Anda di halaman 1dari 22

DINAMIKA POLITIK DAN EKONOMI

MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

Disusun Oleh
Akhtar Muhammad Achsan (14621)
Ananta Sigit Widyadhana (14635)
Dimas Nursatya Kurniawan (14705)
Haikal Nuril Abiyit (14754)
Mochammad Fahreza H. (14803)
Muhammad Kaka Gabriel I. (14819)

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JEMBER

SMA NEGERI 1 JEMBER

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan YME, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami berhasil menyelesaikan Makalah Demokrasi Terpimpin
sebagaimana mestinya. Tidak lupa shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari zaman jahiliyyah menuju
zaman yang terang benderang.

Terima kasih kami ucapkan kepada segenap kelompok belajar yang telah
memberikan hasil kerja yang terbaik untuk menyukseskan makalah ini. Terima
kasih pula kami ucapkan untuk guru pembimbing, Sejarah Indonesia kami, Bu
Sapti Priharjanti, yang telah memberikan dukungan, bimbingan, saran, kritik,
arahan dan juga fasilitas sehingga kami dapat menyelesaikan dan menyukseskan
makalah ini.

Makalah yang sudah kami buat ini merupakan hasil kerja kami selaku
kelompok belajar Sejarah Indonesia. Dalam pembuatan makalah yang sudah kami
buat tentunya masih jauh dari kata maksimal. Sehingga, makalah ini bisa
dijadikan bahan evaluasi untuk kedepannya. Untuk itu, masukan berupa kritikan
dan juga arahan sangat kami harapkan.

Cukup itu yang bisa kami sampaikan, atas segala kekurangan dan
kelebihannya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Jember, 8 September 2021

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 1

1.3 Tujuan ................................................................................................... 2

BAB II. ISI DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 3

2.1 Pengertian dan Ciri-Ciri Demokrasi Terpimpin ...................................... 3

2.1.1 Pengertian Demokrasi Terpimpin.................................................... 3

2.1.2 Ciri-Ciri Demokrasi Terpimpin ....................................................... 3

2.2 Latar Belakang Demokrasi Terpimpin.................................................... 5

2.3 Pemberlakuan Demokrasi Terpimpin ..................................................... 6

2.4 Kehidupan Politik Demokrasi Terpimpin ............................................... 9

2.4.1 Kekuatan Politik Nasional .............................................................. 9

2.4.2 Politik Luar Negeri ....................................................................... 10

2.4.3 Konfrontasi dengan Malaysia........................................................ 11

2.4.4 Pembebasan Irian Barat ................................................................ 11

2.4.5 Perjanjian Newyork ...................................................................... 12

2.4.6 Peristiwa G30S/PKI 1965 ............................................................. 13

2.5 Kehidupan Ekonomi Demokrasi Terpimpin ......................................... 14

2.5.1 Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) ................... 14

2.5.2 Devaluasi Mata Uang Rupiah ....................................................... 15

2.5.3 Deklarasi Ekonomi ....................................................................... 15

BAB III. KESIMPULAN ................................................................................... 17

ii
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 18

iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehidupan sosial politik Indonesia pada masa Demokrasi Liberal (1950-
1959) belum pernah mencapai kestabilan secara nasional. Kabinet yang silih
berganti membuat program kerja kabinet tidak dapat dijalankan sebagaimana
mestinya. Partai-partai politik saling bersaing dan saling menjatuhkan. Mereka
lebih mengutamakan kepentingan kelompok masing-masing. Di sisi lain, Dewan
Konstituante yang dibentuk melalui Pemilihan Umum 1955 tidak berhasil
menyelesaikan tugasnya menyusun UUD baru bagi Republik Indonesia. Kondisi
tersebut membuat presiden Soekarno berkeinginan untuk menyederhanakan partai
politik yang ada dan membentuk kabinet yang berintikan 4 partai yang menang
dalam Pemilu 1955. Untuk mewujudkan keinginannya tersebut, pada tanggal 21
Februari 1957, dihadapan para tokoh politik dan tokoh militer menawarkan
konsepsinya untuk menyelesaikan dan mengatasi krisis-krisis kewibawaaan
pemerintah yang terlihat dari jatuh bangunnya kabinet.
Lebih jauh Presiden Soekarno menekankan bahwa Demokrasi Liberal
merupakan demokrasi impor yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat Bangsa
Indonesia. Untuk itu ia menggantikan dengan suatu demokrasi yang sesuai
kepribadian Bangsa Indonesia yaitu Demokrasi Terpimpin. Pokok-pokok
pemikiran yang terkandung dalam konsepsi presiden 1957 sebagai berikut:
1. Pemberlakukan sistem Demokrasi terpimpin yang didukung oleh kekuatan
politik yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang. Langkah ini
dilakukan untuk memperbarui struktur politik bangsa Indonesia.
2. Pembentukan Kabinet Gotong royong berdasarkan perimbangan kekuatan
masyarakat. Kabinet tersebut terdiri atas wakil-wakil partai politik dan kekuatan
politik yang disebut golongan karya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah makalah Demokrasi Terpimpin ini adalah


sebagai berikut:

1
1. Apa yang dimaksud dengan demokrasi terpimpin?
2. Bagaimana ciri-ciri demokrasi terpimpin?
3. Bagaimana latar belakang diberlakukannya demokrasi terpimpin di
Indonesia?
4. Bagaimana pemberlakuan demokrasi terpimpin di Indonesia?
5. Bagaimana kehidupan politik dan ekonomi saat diterapkannya
demokrasi terpimpin di Indonesia?

1.3 Tujuan
Adapun rumusan masalah makalah Demokrasi Terpimpin ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan demokrasi terpimpin
2. Mengetahui bagaimana ciri-ciri demokrasi terpimpin
3. Mengetahui bagaimana latar belakang diberlakukannya demokrasi
terpimpin di Indonesia?
4. Mengetahui bagaimana pemberlakuan demokrasi terpimpin di
Indonesia?
5. Mengetahui bagaimana kehidupan politik dan ekonomi saat
diterapkannya demokrasi terpimpin di Indonesia?

2
BAB II. ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Ciri-Ciri Demokrasi Terpimpin


2.1.1 Pengertian Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin adalah suatu sistem pemerintahan dimana segala
kebijakan atau keputusan yang diambil dan dijalankan berpusat kepada satu
orang, yaitu pemimpin pemerintahan.
Sistem pemerintahan ini dikenal juga dengan istilah ‘terkelola’ yaitu suatu
pemerintahan demokrasi dengan peningkatan otokrasi. Dengan kata lain, negara
yang menganut sistem demokrasi terpimpin adalah dibawah pemerintahan
penguasa tunggal.
Pada pelaksanaan sistem pemerintahan ini, warga negara atau rakyat tidak
memiliki peran yang signifikan terhadap segala kebijakan yang diambil dan
dijalankan oleh pemerintah melalui efektivitas teknik kinerja humas yang
berkelanjutan.
Adapun tujuan dari sistem demokrasi terpimpin adalah:
1. Untuk mengganti demokrasi liberal yang dianggap tidak stabil untuk negara
Indonesia.
2. Untuk meningkatkan kekuasaan presiden pada masa itu yang awalnya hanya
sebatas sebagai kepala negara menjadi pemegang kekuasaan tertinggi.
2.1.2 Ciri-Ciri Demokrasi Terpimpin
1. Kekuasaan Presiden
Pada sistem demokrasi terpimpin, presiden berperan sebagai penguasa
tertinggi di dalam suatu negara. Di Indonesia sistem pemerintahan ini
diberlakukan pada 5 Juli 1959, dimana negara Indonesia berada di bawah
pemerintahan Presiden Soekarno kala itu.
Dengan berlakukan sistem demokrasi terpimpin, presiden Soekarno pada
masa itu dapat mengubah berbagai peran dari wakil rakyat yang dianggap
tidak sejalan dengan kehendaknya, khususnya di bidang politik.

3
2. Peran Partai Politik Terbatas
Pada masa berlakunya sistem demokrasi terpimpin, peran partai politik
menjadi sangat terbatas. Keberadaan partai politik seolah-olah hanya untuk
menjadi pendukung berbagai kebijakan presiden.
3. Peran Militer Semakin Besar
Pada masa demokrasi terpimpin, peran militer di Indonesia sangat kuat. Masa
itu militer memiliki dua fungsi (dwifungsi), yaitu sebagai garda pertahanan
negara dan juga berperan pada pemerintahan. Kuatnya peran militer pada
pemerintahan ternyata mengakibatkan kekacauan politik di Indonesia.
4. Paham Komunisme Berkembang
Pada masa itu, hubungan antara Presiden Soekarno dengan Partai Komunis
Indonesia (PKI) semakin baik. Dukungan PKI terhadap Presiden Soekarno
dimanfaatkan dengan baik sehingga paham komunisme berkembang pesat
pada masa itu.
5. Anti Kebebasan Pers
Pers yang memiliki peran sebagai penyambung suara rakyat pada sistem
politik dibatasi oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah terhadap pers tersebut
membuat sebagian besar media menutup diri dan tidak berani mengedarkan
berita karena adanya ancaman dicekal.
6. Sentralisasi Pemerintah Pusat
Sistem demokrasi terpimpin menimbulkan ketidakadilan, salah satunya
adalah pemerintahan yang dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Peran
partai politik semakin tidak jelas dalam pemerintahan sehingga menimbulkan
kekacauan.
7. Terjadi Pelanggaran HAM
Kebebasan pers yang terkekang, sentralisasi pemerintah pusat, dan peran
militer yang sangat besar berdampak pada meningkatnya tindakan semena-
mena terhadap masyarakat. Pelanggaran HAM (baca: Pengertian HAM)
sering dilakukan oleh pemerintah jika menemukan masyarakat yang
menentang kebijakan pemerintah.

4
2.2 Latar Belakang Demokrasi Terpimpin
Upaya untuk menuju Demokrasi Terpimpin telah dirintis oleh Presiden
Soekarno sebelum dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. langkah pertama
adalah Pada 6 Mei 1957 Presiden Soekarno membentuk Dewan Nasional sebagai
langkah pertama untuk mewujudkan Konsepsi Presiden 1957. Melalui panitia
perumus Dewan Nasional, muncul usulan secara tertulis oleh kepala Staf
Angkatan Darat Mayor Jenderal A.H Nasution kepada Presiden Soekarno tentang
pemberlakuan kembali UUD 1945 sebagai landasan Demokrasi Terpimpin.
Usulan Nasution kurang didukung oleh wakil-wakil partai di dalam Dewan
Nasional yang cenderung mempertahankann UUDS 1950.
Atas Desakan Nasution akhirnya presiden Soekarno menyetujui untuk
kembali ke UUD 45. Presiden Soekarno mengeluarkan suatu keputusan pada 19
Februari tentang pelaksanaan Demokrasi terpimpin dalam rangka kembali ke
UUD 1945. Keputusan ini kemudian disampaikan Soekarno di hadapan anggota
DPR Pada 2 maret 1959. Karena yang berwenang menetapkan UUD adalah
Dewan konstituante, maka dalam sidang konstitusi tanggal 22 April 1959 presiden
Soekarno meminta konstitante menetapkan kembali UUD 1945 apa adanya tanpa
perubahan dan menetapkannya sebagai konstitusi Negara yang tetap. Usulan
presiden Soekarno tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pemungutan suara.
Akan tetapi, hingga tiga kali pemungutan suara, anggota konstituante gagal
menyepakati konstitusi Negara. Pada 3 Juni 1959 sidang dewan konstituante
memasuki masa reses dimana beberapa fraksi dalam dewan konstituante
menyatakan tidak akan menghadiri sidang kecuali untuk membubarkan
kostitaunte. Kondisi ini membuat situasi politik menjadi sangat genting, konflik
politik antar partai semakin panas dan melibatkan masyarakat didalamnya
ditambah munculnya beberapa pemberontakan di daerah yang mengancam
kesatuan NKRI.
Untuk mencegah munculnya ekses ekses politik sebagai akibat ditolaknya
usulan pemerintah kembali ke UUD 45 oleh dewan konstituante, Kepala Staf
Angakata Darat (KSAD) selaku Penguasa Perang Pusat (Peperpu), A. H. Nasution
mengeluarkan PEPERPU/040/1959 atas nama pemerintah yang berisi larangan

5
adanya kegiatan politik, termasuk menunda semua sidang Dewan Konstituante
yang berlaku mulai 3 Juni 1959 pukul 06.00 Pagi. KSAD dan ketua Umum PNI,
Suwiryo menyarankan kepada Presiden Soekarno untuk mengumumkan kembali
berlakunya UUD 45 dengan suatu Dekrit Presiden. Pada tanggal 3 Juli 1959,
Presiden Soekarno mengadakan pertemuan dengan dewan DPR Sartono, Perdana
Menteri Djuanda, dan anggota Dewan nasional (Roeslan Abdoel Gani, dan Muh.
Yamin), serta ketua Makamah Agung, Mr. Wirjono Prodjodikoro untuk
menyepakati diberlakukannya kembali UUD 1945 sebagai konstitusi Negara
tanpa persetujuan konsituante. Pertemuan tersebut dilanjutkan dengan pidato
singkat Presiden Soekarno yang dikenal dengan Dekret Presiden 5 Juli 1959 yang
berisi tiga ketentuan pokok yaitu:
1. Pembubaran konstituante
2. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang
terdiri atas anggota DPR ditambah utusan daerah dan golongan serta Dewan
pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Dekrit Presiden 5 Juli 1959
merupakan jembatan politik dari era Demokrasi Liberal menuju era
demokrasi Terpimpin.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan jembatan politik dari era


Demokrasi Liberal menuju era demokrasi Terpimpin.

2.3 Pemberlakuan Demokrasi Terpimpin


Kondisi pemerintahan semakin terlihat tidak stabil. Terlihat dari kinerja
Badan Konstituante yang dibentuk untuk menetapkan Undang-Undang baru guna
mengganti UUDS 1959. Sejak dimulai persidangan pada 1956 hingga 1959,
Badan Konstituante tidak berhasil merumuskan Undang-Undang baru. Kondisi itu
membuat Indonesia semakin buruk dan kacau.
Pada 22 April 1959 diadakan sidang lengkap Konstituante di Bandung.
Dalam sidang tersebut, Presiden Soekarno mengusulkan untuk kembali ke UUD
1945. Dalam pidatonya, Presiden Soekarno mengkritik cara kerja Konstituante

6
yang tak mengalami kemajuan selama 2 tahun 5 bulan dan 12 hari. Lalu, ia
meminta agar usul pemerintah disetujui dengan segera. Usulan Presiden
Soekarno untuk kembali ke UUD 1945 menimbulkan pro dan kontra. Dua partai
besar, PNI dan PKI, menerima usul rencana pemerintah tentang UUD 1945.
Sebaliknya, Masyumi menolak. Pihak yang kontra menjelaskan kekhawatirannya
tentang akibat-akibat pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dengan penerapan UUD
1945. Namun, pemungutan suara yang dilakukan dalam Sidang Konstituante tak
mampu meredam perdebatan.
Demokrasi Terpimpin yang sudah dirintis pada tahun 1957, sebenarnya
baru resmi berjalan sejak tahun 1959, tepatnya Presiden Soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden. Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk
mengakhiri Sistem Pemerintahan Liberal dan Kabinet Parlementer. Dekrit
Presiden juga membawa dampak sangat besar dalam tatanan kehidupan politik
nasional. Berikut isi dari Dekrit Presiden:
1. Dibubarkannya Konstituante
2. Diberlakukannya kembali UUD 1945
3. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950
4. Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) yang diberlakukan dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya.
Berlakunya kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959
ternyata sangat diterima baik oleh rakyat Indonesia. Dengan dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 berakhirlah masa Demokrasi Parlementer yang
digantikan oleh Demokrasi Terpimpin. Pada saat itu pula, sistem kabinet
parlementer ditinggalkan dan kabinet pada masa demokrasi terpimpin adalah
kabinet presidensial, yang meliputi:
1. Kabinet Kerja I
2. Kabinet Kerja II
3. Kerja III
4. Kerja IV
5. Kabinet Dwikora I

7
6. Dwikora II
7. Dwikora III
Meskipun diterima baik oleh rakyat dan bertujuan untuk menata kembali
kehidupan politik dan pemerintahan yang belum stabil, dalam perkembangannya
Demokrasi Terpimpin banyak melakukan penyimpangan. Berikut adalah
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin.
1. Presiden menunjuk dan mengangkat anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS). Seharusnya anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS) dipilih melalui pemilu bukan ditunjuk dan
diangkat oleh Presiden.
2. Presiden membubarkan Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR) hasil Pemilu
1955 dan menggantinya dengan Dewan Permusyawaratan Rakyat Gotong
Royong (DPR-GR). Seharusnya kedudukan Presiden dan DPR adalah setara.
Presiden tidak dapat membubarkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat
memberhentikan Presiden.
3. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa demokrasi terpimpin adalah
pengangkatan presiden seumur hidup. Seharusnya Presiden dipilih setiap lima
tahun sekali melalui pemilu sebagaimana amanat UUD 1945.
4. Penyimpangan kebijakan politik luar negeri yang pernah terjadi pada masa
demokrasi terpimpin adalah politik luar negeri Indonesia condong ke blok
timur. Padahal dalam UUD 1945, politik luar negeri Indonesia adalah politik
luar negeri bebas aktif (tidak memihak namun tetap aktif ikut dalam menjaga
perdamaian dunia).
Pada intinya, penyimpangan terhadap UUD 1945 yang terjadi masa
Demokrasi Terpimpin disebabkan oleh terlalu besarnya kekuasaan yang dimiliki
oleh presiden. Sehingga pemerintahan di Indonesia cenderung mengarah pada
pemerintahan yang terlalu otoriter.

8
2.4 Kehidupan Politik Demokrasi Terpimpin
2.4.1 Kekuatan Politik Nasional

Pada masa Demokrasi Terpimpin, kekuatan politik terpusat pada tiga


kekuatan politik terbesar, yakni Presiden Soekarno, Partai Komunis Indonesia
(PKI), dan TNI Angkatan Darat. Berbeda dengan masa sebelumnya, pada masa
Demokrasi terpimpin partai politik tidak mempunyai peran besar lagi dalam
pentas politik nasional.

Partai-partai yang ada ditekan agar memberikan dukungan terhadap


gagasan presiden. Partai politik yang pergerakannya dianggap tidak sejalan
dengan pemerintah akan di bubarkan dengan paksa. Oleh karena itu partai-partai
politik itu tidak dapat menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-kelompok
yang diwakilinya.

Sampai dengan tahun 1961, hanya ada 10 partai politik yang diakui oleh
pemerintah, yaitu:

1. PNI,
2. NU,
3. PKI,
4. Partai Katolik,
5. Partai Indonesia,
6. Murba,
7. PSII,
8. IPKI,
9. Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan
10. Persatuan Tarbiyah Islam (Perti).

Hal ini menyebabkan sistem pemerintahan pada masa demokrasi terpimpin


benar-benar hanya berpusat pada presiden, atau presidensial yang tidak memiliki
lembaga apa pun yang dapat mengkritik atau menghentikannya, dan bahkan tidak
memiliki oposisi dari partai bertolakbelakang dengan kebijakannya.

9
2.4.2 Politik Luar Negeri
Pada masa demokrasi terpimpin Indonesia banyak melakukan kerja sama
dengan negara-negara komunis seperti Uni Soviet, China, Kamboja, Vietnam, dan
Korea Utara. Beberapa pergerakan politik luar negeri Indonesia pada masa
demokrasi terpimpin adalah sebagai berikut.
1. Oldefo dan Nedo
Oldefo (The Old Established Forces) adalah sebutan untuk negara-negara
barat yang sudah mapan ekonominya, khususnya negara-negara dengan
paham kapiltalisme. Sementara itu, Nefo (The New Emerging Forces) adalah
sebutan untuk negara-negara baru, khususnya negara-negara sosialis.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, Indonesia lebih banyak menjalin kerja
sama dengan negara-negara Nefo. Hal ini terlihat dengan dibentuknya Poros
Jakarta-Peking (Indonesia dan China) dan Poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-
Pyongyang (Indonesia, Kamboja, Vietnam Utara, dan Korea Utara).
Terbentuknya poros ini mengakibatkan ruang gerak diplomasi Indonesia di
forum internasional menjadi sempit. Indonesia terkesan memihak kepada
blok sosial/komunis.
2. Politik Mercusuar
Politik Mercusuar merupakan politik yang dijalankan oleh Presiden
Soekarno. Pandangan politik ini memiliki keinginan dan anggapan bahwa
Indonesia dapat menjadi mercusuar yang menerangi jalan bagi Nefo di
seluruh dunia. Untuk mewujudkannya, maka diselenggarakan proyek-proyek
besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada
kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo.
Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar, diantaranya
adalah penyelenggaraan Ganefo (Games of the New Emerging Forces),
pembangunan kompleks olahraga Senayan, dan pembangunan Monumen
Nasional (Monas).

10
2.4.3 Konfrontasi dengan Malaysia
Konfrontasi dengan Malaysia berawal dari keinginan Federasi Malayasia
untuk menggabungkan Brunei, Sabah, dan Serawak ke dalam Federasi Malaysia.
Rencana tersebut mendapatkan tentangan dari Filipina dan Indonesia. Namun
pada tanggal 16 September 1963 pendirian Federasi Malaysia tetap
diproklamirkan.
Menghadapi tindakan ini, Indonesia mengambil kebijakan konfrontasi.
Pada tanggal 17 September 1963 hubungan diplomatik antara Indonesia dan
Malaysia putus. Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1964, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang berisi:
1. Perhebat ketahanan revolusi Indonesia.
2. Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Serawak, Sabah,
dan Brunei untuk memerdekakan diri dan menggagalkan negara boneka
Malaysia.
Pada saat Konfrontasi Indonesia-Malaysia sedang berlangsung, Malaysia
dicalonkan menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Pencalonan ini
mendapat reaksi keras dari Presiden Soekarno. Pada tanggal 7 Januari 1965
Malaysia dinyatakan diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Secara spontan akhirnya Presiden Soekarno menyatakan Indonesia keluar dari
PBB.
2.4.4 Pembebasan Irian Barat
Sesuai isi KMB, Irian Barat akan diserahkan oleh Belanda satu tahun
setelah pengakuan kedaulatan RIS. Tetapi pada kenyataannya setelah satu tahun
pengakuan kedaulatan Indonesia, Belanda belum juga menyerahkan Irian Barat.
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk melakukan diplomasi bilateral
dengan Belanda. Namun upaya tersebut membuahkan hasil. Persolan Irian Barat
juga telah berulang-ulang dimasukkan ke dalam acara sidang Majelis Umum
PBB, namun tidak mendapatkan tanggapan positif.
Oleh karena itu, akhirnya pemerintah Indonesia memutuskan untuk
menempuh konfrontasi total terhadap Belanda, yakni sebagai berikut.

11
1. Pada tahun 1956, Indonesia secara sepihak membatalkan hasil KMB dan
secara otomatis membubarkan Uni Indonesia- Belanda. Melalui UU No. 13
Tahun 1956 tanggal 3 Mei 1956 Indonesia menyatakan bahwa Uni
Indonesia–Belanda tidak ada.
2. Pada 17 Agustus 1960, Indonesia secara sepihak memutuskan hubungan
diplomatik dengan Belanda yang diikuti oleh pemecatan seluruh warga
negara Belanda yang bekerja di Indonesia. Kemudian pemerintah Indonesia
mengusir semua warga negara Belanda yang tinggal di Indonesia dan
memanggil pulang duta besar serta para ekspatriat Indonesia yang ada di
Belanda.
3. Pembentukan Provinsi Irian Barat dengan ibu kota di Soasiu (Tidore) untuk
menandingi pembentukan negara Papua oleh Belanda.
Puncak konfrontasi Indonesia terhadap Belanda terjadi saat Presiden
Soekarno mengumandangkan Trikora (Tri Komando Rakyat) pada tanggal 19
Desember 1961 di Yogyakarta. Isi dari Trikora 19 Desember 1961 itu adalah
sebagai berikut.
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda kolonial.
2. Kibarkan sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan
kesatuan tanah air dan bangsa.
Pada mulanya Belanda mencemoohkan persiapan-persiapan Komando
Mandala tersebut. Mereka mengira, tidak mungkin pasukan Indonesia dapat
masuk ke wilayah Irian. Tetapi setelah operasi-operasi infiltrasi Indonesia
berhasil, akhirnya Belanda bersedia untuk berunding untuk menyelesaikan
sengketa Irian Barat.
2.4.5 Perjanjian Newyork
Akhirnya, pada tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani suatu perjanjian
antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda di New York, yang
terkenal dengan Perjanjian New York. Adapun isi dari Perjanjian New York
sebagai berikut.
1. Kekuasaan Belanda atas Irian Barat berakhir pada 1 Oktober 1962.

12
2. Irian Barat akan berada di bawah perwalian PBB hingga 1 Mei 1963 melalui
lembaga UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) yang
dibentuk PBB.
3. Pada 1 Mei 1963, Irian Barat akan diserahkan kepada pemerintah Indonesia.
4. Pemerintah Indonesia wajib mengadakan penentuan pendapat rakyat (pepera)
Irian Barat untuk menentukan akan berdiri sendiri atau tetap bergabung
dengan Indonesia, pada tahun 1969 di bawah pengawasan PBB.
Berdasarkan hasil Pepera tahun 1969, Dewan Musyawarah Pepera secara
aklamasi memutuskan bahwa Irian Barat tetap ingin bergabung dengan Indonesia.
Hasil musyawarah pepera tersebut dilaporkan dalam Sidang Majelis Umum PBB
ke-24 oleh diplomat PBB, Ortiz Sanz yang bertugas di Irian Barat.
2.4.6 Peristiwa G30S/PKI 1965
Peristiwa Gerakan 30 September/PKI terjadi pada malam tanggal 30
September 1965. Dalam peristiwa tersebut, sekelompok militer di bawah
pimpinan Letkol Untung melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap enam
perwira tinggi TNI Angkatan Darat serta memasukkan jenazah mereka ke dalam
sumur tua di daerah Lubang Buaya, Jakarta.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Letnan Kolonel Untung mengumumkan
melalui RRI Jakarta yang tengah dikuasainya mengenai gerakan yang ia lakukan.
Dalam pengumuman tersebut disebutkan bahwa Gerakan 30 September
merupakan gerakan internal Angkatan Darat untuk menertibkan anggota Dewan
Jenderal yang akan melakukan kudeta terhadap pemerintah Presiden Soekarno.
Selain itu, diumumkan juga tentang pembentukan Dewan Revolusi,
pendemisioneran Kabinet Dwikora, dan pemberlakuan pangkat letnan kolonel
sebagai pangkat tertinggi dalam TNI. Pengumuman ini segera menyebar pada 1
Oktober 1965 dan menimbulkan kebingungan di masyarakat
Mayor Jenderal Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima
Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) memutuskan segera
mengambil alih pimpinan TNI Angkatan Darat. Hal tersebut karena Jenderal
Ahmad Yani selaku Men/ Pangad saat itu belum diketahui keberadaannya.

13
Operasi penumpasan G 30 S/PKI dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto
bersama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dan Batalyon
328/Para Divisi Siliwangi. Pada malam hari tanggal 1 Oktober 1965, RPKAD
yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi Wibowo berhasil menguasai kembali
RRI Jakarta dan kantor telekomunikasi yang tengah dikuasasi Letkol Untung.
Selanjutnya, Mayjen Soeharto mengumumkan melalui radio tentang
keadaan yang sebenarnya kepada rakyat. Pada tanggal 2 Oktober 1965, RPKAD
pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo berhasil sepenuhnya menguasai keadaan
di Jakarta dan pemberontakan G 30 S/PKI berhasil digagalkan.

2.5 Kehidupan Ekonomi Demokrasi Terpimpin


Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah berupaya mengatasi
permasalahan ekonomi yang terjadi sejak masa Demokrasi Parlementer. Dasar
bagi kebijakan ekonomi terpimpin adalah sistem ekonomi terpimpin dengan
pimpinan Presiden Soekarno yang terjun langsung mengatur perekonomian.
Langkah-langkah kebijakan ekonomi pada masa demokrasi terpimpin
untuk memperbaiki kondisi ekonomi antara lain adalah pembentukan dewan
perancang nasional, devaluasi mata uang rupiah, dan deklarasi ekonomi.
2.5.1 Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas)
Dewan Perancang Nasional (Depernas) dibentuk berdasarkan Undang-
undang No. 80 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1958. Tugas
dewan ini adalah menyiapkan rancangan undang-undang pembangunan nasional
yang berencana serta menilai pelaksanaan pembangunan tersebut.
Depernas diketuai oleh Mohammad Yamin dengan 50 orang anggota.
Pelantikannya secara resmi dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 15 Agustus
1959. Pada 26 Juli 1960, Depernas berhasil menyusun sebuah Rancangan
Undang-Undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana untuk tahun 1961-
1969.
Pada 1963, Depernas diganti namanya menjadi Badan Perancang
Pembangunan Nasional (Bappenas). Ketuanya dijabat secara langsung oleh
Presiden Soekarno. Tugas badan ini menyusun rencana pembangunan jangka

14
panjang dan jangka pendek secara nasional dan daerah, mengawasi dan menilai
pelaksanaan pembangunan, dan menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris
untuk MPRS.
2.5.2 Devaluasi Mata Uang Rupiah
Pada tanggal 24 Agustus 1959, pemerintah mendevaluasi (menurunkan
nilai mata uang) Rp 1.000 dan Rp 500 menjadi Rp 100 dan Rp 50. Pemerintah
juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang
melebihi jumlah Rp 25.000. Tujuan kebijakan devaluasi dan pembekuan
simpanan ini adalah untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar demi
kepentingan perbaikan keuangan dan perekonomian negara.
2.5.3 Deklarasi Ekonomi
Pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Soekarno menyampaikan Deklarasi
Ekonomi (Dekon) di Jakarta. Dekon merupakan strategi dasar dalam ekonomi
terpimpin. Tujuan utama Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi nasional
yang bersifat demokratis dan bebas dari imperialisme untuk mencapai kemajuan
ekonomi.
Mengingat sulitnya untuk mendapatkan bantuan luar negeri, pemerintah
Indonesia menyatakan bahwa ekonomi Indonesia berpegang pada sistem ekonomi
Berdikari yang merupakan akronim dari “Berdiri di atas kaki sendiri”. Pada bulan
September 1963 Presiden Soekarno menunda pelaksanaan Dekon dengan alasan
fokus pada konfrontasi dengan Malaysia.
Upaya-upaya perbaikan ekonomi yang dilakukan pemerintah pada masa
Demokrasi Terpimpin tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Kondisi ekonomi
bahkan malah memburuk karena anggaran belanja negara setiap tahunnya terus
meningkat tanpa diimbangi dengan pendapatan negara yang memadai.
Salah satu penyebab meningkatnya anggaran belanja tersebut adalah
pembangunan proyek-proyek mercusuar, yang lebih bersifat politis. Harga
barang-barang naik 200 hingga 300 persen pada tahun 1965. Oleh karena itu
pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa pecahan mata uang Rp1.000 (uang
lama) diganti menjadi Rp 1 (uang baru).

15
Penggantian uang lama dengan uang baru itu diikuti dengan pengumuman
kenaikan harga bahan bakar. Hal ini menyebabkan mahasiswa dan masyarakat
turun ke jalan menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang berisi:
1. Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya
2. Perombakan kabinet Dwikora
3. Menurunkan harga pangan

16
BAB III. KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Demokrasi Terpimpin adalah suatu sistem pemerintahan dimana segala
kebijakan atau keputusan yang diambil dan dijalankan berpusat kepada satu
orang, yaitu pemimpin pemerintahan. Demokrasi terpimpin di Indonesia
diterapkan karena Kondisi pemerintahan terlihat semakin tidak stabil. Terlihat dari
kinerja Badan Konstituante yang tidak berhasil merumuskan Undang-Undang
baru dan banyak hal lainnya yang membuat kondisi Indonesia semakin buruk dan
kacau. Akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
yang merupakan tanda mulai diterapkannya demokrasi terpimpin di Indonesia.
Pemberlakuan demokrasi terpimpin diterima baik oleh rakyat namun terdapat
berbagai penyimpangan dan memberikan berbagai dampak pada bidang politik
maupun ekonomi. Selain dampak yang ditimbulkan, pemerintah juga berupaya
memperbaiki kondisi politik dan ekonomi namun, upaya yang dilakukan
pemerintah tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Dengan demikian, sistem
pemerintahan Demokrasi Terpimpin tidak efisien / tidak cocok diterapkan di
Indonesia pada masa itu mengingat gejolak politik dan ekonomi yang masih
belum stabil.

17
DAFTAR PUSTAKA

Mariana. (2020). Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia. Jakarta: Kemendikbud.

Thabroni, G. (2021, Maret 30). Masa Demokrasi Terpimpin: Kehidupan Politik,


Ekonomi & Sosial. Retrieved from serupa.id: https://serupa.id/

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Ilmu Pengetahuan Sosial


SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

18

Anda mungkin juga menyukai