Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI)
merupakan lembaga pemerintah non departemen yang mempunyai tugas
membantu Presiden dalam melaksanakan tugas di bidang pengawasan obat dan
makanan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengawasan obat dan makanan menjadi perhatian penting pemerintah karena
berkaitan dengan perlindungan keamanan bagi masyarakat sebagai konsumen
kedua komoditi tersebut.
Di era Masyarakat Ekonomi ASEAN ini, telah diberlakukan perdagangan
bebas antar negara ASEAN (free flow of goods) yang mana arus barang dari luar
ke dalam negeri menjadi lebih mudah karena hambatan arus masuk barang telah
disepakati untuk dikurangi. Tujuan kesepakatan MEA adalah dapat memperkuat
perekonomian ASEAN di dunia dengan menjadikan ASEAN sebagai pasar
tunggal yang dinamis dan kompetitif. Hal tersebut akan berdampak pada
peredaran barang di Indonesia termasuk peredaran obat dan makanan.
Perkembangan peredaran obat dan makanan dipasaran yang kian meningkat
mengakibatkan tingkat standar mutu obat dan makanan perlu diperhatikan demi
keamanan obat dan makanan yang akan dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam hal
ini, peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) adalah memastikan
bahwa obat dan makanan yang beredar aman, berkhasiat/ bermanfaat dan
bermutu. Pengawasan yang dilakukan Badan POM terdiri dari dua yaitu
pengawasan sebelum obat dan makanan beredar (pre market) meliputi
penyusunan dan penetapan standar dan persyaratan, penilaian dalam rangka
penerbitan izin edar, pemeriksaan dalam rangka penerbitan izin sarana/fasilitas
produksi dan distribusi; sertifikasi cara pembuatan yang baik terhadap
sarana/fasilitas produksi; dan sertifikasi cara distribusi yang baik terhadap
sarana/fasilitas distribusi, dan pengawasan selama obat dan makanan beredar
(post market) meliputi pemeriksaan sarana/fasilitas produksi dan distribusi

1
fasilitas pelayanan kefarmasian dan kesehatan, pengambilan contoh (sampling),
pengujian laboratorium, penilaian terhadap rancangan iklan sebelum dipublikasi;
penegakkan hukum serta KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) terhadap
masyarakat.
Untuk melaksanakan peran tersebut, dibutuhkan sumber daya manusia yang
ahli di bidang pengawasan obat dan makanan. Apoteker merupakan salah satu
profesi di Indonesia yang memiliki pengetahuan dan keahlian mengenai obat
meliputi produksi, distribusi dan pelayanan klinis pemberian informasi obat
sehingga dianggap memiliki kompetensi dalam melakukan pengawasan obat di
pasaran. Oleh karena itu, apoteker mempunyai peran penting dalam Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) agar terlaksana sistem pengawasan obat
terpadu yang dicanangkan oleh BPOM.
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas
Obat dan Makanan penting untuk dilakukan mahasiswa calon apoteker agar
mengetahui tugas dan kinerja dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan
khususnya di bidang obat serta diharapkan setelah lulus dan menjadi apoteker
dapat ikut membantu pengawasan obat di lingkungan sekitar, meskipun nantinya
tidak bekerja di Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari dilaksanakannya praktek kerja profesi apoteker di Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengenal dan memahami tugas, fungsi, dan peran apoteker di
lembaga pemerintahan.
2. Untuk membekali peserta Program Profesi Apoteker dengan keterampilan
dan wawasan profesional serta norma dan etika dalam menjalankan profesi
apoteker di lembaga pemerintahan.
3. Untuk melengkapi pengetahuan tentang permasalahan dalam bidang
pengawasan kefarmasian di lembaga pemerintahan.

1.3 Manfaat

2
Manfaat dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) adalah
dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman para calon apoteker mengenai
pengawasan obat dan makanan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia sebagai bekal untuk menjalankan kegiatan
keprofesian apoteker yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.

3
BAB II
TINJAUAN UMUM BADAN POM RI

2.1 Definisi Badan POM


Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat Badan POM adalah
sebuah Lembaga Pemerintahan Non Departemen di Indonesia yang bertugas
mengawasi peredaran obat dan makanan di Indonesia. Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Badan POM) adalah lembaga pemerintah yang bertugas melakukan
pengawasan yang mencakup pengawasan pre market hingga post market yang
mencakup keseluruhan aspek mulai dari produksi, distribusi, sampai produk
dipasarkan untuk menjamin keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu produk
obat dan makanan.

2.2 Visi dan Misi


2.2.1 Visi
Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat
dan Daya Saing Bangsa.

2.2.2 Misi
a. Meningkatkan sistem pengawasan obat dan makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat

b. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan


keamanan obat dan makanan serta memperkuat kemitraan dengan
pemangku kepentingan.

c. Meningkatkan kapasitas kelembagaan Badan POM.

2.3 Tugas

4
2.3.1 Tugas Utama Badan POM
Berdasarkan Pasal 67 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001,
BADAN POM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan
Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

2.3.2 Tugas Balai Besar/Balai POM (Unit Pelaksana Teknis)


Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Kepala BADAN POM Nomor 14
Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BADAN POM
mempunyai tugas melaksanakan kebijakan dibidang pengawasan obat dan
makanan, yang meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika,
psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen
serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya.

2.4 Fungsi
2.4.1 Fungsi Utama Badan POM
Berdasarkan Pasal 68 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001,
Badan POM mempunyai fungsi :
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan
Obat dan Makanan
b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam Pelaksanaan tugas Badan POM.

d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan


instansi pemerintah di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bindang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah
tangga.

2.4.2 Fungsi Balai Besar/Balai POM (Unit Pelaksana Teknis)

5
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Kepala Badan POM Nomor 14
Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan POM
mempunyai fungsi :
a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.
b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat
tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

c. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu


produk secara mikrobiologi.

d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan


sarana produksi dan distribusi.

e. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.

f. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu


yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

g. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.

h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan

i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.

j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.

2.5 Kewenangan
Berdasarkan Pasal 69 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001,
BADAN POM memiliki kewenangan :
1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.
2. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan
secara makro.

3. Penetapan sistem informasi di bidangnya.

6
4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu
untuk makanan dan penetapan pedoman peredaran Obat dan Makanan.

5. Pemberi izin dan pengawasan peredaran Obat serta pengawasan industri


farmasi.

6. Penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan dan


pengawasan tanaman Obat.

2.6 Budaya Organisasi Badan POM RI


Untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, dalam Keputusan
Kepala Badan POM RI No. HK.04.1.28.11.11.09219 tahun 2011 disebutkan
bahwa budaya organisasi Badan POM RI dikembangkan dengan nilai-nilai dasar
sebagai berikut :

 Profesional
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan
dan komitmen yang tinggi.
 Integritas
Konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur dan keyakinan.
 Kredibilitas
Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional, dan
internasional.
 Kerjasama Tim
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya, dan komunikasi yang baik.
 Inovatif
Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi
terkini.
 Responsif/Cepat Tanggap
Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.

7
2.7 Struktur Organisasi Badan POM RI
Keputusan Kepala Badan POM RI No. 02001/SK/BADAN POM
mengatur struktur organisasi Badan POM RI. Bagan struktur organisasi Badan
POM dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.7.1 Kepala Badan POM RI


Organisasi Badan POM RI dipimpin oleh seorang Kepala yang
bertugas :
1. Memimpin Badan POM RI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan tugas
Badan POM RI.
3. Menetapkan kebijakan teknis Pelaksanaan tugas Badan POM RI yang
menjadi tanggung jawabnya.
4. Membina dan melaksanakan kerja sama dengan instansi dan organisasi
yang lain.

2.7.2 Sekretariat Utama Badan POM RI


Sekretariat Utama yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Utama
bertugas mengkoordinasikan perencanaan, pengendalian terhadap
program, administrasi dan sumber daya lingkungan Badan POM RI.
Sekretariat utama terdiri atas :
1. Biro Perencanaan dan Keuangan.
2. Biro Kerjasama Luar Negeri.
3. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat.
4. Biro Umum.

Adapun fungsi dari sekretariat utama adalah :


1. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran,
penyusunan pelaporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan
pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM RI.

8
2. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan
perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga
kemasyarakatan dan bantuan hukum, terkait dengan tugas Badan POM RI.
3. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata
laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah
tangga.
4. Pembinaan dan pengendalian terhadap Pelaksanaan kegiatan pusat-pusat
dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM RI. Pelaksana
tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.

2.7.3 Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika,


Psikotropika dan Zat Adiktif
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif yang dikepalai oleh seorang Deputi bertugas
melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan terapetik,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif terdiri dari lima Direktorat, yaitu :
1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi.
2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga (PKRT).
3. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT.
4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT.
5. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA).

Deputi ini memiliki fungsi sebagai berikut :


1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di
bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat
adiktif.
2. Penyusunan rencana pengawas produk terapetik, narkotika, psikotropika
dan zat adiktif.

9
3. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang penilaian obat dan produk biologi.
4. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang standardisasi produk terapetik dan PKRT.
5. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberianbimbingan di bidang pengawasan produksi dan distribusi
produk terapetik dan PKRT.
6. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif (NAPZA).
7. Koordinasi kegiatan fungsional Pelaksanaan kebijakan di bidang produk
terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain.
8. Evaluasi Pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
9. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang
tugasnya.

2.7.4 Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk


Komplemen
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk komplemen yang dikepalai oleh seorang Deputi bertugas
melaksanakan penilaian dan registrasi obat tradisional, kosmetik dan
suplemen makanan sebelum beredar di Indonesia, selanjutnya melakukan
pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen,
termasuk penandaan dan periklanan. Penegakan hukum dilakukan dengan
inspeksi Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB), Cara Produksi Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB), Cara Produksi Kosmetik yang Baik

10
(CPKB), sampling, penarikan produk, public warning sampai pro justisia,
didukung antara lain oleh Tim Penilai Obat Tradisional dan Tim Penilai
Kosmetik.
Deputi Bidang Pengawasan Obat tradisional, Kosmetika dan
Produk komplemen terdiri dari empat Direktorat, yaitu :
1. Direktorat Penilaian Obat Ttradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik.
2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk
Komplemen.
3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan
Produk Komplemen.
4. Direktorat Obat Asli Indonesia.

Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk


komplemen ini memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang
pengawasan obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen.
2. Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen.
3. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen
makanan dan kosmetik.
4. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang standardisasi obat tradisional, kosmetik
dan produk komplemen.
5. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang obat asli Indonesia.
6. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,

11
pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional,
kosmetik dan produk komplemen.
7. Koordinasi kegiatan fungsional Pelaksanaan kebijakan di bidang
pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
8. Evaluasi Pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional,
kosmetik dan produk komplemen.
9. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang
tugasnya.

2.7.5 Deputi Bidang Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya


Deputi bidang Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya yang
dikepalai oleh seorang Deputi bertugas melaksanakan penilaian dan
evaluasi keamanan pangan sebelum beredar di Indonesia dan selama
peredaran seperti pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi
maupun komiditinya, termasuk penandaan dan periklanan, dan
pengamanan produk dan bahan berbahaya. Di samping itu, deputi ini
melakukan sertifikasi produk pangan. Produsen dan distributor dibina
untuk menerapkan sistem jaminan mutu, terutama penerapan Cara
Pembuatan Makanan yang Baik (CPMB), Hazard Analysis Critical
Control Points (HACCP), Cara Distribusi Makanan yang Baik (CDMB)
serta Total Quality Management (TQM). Di samping itu diselenggarakan
Surveilance, penyuluhan informasi keamanan pangan serta pengawasan
produk dan bahan berbahaya, yang didukung antara lain oleh Tim Penilai
Keamanan Pangan.
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya terdiri dari lima Direktorat, yaitu :
1. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan.
2. Direktorat Standardisasi Produk Pangan.
3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan.
4. Direktorat Surveillance dan Penyuluhan Keamanan Pangan.
5. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya.

12
Deputi ini memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum
dibidang pengawasan pangan dan bahan berbahaya.
2. Penyusunan rencana pengawasan pangan dan bahan berbahaya.
3. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang penilaian keamanan pangan.
4. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang standardisasi keamanan pangan.
5. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk pangan.
6. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang survailan dan penyuluhan keamanan
pangan.
7. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian Pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya.
8. Koordinasi kegiatan fungsional Pelaksanaan kebijakan di bidang
pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
9. Evaluasi Pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan
bahan berbahaya.
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang
tugasnya.

2.7.6 Inspektorat Badan POM RI

13
Inspektorat yang dikepalai oleh seorang Inspektur mempunyai
tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM
RI. Inspektorat memiliki fungsi :
1. Penyiapan perumusan kebijakan, rencana, dan program pengawasan
fungsional.
2. Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Pengusutan mengenai kebenaran laporan dan pengaduan tentang
hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan dalam Pelaksanaan tugas
yang dilakukan oleh unsur atau unit di lingkungan Badan POM RI.
4. Pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat.

Inspektorat terdiri dari :


1. Kelompok Jabatan Fungsional.
2. Sub-bagian Tata Usaha.

2.7.7 Pusat Pengujian Obat dan Makanan


Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional yang dikepalai oleh
seorang. Kepala mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara
laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk
komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu
laboratorium pengawasan obat dan makanan.
Deputi ini memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan.
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat
kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan
bahan berbahaya.
3. Pembinaan mutu laboratorium PPOMN.

14
4. Pelaksanaan sistem rujukan pengawasan obat dan makanan.
5. Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa
pengujian.
6. Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan.
7. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan pusat.

2.7.8 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan


Pusat Penyidikan Obat dan Makanan yang dikepalai oleh seorang
Kepala mempunyai tugas melaksanakan penyelidikan dan penyidikan
terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisonal, kosmetik, produk
komplemen dan makanan, serta produk jenis lainnya. Dalam
melaksanakan tugasnya, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan mempunyai
fungsi :
1. Penyusunan fungsi rencana dan program penyelidikan dan penyidikan obat
dan makanan.
2. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan.
3. Evaluasi dan penyusunan laporan Pelaksanaan penyelidikan dan
penyidikan obat dan makanan.

2.7.9 Pusat Riset Obat dan Makanan


Pusat Riset Obat dan Makanan yang dikepalai oleh seorang Kepala
mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi,
keamanan pangan, dan produk terapetik serta mempunyai fungsi sebagai
berikut :
1. Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan.
2. Pelaksanaan riset obat dan makanan.
3. Evaluasi dan penyusunan laporan Pelaksanaan riset obat dan makanan.

2.7.10 Pusat Informasi Obat dan Makanan

15
Pusat Informasi Obat dan Makanan mempunyai tugas
melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi
keracunan dan teknologi informasi, serta menyelenggarakan fungsi sebagai
berikut :
1. Penyusunan rencana dan program kegiatan pelayanan informasi obat dan
makanan.
2. Pelaksanaan pelayanan informasi obat.
3. Pelaksanaan kegiatan informasi keracunan.
4. Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi.
5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelayanan informasi obat dan makanan.
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan pusat.

2.7.11 Unit Pelaksana Teknis Badan POM RI


Unit Pelaksana Teknis Badan POM RI merupakan unit organisasi
yang melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan di
wilayah kerjanya, diatur dengan keputusan Kepala Badan POM RI, setelah
mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang bertanggung jawab di
bidang pendayagunaan aparatur negara. Fungsi pengawasan obat dan
makanan di daerah dilaksanakan oleh Balai Besar dan Balai POM yang
merupakan perpanjangan tangan dari Badan POM.

2.7.12 Kelompok Jabatan Fungsional Badan POM RI


Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan
kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku :
1. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari berbagai jabatan fungsional.
Pengawas Farmasi dan Makanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan
jabatan fungsional lain sesuai dengan bidang keahliannya.
2. Masing-masing Kelompok Jabatan Fungsional dikoordinasikan oleh
seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Sekertaris Utama.

16
3. Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud, ditentukan berdasarkan
kebutuhan dan beban kerja.
4. Jenis dan jenjang jabatan fungsional, diatur berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku.

2.8 Kerangka SISPOM


Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi
luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang
komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut
beredar ditengah masyarakat.
Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi, dilakukan
SISPOM (Sistem Pengawasan Obat dan Makanan) tiga lapis yakni:
2.8.1 Sub-sistem pengawasan Produsen
Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan
cara-cara produksi yang baik atau good manufacturing practices agar
setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal.
Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan
produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan
pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen
dikenakan sangsi, baik administratif maupun pro-justisia.
2.8.2 Sub-sistem pengawasan Konsumen
Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui
peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas
produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang
rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan
karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk
membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran
dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu
produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap
penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak
dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra

17
hati-hati dalam menjaga kualitasnya.
2.8.3 Sub-sistem pengawasan Pemerintah/Badan POM
Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan
standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum
diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan
pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada
publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran
dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan
keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan
komunikasi, informasi dan edukasi.

2.9 Sasaran Strategis


Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai
Badan POM, dengan mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya
serta infrastruktur yang dimiliki Badan POM. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun
(2015-2019) ke depan diharapkan Badan POM akan dapat mencapai sasaran
strategis sebagai berikut:

2.9.1 Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan


Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh
BADAN POM merupakan suatu proses yang komprehensif, mencakup
pengawasan pre-market dan post-market. Sistem itu terdiri dari: pertama,
standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, regulasi, dan
kebijakan terkait dengan pengawasan Obat dan Makanan. Standardisasi
dilakukan terpusat, dimaksudkan untuk menghindari perbedaan standar
yang mungkin terjadi akibat setiap provinsi membuat standar tersendiri.
Kedua, penilaian (pre-market evaluation) yang merupakan evaluasi produk
sebelum memperoleh nomor izin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan
diedarkan kepada konsumen. Penilaian dilakukan terpusat, dimaksudkan
agar produk yang memiliki izin edar berlaku secara nasional. Ketiga,
pengawasan setelah beredar (post-market control) untuk melihat

18
konsistensi mutu produk, keamanan dan informasi produk yang dilakukan
dengan melakukan sampling produk Obat dan Makanan yang beredar,
serta pemeriksaan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan,
pemantauan farmakovigilan dan pengawasan label/penandaan dan iklan.
Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten,
dan terstandar. Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan
terpadu, konsisten, dan terstandar. Pengawasan ini melibatkan Balai
Besar/Balai POM di 33 provinsi dan wilayah yang sulit
terjangkau/perbatasan dilakukan oleh Pos Pengawasan Obat dan Makanan
(Pos POM). Keempat, pengujian laboratorium. Produk yang disampling
berdasarkan risiko kemudian diuji melalui laboratorium guna mengetahui
apakah Obat dan Makanan tersebut telah memenuhi syarat keamanan,
khasiat/manfaat dan mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan dasar
ilmiah yang digunakan sebagai untuk menetapkan produk tidak memenuhi
syarat yang digunakan untuk ditarik dari peredaran. Kelima, penegakan
hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Penegakan hukum
didasarkan pada bukti hasil pengujian, pemeriksaan, maupun investigasi
awal. Proses penegakan hukum sampai dengan projusticia dapat berakhir
dengan pemberian sanksi administratif seperti dilarang untuk diedarkan,
ditarik dari peredaran, dicabut izin edar, disita untuk dimusnahkan. Jika
pelanggaran masuk pada ranah pidana, maka terhadap pelanggaran Obat
dan Makanan dapat diproses secara hukum pidana.

2.9.2 Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan


pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat
Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu program yang
terkait dengan banyak sektor, baik pemerintah maupun non pemerintah.
Untuk itu perlu dijalin suatu kerjasama, Komunikasi, Informasi dan
Edukasi yang baik. Pengawasan oleh pelaku usaha sebaiknya dilakukan
dari hulu ke hilir, dimulai dari pemeriksaan bahan baku, proses produksi,
distribusi hingga produk tersebut dikonsumsi oleh masyarakat. Pelaku

19
usaha mempunyai peran dalam memberikan jaminan produk Obat dan
Makanan yang memenuhi syarat (aman, khasiat/bermanfaat dan bermutu)
melalui proses produksi yang sesuai dengan ketentuan. Tanpa
meninggalkan tugas utama pengawasan, BADAN POM berupaya
memberikan dukungan kepada pelaku usaha untuk memperoleh
kemudahan dalam usahanya yaitu dengan memberikan insentif, clearing
house, dan pendampingan regulatory. Untuk mendorong kemitraan dan
kerjasama yang lebih sistematis, dapat dilakukan melalui tahapan
identifikasi tingkat kepentingan setiap lembaga/institusi, baik pemerintah
maupun sektor swasta dan kelompok masyarakat terhadap tugas pokok dan
fungsi BADAN POM, identifikasi sumber daya yang dimiliki oleh masing-
masing institusi tersebut dalam mendukung tugas yang menjadi mandat
BADAN POM, dan menentukan indikator bersama atas keberhasilan
program kerjasama. Komunikasi yang efektif dengan mitra kerja di daerah
merupakan hal yang wajib dilakukan, baik oleh Pusat maupun BB/Balai
POM sebagai tindak lanjut hasil pengawasan. Untuk itu, 5 (lima) tahun ke
depan, BB/Balai POM perlu melakukan pertemuan koordinasi dengan
dinas terkait, setidaknya dua kali dalam satu tahun. Hal ini diutamakan
untuk pertemuan koordinasi dalam pengawalan obat dalam JKN.

2.9.3 Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan Badan POM


Untuk melaksanakan tugas Badan POM, diperlukan penguatan
kelembagaan/ organisasi. Penataan dan penguatan organisasi bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi secara
proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan
kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BADAN POM. Penataan tata
laksana bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem dan
prosedur kerja. Selain itu, untuk mendukung Sasaran Strategis 1 dan 2,
perlu dilakukan penguatan kapasitas SDM dalam pengawasan Obat dan
Makanan. Dalam hal ini pengelolaan SDM harus sejalan dengan mandat
transformasi UU ASN yang dimulai dari (i) penyusunan dan penetapan

20
kebutuhan, (ii) pengadaan, (iii) pola karir, pangkat, dan jabatan, (iv)
pengembangan karir, penilaian kinerja, disiplin, (v) promosi-mutasi, (vi)
penghargaan, penggajian, dan tunjangan, (vii) perlindungan jaminan
pensiun dan jaminan hari tua, sampai dengan (viii) pemberhentian.

2.10 Target Kinerja Badan POM RI


Target Kinerja Utama Badan POM selama 5 (lima) tahun ke depan (2015-
2019) adalah:
1. Persentase obat yang memenuhi syarat;
2. Persentase makanan yang memenuhi syarat.
3. Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya.
4. Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam rangka menjamin
keamanan pangan;
5. Capaian pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Badan POM.

BAB III
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT STANDARDISASI PT DAN PKRT

3.1 Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat

21
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.21.4231 tahun 2004, Direktorat Standardisasi Produk Terapetik
(PT) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Deputi Bidang Pengawasan PT dan PKRT
dan NAPZA (Deputi 1) Badan POM dan memiliki tugas pokok penyiapan
perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, serta
Pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang pengaturan
dan standardisasi PT.
Adapun fungsi dari Direktorat Standardisasi Produk Terapetik (PT) dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) adalah sebagai berikut.
a. Penyusunan rencana dan program standardisasi PT dan PKRT
b. Koordinasi kegiatan fungsional Pelaksanaan kebijakan teknis di bidang
standardisasi PT dan PKRT

c. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,


standar, kriteria dan prosedur, serta Pelaksanaan pengendalian,
pemantauan, pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang
pengaturan PT dan PKRT

d. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,


standar, kriteria dan prosedur, serta Pelaksanaan pengendalian,
pemantauan, pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang
standardisasi dan penilaian BABE obat

e. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,


standar, kriteria dan prosedur, serta Pelaksanaan pengendalian,
pemantauan, pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang
bimbingan industri farmasi

f. Evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi PT dan PKRT.

3.2 Dasar Hukum


a. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

22
c. Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan sediaan
farmasi dan alat kesehatan.

d. PP No 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.

e. Surat keputusan bersama menkes RI dan MenPan RI No


264A/SKB/VII/2003 dan No 02/SKB/Menpan/2003 tentang tugas fungsi
dan kewenangan dibidang Pengawasan Obat dan Makanan.

f. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor


HK.00.05.21.4231 Tahun 2004 Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBADAN POM Tahun
2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Bdan Pengawas Obat dan
Makanan.

3.3 Struktur Organisasi Direktorat


Direktorat Standardisasi PT dan PKRT dipimpin oleh seorang Direktur
yang bertanggung jawab kepada Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapeutik
dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif. Direktorat ini terdiri dari tiga sub
direktorat yaitu Subdirektorat Standardisasi dan Pengaturan PT dan PKRT,
Subdirektorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalen (BA/BE)
Obat, dan Subdirektorat Bimbingan Industri Farmasi. Bagan struktur organisasi
direktorat standardisasi PT dan PKRT dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.3.1 Subdirektorat Standardisasi dan Pengaturan PT dan PKRT


Subdirektorat Standardisasi dan Pengaturan PT dan PKRT
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan dan perumusan kebijakan
teknis dan penyusunan pedoman standar, kriteria dan prosedur, serta
Pelaksanaan pengaturan dan standardisasi PT dan PKRT.
Fungsi dari Subdirektorat Standardisasi dan Pengaturan PT dan
PKRT adalah sebagai berikut.
a. Penyusunan rencana dan program standardisasi dan pengaturan PT dan
PKRT.

23
b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan standardisasi
PT dan PKRT.

c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan


pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan PT
dan PKRT.

d. Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi dan pengaturan PT dan


PKRT.

Subdirektorat Standardisasi dan Pengaturan PT dan PKRT terdiri dari:


1. Seksi Standardisasi PT dan PKRT
Seksi Standardisasi PT dan PKRT mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan rencana dan program,
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang
standardisasi PT dan PKRT.
2. Seksi Pengaturan PT dan PKRT
Seksi pengaturan PT dan PKRT mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan rencana dan program,
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang
pengaturan PT dan PKRT.

Tugas pokok dan fungsi Subdirektorat Standardisasi dan


Pengaturan PT dan PKRT tersebut diimplementasikan dalam beberapa
kegiatan ,yaitu:
1. Penyusunan Farmakope Indonesia dan Suplemen
2. Penyusunan Standar Obat Baru (SOB)
3. Penyusunan Regulasi /Pedoman/Standar/ Kriteria/ Prosedur/ Kajian di
Bidang pengawasan PT dan PKRT
4. Pemantapan Fungsi Regulatori Pengawasan Obat
5. Komite Ilmiah dan Teknis Pengkajian Mutu Produk Terapeutik dan PKRT

24
6. Penyusunan dan Penyebaran Buletin Informasi Produk Terapeutik

3.3.2 Subdirektorat Standardisasi dan Penilaian


Bioavailabilitas/Bioekivalensi (BA/BE) Obat
Subdirektorat Standardisasi dan Penilaian BA/BE Obat mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan
penyusunan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, serta pelaksanaan
standardisasi dan penilaian BA/BE obat.
` Fungsi dari Subdirektorat Standardisasi dan Penilaian BA/BE Obat
adalah sebagai berikut.
a. Penyusunan rencana dan pedoman standardisasi dan penilaian BA/BE
obat.
b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan
standardisasi BA/BE obat.

c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan


penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan
penilaian BA/BE obat.

d. Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi BA/BE obat.

e. Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat.

Subdirektorat Standardisasi dan Penilaian BA/BE obat terdiri dari :


1. Seksi Standardisasi Bioavailabilitas/Bioekivalensi (BA/BE) Obat
Seksi Standardisasi Bioavailabilitas/Bioekivalensi (BA/BE) Obat
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis, dan penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang standardisasi bio
availabilitas/bio equivalensi obat.
2. Seksi Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi (BA/BE) obat

25
Seksi Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi (BA/BE) Obat mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan
penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur,
evaluasi dan laporan di bidang penilaian bio availabilitas/bio equivalensi
(BA/BE) obat.
3. Seksi Tata Operasional
Seksi tata operasional mempunyai tugas melakukan urusan tata
operasioanal di lingkungan direktorat.

Tugas Pokok dan Fungsi Subdirektorat Standardisasi dan Penilaian


BA/BE Obat tersebut diimplementasikan dalam beberapa kegiatan ,yaitu:
a. Penyusunan daftar obat wajib uji BE (revisi daftar obat wajib BE tahun
2011)
b. Penyusunan pedoman terkait uji BE

c. Pengkajian hasil penilaian protokol dan laporan hasil uji BE

d. Melakukan inspeksi terhadap laboratorium uji BE di Indonesia.

3.3.3 Subdirektorat Bimbingan Industri Farmasi


Subdirektorat Bimbingan Industri Farmasi mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan
penyusunan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, serta pelaksanaan
bimbingan industri farmasi.
Fungsi dari Subdirektorat Bimbingan Industri Farmasi adalah
sebagai berikut.
a. Penyusunan rencana dan program bimbingan industri farmasi.
b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan
pengembangan produksi.

26
c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan
pengembangan ekspor;
d. Evaluasi dan penyusunan laporan bimbingan industri farmasi.

Subdirektorat Bimbingan Industri Farmasi terdiri dari :


1. Seksi Pengembangan Produksi
Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis, dan penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang pengembangan produksi.
2. Seksi Pengembangan Ekspor
Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis, dan penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang pengembangan ekspor.

Tugas pokok dan fungsi Subdirektorat Bimbingan Industri Farmasi


tersebut diimplementasikan dalam beberapa kegiatan ,yaitu:
a. Verifikasi pelaksanaan fasilitas subsidi Bea Masuk Ditanggung
Pemerintah (BMDTP);
b. Analisis klasifikasi Pos Tarif Produk Farmasi dan Harmonized System
(HS) Code produk farmasi;

c. Pemutakhiran regulasi/pedoman/standar/kriteria/kajian di bidang


pengawasan PT dan PKRT;

d. Sosialisasi kebijakan/regulasi/pedoman/standar/kriteria/kajian bidang obat


ke stakeholder;

e. Pemutakhiran pedoman/standar/kriteria informasi obat (TEMPLATE);

f. Penyusunan database bahan baku obat (BBO).

3.4 Arah, Kebijakan Dan Strategi

27
1. Penguatan sistem pengawasan obat berbasis resiko untuk melindungi
masyarakat
2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong
kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya
saing produk obat.

3. Peningkatan kerjasama, Komunikasi, Informasi, dan Edukasi publik


melalui kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat
dalam pengawasan obat.

BAB IV
PELAKSANAAN PKPA

Pelaksanaan PKPA di Badan Pengawas Obat Makanan Republik Indonesia


(BADAN POM RI) periode September 2016 di mulai dari tanggal 1 September
sampai 30 September 2016. Pelaksanaan PKPA ini dimulai dengan registrasi
peserta yang kemudian dilanjutkan dengan acara pembukaan dan presentasi
mengenai Badan POM RI secara umum oleh Kepala Biro Umum. Acara
dilanjutkan dengan presentasi dan diskusi dari tiap-tiap unit kerja Badan POM RI
yang berlangsung hingga hari ketiga, bertempat di Aula Gedung C dari pukul
08.00 hingga pukul 16.30 WIB. Sebelum PKPA dimulai, peserta diberi tugas
untuk membuat esai mengenai Badan POM RI secara umum dan hal-hal yang
akan dilakukan jika peserta menjadi pegawai Badan POM RI.
Peserta PKPA dibagi menjadi 19 kelompok dengan tiap kelompok terdiri
dari tiga hingga empat peserta dan ditempatkan di tiap direktorat atau pusat yang
berbeda-beda. Kelompok 1 ditempatkan di Direktorat Standardisasi Produk
Terapeutik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang secara struktur berada

28
dalam naungan Deputi 1 Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif. Direktorat Standardisasi Produk Terapeutik dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dibantu oleh tiga subdirektorat yang tiap-
tiap subdirektorat tersebut selanjutnya menjadi tempat dilaksanakannya kegiatan
PKPA oleh anggota kelompok 1 peserta PKPA. Berikut merupakan kegiatan
PKPA yang dilakukan di tiap subdirektorat dari Direktorat Standardisasi Produk
Terapeutik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

4.1. Subdirektorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas dan


Bioekivalensi (BA/BE) Obat
Kegiatan PKPA di Subdirektorat Standardisasi dan Penilaian
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi (BA/BE) Obat dilaksanakan selama 5 hari dari
tanggal 6 September 2016 sampai 13 September 2016. Rincian kegiatan PKPA
yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Pemberian penjelasan mengenai tugas pokok dan fungsi Subdirektorat
Standardisasi dan Penilaian Bioavaibilitas dan Bioekivalensi (BA/BE)
Obat oleh Kepala Seksi Tata Operasional.
2. Pemberian penjelasan mengenai tugas pokok dan fungsi serta kegiatan dari
seksi standardisasi BA/BE Obat dan diskusi dengan Kepala Seksi
Standardisasi BA/BE Obat. .

3. Mempelajari pedoman uji ekivalensi.

4. Mempelajari tata laksana Uji Bioekivalensi di Indonesia.

5. Mempelajari obat-obat yang wajib uji ekivalensi.

6. Mengamati dan memperlajari persyaratan kelengkapan protokol uji BE


salah satu industri farmasi.

7. Mengerjakan tugas mempelajari dan merangkum kriteria Uji BE di


beberapa negara ASEAN diantaranya Indonesia, Malaysia, Singapura,
Filipina, dan Thailand.

29
4.2. Subdirektorat Bimbingan Industri Farmasi
Kegiatan PKPA di Subdirektorat Bimbingan Industri Farmasi
dilaksanakan selama 5 hari dari tanggal 14 September 2016 sampai 20 September
2016. Rincian kegiatan PKPA yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Penjelasan tentang tugas pokok dan fungsi Sub Direktorat Bimbingan
Farmasi yang dilanjutkan diskusi dan tanya jawab.
2. Melengkapi data informasi obat dari beberapa sediaan kombinasi berikut.
- Gliseril Guaikolat, Chlorpheniramin Maleat (CTM), dan Parasetamol
- Gliseril Guaikolat, Chlorpheniramin Maleat (CTM), dan Fenilefrin

- Gliseril Guaikolat, Parasetamol, dan Fenilefrin

- Gliseril Guaikolat, Parasetamol, Chlorpheniramin Maleat (CTM), dan


Fenilefrin

3. Melakukan input data meliputi:


- alamat produsen bahan baku obat yang tertera pada sertifikat Good
Manufacturing Practice (GMP)
- alamat produsen bahan baku obat yang tertera pada Drug Master File
(DMF)
- status valid atau tidaknya GMP dari beberapa produsen bahan baku
obat
- waktu dikeluarkannya GMP dan DMF dari beberapa produsen bahan
baku obat
4. Melakukan analisis HS Code (Harmonized System Code) dari beberapa
sediaan yang terdapat pada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 13 tahun
2015 tentang Pengawasan Pemasukkan Bahan Obat dan Makanana ke
Dalam Wilayah Indonesia.

4.3. Subdirektorat Standardisasi dan Pengaturan PT dan PKRT

30
Kegiatan PKPA di Subdirektorat Standardisasi dan Pengaturan PT dan
PKRT dilaksanakan selama 5 hari dari tanggal 21 September 2016 sampai 27
September 2016. Rincian kegiatan PKPA yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Melakukan pengkajian literatur mengenai informasi obat dari sediaan
insulin berikut.
- Human Insulin Short-Acting
- Human Insulin Intermediate-Acting

- Human Insulin Intermediate-Acting with Short/Long-Action

- Human Insulin Long-Acting

- Analog insulin Fast-Acting

- Analog insulin Intermediate-Acting

- Analog insulin Long-Acting

- Analog insulin Intermediate-Acting with Short/Long-Action

2. Melakukan pendataan 120 sediaan obat dan industri farmasi pembuat


sediaan tersebut yang terdapat di pasaran yang memiliki izin edar di
Indonesia dan di luar negeri.

31
BAB V
TEORI DAN PEMBAHASAN

5.1 Subdirektorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas dan


Bioekivalensi (BA/BE) Obat
Subdirektorat Standardisasi dan Penilaian BA/BE Obat terdiri dari tiga
seksi yaitu seksi Standardisasi BA/BE Obat, seksi Penilaian BA/BE Obat dan
seksi Tata Operasional. Subdit Standardisasi dan Penilaian BA/BE Obat
mempunyai tugas dalam melaksanakan penyusunan daftar obat wajib uji BE,
penyusunan pedoman terkait uji BE, pembahasan hasil penilaian protokol dan
laporan hasil uji BE, serta mengkaji metodologi uji BE. Standar merupakan
spesifikasi teknis atau sesuatu yang dilakukan termasuk tata cara dan metode yang
disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan
syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan lingkungan hidup, perkembangan

32
masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-
besarnya (menrut PP 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional). Sedangkan
standardisasi secara umum merupakan rangkaian proses mulai dari pengembangan
standar (pemrograman, perumusan, penetapan, dan pemeliharaan standar) dan
penerapan standar yang dilakukan secara tertib dan bekerja sama dengan para
pemangku kepentingan (Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional No.135
tahun 2010).
Seksi Standardisasi BA/BE Obat berperan penting dalam penyusunan
pedoman, standar, kriteria, prosedur serta pelaksanaan standardisasi BA/BE obat.
Seksi Penilaian BA/BE Obat berperan penting dalam penyiapan bahan perumusan
kebijakan teknis dan penyusunan pedoman standar, kriteria dan prosedur serta
pelaksanaan penilaian bioekivalensi obat.
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan di bidang farmasi
membuat poduk copy yang beredar semakin banyak, sehingga memerlukan
standar mutu terhadap produk copy tersebut agar nantinya dapat mengetahui
apakah produk copy tersebut memiliki efek terapetik yang sama dengan produk
inovator. Karena alasan tersebut, maka kebutuhan uji bioekivalensi semakin
meningkat agar mutu obat terjamin.
Uji bioekivalensi sangat penting karena dirancang untuk menunjukkan
bioekivalensi antara obat copy dan obat inovatornya. Sedangkan bioavaibilitaas
adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu sediaan obat yang
mencapai/ tersedia setelah pemberian obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam
darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin. Oleh karena itu, obat yang
mengandung zat aktif berupa zat kimia baru (New Chemical Entity) yang perlu
dilakukan tentang penilaian mengenai keamanan, khasiat dan mutu secara lengkap
diantaranya harus melewati penilaian khasiat melalui uji klinis dan bioavaibilitas
obat. Sedangkan untuk produk obat copy penilaian ditekankan pada penilaian
aspek mutu antara lain berupa bioekivalensi dengan obat inovator sebagai
pembanding yang merupakan baku mutu.
Uji bioekivalensi penting dilakukan karena obat copy yang dihasilkan pada
umumnya tidak mempunyai komposisi yang sama persis dengan obat inovatornya.

33
Hal tersebut dapat disebabkan karena ada perbedaan spesifikasi bahan baku obat,
eksipien, perbedaan supplier dan perbedaan proses produksi obat suatu industri,
menyebabkan perbedaan bioavaibilitas obat.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka menjamin khasiat,
keamanan dan mutu dari suatu produk obat, melakukan penilaian obat copy
sebelum diedarkan, perlu dibuktikan kesetaraan antara obat inovator atau obat
komparatornya dengan uji disolusi terbanding untuk zat aktif yang baru pertama
ingin dilakukan pengujian atau melalui uji bioavaibiltas atau uji bioekivalensi.
Dengan melakukan uji bioekivalensi diharapkan obat copy yang dihasilkan dapat
memenuhi persyaratan khasiat, keamanan serta jaminan mutu bahwa obat copy
ekivalen secara terapetik dengan obat inovatornya.
Dalam pembuatan standar dan penilaian BA/BE, Sub Direktorat
Standardisasi dan Penilaian BA/BE obat membuat perumusan
standar/pedoman/kriteria/kajian yang selanjutnya akan dibahas dalam unit kerja
yang terkait dan para ahli di bidangnya. Sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan ilmu teknologi, Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian
BA/BE obat membuat e-PPUB (elektronik Persetujuan Protokol Uji
Bioekuivalensi) dengan tujuan agar mempercepat pemenuhan timeline evaluasi
protokol dan laporan uji BE, dan dalam rangka meningkatkan mutu obat di
negara-negara ASEAN dibentuk sebuah komite Harmonisasi ASEAN yang
bertujuan untuk membuat standar/pedoman/kriteria/kajian mengenai obat-obat
yang harus melakukan uji BE, tidak perlu melakukan uji BE maupun kriteria
untuk obat Bioawaiver sehingga obat tersebut dapat dipasarkan di daerah kawasan
ASEAN tanpa harus melakukan kembali uji BE yang terbilang mahal. Subdit
Standardisasi dan Penilaian BA/BE Obat dalam rangka harmonisasi ASEAN, aktif
berperan dalam MRA (Mutual Recognition Arrangements) for Bioequivalence
Study Report yang berada di bawah ACCSQ-PPWG (ASEAN Consultative
Committee on Standards and Quality- Pharmaceutical Product Woeking Group)
Untuk pedoman uji BE, Subdit Standardisasi dan Penilaian BA/BE obat di Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia telah melakukan revisi
terhadap buku Pedoman Uji Bioekivalensi yang dikeluarkan pada tahun 2004

34
menjadi buku Pedoman Uji Bioekivalensi tahun 2015. Buku pedoman tahun 2015
terdapat perubahan atau penambahan seperti penambahan persetujuan protokol uji
BE yang harus mendapat persetujuan dari Badan POM terlebih dahulu. Buku
Pedoman Uji Bioekivalensi adalah suatu standar yang bersifat "mandatory" yang
artinya wajib untuk digunakan oleh seluruh industri farmasi dalam membuat obat
dan ingin di pasarkan di Indonesia. Jika uji BE tidak dilakukan di Indonesia,
industri farmasi harus melampirkan print hasil uji BE di negara asalnya, dan untuk
industri farmasi yang baru mau mengajukan uji BE harus melakukan UDT (Uji
Disolusi Terbanding) terlebih dahulu.
Selain buku Pedoman Uji Bioekivalensi, Sub Direktorat Standardisasi dan
Penilaian Uji BA/BE juga menyusun buku:
• Tanya Jawab Pedoman Uji Bioekivalensi
• Standar Laboratorium Uji Bioekivalensi
• Standar Laboratorium Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif
• Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif jilid 1
• Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif jilid 2
• Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif Obat Anti Malaria
• Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif Obat Anti
Retroviral, Tuberkulosis dan Malaria
• Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif Antiretroviral

Seksi Tata Operasional (TOP) berada di bawah koordinasi Subdirektorat


Standardisasi dan Penilaian BA/BE obat dan memiliki empat tugas pokok, yaitu di
bidang kepegawaian, perencanaan, tata persuratan, dan sarana prasarana. Secara
umum, seksi Tata Operasional berfungsi sebagai penunjang dalam pelaksanaan
tupoksi, agar kegiatan tersebut bersifat akuntabel dan transparan.
Terkait manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), seksi TOP
melaksanakaan fungsi mengatur, mengelola, dan mengkoordinir administrasi dan
pengembangan kompetensi ASN di Direktorat Standardisasi PT dan PKRT
dengan mengacu pada roadmap yang telah ditetapkan oleh Biro Umum. Tugas
pokok seksi TOP di bidang kepegawaian diantaranya adalah menyusun standar

35
kompetensi bersama Biro Umum dan analisis beban kerja. Standar kompetensi
meliputi kualifikasi dan keahlian yang ditetapkan sebagai persyaratan untuk
menduduki jabatan tertentu. Analisis beban kerja, digunakan sebagai dasar
perhitungan kebutuhan pegawai untuk melaksanakan tupoksi unit kerja. Selain itu,
seksi Tata Operasional juga melakukan analisis kebutuhan diklat/pelatihan bagi
para pegawai di Direktorat Standardisasi PT dan PKRT.
Untuk bidang perencanaan dan penganggaran, dilakukan penyusunan
rencana strategis (renstra) 5 tahunan dan rencana tahunan serta mengkoordinir
penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/ Lembaga Direktorat
Standardisasi PT dan PKRT.
Untuk kegiatan pelaporan dan evaluasi, seksi Tata Operasional menyusun
Laporan Tahunan Direktorat Standardisasi PT dan PKRT, Laporan Kinerja
Direktorat Standardisasi PT dan PKRT, Laporan Tahunan Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, dan Laporan Kinerja Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA disusun dengan berkoordinasi dengan
unit kerja di lingkungan kedeputian bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
NAPZA mengkoordinir evaluasi triwulan dari Direktorat Standardisasi PT dan
PKRT.
Untuk bidang Tata Persuratan, seksi Tata Operasional mengelola surat
masuk, surat keluar dan penomoran surat. Kegiatan tersebut dilakukan dengan
menggunakan suatu aplikasi sehingga memudahkan disposisi surat dari direktur
ke pejabat eselon di bawahnya. Terkait sarana dan prasarana, Seksi Tata
Operasional melaksanakan tugas pengadaan, pemeliharaan, perbaikan, dan
penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) yang digunakan oleh Direktorat
Standardisasi PT dan PKRT. Proses pengadaan barang dilaksanakan oleh Pejabat
Pengadaan Barang/Jasa, Pemeliharaan dan perbaikan sarana dan prasarana
dilakukan oleh pihak ketiga yang dipilih melalui seleksi dan dilakukan kontrak
kerja. Penatausahaan BMN dilakukan dengan menginput data BMN pada aplikasi
SIMAK BMN.

5.2 Subdirektorat Bimbingan Industri Farmasi

36
Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi menjalankan fungsinya dalam
memberikan bimbingan industri farmasi dalam pemenuhan persyaratan regulasi/
standar dalam rangka meningkatkan daya saing, meningkatkan mutu produksi dan
meningkatkan ekspor melalui:
 Melakukan verifikasi pelaksanaan fasilitas subsidi Bea Masuk Ditanggung
Pemerintah (BMDTP) untuk menjamin kesesuaian pelaksanaa BMDTP
oleh industri farmasi yang menerima subsidi, melakukan pengawasan
penggunaan bahan infus yang mendapat fasilitas BMDTP.
 Melakukan analisis Klasifikasi Pos Tarif Produk Farmasi dan HS Code
Produk Farmasi, yang terlampir dalam Lampiran Peraturan Kepala Badan
POM No. 28 tahun 2013 dengan tujuan untuk memberi perlindungan
terhadap produsen lokal dan meningkatkan daya kompetitif industri dalam
negeeri dalam pasar global.
 Melakukan pemutakhiran regulasi/ pedoman/ standar/kriteria/ kajian di
Bidang Pengawasan PT dan PKRT khususnya tentang perubahan
penggolongan obat/PPO, dengan membuat kajian berupa informasi teknis
terhadap obat yang diajukan perubahan oleh industri farmasi dan
membuat draft SK Menteri Kesehatan tentang perubahan golongan obat.
Tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan mutu, keamanan dan manfaat
dari produk yang beredar, dimana berkembangan teknologi membuat
peningkatan dari segi jenis, jumlah dan kecenderungan pengobatan sendiri
yang dilakukan oleh masyarakat.
 Melakukan sosialisasi kebijakan/reglasi/pedoman/standar/kriteria/kajian
bidang obat ke stakeholder, dengan melakukan kegiatan dari pertemuan
Indonesia-Japan Symposium on: Ensuring Quality, safety, efficacy
through integrity supplay chain pada tahun 2013, pertemuan ke dua
Indonesia-Japan Symposium on: Ensuring and enhancing Quality
Assurance of Medical Products pada tahun 2014, konsultasi publik
dengan stakeholder tentang revisi informasi obat flu dan batuk (Template)
dan aplikasi database Bahan Baku Obat/BBO pada tahun 2015 dan
Softlaunching Aplikasi Database Bahan Obat (SIDABBO) dengan tujuan

37
agar dapat memberikan informasi dan meminta pendapat atau masukan
kepada stakeholder tentang regulasi/ pedoman/ standar/ kriteria/ kajian
bidang obat.
 Melakukan pemutakhiran pedoman/standar/kriteria informasi obat
(Template), melakukan revisi terhadap template yang telah disusun sesuai
perkembangan informasi obat, pembahasan secara internal tentang kajian
template yang disusun dan pembahasan hasil kajian dengan tim ahli (pihak
dari universitas dan purnabakti dari Badan POM khususnya di bidang
Subdirektorat Standardisasi dan Penilaian Uji BA/BE) untuk template obat
yang direvisi.
 Melakukan penyusunan database Bahan Baku Obat (BBO), dengan
melakukan pengumpulan data sertifikat GMP, DMF, CEF dan CoA,
memasukkan data ke sistem database BBO, dan melakukan pembahasan
hasil komplikasi dan penentuan kriterian produsen BBO dengan tujuan
untuk menyediakan informasi bahan baku obat yang dapat menjadi
referensi atas bahan baku obat yang telah terdaftar, merekomendasikan
kepada industri farmasi atau PBF bahan baku obat dalam menyediakan
bahan obat yang memenuhi syarat mutu.
5.3 Subdirektorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan
Perbekalan Kesehatan Republik Indonesia
Subdirektorat Standardisasi dan pengaturan PT dan PKRT mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan
rencana dan program, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di
bidang standardisasi PT dan PKRT. Standar merupakan spesifikasi teknis atau
sesuatu yang dilakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan
konsesnsus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat
keselamatan, keamanan, kesehatan lingkungan hidup, perkembangan masa kini
dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
(menurut PP 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional). Sedangkan
standardisasi secara umum merupakan rangkaian proses mulai dari
pengembangan standar (pemrogaman, perumusan, penetapan, dan pemeliharaan

38
standar) dan penerapan standar yang dilakukan secara tertib dan bekerja sama
dengan para pemangku kepentingan (Peraturan Kepala Badan Standardisasi
Nasional No.135 tahun 2010).
Dalam pembuatan standar PT dan PKRT, Subdirektorat Standardisasi dan
Pengaturan PT dan PKRT membuat penyusunan rencana dan program ,
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan
standardisasi PT dan PKRT, dan evaluasi dan penyusunan laporan yang dibahas
dengan unit kerja terkait dan tim ahli di bidangnya salah satu adalah Farmakope
Indonesia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia kefarmasiaan
membuat subdirektorat standardisasi dan pengaturan PT dan PKRT perlu
melakukan revisi Farmakope Indonesia secara berkala. Revisi dapat dimuat dalam
Suplemen Farmakope atau Farmakope dengan edisi baru. Suplemen Farmakope
berisi tentang monografi obat yang belum ada di Farmakope Indonesia edisi
V(monografi baru) atau bisa juga karena terdapat perubahan atau penambahan
seperti perubahan metode pengujian, penambahan jenis pengujian, perubahan
persyaratan dan informasi yang lainnya. Suplemen I Farmakope Indonesia edisi V
dikeluarkan pada tahun 2015 dan Suplemen II Farmakope Indonesia edisi V
sedang dalam proses dikembangkan dan setiap tahun akan diterbitkan Suplemen I,
II dan III dan pada tahun ke empat dan ke lima akan disusun dan akan diterbitkan
Farmakope Indonesia Edisi VI. Farmakope Indonesia merupakan suatu standar
yang bersifat wajib yang digunakan oleh industri farmasi dalam membuat obat di
Indonesia. Jika monografi tidak tercantum dalam Farmakope Indonesia dan
Suplemen Farmakope Indonesia maka industri farmasi dapat menggunakan
standar farmakope dari negara lainnya seperti European Pharmacopeia (EP),
United State Pharmacopeia (USP)
Selain Farmakope, Subdirektorat Standardisasi dan Pengatiuran PT dan
PKRT juga menyusun Standar Obat Baru (SOB) merupakan rancangan monografi
obat yang belum tercantum di farmakope negara manapun. Penyusunan SOB
dikarenakan obat yang beredar di pasaran lebih banyak jenisnya daripada standar
muutu yang terdapat di dalam kompendia atau farmakope, baik farmakope
Indonesia maupun farmakope negara lainnya. Prioritas utama penyusunan SOB

39
ditetapkan berdasarkan obat yang masuk dalam daftar Prioritas Sampling atau
Formularium Nasional dan yang banyak beredar di pasaran. SOB yang disusun
tidak hanya berupa za aktif baru tetapi bisa juga sediaan atau kombinasi zat aktif
yang belum tercantum dalam farmakope. SOB disusun melalui penelusuran
pustaka, seperti jurnal yang dipublikasikan, dengan melibatkan pengujian dari
PPOMN dan PROM. Pada proses selanjutnya, penyusunan SOB melibatkan tim
ahli dari beberapa perguruan tinggi. Contoh pada tahun 2015 telah dilakukan
penyusunan 5 monografi SOB yang terdiri dari Sirup kombinasi salbutamol dan
guaifenesin; Sirup kombinasi triprolidin, pseudiefedrin dan dekstrometorfan;
Tablet kombinasi metformin dan saksagliptin; Tablet lepas lambat kombinasi
feksofenaadin dan pseudoefedrin; dan Tablet lepas lambat pramipeksol.
Selain pembuatan standar, subdirektorat standardisasi dan Pengaturan PT dan
PKRT juga membuat penyusunan regulasi/ pedoman/ standar/ kriteria/ kajian di
bidang pengawasan PT dan PKRT bekerja sama dengan unit terkait Biro Hukum
dan Hubungan Masyarakat. Rancangan penyusunan regulasi/ pedoman/ standar/
kriteria/ kajian yang telah disusun oleh subdirektorat Standardisasi dan
Pengaturan PT dan PKRT diantaranya yaitu: Surat Keputusan Kepala Badan POM
Republik Indonesia No. HK.04.1.23.01.15.0374 tahun 2015 tentang pembentukan
tim pelaksana penyusunan Suplemen II Farmakope Indonesia Edisi V dan
Rancangan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang
Pemberlakuan Suplemen II Farmakope Indonesia Edisi V, Pedoman Penulisan
Farmakope Indonesia (PPFI), dan yang terbaru adalah Petunjuk Operasional
Penerapan Pedoman (POPP) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk unit
penyediaan darah.

40
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan
Dari pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa peran apoteker di Badan POM selaku lembaga pemerintahan
memiliki peran yang sangat penting bagi terwujudnya obat dan makanan yang
aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu bagi masyarakat melalui Sistem
Pengawasan Obat yang terpadu yang juga melibatkan peran aktif dari produsen
dan masyarakat.

6.2. Saran

41
Adapun saran yang kami berikan untuk Direktorat Standardisasi PT dan
PKRT maupun saran terhadap pelaksanakan PKPA periode September 2016
adalah sebagai berikut.
1. Untuk Direktorat Standardisasi PT dan PKRT, terutama yang memiliki
kegiatan berupa pelayanan publik, perlu dilakukan studi kepuasan
pelanggan berupa kotak saran atau kuesioner sehingga evaluasi yang
dilakukan tidak hanya dari internal tetapi juga dari eksternal Badan POM.
2. Untuk subdirektorat standardisasi dan penilaian BA/BE, perlu diadakan
suatu mekanisme peningkatan kompetensi inspektor penilai hasil uji
BA/BE melalui workshop berkala dan evaluasi untuk para inspektor
penilai hasil uji BA/BE agar dapat melakukan penilaian laporan dengan
lebih efektif dan efisien sehingga waktu penilaian laporan dapat tereduksi.
Selain itu, perlu dilakukan Regulatory Impact Assessment terhadap
regulasi/kebijakan yang dibuat.
3. Untuk pelaksanaan PKPA selanjutnya, perlu dilakukan rotasi tempat
PKPA dalam satu Deputi atau minimal berupa kunjungan ke direktorat
lainnya yang terkoordinir dengan baik.

42

Anda mungkin juga menyukai