Wardatul Jannah
Fakultas Ushuluddin dan Adab UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten:
w.jannah0800@gmail.com
Abstrak
Pendekatan Tematik dalam pemahaman adalah memahami maksud yang terkandung
didalam hadist dengan cara mempelajari hadist-hadist lain yang terkait dalam topik
pembahasan yang sama dan memperhatikan korelasi masing-masingmya sehingga diperoleh
pemahaman yang utuh. Hadis menjadi sumber penggalian hukum setelah al Quran, sebab
sejatinya hadis merupakan penjelas terhadap makna-makna al Quran yang masih samar dan
global (bayan at tafsir).Selain itu hadis juga berfungsi menjelaskan beberapa permasalahan
hukum yang belum pernah dijelaskan sebelumnya oleh al Quran.Sebab itu keberadaan hadis
menjadi sangat pentingdan harus dijaga keotentikannya karena hadis harus terhindar dari
berbagai tendesius, baik pribadi maupun kelompok. Sejak awal hadis telah dijaga dengan
sungguh-sungguh, termasuk oleh para sahabat. Mereka adalah generasi pertama yang
memiliki tanggung jawab menjaga hadis dari berbagai kesalahan dan kekeliruan. Hal ini bisa
ditelusuri dari beberapa kebijakan yang diterapkan oleh al Khulafau al Rashidun, mulai dari
kebijakan yang diterapkan oleh Abu Bakar as Siddiq, yang harus menghadirkan seorang
saksi bagi siapapun yang meriwayatkan hadis sehingga bisa dibenarkan periwayatannya,
begitu juga sahabat Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib yang juga
menambahkan syarat sumpah bagi sahabat yang meriwayatkan hadis. Demikian bukan
berarti mereka meragukan hadis sebagai sesuatu yang layak untuk dijadikan sebagai sandaran
dalam penggalian hukum, justru sikap mereka yang membatasi periwayatan hadis dengan
menerapkan beberapa kebijakan tersebut adalah bukti kesungguhan mereka dalam menjaga
hadis sehingga keotentikannya tetap lestari dari berbagai pemalsuan dan kekeliruan. Maka
tidak heran jika kita telusuri dalam kitab musthalah al hadis, perkembangan hadis pada masa
sahabat disebut dengan istilah taqlil al-riwayah wa al-tathabbut fi al-riwayah (masa
penyedikitan dan pembatasan periwayatan).
Kata Kunci: Hadist, Khulafahu Al Rashidun, Muttholahul Hadist, sahabat
1. Era sahabat
Hadis tematik daerah sahabat periode kedua sejarah perkembangan hadis adalah masa
Khulafaur Rasyidin yaitu
1. Abu Bakar As Siddiq
2. Umar Bin Khattab
3. Utsman bin Affan
4. Ali bin Abi Tholib
Yang berlangsung sekitar tahun 11 Hijriyah sampai dengan 40 Hijriyah titik masa ini disebut
dengan masa sahabat besar 23 pengertian sahabat menurut istilah ilmu hadits yang disepakati
oleh mayoritas ulama hadis adalah orang Islam nggak pernah bergaul atau melihat nabi dan
meninggal dalam keadaan beragama Islam keterlibatan sahabat Nabi dalam proses
diterimanya hadis adalah sebuah keniscayaan baik hadis yang diriwayatkan secara lisan
maupun tulisan, semuanya itu melalui Informasi yang disampaikan para sahabat dari nabi
melalui Informasi yang disampaikan para sahabat itu, materi atau Matan hadis yang diterima
secara berantai dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa kehadiran sahabat maka
mustahil pesan-pesan nabi akan sampai kepada generasi selanjutnya.
Masa ini juga disebut dengan masa sahabat besar.karena pada masa ini perhatian para
sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur‟an, maka periwayatan
hadits belum begitu berkembang dan kelihatannya berusaha membatasinya. Oleh karena itu,
masa ini oleh para ulama dianggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan
periwayatan. Pembatasan penyederhanaan hadis, yang ditunjukkan oleh para sahabat dengan
sikap kehati-hatiannya menggunakan dua jalan dalam meriwayatkan hadits dari Nabi
Muhammad SAW, yaitu:
Lafzhi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau matannya persis seperti yang
diwurudkan Rasulullah SAW, dan hanya bisa dilakukan apabila mereka hafal benar apa yang
disabdakan Rasulullah SAW.Periwayatan Maknawi adalah periwayatan hadis yang matannya
tidak persis sama dengan yang didengarnya dari Rasulullah SAW, akan tetapi isi atau
maknanya tetap terjagasecara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW,
tanpa ada jperubahan sedikitpun.Dengan demikian, para sahabat Nabi Muhammad SAW
sangat kritis dan hati-hati dalam periwayatan hadits. Tradisi tersebut menunjukkan bahwa
mereka sangat peduli tentang kebenaran dalam periwayatan hadits, diantaranya:
a. Para sahabat, bersikap cermat dan hati-hati dalam menerima suatu riwayat. Ini
dikarenakan meriwayatkan hadits Nabi Muhammad SAW merupakan hal penting, sebagai
wujud kewajiban taat kepadanya.
b. Para sahabat melakukan penelitian dengan cermat terhadap periwayat maupun isi riwayat
itu sendiri.
c. Para sahabat, sebagaimana dipelopori Abu Bakar, mengharuskan adanya saksi dalam
periwayatan hadits.
d. Para sahabat, sebagaimana dipelopori Ali Ibn Abi Thalib, meminta sumpah dari
periwayatan hadits.
e. Para sahabat menerima riwayat dari satu orang yang terpercaya.
f. Diantara para sahabat terjadi penerimaan dan periwayatan hadis tanpa pengecekan terlebih
dahulu apakah benar dari Nabi atau perkataan orang lain dikarenakan mereka memiliki
agama yang kuat sehingga tidak mungkin berdusta.
2. Era Pra Kodifikasi Hadist
Sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu
manusia. Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah
lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara histories. Hadits adalah segala perkataan
(sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW. Hadits
merupakan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas. Secara
struktural maupun fungsional Hadis telah disepakati oleh mayoritas kaum Muslimin dari
berbagai mazhab Islam, sebagai sumber ajaran dan pedoman hidup yang menduduki posisi
kedua setelah al-Qur'an. Hadis yang tercantum dalam berbagai kitab hadis yang ada telah
melalui proses penelitian ilmiah yang rumit dan mendapat perhatian yang khusus sejak dari
masa pra kodifikasi sampai dengan saat ini sehingga menghasilkan kualitas Hadis yang
diinginkan oleh para penghimpunnya. Hadist merupakan salah satu pedoman hidup umat
Islam dimana kedudukan hadist disini adalah sebagai sumber hukum islam
yangPerkembangan Hadis Pada Masa Prakodifikasi.
Sejarah perkemabangan hadist pada masa prakodifikasi maksudnya adalah
padamasa sebelum pembukuan. mulai sejak zaman Rasullah SAW hingga
ditetapkannyapembukuan hadist secara resmi (kodifikasi). Masa ini penulis membagi
menjadi tigaperiode yaitu masa Rasulullah SAW, masa sahabat dan masa Tabiin.
Adapun periodetersebut dijelaskan sebagai berikut:
Hadis Pada Masa Rasullah SAW Membicarakan Hadis pada masa Rasullah SAW berarti
membicarakan Hadispada awal kemunculannya. Uraian ini akan terkait langsung kepada
Rasulullah SAWsebagai sumber Hadis. Rasulullah SAW membina umat islam selama 23 tahun.
Masaini merupakan kurun waktu turunnya wahyu sekaligus diwurudkannya Hadis.
Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagaipewaris
pertama ajaran islam. Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadaanya dijelaskannya
melaluiperkataan, perbuatan, dan pengakuan atau penetepan Rasulullah SAW. Sehingga apayang
disampaikan oleh para sahabat dari apa yang mereka dengar, lihat, dan saksikanmerupakan
pedoman. Rasullah adalah satu-satunya contoh bagi para sahabat, karenaRasulullah memiliki
sifat kesempurnaan dan keutamaan yang berbeda denganmanusia lainnya.Adapun
metode yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam mengajarkanHadis kepada para
sahabat sebagai berikut:
a) Para sahabat berdialog langsung dengan Rasulullah SAW
b) Para sahabat menyaksikan perbuatan dan ketetapan Rasulullah SAWc. Para sahabat
mendengarkan perkataan sesama sahabat yang diperoleh dariRasulullah
SAWd. Para sahabat menyaksikan perbuatan sesama sahabat yang diperoleh
dari rasulullah
Larangan ditujukan untuk kodifikasi formal sedangkan izin ditujukan untuksekedar
dalam bentuk catatan yang dipakai sendiri, Larangan berlaku ketika wahyu masih turun,
belum dihafal dan dicatat.Adapun ketika wahyu yang turun sudah dihafal dan dicatat,
maka penulianhadis diizinkan.Hadis Pada Masa SahabatNabi wafat pada tahun 11 H,
kepada umatnya beliau meninggalkan duapegangan sebagai dasar pedoman hidupnya,
dan Hadits yang harusdipegangi bagi pengaturan seluruh aspek kehidupan
yaitu al-Quran
umat. Setelah Nabi saw wafat,kendali kepemimpinan umat Islam berada di tangan shahabat
Nabi.
Shahabat Nabiyang pertama menerima kepemimpinan itu adalah
1. Abu Bakar as- Shiddiq ( wafat 13H/634 M)
2. Umar bin Khatthab (wafat 23 H/644 M),
3. Utsmanbin Affan (wafat 35 H/656 M),
4. Ali bin Abi Thalib (wafat 40 H/661 M).
Keempat Khalifah ini dalam sejarah dikenal dengan sebutan al-khulafa al-Rasyidin
danperiodenya biasa disebut juga dengan zaman shahabat besar. Sesudah Ali bin Abi Thalib
wafat, maka berakhirlah era shahabat besar dan menyusul era shahabat kecil. Dalam
pada itu muncullah pra tabiin besar yangbekerjasama dalam perkembangan
pengetahuan dengan para shahabat Nabi yangmasih hidup pada masa itu. Diantara
shahabat Nabi yang masih hidup setelahperiode al-Khulafa al-Rasyidin dan yang cukup
besar peranannya dalam
Periwayatanhadits Nabi saw ialah
1. Aisyah
istri Nabi (wafat 57 H/578 M)
2. Abu Hurairah (wafat58 H/678 M), Abdullah bin Abbas (wafat 68 H/687 M)
3. Abdullah bin Umar bin al-Khatthab (wafat 73 H/692 M)
4. Jabir bin Abdullah (wafat 78 H/697 M
sebagaimana para sahabat para tabiin juga cukup
Hadis Pada Masa Tabiin
berhati-hati dalamperiwayatan hadis . Hanya saja pada masa ini tidak terlalu berat seperti
seperti padamasa sahabat. Pada masa ini Al-Quran sudah terkumpul dalam satu mushaf
dansudah tidak menghawatirkan lagi. Selain itu, pada akhir masa Al-Khulafa Al-
Rasyidun para sahabat ahli hadis telah menyebar ke beberapa wilayah
sehinggamempermudah tabiin untuk mempelajari hadis.Para sahabat yang pindah ke
daerah lain membawa perbendaharaan hadissehingga hadis tersebar ke banyak daerah.
Kemudian muncul sentra-sentra hadis sebagai berikut:
isyah dan Abu Hurayrah.
1. Madinah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti A
2. Mekkah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti Ibn Abbas
3. Kufah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti Abd
Allah Ibn Masudd. Basrah,
dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti Utbah Ibn Gahzwan.
Kata kodifikasi dalam bahasa Arab dikenal dengan al-tadwin yang berarti codification,
yaitu mengumpulkan dan menyusun. Secara istilah, kodifikasi adalah penulisan dan
pembukuan hadis Nabi Muhammad SAW secara resmi berdasar perintah khalifah dengan
melibatkan beberapa personel yang ahli dalam masalah ini, bukan yang dilakukan secara
perseorangan atau untuk kepentingan pribadi. Dengan kata lain, kodifikasi hadis (tadwin
hadis) adalah penghimpunan, penulisan, dan pembukuan hadis Nabi atas perintah resmi dari
penguasa negara (khalifah), bukan dilakukan atas inisiatif sendiri. Tujuannya untuk menjaga
hadis Nabi Muhammad SAW dari kepunahan dan kehilangan baik karena banyaknya
periwayat penghafal hadis yang meninggal maupun karena adanya hadis palsu yang dapat
mengacaubalaukan keberadaan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.Jadi, kodifikasi hadis
disini adalah penulisan, penghimpunan, dan pembukuan hadis Nabi Muhammad SAW yang
dilakukan berdasar perintah resmi khalifah Umar
Ibn Abd al-Aziz, khalifah kedelapan Bani
Umayyah yang kemudian kebijakannya itu ditindaklanjuti oleh para ulama di berbagai
daerah hingga pada masa berikutnya hadis terbukukan dalam kitab hadis. Maksud dari
kodifikasi hadis atau tadwin hadis pada periode kodfikasi adalah kodifikasi secara resmi
berdasarkan perintah kepala negara yaitu pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, terkait
dengan naskah atau dokumen hadis Nabi pada masa sebelum kodifikasi resmi.
Sebagaima jamak diketahui bahwa beberapa sahabat telah menuliskan sunnah (hadis)
pada masa ke Nabian. Semisal Abdullah bin Amru bn Ash, al-Anshari yang tidak mampu
menghafal hadis, dan para sahabat lainnya yang aktif menuliskan hadis namun sayangnya
kita tidak mampu memahami isi dari naskah-naskah hadis tersebut karena sebagian sahabat
dan tabiin memilih untuk membakar atau mencuci naskah pribadi mereka dengan air sebelum
dijemput maut. Mereka melakukan itu dengan alasan adanya kekhawatiran jika naskah
tersebut sampaipada mereka yang tidak memilki ilmu mumpuni dalam membedakan
teks.Pada masa Nabi muncul penulis naskah yang kontraversial dimana ia menuliskan dalam
pendahuluannya : ini adalah kitab Muhammad utusan Allah untuk umat Islam dari bangsa
Quraiys, penduduk medinah dan mereka yang mengikuti dan memperjuangkan ajarannya,
bahwa mereka adalah umat yang satu tanpa bangsa lainnya dimana ia salah kaprah dalam
memahami hadis Nabi yang mengatur hak-hak antara golongan kaum Muhajirin dan kaum
Anshar dan menetapkan perjajian kedamaian antara penduduk islam dengan penduduk
yahudi Madinah.Meskipun adanya riwayat pelarangan penulisan hadis pada masa Nabi dan
masa sahabat namun para sahabat tetap berinisiatif untuk menuliskan beberapa hadis yang
didengar dari Rasul. Muhammad Musthafa al-Azhami menghitung dan menyimpulkan bahwa
ada 52 sahabat yang menuliskan hadis dan beberapa dari mereka yang mengumpulkannya
dalam sebuah naskah dan beberapa dari tabiin sebelum periode kodifikasi pada pemerintahan
Umar bin Abdul Aziz. Mustafa al-Azhami lebih lanjut memaparkan isi hadis yang ditulis
oleh para sahabat tersebut dalam kitabnya Dirasat fil Hadits nabawi wa tarikh tadwinihi.
Sejarah dan Perkembangan Kodifikasi Hadis
a. Kodifikasi Hadis Abad II Hijriyah
1) Tokoh-tokoh hadis abad ke-2 hijriyah
Di antara tokoh-tokoh hadis yang masyhur dalam abad ke-2 Hijriyah ialah
a) Malik
b) Yahya Ibn Said al-Qaththan
c) Waki‟ Ibn al-Jarrah, Sufyan ats-Tsaury
d) Ibnu Uyainah, Syu‟bah Ibn Hajjaj
e) Abd ar-Rahman Ibn Mahdy, Al-Auza‟y, Al-Laits
f) Abu Hanifah
g) Asy-Syafi‟y.
Masa pembukaan hadis dimulai awal abad kedua Hijriah. Sampai di penghujung Abad
tersebut. Abad ke-2 Hijriyah merupakan momentum baru bagi perkembangan hadits dimana
hadits yang sebelumnya dipelihara melalui tradisi hafalan dilakukan dengan cara pembukuan.
Kitab Hadis kodifikasi ulama yang masa tersebut yang masih ada sampai sekarang adalah
karya Imam Malik Ibnu Anas. Walaupun sebagai upaya awal, namun yang dilakukan Malik
Ibnu atas merupakan suatu hal yang baru dan dapat dijadikan kajian oleh ulama sesudahnya.
Ini merupakan revolusi dan syarat dan menimbulkan berbagai kritik yang dilakukan oleh
orientalis. Hadis adalah produk ulama abad pertengahan Islam.
Masa penyaringan pemeliharaan dan perlengkapan, berlangsung selama 1 abad penuh
dimulai awal sampai di penghujung abad ketiga Hijriyah. Hadits-hadits yang dibukukan tidak
seperti pada masa sebelumnya kini telah ada upaya penyaringan dari unsur-unsur yang bukan
hadis Nabi Muhammad. Hanya hadis-hadis tertentu yang dimasukkan dalam buku hadis.
Kitab-kitab hadis yang muncul dalam masa ini di antara lain. mustard Ahmad kutub al-sittah,
Shahih al-bukhari dan Shahih Muslim.
Masa pembersihan, penyusunan penambahan dan pengumpulan hadis dari awal abad ke-4
sampai jatuhnya Kota Baghdad tahun 656 Hijriyah. Mulai dari masa ini dan sesudahnya,
ulama yang berperan dalam kegiatan hadis tersebut ulama mutakhirin. Kegiatan yang
dilakukan hanya mencukupkan diri dengan mengutip kitab-kitab hadis yang ditandai oleh
ulama abad ke-2 dan 3 Hijriyah. oleh karena itu, corak tadi UIN Pada masa ini dan
sesudahnya telah beraneka ragam seperti menertibkan hadits spesialisasi hadits kitab-kitab
komentar dan sebagiannya. Seperti yang dilakukan oleh Ismail bin Ahmad yang
menghimpun Kitab Shahih al-bukhari dan Shahih Muslim dalam satu kitab.
Masa penyerahan, pengembunan, pentakhrijan dan pembahasan hadits. Rentang waktu
relatif panjang dimulai tahun 656 Hijriyah sampai sekarang.Masaa ini merupakan kelanjutan
masa sebelumnya dan penambahan semakin banyaknya Khazanah hasil tadi Win ulama
hadis. Jika dihubungkan dengan sejarah perkembangan al-hadits, maka masa ini merupakan
suatu masa keemasan dan kematangan Ulum al-hadits. Oleh karena itu tidak heran jika masa
terakhir perkembangan hadis telah menyempurnakan dirinya dengan berbagai karya hadis
yang tetap mengacu pada hasil ulama sebelumnya mutaqaddimin. Hadits karya ulama
periode ke-7 antara lain Syarah Al Buchori seperti Fath Al bari Karya Al asqalani, umdat Al
Qori karya Muhammad Ibnu Ahmad Al Aini dan Irsyad Al Sari karya al asqolani. Hal serupa
juga ditemukan pada kitab-kitab lain seperti shohih muslim sunan at-tirmidzi sunan an-nasa'i
dan Sunan Ibnu Majah. Periodesasi di atas terkesan lebih terperinci dan menyebut berbagai
generasi yang terlihat banyak dalam setiap tahap perkembangan hadis. Oleh karena itu
terdapat 7 tahapan namun pada perkembangan ada juga ulama yang hanya membagi ke
dalam tiga periode saja seperti yang dilakukan oleh Muhammad Al khotib. Ketiga periode
tersebut masing-masing, qolb at tadwin (sebelum pembukuan),in da al tadwin(masa
pembukuan), ba'da al tadwin ( setelah pembukuan).