Anda di halaman 1dari 11

Definisi dan Batasan Anak Jalanan

Departemen Sosial RI mendefinisikan, “anak jalanan adalah anak yang sebagian besar
menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat
lainnya”.
UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu : Street child are those who have
abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age,
and have drifted into a nomadic street life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah
16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat
terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya (H.A Soedijar, 1988 :
16).
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan 
keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan
bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis
mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional
yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang
keras dan cenderung  berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya.
Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana labilitas emosi dan mental
mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh
sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar, anak-
anak kumuh, suka mencuri, sampah masyarakat yang harus diasingkan.
Pada taraf tertentu stigma masyarakat yang seperti ini justru akan memicu
perasaanalineatif mereka yang pada gilirannya akan melahirkan kepribadian introvert, cenderung
sukar mengendalikan diri dan asosial. Padahal tak dapat dipungkiri bahwa mereka adalah
generasi penerus bangsa untuk masa mendatang.

Pengelompokkan Anak Jalanan


Menurut Tata Sudrajat (1999:5) anak jalanan dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok
berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu :Pertama, Anak yang putus hubungan dengan
orang tuanya, tidak sekolah dan tinggal di jalanan (anak yang hidup dijalanan / children the
street). Kedua, anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah, kembali
ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau tiga bulan sekali biasa
disebut anak yang bekerja di jalanan (Children on the street). Ketiga, Anak yang masih sekolah
atau sudah putus sekolah, kelompok ini masuk kategori anak yang rentan menjadi anak
jalanan ( vulnerable to be street children).
Sementara itu menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (1999 ; 22-24) anak jalanan 
dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya (children of the street). Mereka
tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang
hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Kelompok anak ini disebabkan oleh
faktor sosial psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan
perceraian orang tua. Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan
solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka. 
2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Mereka adalah anak yang
bekerja di jalanan (children on the street). Mereka seringkali diindentikan sebagai pekerja
migran kota yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya
mereka bekerja dari pagi hingg sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen,
tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama
dengan saudara atau teman-teman senasibnya. 
3. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka tinggal dengan orang
tuanya, beberapa jam dijalanan sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan
karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua. Aktivitas
usaha mereka yang paling menyolok adalah berjualan koran.
4. Anak-anak jalanan yang berusia di atas 16 tahun. Mereka berada di jalanan untuk mencari
kerja, atau masih labil suatu pekerjaan. Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang
SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa (orang tua ataupun
saudaranya) ke kota. Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, membawa
barang belanjaan (kuli panggul), pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung.

Secara garis besar terdapat dua kelompok anak jalanan, yaitu :


1) Kelompok anak jalanan yang bekerja dan hidup di jalan. Anak yang hidup di jalan
melakukan semua aktivitas dijalan, tidur dan menggelandang secara berkelompok.
2) Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan (masih pulang ke rumah orang tua). 
Faktor-faktor yang Menyebabkan Adanya Anak Jalanan
Banyak faktor yang kemudian diidentifikasikan sebagai penyebab tumbuhnya anak jalanan.
Parsudi Suparlan berpendapat bahwa adanya orang gelandangan di kota bukanlah semata-mata
karena berkembangnya sebuah kota, tetapi justru karena tekanantekanan ekonomi dan rasa tidak
aman sebagian warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang diduga dapat
memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota (Parsudi Suparlan, 1984 :
36).
Menurut Saparinah Sadli (1984:126) bahwa ada berbagai faktor yang saling berkaitan dan
berpengaruh terhadap timbulnya masalah gelandangan, antara lain: faktor kemiskinan (struktural
dan pribadi), faktor keterbatasan kesempatan kerja (faktor intern dan ekstern), faktor yang
berhubungan dengan urbanisasi dan masih ditambah lagi dengan faktor pribadi seperti tidak
biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan keinginannya sendiri dan berbagai faktor lainnya.
Hasil penelitian Hening Budiyawati, dkk. (dalam Odi Shalahudin, 2000:11) menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan anak pergi ke jalanan berdasarkan alasan dan penuturan mereka
adalah karena:
1) Kekerasan dalam keluarga.
2). Dorongan keluarga.
3). Ingin bebas.
4). Ingin memiliki uang sendiri.
5). Pengaruh teman. 
Beragam faktor tersebut yang paling dominan menjadi penyebab munculnya anak jalanan adalah
faktor kondisi sosial ekonomi di samping karena adanya faktor broken home serta berbagai faktor
lainnya.

Tanda dan Gejala Anak Jalanan


- Orang dengan tubuh yang kotor sekali
- Rambutnya seperti sapu ijuk
- Pakaiannya compang-camping dengan membawa bungkusan besar yang berisi macam-
macam barang
- Bertingkah laku aneh seperti tertawa sendiri
- Sukar diajak berkomunikasi
- Pribadi tidak stabil
- Tidak memiliki kelompok

Layanan yang dibutuhkan oleh anak jalanan


1) Kebutuhan fisik, meliputi kebutuhan makan, pakaian, perumahan dan kesehatan
2) Kebutuhan layanan psikis meliputi terapi medis psikiatris. keperawatan dan psikologis
3) Kebutuhan sosial seperti rekreasi, kesenian dan olah raga
4) Layanan kebutuhan ekonomi meliputi ketrampilan usaha, ketrampilan kerja dan penempatan
dalam masyarakat.
5) Kebutuhan rohani

Solusi untuk Mengatasi Anak Jalanan


Menurut Nugroho ada tiga pendekatan untuk mengatasi masalah anak jalanan, yaitu:
1. Pendekatan Penghapusan (abolition)
Lebih mendekatkan pada persoalan struktural dan munculnya gejala anak jalanan. Anak
jalanan adalah produk dari kemiskinan, dan merupakan akibat dari bekerjanya sistem
ekonomi politik masyarakat yang tidak adil. Untuk mengatasi masalah anak jalanan sangat
tidak mungkin tanpa menciptakan struktur sosial yang adil dalam masyarakat. Pendekatan ini
lebih menekankan kepada perubahan struktur sosial atau politik dalam masyarakat, dalam
rangka melenyapkan masalah anak jalanan.
2. Pendekatan Perlindungan (protection)
Mengandung arti perlunya perlindungan bagi anak-anak yang terlanjur menjadi anak jalanan.
Karena kompleksnya faktor penyebab munculnya masalah kemiskinan, maka dianggap
mustahil menghapus kemiskinan secara tuntas. Untuk itu anak-anakyang menjadi korban
perlu di lindungi dengan berbagai cara, misalnya:melalui perumusan hukum yang melindungi
hak-hak anak. Fungsionalisasi lembaga pemerintah, LSM dan lembaga-lembaga sosial
lainnya. Perlindungan ini senada dengan pendapat pemerintah melalui departemen sosial,
praktisi-praktisi LSM dan UNICEF di mana tanggal 15 Juni 1998 membentuk sebuah
lembaga independent yang melakukan perlindungan pada anak. Yaitu lembaga perlindungan
anak (LPA) membentuk LA tersebut didasarkan pada prinsip dasar terbentuknya embrio
LPA, yaitu:1) Anak di fasilitasi agar dapat melaporkan keadaan dirinya.2) Menghargai
pendapat anak.3) LPA bertanggung jawab kepada masyarakat bukan kepada pemerintah.4)
Accountability Menurut Nugroho, sisi negatif dari pendekatan perlindungan tersebutadalah
strategis perlindungan hanya akan menjadi ajang kepentingan para elitdan tokoh masyarakat
sehingga berimplikasi pada tidak tuntasnyapenyelesaian problem anak jalanan. Produk-
produk hukum yang dirumuskan sebagai wujud bagi perlindungan terhadap anak.
3. Pendekatan Pemberdayaan (empowerment)
Menekankan perlunya pemberdayaan bagi anak jalanan. Pemberdayaan ini bermaksud
menyadarkan mereka yang telah menjadi anak jalanan agar menyadari hak dan posisinya
dalam konteks social, politik ekonomi yang abadi di masyarakat. Pemberdayaan biasanya di
lakukan dalam bentuk pendampingan. Yang berfungsi sebagai fasilitator, dinamisator,
katalisator bagi anak jalanan. Pemberdayaan ini dikatakan berhasil jika anak jalanan berubah
menjadi kritis dan mampu menyelesaikan permasalahannya secara mandiri.

Selain itu ada cara lain yang mampu mengatasi masalah anak jalanan, yaitu sebagai berikut:
1) Melakukan pembatasan terhadap arus urbanisasi (termasuk arus masuknya anak-anak) ke
Jakarta, dengan cara operasi yustisi, memperkuat koordinasi dengan daerah asal,
pemulangan anak jalanan ke daerah asal dll.
2) Melakukan identifikasi terhadap akar permasalahan guna menyelesaikan masalah anak
jalanan tersebut dengan menyentuh pada sumber permasalahannya. Sebagai contoh:
banyak diantara anak jalanan yang menjadi tulang punggung keluarganya. Jika ini yang
terjadi, maka pemerintah tidak bisa hanya melatih, membina atau mengembalikan si anak
ke sekolah. Tapi lebih dari itu, pemerintah harus melakukan pendekatan dan
pemberdayaan ekonomi keluarganya.
3) Mengembalikan anak jalanan ke bangku sekolah.
4) Memberikan perlindungan kepada anak jalanan tanpa terkecuali. UU nomor 23 Tahun
2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa perlindungan anak perlu dilakukan
dengan tujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
5) Menciptakan program-program yang responsif terhadap perkembangan anak, termasuk
anak jalanan.
6) Melakukan penegakan hukum terhadap siapa saja yang memanfaatkan keberadaan anak-
anak jalanan.
7) Membangun kesadaran bersama bahwa masalah anak jalanan sesungguhnya merupakan
tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.
Asuhan Keperawatan Anak Jalanan
A. Pengkajian
1) Faktor predisposisi
 Genetik
 Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem
neurotransmiter.
 Teori virus dan infeksi
2) Faktor presipitasi
 Biologis
 Sosial kutural
 Psikologis
3) Penilaian terhadap stressor

Respon Adaptif Respon Maladaptif


- Berfikir logis - Pemikiran sesekali - Gangguan pemikiran
- Persepsi akurat - Terdistorsi - Waham/halusinasi
- Emosi konsisten dengan - Ilusi - Kesulitan pengolahan
pengalaman - Reaksi emosi berlebih - Emosi
- Perilaku sesuai Dan tidak bereaksi - Perilaku kacau dan isolasi
- Berhubungan sosial - Perilaku aneh social
- Penarikan tidak bisa
berhubungan sosial

4) Sumber koping
 Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )
 Pencapaian wawasan
 Kognitif yang konstan
 Bergerak menuju prestasi kerja
5) Mekanisme koping
 Regresi( berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)
 Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
 Menarik diri
 Pengingkaran
B. Diagnosa Keperawatan
1. Harga Diri Rendah
2. Isolasi Sosial
3. Gangguan proses pikir : waham
4. Defisit perawatan diri

C. Intervensi Keperawatan

N SDKI SLKI SIKI


o
1 Harga Diri Rendah Setelah dilakukan tindakan Manajemen prilaku
keperawatan selama 3x24 Observasi :
jam diharapkan pasien dapat 1. Identifikasi harapan
beraktifitas kembali seperti untuk mengendalikan
biasa dengan : perilaku
KH : Teraupetik
Harga Diri 1. Diskusikan tanggung
1. Penilaian diri positif jawab terhadap perilaku
1-3 ( menurun 2. Jadwalkan kegiatan
menjadi sedang ) terstruktur
2. Perasaan memiliki 3. Bicara dengan nada
kelebihan atau rendah dan tenang
kemampuan positif 4. Beri penguatan positif
1-3 ( menurun terhadap keberhasilan
menjadi sedang ) mengendalikan perilaku
5. Hindari sikap
mengancam dan berdebat
2 Isolasi social Setelah dilakukan tindakan Promosi sosialisasi
keperawatan selama 3x24 Observasi :
jam diharapkan pasien dapat 1. Identifikasi kemampuan
beraktifitas kembali seperti melakukan interaksi
biasa dengan : dengan orang lain
KH : Teraupetik :
Keterlibatan sosial 1. Motivasi meningkatkan
1. Minat interaksi 1-3 ( keterlibatan dalam suatu
menurun menjadi hubungan
sedang ) 2. Motivasi berpartisipasi
2. Verbalisasi isolasi 5- dalam aktivitas baru dan
3 ( menurun menjadi kelompok
sedang ) 3. Berikan umpan balik
3. Perilaku menarik positif pada setiap
diri 1- 3 ( meningkat peningkatan kemampuan
menjadi sedang ) Edukasi :
1. Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain secara
bertahap
2. Latih bermain peran
untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi
3 Gangguan proses Setelah dilakukan tindakan Manajemen waham
pikir : waham keperawatan selama 3x24 Observasi :
jam diharapkan pasien dapat 1. Monitor waham yang
beraktifitas kembali seperti isinya membahayakan
biasa dengan : diri sendiri, orang lain
KH : dan lingkungan
Status orientasi Teraupetik :
1. Perilaku waham 1-3 1. Bina hubungan
( meningkat menjadi interpersonal saling
sedang ) percaya
2. Isi pikir sesuai 2. Tunjukkan sikap tidak
realita 1-3 menghakimi secara
( memburuk menjadi konsisten
sedang ) 3. Diskusikan waham
3. Pembicaraan 1-3 dengan berfokus pada
( memburuk menjadi perasaan yang mendasari
sedang ) waham
4. Lakukan intervensi
pengontrolan perilaku
waham
Edukasi :
1. Anjurkan
mengungkapkan dan
memvalidasi waham
dengan orang yang
dipercaya
4 Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan Dukungan perawatan diri
diri keperawatan selama 3x24 Obsevasi :
jam diharapkan pasien dapat 1. Identifikasi kebiasaan
beraktifitas kembali seperti aktivitas perawatan diri
biasa dengan : sesuai usia
KH : 2. Monitor tingkat
Perawatan diri kemandirian
1. Minat melakukan Teraupetik :
perawatan diri 1-3 1. Sediakan lingkungan
( menurun menjadi yang teraupetik ( mis.
sedang ) Suasana hangat, rileks,
privasi )
2. Siapkan keperluan
pribadi ( mis. Parfum,
sikat gigi dan sabun
mandi )
3. Dampingi dalam
melakukan perawatan diri
sampai mandiri
Edukasi :
1. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan

DAFTAR PUSTAKA
Ahira, Anne. Memfasilitasi Pendidikan bagi Anak Jalanan, (online),
(http://anneahira.com, diakses pada tanggal 7 april 2013, pukul 09.32 WIB).

Arief, Armai. 15 Juni 2004. Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan, (online),


(http://anjal.blogdrive.com, diakses pada tanggal 7 april 2013, pukul 11.07 WIB).

Hapsari, Endah. 09 April 2013. Awas, Kasih Uang ke Anak Jalanan Bisa Kena Sanksi,
(online), (http://republika.co.id, diakses pada tanggal 7 april 2013, pukul 09.47 WIB).

 Syaifudin. Ketidakberfungsian Lembaga Pemerintah terhadap Masalah Putus Sekolah,


(online), (http://edukasi.kompasiana.com, diakses pada tanggal 23 mei 2013, pukul 13.21 WIB).

Anda mungkin juga menyukai