut.
1. Untuk Direktorat Standardisasi PT dan PKRT, terutama yang memiliki
kegiatan berupa pelayanan publik, perlu dilakukan studi kepuasan
pelanggan berupa kotak saran atau kuesioner sehingga evaluasi yang
dilakukan tidak hanya dari internal tetapi juga dari eksternal Badan POM.
2. Untuk subdirektorat standardisasi dan penilaian BA/BE, perlu diadakan
suatu mekanisme peningkatan kompetensi inspektor penilai hasil uji
BA/BE melalui workshop berkala dan evaluasi untuk para inspektor
penilai hasil uji BA/BE agar dapat melakukan penilaian laporan dengan
lebih efektif dan efisien sehingga waktu penilaian laporan dapat tereduksi.
Selain itu, perlu dilakukan Regulatory Impact Assessment terhadap
regulasi/kebijakan yang dibuat.
3. Untuk pelaksanaan PKPA selanjutnya, perlu dilakukan rotasi tempat
PKPA dalam satu Deputi atau minimal berupa kunjungan ke direktorat
lainnya yang terkoordinir dengan baik.
42