Anda di halaman 1dari 32

Makalah skenario 4

Penyakit Kusta dalam Pendekatan Dokter Keluarga

I Made Ananta Wiguna (102015083)

David Lay(102016062)

Steven Hartanto Kurniawan(102016280)

Jean VC Tahapary(102014244)

Teresia Berhitung(102016031)

Lisa Melani (102016083)

Margaretha Gonizales Sasaka ( 102016135)

Fatin Batrisyia Binti Saiful Azizan Azli (102016256)

Mahasiswi Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana


Alamat Korespondensi : Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Abstrak

Kusta menjadi salah satu penyakit dengan konsen pemerintah yang tinggi karena penyakit ini
mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan bermasyarakat seperti dalam bidang ekonomi, sosial dan
keamanan. Penyakit kusta disebebkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Diagnosa penyakit kusta dapat
ditegakan melalui anamnesis dan pengamatan gejala klinis yang dilakukan pada pasien. Ilmu kedokteran
keluarga merupakan ilmu yang mempelajari tentang dinamika kehidupan keluarga, pengaruh penyakit
dan keturunan terhadap fungsi keluarga, pengaruh fungsi keluarga terhadap timbul dan berkembangnya
penyakit dan cara-cara pendekatan kesehatan untuk mengembalikan fungsi keluarga dalam keadaan
normal. Dokter yang bekerja pada strata pertama pelayanan kesehatan masyarakat, diharapkan untuk
mampu melaksanakan prinsip pelayanan dokter keluarga.

Kata Kunci : Leprae, Keluarga, Pelayanan

Abstract

Leprosy is one of the diseases with high government concentration because this disease affects
almost all aspects of social life such as in the economic, social and security fields. Leprosy is caused by
the bacteria Mycobacterium leprae. Diagnosis of leprosy can be established through history taking and
observation of clinical symptoms performed on patients. Family medicine is the study of the dynamics of
family life, the influence of disease and heredity on family functions, the influence of family functions on
the emergence and development of disease and ways of approaching health to restore family function
under normal circumstances. Doctors who work in the first strata of public health services are expected
to be able to carry out the principle of family doctor services.

Keywords: Leprosy, Family, Services

Pendahuluan

Permasalahan pada penyakit kusta merupakan permasalahan yang cukup kompleks.1


Penyakit kusta bukan hanya merupakan permasalahan pada bidang kesehatan saja, melainkan
juga merupakan permasalahan pada bidang psikososial. Berbagai masalah yang muncul sebagai
akibat dari adanya penyakit kusta ini, pada akhirnya akan mengganggu kehidupan berbangsa dan
bernegara.1 Oleh karenanya, negara mengeluarkan program guna mencegah dan menurunkan
angka kesakitan akibat penyakit kusta.

Kusta merupakan salah atu penyakit menular yang masih sering dijumpai pada negara-
negara berkembang termasuk Indonesia. Angka kejadian penyakit kusta di beberapa daerah di
Indonesia dilaporkan masih cukup tinggi dan sebagian besar penderitanya adalah masyarakat
golongan ekonomi lemah. Kusta menjadi salah satu penyakit dengan konsen pemerintah yang
tinggi karena penyakit ini mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan bermasyarakat seperti
dalam bidang ekonomi, sosial dan keamanan.1

Berbagai pemahaman akan penyakit kusta yang salah banyak berkembag di masyarakat,
diantaranya bahwa kusta merupakan penyakit kutukan Tuhan yang menular dan susah untuk
diobati dan pada akhirnya meyebabkan kecacatan. Konsep yang salah ini akhirnya menimbulkan
keresahan yang tidak hanya terjadi pada penderita tetapi juga pada keluarga dan lingkungan
sekitar penderita. Hal ini menyebabakan penderita menjadi putus asah sehinga menjadi enggan
untuk berobat.1

Definisi Kusta

Istilah kusta berasal dari bahasa sanskerta yaitu kushtha yang berarti kumpulan gejala
pada kulit. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen yang diambil dari nama orang yang
menemukan kuman penyebab penyakit kusta yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun
1874.1-3 Penyakit kusta juga dikenal dengan sebutan lepra yang diambil dari bakteri penyebabnya
yaitu Mycobacterium leprae.2

Penyakit kusta didefinisikan sebagai penyakit kulit akibat infeksi menahun atau kronik
yang disebebkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang memiliki sifat tahan asam.2-4 Awalnya
kuman Mycobacterium leprae ini menyerang saraf tepi, kemudian dia akan menyebar dan
menyerang berbagai organ lainnya seperti kulit, selaput mukosa, testis dan mata. 2-4 Penyakit
kusta menyerang berbagai organ kecuali susunan saraf pusat.3 Penyakit kusta yang tidak
medapatkan pengobatan akan menyebabkan kecacatan fisik pada penderitanya.2

Etiologi

Penyakit kusta disebebkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Kuman Mycobacterium


merupakan kuman aerob yang tidak dapat bergerak dan tidak membentuk spora. Kuman ini
berbentuk batang yang dikelilingi oleh membran lilin dan tahan terhadap asam, sehingga sering
disebut dengan basil tahan asam.1,2

Mycobacterium leprae merupakan bakteri yang hanya mampu hidup di dalam sel atau
yang biasa disebut dengan obligat intra-selular.5 Bakteri ini uga diketahui memiliki struktur
dinding sel yang sangat kuat dan resisten terhadap lisozim, sehingga bakteri ini sangat tahan
terhadap proses fagositosis.5

Epidemiologi

Menurut World Health Organization (WHO) Weekly Epidemiological Report tentang


angka kejadian kusta tahun 2013 di sejumlah negara di dunia tercatat Indonesia menduduki
peringkat ketiga setelah India dan Brazil. 6 Sedangkan untuk kawasan Asia Tenggara Indonesia
menduduki peringkat nomor satu dengan kajadian kusta terbanyak dan disusul oleh Myanmar
dengan jumlah 3.082 kasus dan Filipina sebanyak 2.936 kasus.6

Data Kementrian Kesehatan RI mencatat pada tahun 2014 melaporkan angka kejadian
kusta di Indonesia mencapai 17.025 kasus baru dengan 83,5% kasus diantaranya merupakan tipe
Multi Basiler (MB). Sedangkan pada tahun 2015 tercatat sebanyak 17.202 kasus baru kusta
dengan 84,5% kasus diantaranya merupakan jenis Multi Basiler (MB).6

Pathogenesis

Mycobacterium leprae memiliki pathogenesis dan daya invasi yang rendah. Hal ini
diketahui karena penderita dengan jumlah kuman yanglebih banyak belum tentu memberikn
gejala yang lebih berat dan sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat ifeksi dengan derajat
penyakit, tidak lain disebebkan karena respon imun yang berbeda dari setiap individu. Oleh
karenanya, penyakit kusta disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding
dengan tingkat reaksi selular daripada intensitas infeksinya.7

Gejala Klinis

Diagnosa penyakit kusta dapat ditegakan melalui anamnesis dan pengamatan gejala klinis
yang dilakukan pada pasien.2 Terdapat tanda utama atau cardinal sign penyakit kusta,
diantaranya :1,2,4

1. Bercak pada kuli yang mengalami mati rasa. Bercak tersebut dapat berwarna putih
(hypopigmentasi) atau dapat juga berwarna merah (erithematous). Dapat pula ditemukan
adanya penebalan pada kulit atau dapat berupa nodul. Mata rasa dapat terjadi terhadap
rasa raba, suhu dan sakit yang dapat terjadi sebagian atau total.
2. Penebalan pada saraf tepi yang diserati adanya rasa nyeri dan gangguan pada fungsi saraf
yang terkena. Saraf sensorik mengalami mati rasa, saraf motoric mengalami kelemahan
otot (parese) dan bahkan terjadi kelumpuhan otot (paralisis), serta adanya gangguan pada
saraf otonom berupa kulit kering dan retak-retak.

Gejala lainnya yang dapat ditemukan yaitu seperti adanya demam hingga menggigil,
penurunan nafsu makan, mual bahkan terkadang sampai mutah, sakit kepala, kemerahan pada
testis, radang pada pleura, pembesaran hati dan empedu, radang pada serabut saraf serta radang
pada ginjal yang bahkan dapat disertai dengan penurunan fungsi ginjal.4

Faktor-faktor Penyebab Kejadian Kusta


a. Agent
Bakteri Mycobacterium leprae menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya
kecuali susunan saraf pusat. Kuman ini adalah satu genus dengan kuman TB dimana
diluar tubuh manusia kuman ini dapat bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang
lembab, sejuk dan gelap tanpa sinar matahari dan dapat bertahan sampai beberapa
tahun.1,3 Seperti bakteri pada umumnya bakteri ini akan mati dengan cepat pada
lingkungan yang banyak cahaya matahari dan akan tumbuh dengan subur pada
lingkungan dengan kelembapan yang tinggi. Hal ini berhubungan dengan struktur tubuh
bakteri yang dimana 80% menyusun volume sel bakteri sehingga merupakan hal esensial
untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri. 3 Kelembapan udara yang
meningkat akan menjadi media yang baik untuk berkembang.

b. Host
Manusia merupakan reservoir untuk penularan kuman dari genus Mycobacterium. Dari
hasil penelitian diketahui bahwa angka kejadian penularan penyakit kusta di lingkungan
keluarga penderita cukup tinggi, dimana seseorang penderita dapat menurkan kepada 2-3
orang di dalam rumahnya. Rumah dengan ventiasi yang bagus memungkinkan untuk
terjadi pertukaran udara sehingga kuman tersebut dapat terbawa angin dan hilang.
Beberapa hal pada host yang menjadi perhatian dan berhubungan dengan penularan
penyakit kusta yaitu gizi, daya tahan tubuh, hygiene pribadi, gejala dan tanda penyakit
dan pengobatan. 3
c. Environment
Lingkungan merupakan segala sesuatu diluar host dapat berupa benda mati maupun
hidup. Lingkungan terbagi atas fisik dan non fisik. Lingkungan fisik terdiri atas keadaan
geografis, kelembapan udara, suhu dan lingkungan tempat tinggal. Sedangkan lingkungan
non fisik meliputi sosial, budaya, ekonomi dan politik.3

Terdapat beberapa kriteria lingkungan rumah yang sehat menurut APHA (American public
helath Assosiation), yaitu :3

a. Memenuhi kebutuhan fisiologis


1. Suhu ruangan, dimana lingkungan rumah harus diatur sedemikian rupa konstruksinya
sehingga suhu ruangan tidak berubah dan kelembaban udara dapat dijaga. Untuk itu,
perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu
banyak.
2. Pencahayaan yang cukup pada siang maupun malam hari, sehingga dibutuhkan
ventilasi minimal 10% dari jumlah luas lantai.
3. Ruangan yang segar dan tidak berbau sehingga dibutuhkan ventilasi untuk sirkulasi
udara.
4. Isolasi suara yang cukupsehingga tenang dan tidak terganggu dengan suara dari
dalam maupun dari luar rumah.
5. Variasi ruangan seperti adanya ruang bermain anak, ruang makan, ruang tidur dan
sebagainya juga sangat dibutuhkan.
6. Pengaturan jumlah kamar tidur dan masing-masing ukurannya sesuai dengan umur
dan jenis kelamin.
b. Perlindungan terhadap penularan penyakit
1. Sumber air yang memenuhi syarat baik kualitas maupun kuantitas. Sehingga selain
layak untuk dikonsumsi juga layak dalam persediaan untuk keperluan kebersihan
rumah dan diri.
2. Tempat penyimpanan sampah dan WC yang baik serta aliran pembuangan yang juga
baik
3. Pembuangan kotoran atau limbah yang tidak mencemari air bersih.
4. Kebersihan dapur dan tempat makan
5. Ruangan udara yang cukup
6. Luas kamar tidur minimal 9m3 per orang dan tinggi langit-langit rumah minimal 2,75
meter.

c. Faktor Risiko Lingkungan


1. Pencahayaan
Cahaya matahari minimal masuk 60 lux dengan syarat tidak menyilaukan.
Pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat berisiko 2,5 kali terkena
Tuberculose dan kusta. Cahaya dapat terdiri atas cahaya alamiah dalam hal ini
matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri
pathogen di dalam rumah. Rumah yang sehat seharusnya memiliki jendela dengan
luas minimal 15%-20% dan dapat langsung masuk ke rumah atau tidak terhalang oleh
bangunan lain. Adapula cahaya buatan yaitu sumber cahaya yang bkan berasal dari
cahaya matahari, diantarany cahaya lampu litrik, lampu minyak tanah dan
sebagainya.
2. Kepadatan Penghuni Rumah
Merupakan perbandingan antara luas lantai rumah dan jumlah anggota keluarga
dalam satu tempat tinggal. Untuk perumahan sederhana, minimum 9 m2/orang. Untuk
kamar tidur diperlukan minimum 3 m2 per orang. kepadatan penghuni rumah dan luas
rumah yang tiak sebanding akan menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga
bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberculose dan
leprae akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain, dimana seorang
penderita rata-rata dapat menularkan 2-3 orang di dalam rumahnya.
3. Lantai Rumah
Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah, kontruksi lantai rumah
harus rapat air dan selalu kering agar mudah dibersihkan dari kotoran dan debu.
Selain itu dapat menyebabkan meningkatnya kelembaban dalam ruangan. Untuk
mencegah masuknya air ke dalam rumah, maka lantai rumah sebaiknya dinaikan 20
cm dari permukaan tanah. Keadaan lantai rumah perlu dibuat dari bahan yang kedap
terhadap air sehingga lantai tidak menjadi lembab dan selalu basah seperti tegel,
semen, keramik. Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan tempat hidup
dan perkembangbiakan kuman dan vektor penyakit, menjadikan udara dalam ruangan
lembab, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu
yang berbahaya bagi penghuninya.
4. Ventilasi
Ventilasi dibagi atas alamiah dan buatan. Ventilasi alamiah mengandalkan pergerakan
udara bebas (angin), temperature udara dan kelembabannya. Selain melalui jendela,
pintu dan lubang angin, maka ventilasi pun dapat diperoleh dari pergerakan udara
dinding ruangan, atap dan lantai. Ventilasi buatan antara lain kipas angin, exhauster
dan AC (air conditioner). Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut : luas
lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan, dan luas lubang ventilasi
insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5% dari luas lantai. Jumlah keduanya
menjadi 33 10% dari luas lantai ruangan, udara yang masuk harus bersih, tidak
dicemari asap, knalpot kendaraan, debu dan sebagainya. Ventilasi bermanfaat bagi
sirkulasi udara dalam rumah serta mengurangi kelembaban.
5. Kelembaban
Kelembaban udara adalah prosentase jumlah kandungan air dalam udara. Menurut
indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat
kesehatan dalam rumah adalah < 40% atau > 70%. Rumah yang lembab merupakan
media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat
masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu kelembaban yang tinggi dapat
menyebabkan membrane mukosa hidung menjadi keringat sehingga kurang efektif
dalam menghadang mokroorganisme.
6. Ketinggian
Ketinggian secara umum mempengaruhi kelembaban dan suhu lingkungan. Setiap
kenaikan 100 meter, selisih suhu udara dengan permukaan laut sebesar 0,50C.
ketinggian berkaitan dengan kelembaban juga dengan kerapatan oksigen.

Cara Penularan

Cara penularan penyakit kusta masih belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa
teori yang menyatakan bahwa penularan bakteri penyebab penyakit kusta dapat terjadi melalui
kontak kulit dengan kulit ataupun melalui udara yang mengandung basil dari selaput mukosa
yang kemudian masuk ke dalam tubuh melalui udara yang dihirup untuk bernafas. 2 Penularan
oleh kuman penyebab penyakit kusta ini juga dapat melalui sekret hidung penderita yang sudah
mengering. Dimana kuman Mycobacterium ini masih dapat bertahan hidup dalam 2-7 x 24 jam
diluar tubuh dan dalam keadaan kering.2,3

Mycobacterium leprae hidup pada suhu yang rendah. Bagian tubuh manusia seperti mata,
saluran pernafasan atas, otot, tulang, testis, saraf perifer dan kulit memiliki suhu yang lebih
rendah.4 Kuman penyebab penyakit kusta ini juga diketahui tidak hanya menular dari manusia
saja melainkan bisa dari beberapa hewan seperti armadillo, monyet dan mangabey.4
Terdapat beberapa syarat dalam penularan penyakit kusta melalui kontak kulit dengan
kulit yakni usia dibawah 15 tahun, dan kedua pihak yang bersangkutan setidaknya memiliki lesi
baik mikroskopik maupun makroskopik serta adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.2,3

Perkembangan penyakit kusta sangat bergantung dari jumlah atau keganasan Mycobacterium
dan daya tahan tubuh penderita. Terdapat bebrapa faktor yang juga turut memiliki peran dalam
perkembangan penyakit kusta, yakni:2,3

1. Usia : Anak-anak memiliki risiko untuk tertular penyakit kusta lebih besar dibandingkan
dengan orang dewasa.
2. Jenis kelamin : ditemui laki-laki lebih sering terkena penyakit kusta. Hal ini berkaitan
dengan pekerjaan, kebiasaan keluar rumah, dan merokok.
3. Ras : kebanyakan penyakit kusta ditemui pada masyarakat Asia dan Afrika
4. Lingkungan : kondisi fisik, biologi dan sosial yang kurang sehat akan lebih mudah
terserang penyakit kusta.
5. Sosial ekonomi : kondisi sosial ekonomi berhubungan tidak langsung seperti keadaan
gizi, perumahan yang tidak sehat,hygiene, sanitasi yang kurang bagus.

Dampak

a. Bagi pendeita kusta


Dampak pada penderita kusta dapat terjadi dalam berbagai aspek, yang mana hal ini
tentunya akan menurunkan kualitas hidup penderita kusta.1,2,4
1. Fisik
Dalam aspek fisik, kejadian kusta ini akan berdampak pada lesi di kulit ataupun pada
kecacatan penderita. Bakteri penyebab penyakit kusta dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan saraf sensori yaitu terjadinya anastesi sehingga menimbulkan berbagai
jenis luka. Selain itu dapat ditemukan adanya kerusakan otonom yaitu adanya kulit
yang kering sehingga menyebabkan kulit menjadi retak-retak dan dapat menimbulkan
terjadinya infeki sekunder. Juga dapat terjadi kerusakan dari sistem motorik, dimana
terjadi paralisis dan menyebabkan deformitas sendi pada penderita kusta.
2. Psikologis
Konsep pemahaman masyarakat tentang penyakit kusta yang keliru, dapat membuat
penderita kusta menjadi depresi. Sebagian besar penderita kusta tidak mampu
menerima keadaan dirinya. Sehingga pertolongan pada bidang psikologis haruslah
dilakukan secepat mungkin bahkan sebelum adanya pengobatan secara fisik.
3. Ekonomi
Kecacatan yang dialami oleh penderita kusta menyebabkan para pendirita ini menjadi
kurang produktif, sehingga keadaan ekonominya pun akan terganggu. Ada studi yang
mengatakan bahwa penderita kusta sebagian besar akan menjadi pengemis untuk
memenuhi kebutuhannya.
4. Sosial
Ini berhubungan dengan masalah interaksi penderita kusta dengan lingkungan
sekitarnya. Masalah sosial muncul sebagai akibat dari ketakutan yang dialami
penderita kusta, rendahnya pengetahuan dan stigma buruk dimasyarakat tentang
kusta. Hal-hal tersebut kemudian membuat penderita kusta akhirnya kurang diterima
di masyarakat, hidup sendiri dan mengalami keterbatasan dalam aktivitas sehari-
hariya.
b. Bagi keluarga1,2,4
Tidak hanya penderita kusta, keluarganya pun sering mengalami dampak akibat salah
seorang anggotanya mengalami kusta. Mulai dari takut akan penolakan dari masyarakat,
keluarga menjadi panik akibat penyakit kusta yang diderita oleh kerabatnya. Tidak jarang
juga penyakit kusta yang menyerang anggota keluarga tertentu akan berdampak pada
masalah ekonomi keluarga jika penderit kusta adalah tulang punggung keluarga. Dimana
ia menjadi tidak produktif lagi sehingga keluargapun akan kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
c. Bagi masyarakat1,2,4
Tidak hanya berpengaruh terhadap keluarga, lingkungan sekitar tempat tinggal pemderita
kusta pun akan mengalami dampak tersendiri. Hubungan sosial antar sesame akibat
adanya rasa jijik, takut bahkan berusaha untuk mengisolasi penderita kusta dan
keluarganya dari lingkungan sekitar mereka. Hal-hal tersebut membuat kehidupan yang
berjalan di tengah masyarakat menjadi terganggu dan bahkan menjadi tidak rukun.

Pengobatan
Tujuan pengobatan penyakit kusta :1,3,4

1. Memutuskan mata rantai penularan.


2. Mencegah resistensi obat.
3. Memperpendek masa pengobatan.
4. Meningkatkan keteraturan berobat.
5. Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum
pengobatan.

Pengobatan kusta sejak 1949 menggunakan dapson (DDS) sebagai obat tunggal atau yang
disebut dengan monoterapi DDS. Dosis yang digunakan yaitu selama 3-5 tahun haruus diminum
oleh penderita PB, dan selama 5-10 tahun atau bahkan seumur hidup untuk penderita MB.
Namun dalam perjalananya, penggunaan monoterapi DDS menimbulkan terjadinya resistensi.
Sehingga pada tahun 1982 WHO mengusulkan penanganan kasus kusta untuk penderia baik PB
maupun MB dengan menggunakan Multi Drug Therapy (MDT).4

Selain penggunaan DDS, pengobatan penyakit kusta dapat menggunakan Lamprine,


Rifanficin, Prednison dan vitamin A guna menyembuhkan kulit yang bersisik. Setelah penderita
menyelesaikan pengobatan MDT sesuai dengan peraturan maka ia akan menyatakan RFT
(Relasif From Treatment), yang berarti tidak perlu lagi makan obat MDT dan dianggap sudah
sembuh.1

Program Pemerintah untuk Penyakit Kusta

Menanggapi masalah kusta yang kompleks, pemerintah menjalankan upaya guna


mengendalikan kusta berdasarkan strategi Kementrian kesehatan dan berpedoma pada kebijakan
WHO, yang dituang dalam kebijakan nasional 21 pengendalian kusta di Indonesia, yaitu :4

1. Terciptanya masyarakat sehat bebas kusta yang mandiri dan berkeadilan


2. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat termasuk
swasta dan masyarakat madani.
3. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang
merata, bermutu, dan keadilan.
4. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
5. Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.
6. Peningkatan penemuan kasus kusta sejak dini di masyarakat baik secara aktif maupun
pasif.

Definisi Rumah Sehat

Menurut Undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah
didefinisikan sebagai bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni,
sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi
pemiliknya. Rumah sehat adalah rumah yang memungkinkan para penghuninya dapat
mengembangkan dan membina fisik mental maupun sosial keluarga.8

Prinsip Rumah Sehat

Memenuhi syarat kesehatan, yaitu:8

1. Lantai dan dinding harus kering (tidak lembab) dan mudah dibersihkan. Agar tetap
kering, maka lantai harus:
a. Terbuat dari bahan bangunan yang tidak menghantar air tanah ke permukaan lantai
(kedap air).
b. Berada lebih tinggi dari halaman luar dengan ketinggian lantai minimal 10 cm dari
pekarangan dan 25 cm dari permukaan jalan.

Gambar 1. Lantai Rumah8


2. Ventilasi/jendela yang cukup agar udara dalam ruangan dapat selalu mengalir. Luas
bukaan jendela minima 1/9 luas ruang lantai.

Gambar 2 : Alur Udara8

3. Lubang bukaan/jendela harus dapat ditembus sinar matahari.

Gambar 3 : Alur Sinar matahari8

4. Letak rumah yang baik adalah sesuai dengan arah matahari (timur-barat) agar penyinaran
sinar matahari dapat merata dari jam 08.00 – 16.00.
Gambar 4 : Letak dan Arah Rumah8

Rumah harus memenuhi rasa nyaman.8

1. Pengaturan ruang-ruang, diantaranya :


a. Penyediaan macam ruangan dalam rumah harus mencukupi, sesuai dengan
kebutuhan. Sebuah rumah tinggal harus mempunyai ruangan seperti ruang tidur,
ruang makan, ruang tamu, dapur, Kamar mandi dan kakus
b. Ruang-ruang diatur sesuai dengan fungsinya. Ruang dengan fungsi yang berhubungan
erat diletakan berdekatan agar pencapaiannya lebih mudah dan kegiatan dapat
berjalan lancar
c. Jika ruangan terbatas, suatu ruangan dapat dimanfaatkan untuk beberapa fungsi.
Misalnya ruang makan dapat juga dimanfaatkan sebagai ruang keluarga dan ruang
belajar

Gambar 5 : Denah Penataan Ruangan di Rumah8


Gambar 6 : Pengaturan Ruangan di Rumah8

2. Penataan ruang
a. Kamar tidur
Sinar matahari pagi bisa masuk, maka luas jendela minimal 1/9 luas ruangan. Jangan
terlalu banyak perabot dalam ruangan tidur, agar udara dapat mengalir dengan baik.
Cukup sebuah lemari, tempat tidur, dan meja bila diperlukan atau mengefisiensikan
dinding menjadi bagian elemen perabot rumah tangga, seperti lemari pakaian yang
disatukan fungsinya dengan meja belajar dan lain-lain.
Gambar 7 : Pengaturan Ruang Kamar Tidur8
b. Ruang makan
Selain digunakan untuk kegiatan makan, biasanya juga berfungsi sebagai tempat dan
ruang keluarga. Harus mempunyai penerangan alami dan penerangan buatan yang
cukup dengan memberi bukaan jendela yang menghadap ke arah luar.

Gambar 8 : Pengaturan Ruang Makan8


c. Dapur
Dapur berhubungan dengan api, maka harus:
 Mempunyai lubang bukaan/jendeka yang cukup.
 Dinding sekitar kompor/tungku dilapisi seng atau bahan tahan api, terutama untuk
dinding kayu atau bambu.
 Sediakan karung yang mudah dibasahi dan ember berisi air didekat
kompor/tungku sebagai salah satu upaya penanggulangan pertama bila
kompor/tungku terbakar.

Gambar 9 : Pengaturan Dapur8

d. Kamar mandi, cuci dan kakus.


 Harus mempunyai lubang angin dan penerangan yang cukup, agar sinar matahari
dapat masuk dan peredaran udara dapat terjadi dengan baik.
 Dinding kamar mandi/kakus harus dapat kedap air agar percikan air tidak
merusak komponen bangunan.
 Letak sumur pengotor (cubluk, sumur resapan dan lain-lain) minimal berjarak
horisontal 11 meter dari sumber air bersih.
 Contoh lubang untuk menampung dan meresapkan limbah dari kakus adalah
tangki septic. Tangki septic adalah ruangan kedap air yang berfungsi untuk
menampung dan mengolah air limbah dari kakus.
Gambar 10 : Pengaturan Kamar Mandi8

Gambar 11 : Letak Sumur Pengotor8

Gambar 12 : Tanki Septik8


Prinsip Lingkungan Sehat

1. Pengaturan luas bangunan dan luas lahan adalah 40% luas bangunan berbanding minimal
60% luas lahan.
2. Pengaturan sanitasi
a. Air bersih
Harus tersedia sumber air bersih yang menjadi sumber air minum bagi masyarakat di
lingkungan permukiman. Jika sumber air di sekitar lingkungan permukiman tidak
memenuhi syarat untuk diminum, harus dilakukan penjernihan air terlebih dahulu.

Gambar 13 : Pengaturan Sanitasi8

b. Air kotor
Saluran untuk air buangan dibedakan menjadi:
 Saluran air hujan.
Gambar 14 : Saluran Air Hujan8
 Terbuka, terletak dibawah saluran atap dan harus dapat mengalirkan air hujan ke
saluran air hujan lingkungan dengan kemiringan minimal 2% .
 Saluran air bekas mandi dan cuci Terbuka dan dialirkan menuju ke saluran
lingkungan.
 Saluran air koto dari kakus Tertutup, disalurkan menuju cubluk atau tangki septic
untuk kemudian cairannya dialirkan ke sumur peresapan atau penyaringan yang
selanjutnya dapat dibuang ke badan air yang ada (sungai dan lain-lain).
3. Penanganan Sampah
Sampah harus dibuang pada tempatnya karena jika dibuang sembarangan dapat
merusak lingkungan, menyumbat saluran air yang dapat menyebabkan banjir.
Gambar 15 : Penanganan Sampah8
4. Pekarangan
Halaman rumah sebaiknya ditanami tanaman yang bermanfaat, seperti sayursayuran,
tanaman untuk obat-obatan (apotik hidup), pohon rindang sebagai peneduh, dan lain-lain.

Ilmu Kedokteran Keluarga

Ilmu kedokteran keluarga merupakan ilmu yang mempelajari tentang dinamika kehidupan
keluarga, pengaruh penyakit dan keturunan terhadap fungsi keluarga, pengaruh fungsi keluarga
terhadap timbul dan berkembangnya penyakit dan cara-cara pendekatan kesehatan untuk
mengembalikan fungsi keluarga dalam keadaan normal.9 Terdapat empat faktor utama dalam
mewujudkan masyarakat yang sehat yaitu:9

1. Perilaku.
Perilaku berkaitan dengan kebiasaan dan gaya hidup seseorang dalam menjalani
kehidupan.
2. Lingkungan
Terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik yang saling berinteraksi dalam menentukan
derajat kesehatan seseorang.
3. Pelayanan kesehatan
Meliputi akses, keterjangkauan, dan mutu yang tersedia di masyarakat. Pelayanan
kesehatan sendiri dikelompokan menjadi 2, yaitu :
a. Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Public Health Services).
Merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya untuk
memelihara, menigkatkan kesehatan (promotif) serta mencegah penyakit (preventif),
dan sasaran utamanya adalah kelompok masyarakat.
b. Pelayanan Kesehatan Perorangan (Medical Services)
Merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya untuk
menyembuhkan (kuratif) dan memulihkan kesehatan (rehabilitatif), serta sasaran
utamanya adalah perorangan dan keluarga.
4. Keturunan
Terdiri atas kualitas dan kuantitas genetik dan bersifat diturunkan.

Difinisi Dokter Keluarga

Dokter Keluarga adalah dokter yang bertanggungjawab melaksanakan pelayanan


kesehatan personal, terpadu, berkesinambungan dan proaktif yang dibutuhkan oleh pasiennya
dalam kaitan sebagai anggota dari satu unit keluarga serta komunitas tempat pasien itu berada.
Sifat pelayanannya meliputi peningkatan derajat kesehatan (promotif), pencegahan (preventif),
pengobatan (kuratif) dan rehabilitatif.9

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendefinisikan dokter keluarga adalah dokter yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan mendasarkan kepada
keluarga, dimana dokter keluarga tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit
tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tapi bila perlu aktif
mengunjungi penderita atau keluarganya.9

Pendekatan Dokter Keluarga

Dokter yang bekerja pada strata pertama pelayanan kesehatan masyarakat, diharapkan untuk
mampu melaksanakan prinsip pelayanan dokter keluarga. Di Indonesia prinsip pelayanan dokter
keluarga mengikuti anjuran dari WHO dimana, tujuannya untuk meningkatkan kualitas layanan
dokter primer dalam melaksanakan pelayanan kedokteran.10 Prinsip pelayanan/pendekatan
kedokteran keluarga adalah untuk memberi/mewujudkan:10

1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif


2. Pelayanan yang kontinu
3. Pelayanan dengan mengutamakan upaya pencegahan
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari keluarganya
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja dan lingkungan tempat
tinggalnya
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum
8. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan
9. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu

Karakterisitk Pelayanan Dokter Keluarga

Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terdapat beberapa karakteristik pelayanan dokter
keluarga, yaitu:10

1. Melayani pasien tidak hanya sebagai individu, melainkan sebagai anggota suatu keluarga
dan sebagai anggota masyarakat sekitarnya.
2. Memberikan pelayanan keehatan secara menyeluruh dan perhatian kepada pasien
denganlengkap dan sempurna melebihi keseluruhan keluhan yang disampaikan.
3. Mengutamakan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan seoptimal
mungkin dan mencegah timbulnya suatu penyakit serta mendeteksi dan mengobati
penyakit sedini mungkin.
4. Mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha untuk
memenuhi kebutuhan tersebut dengan baik.
5. Menjadikan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan yang pertama dan bertanggung
jawab terhadap pelayanan kesehatan lanjutan.
Standar Pelayanan Kedokteran Keluarga

1. Standar Pemeliharaan Kesehatan di Klinik10


a. Standar pelayanan paripurna
Pelayanan oleh dokter keluarga merupakan pelayanan strata pertama untuk semua
orang (comprehensive), yaitu termasuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
(promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus (preventive and specific
protection), peulihan kesehatan (curative),pencegahan kecacatan (disability
limitation), rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation).
 Pelayanan medis strata pertama untuk semua orang
Merupakan praktik umum dengan pendekatan kedokteran keluarga dan
memenuhi standar pelayanan dokter keluarga serta diselenggarakan sesuai
dengan standar profesi dokter keluarga.
 Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
Fungsi ini dijalankan dengan menempatkan pasien dan keluarganyasebagai
sasaran utama
 Pencegahan penyakit dan proteksi khusus
Dengan menggunakan kesempatan untuk menerapkan pencegahan masalah
kesehatan pada pasien dan keluarganya.
 Deteksi dini
Melakukan pengenalan penyakit sedini mungkin dan penatalaksanaan yang
tepat.
 Kuratif medic
Melaksanakana oemulihan kesehatan dan pencegahan kecacatan pada strata
pertama termasu kegawatdaruratan medik dan memutuskan untuk merujuk
atau mengkonsultasikan ke strata pelayanan kesehatan yang lebih tingggi.
 Rehabilitasi medic dan sosial
Menerapkan kesemapatan rehabilitasi pada pasien dan keluarganya setelah
mengalami masalah kesehatan atau kematian dari segi fisik, jiwa dan sosial.
 Kemampuan sosial keluarga
Dengan memperhatikan kondisi sosial pasien dan keluarganya
 Etik medikolegal
Sesuai dengan mikro legal dan etik kedokteran.
b. Standar pelayanan medis.
Melaksakan pelayanan medis dengan lege artis.
 Anamnesis
Melaksanakan anamnesis dengan pendekatan pasien untuk memperoleh
keterangan guna menegalan diagnosis.
 Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Untuk memperoleh tanda kelainan untuk menegakan diagnostik dan
menyingkirkan diagnostik banding.
 Penegakan diagnostik dan diagnostik banding
Berdasarkan keterangan dari pasien dan pemeriksaan yang telah diakukan
 Prognosis
Menentukan prognosis pasien berdasarkan jenis diagnostik dan derajat
keparahannya.
 Konseling
Untuk membantu pasien dan keluarganya menentukan pilihan terbaik untuk
penatalaksanaan.
 Konsultasi
Dilakukan oleh dokter keluarga ke dokter lainnya yang dianggap lebh
kompeten dalam bidangnya atau lebih berpengalaman. Konsultasi dapat
dilakukan kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter
spesialis atau dinas kesehatan.
 Rujukan
Jika dinilai perlu, dokter keluarga dapat merujuk pasien ke dokter lainnya
 Tindak lanjut
Bisa dilaksanakan di klinik maupun di tempat pasien
 Tindakan
Dokter keluarga menjalankan tindakan medic yang rasional sesuai dengan
kewenangan dokter praktik di strata pertama.
 Pengobatan rasional
Dilakuakn seusai dengan anjuran pengobatan
 Pembinaan keluarga
Partisipasi keluarga turut menentukan keberhasilan pengobatan pasien
sehingga, dokter keluarga perlu untuk menawarkan pembinaan keluarga
termasuk konseling keluarga.
c. Standar pelayanan menyeluruh
Dokter keluarga seyogyanya menyadari bahwa pasien merupakan seseorang yang
terdiri dari fisik, mental, sosial dan spiritual serta berkehidupan ditengah lingkungan
fisik dan sosialnya.
 Pasien merupkan manusia seutuhnya
 Pasien bagian dari kelarga dan lingkungannya
Dokter keluarga harus memperhatikan bahwa keluarga pasien dapat
memperngaruhi atau dipengarui oleh situasi dan kondisi kesehatan pasien.
 Pelayanan menggunakan segala sumber disekitarnya
Untuk meningkatan kesehatan pasien dan keluarganya.
2. Standar perilaku dalam praktik10
a. Partisipasi dalam kegiatan masyarakat di bidang kesehatan
Berpartisipasi aktif dalam peningkatan kesehatan di lingkungan masyarakt.
 Menjadi anggota perkumpulan sosial
 Partisipasi dalam kegiatan kesehatan masyarakat
 Partisipasi dalam penanggulangan bencana di sekitarnya

Kunjungan Rumah dalam Kedokteran Keluarga

kunjungan rumah adalah kedatangan petugas kesehatan ke rumah pasien untuk lebih mengenal
kehidupan pasien dan atau memberikan pertolongan kedokteran sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan pasien.9 Ruang lingkup kegiatan pada kunjungan rumah hanya untuk lebih mengenal
kehidupan pasien serta melakukan pertolongan kedokteran yang bersifat rawat jalan saja.9
Startegi Pengendalian Kusta di Indonesia11

1. Peningkatan penemuan kasus secara dini di masyarakat


2. Pelayanan kusta berkualitas, termasuk layanan rehabilitasi yang diintegrasikan dengan
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
3. Penyebarluasan informasi tentang kusta di masyarakat.
4. Menyingkirkan stigma terhadap orang yang pernah mengalami kusta dan keluarganya.
5. Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta dalam berbagai aspek kehidupan dan
penguatan partisipasi mereka dalam upaya pengendalian kusta.
6. Kerjasama dengan berbagai pemangku kepentimgan
7. Peningkatan dukungan kepada program kusta dengan melalui penguatan advokasi kepada
pengamnil kebijakan dan penyedia layanan demi meningkatkan dukungan terhadap
program kusta.
8. Penerapan pendekatan yang berbeda berdasarkan endemisitas kusta.

Kegiatan Program Kusta

Gambar 16 : Tatalaksana Pasien


kusta11

Peran Puskesmas dalam


Sistem Rujukan Pelayanan
Kusta

1. Menemukan dan
mengobati pasien
2. Melakukan
pemeriksaan fungsi
saraf dan memberikan
pengobatan bila terjadi reaksi
3. Melakukan perawatan luka dan melatih pasien untuk melakukan perawatan diri di rumah
sesuai dengan tingkat dan bagian tubuh yang cacat.
4. Melakukan program kelompok perawatan diri
5. Memberikan konseling kepada pasien bak yang masih dalam pengobatan maupun yang
sudah RFT
6. Memberikan penyuluhan kepada keluarga pasien dan masyarakat
7. Mengarsipkan kartu pasien
8. Merujuk pasien tepat waktu ke RSU kabupaten, RS Kusta, atau RS lainnya yang
mempunyai pelayanan kusta.

Penemuan Pasien Kusta

Penemuan pasien kusta dibagi dalam dua kategori yaitu secara pasif dan aktif.11
Penemuan pasien secara pasif ditemukan karena pasien datang berobat ke puskesmas/pelayanan
kesehatan lainnya atas kemauannya sendiri atau saran dari orang lain. Hal ini dapat terjadi karena
pasien tidak mengenali tanda dini kusta, malu datang berobat, jarak rumah yang terlalu jauh atau
bisa juga penyebab yang datang dari penyedia pelayanan kesehatan dimana, tidak dapat
menegnali tanda kusta dan mendiagnosa atau pelayanan kesehatan yang tdak dapat
mengakomodasi kebutuhan pasien. Kedua hal ini turut berperan dalam keterlambatan penemuan
pasien kusta. Berbeda dengan penemuan pasen kusta secara pasif, peemuan pasien kusta secara
aktif terjadi karena beragam kegiatan yang dijalankan, diantaranya :11

1. Pemeriksaan kontak
Merupakan kegiatan untuk penemuan pasien kusta dengan melakukan kunjungan ke
rumah pasien yang baru ditemukan. Kegiatan ini wajib dilakukan karena biaya yang
dikeluarkan rendah dan efektifitasnya yang cukup tinggi. Tujuannya yaitu untuk
menigkatkan kesadaran dandukungan anggota keluarga terhadap pasien dan penemuan
pasien baru sedini mungkin. Sasaran dari kegiatan ini adalah seluruh anggota keluarga
yang tinggal serumah dengan pasien dan tetangga sekitarnya.
2. Rapid village survey (RVS)
Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran, partisipasi masyarakat, pengetahuan
masyarakat, peningkatan partisipasi petugas puskesmas dan kemungkinana penemuan
kasus baru dalam lingkup desa. Kerjasama antara perangkat desa dan pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan untuk menjadwalkan dan mengadakan diskusi
dengan masyarakat etrkait penyakit kusta.
3. Chase survey
Merupaknan kegiatan penemuan pasien kusta dengan mengunjungi wilayah tertentu
berdasarkan informasi dari berbagai sumber tentang keberadaan suspek kusta di suatu
wilayah. Dilakukan kegiatan penyuluhan dan pemeriksaan suspek kusta.
4. Pemeriksaan anak SD dan sederajat
Kegiatan ini diprioritaskan kepada wilayah dengan banyak kasus oada anak. Tujuannya
untuk meningkatkan pengetahuan warga sekolah tentang kusta serta penemuan dini kasus
baru.
5. Leprosy eliminaton campaign (LEC)
Untuk meningkatkan komitmenpolitis dengan pemimpin kepentingan di wilayah
setempat, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian penyakit
kusta, meningkatkan kemampuan petugas pelayanan kesehatan dalam pengendalian
penyakit kusta serta kemungkinan menemukan kasus baru. Sasarannya adalah pemimpin
daerah (bupati/wali kota), pemangku kepentingan dan masyarakat. Kegiatan yang
dilakukan bermacam-macam mulai dari koordinasi dengan dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk membicarakan program perencanaan, pelatihan bagi para penyedia
peayanan kesehatan, pertemuan dengan kepala daerah hingga kunjungan ke desa-desa.
6. Special action program for elimination leprosy (SAPEL)
Merupakan tujuan khusus untuk mencapai tujuan eliminasi kusta dan dilaksanakan pada
daerah yang memiliki geografis yang sulit. Dalam kegiatan ini dilakukan pemberian
MDT dibawah pengawasan kader atau keluarga.

Promosi Pengendalian Penyakit Kusta dan Konseling Pasien Kusta

Promosi pengendalian penyakit kusta mengajak masyarakat untuk menlong dirinya


sendiri melalui pembelajaran diri dalam upaya pengendalian penyakit kusta. Sedangkan
konseling kusta dirancang untuk membantu pasien untuk memahami keadaannya, sehngga
pasien dapat membuat keputusan yang bijak dan mempertimbangkan semua pilihan yang ada.
Tujuan kegiatan ini yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien, keluarga pasien dan
masyarakat sehingga terjadi perubahan sikap yang lebih baik.11 Terdapat beberapa sasaran dalam
kegiatan promosi dan pengendalian oenyakit kusta, diantaranya :11

a. Sasaran primer
Merupakan kelompok atau individu yang diharapkan agar perilakunya berubah, antara
lain : Pasien kusta (sasaran utama), keluarga pasien, tetangga pasien, masyarakat.
b. Sasaran sekunder
Merupakan golongan individu, kelompok atau organisasi yang dapat mempengaruhi
perubahan perilaku sasaran primer, diantaranya : kader, tokoh masyarakat, tokoh agama,
petugas kesehatan, lintas program, lintas sector terkait, organisasi pemuda, organisasi
profesi, organisasi wanita, kelompok keagamaan, kelompok kesenian dan lembaga
swadaya masyarakat.
c. Sasaran tersier
Merupakan golongan individu, kelompok atau organisasi yang memiliki wewenang
unutuk membuat kebijakan dan keputusan dalam mendukung upaya pengendalian
penyakit kusta, diantaranya : kepala wilayah/daerah, pimpinan dan anggota DPR,
pimpinan dan staf bapeda, penyandnag dana, pimpinan media masa.

Strategi promosi kesehatan penyakit kusta, terdiri atas :11

a. Advokasi kesehatan
Merupakan upaya sistematis untuk mempengaruhi sasaran tersier agar proaktif
mendukung berbagai kegiatan pengendalian kusta sesuai dengan bidang keahlian masing-
masing sehingga tercapainya komitmen, kebijakan dan dana untuk mendukung upaya
pengendalian penyakit kusta. Dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan seperti, rapat
koordinasi, lokakarya, lobby, negosias atau menulis artikel di Koran.
b. Bina suasana
Merupakan upaya penanggulangan kemitraan antara berbagai kelmpok masyarakat guna
menciptkan suasana yang medukung upaya pengendalian penyakit kusta. Dengan
demikian diharapkan terbentuknya opini public dan kondisi masyarakat yang peduli
terhadap pengendalian penyakit kusta. Kegiatan yang dapat dijalankan seperti seminar,
pelatihan, lokakarya, studi banding, dialog terbuka.
c. Gerakan masyarakat
Merupakan upaya proaktif untuk menumbuhkan kesadaran dan kemauan individu,
masyarakat atau kelompok untuk mau dan mampu melaksanakan upaya pengendalian
kusta. Tujuannya agar individu atau kelompok dapat mengenal secara dini penyakit
kusta dan kesadaran individu atau kelompok untuk berobat ke puskesmas atau membawa
pasien ke petugas kesehatan. Kegiatan yang data dilakukan seperti penyebarlauasan
informasi melalui tatap muka atau media masa (cetak/elektronik), mengdakan
perlombaan poster atau pidato tentang kusta, mengadakan kunjungan ke rumah,
mengadakan dana sehat untuk menunjang pencairan pengobatan ke tenaga kesehatan atau
rujukan.

Kesimpulan

Dari kasus skenario 4 diketahui bahwa anak tersebut menderita kusta. Faktor
penyebabnya yaitu bakteri Mycobacterium leprae (Agen) dan lingkungan sekitar anak tersebut
yang tidak sehat. Hal ini dapat dilihat selain dari daerah tempat tinggal pasien yang endemik
kusta, juga keadaan lingkungan rumah pasien seperti pencahayaan, kepadatan penghuni rumah,
lantai rumah, kelembaban dan ventilasi rumah yang dianggap tidak memenuhi konsep rumah
sehat. Pasien juga berisiko karena terjadi kontak dengan penderita kusta atau ibunya dalam
waktu yang lama dan sering. Kusta memiliki dampak pada aspek biopsikososial. Mengingat
tingginya angka kejadian kusta di Indonesia, sehingga pemerintah bertanggung jawab dalam
penanganan kusta. Salah satu nya dengan pendekatan dokter keluarga yang mana selain
menangani pasien, dokter keluarga juga diharapkan dapat mendiagnosa dini orang-orang yang
berisiko menderita kusta termasuk lingkungan sosial pasien. Dengan demikian, diharapkan angka
kejadian kusta dapat berkurang.

Daftar Pustaka
1. Zulkifli. Penyakit Kusta dan Masalah yang Ditimbulkannya. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-zulkifli2.pdf. Pada Tanggal 10 Juli 2019.
2. Pujiastuti AG. Sebaran Kasus Penyakit Kusta Berdasarkan Wilayah Kecamatan di Kota
Bekasi Tahun 2006-2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok :
2009. Diunduh dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-11/20439047-S-PDF-Astri
%20Gioviani%20Pujiastuti.pdf. Pada Tanggal 10 Juli 2019.
3. http://eprints.undip.ac.id/42543/2/BAB_II.pdf. Diunduh pada 10 Juli 2019.
4. http://digilib.unila.ac.id/6730/13/BAB%20II.pdf. Diunduh pada 10 Juli 2019.
5. Hajar S. Morbus Hansen Biokimia dan Imunopatogenesis. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala. 2017; 17(3).190-4.
6. Mulyadi A, Sepdianto TC, Mitayasari E. Upaya Penderita Kusta dalam Mencegah
Peningkatan Derajat Kecacatan. Jurnal Ners dan Kebidanan. 2017; 4(3). 186-191.
7. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jilid 1. Edisi 7.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. H.87-102.
8. Dasar-dasar Rumah Sehat. Diunduh dari
http://litbang.pu.go.id/puskim/source/pdf/01%20Dasar-Dasar%20Rumah%20Sehat.pdf.
Pada Tanggal 11 Juli 2019.
9. Anggraini MT, Novitasari A, Setiawan MR. Buku Ajar Kedokteran Keluarga. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang: 2015. Diunduh dari
http://repository.unimus.ac.id/290/1/BUKU%20ajar%20kedokteran%20keluarga.pdf
Pada Tanggal 11 Juli 2019.
10. Prasetyawati AE. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. Solo: Diunduh dari www.fk.uns.ac.id Pada Tanggal 11 Juli
2019.
11. Regan MO. Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI; 2012.

Anda mungkin juga menyukai