David Lay(102016062)
Jean VC Tahapary(102014244)
Teresia Berhitung(102016031)
Abstrak
Kusta menjadi salah satu penyakit dengan konsen pemerintah yang tinggi karena penyakit ini
mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan bermasyarakat seperti dalam bidang ekonomi, sosial dan
keamanan. Penyakit kusta disebebkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Diagnosa penyakit kusta dapat
ditegakan melalui anamnesis dan pengamatan gejala klinis yang dilakukan pada pasien. Ilmu kedokteran
keluarga merupakan ilmu yang mempelajari tentang dinamika kehidupan keluarga, pengaruh penyakit
dan keturunan terhadap fungsi keluarga, pengaruh fungsi keluarga terhadap timbul dan berkembangnya
penyakit dan cara-cara pendekatan kesehatan untuk mengembalikan fungsi keluarga dalam keadaan
normal. Dokter yang bekerja pada strata pertama pelayanan kesehatan masyarakat, diharapkan untuk
mampu melaksanakan prinsip pelayanan dokter keluarga.
Abstract
Leprosy is one of the diseases with high government concentration because this disease affects
almost all aspects of social life such as in the economic, social and security fields. Leprosy is caused by
the bacteria Mycobacterium leprae. Diagnosis of leprosy can be established through history taking and
observation of clinical symptoms performed on patients. Family medicine is the study of the dynamics of
family life, the influence of disease and heredity on family functions, the influence of family functions on
the emergence and development of disease and ways of approaching health to restore family function
under normal circumstances. Doctors who work in the first strata of public health services are expected
to be able to carry out the principle of family doctor services.
Pendahuluan
Kusta merupakan salah atu penyakit menular yang masih sering dijumpai pada negara-
negara berkembang termasuk Indonesia. Angka kejadian penyakit kusta di beberapa daerah di
Indonesia dilaporkan masih cukup tinggi dan sebagian besar penderitanya adalah masyarakat
golongan ekonomi lemah. Kusta menjadi salah satu penyakit dengan konsen pemerintah yang
tinggi karena penyakit ini mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan bermasyarakat seperti
dalam bidang ekonomi, sosial dan keamanan.1
Berbagai pemahaman akan penyakit kusta yang salah banyak berkembag di masyarakat,
diantaranya bahwa kusta merupakan penyakit kutukan Tuhan yang menular dan susah untuk
diobati dan pada akhirnya meyebabkan kecacatan. Konsep yang salah ini akhirnya menimbulkan
keresahan yang tidak hanya terjadi pada penderita tetapi juga pada keluarga dan lingkungan
sekitar penderita. Hal ini menyebabakan penderita menjadi putus asah sehinga menjadi enggan
untuk berobat.1
Definisi Kusta
Istilah kusta berasal dari bahasa sanskerta yaitu kushtha yang berarti kumpulan gejala
pada kulit. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen yang diambil dari nama orang yang
menemukan kuman penyebab penyakit kusta yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun
1874.1-3 Penyakit kusta juga dikenal dengan sebutan lepra yang diambil dari bakteri penyebabnya
yaitu Mycobacterium leprae.2
Penyakit kusta didefinisikan sebagai penyakit kulit akibat infeksi menahun atau kronik
yang disebebkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang memiliki sifat tahan asam.2-4 Awalnya
kuman Mycobacterium leprae ini menyerang saraf tepi, kemudian dia akan menyebar dan
menyerang berbagai organ lainnya seperti kulit, selaput mukosa, testis dan mata. 2-4 Penyakit
kusta menyerang berbagai organ kecuali susunan saraf pusat.3 Penyakit kusta yang tidak
medapatkan pengobatan akan menyebabkan kecacatan fisik pada penderitanya.2
Etiologi
Mycobacterium leprae merupakan bakteri yang hanya mampu hidup di dalam sel atau
yang biasa disebut dengan obligat intra-selular.5 Bakteri ini uga diketahui memiliki struktur
dinding sel yang sangat kuat dan resisten terhadap lisozim, sehingga bakteri ini sangat tahan
terhadap proses fagositosis.5
Epidemiologi
Data Kementrian Kesehatan RI mencatat pada tahun 2014 melaporkan angka kejadian
kusta di Indonesia mencapai 17.025 kasus baru dengan 83,5% kasus diantaranya merupakan tipe
Multi Basiler (MB). Sedangkan pada tahun 2015 tercatat sebanyak 17.202 kasus baru kusta
dengan 84,5% kasus diantaranya merupakan jenis Multi Basiler (MB).6
Pathogenesis
Mycobacterium leprae memiliki pathogenesis dan daya invasi yang rendah. Hal ini
diketahui karena penderita dengan jumlah kuman yanglebih banyak belum tentu memberikn
gejala yang lebih berat dan sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat ifeksi dengan derajat
penyakit, tidak lain disebebkan karena respon imun yang berbeda dari setiap individu. Oleh
karenanya, penyakit kusta disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding
dengan tingkat reaksi selular daripada intensitas infeksinya.7
Gejala Klinis
Diagnosa penyakit kusta dapat ditegakan melalui anamnesis dan pengamatan gejala klinis
yang dilakukan pada pasien.2 Terdapat tanda utama atau cardinal sign penyakit kusta,
diantaranya :1,2,4
1. Bercak pada kuli yang mengalami mati rasa. Bercak tersebut dapat berwarna putih
(hypopigmentasi) atau dapat juga berwarna merah (erithematous). Dapat pula ditemukan
adanya penebalan pada kulit atau dapat berupa nodul. Mata rasa dapat terjadi terhadap
rasa raba, suhu dan sakit yang dapat terjadi sebagian atau total.
2. Penebalan pada saraf tepi yang diserati adanya rasa nyeri dan gangguan pada fungsi saraf
yang terkena. Saraf sensorik mengalami mati rasa, saraf motoric mengalami kelemahan
otot (parese) dan bahkan terjadi kelumpuhan otot (paralisis), serta adanya gangguan pada
saraf otonom berupa kulit kering dan retak-retak.
Gejala lainnya yang dapat ditemukan yaitu seperti adanya demam hingga menggigil,
penurunan nafsu makan, mual bahkan terkadang sampai mutah, sakit kepala, kemerahan pada
testis, radang pada pleura, pembesaran hati dan empedu, radang pada serabut saraf serta radang
pada ginjal yang bahkan dapat disertai dengan penurunan fungsi ginjal.4
b. Host
Manusia merupakan reservoir untuk penularan kuman dari genus Mycobacterium. Dari
hasil penelitian diketahui bahwa angka kejadian penularan penyakit kusta di lingkungan
keluarga penderita cukup tinggi, dimana seseorang penderita dapat menurkan kepada 2-3
orang di dalam rumahnya. Rumah dengan ventiasi yang bagus memungkinkan untuk
terjadi pertukaran udara sehingga kuman tersebut dapat terbawa angin dan hilang.
Beberapa hal pada host yang menjadi perhatian dan berhubungan dengan penularan
penyakit kusta yaitu gizi, daya tahan tubuh, hygiene pribadi, gejala dan tanda penyakit
dan pengobatan. 3
c. Environment
Lingkungan merupakan segala sesuatu diluar host dapat berupa benda mati maupun
hidup. Lingkungan terbagi atas fisik dan non fisik. Lingkungan fisik terdiri atas keadaan
geografis, kelembapan udara, suhu dan lingkungan tempat tinggal. Sedangkan lingkungan
non fisik meliputi sosial, budaya, ekonomi dan politik.3
Terdapat beberapa kriteria lingkungan rumah yang sehat menurut APHA (American public
helath Assosiation), yaitu :3
Cara Penularan
Cara penularan penyakit kusta masih belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa
teori yang menyatakan bahwa penularan bakteri penyebab penyakit kusta dapat terjadi melalui
kontak kulit dengan kulit ataupun melalui udara yang mengandung basil dari selaput mukosa
yang kemudian masuk ke dalam tubuh melalui udara yang dihirup untuk bernafas. 2 Penularan
oleh kuman penyebab penyakit kusta ini juga dapat melalui sekret hidung penderita yang sudah
mengering. Dimana kuman Mycobacterium ini masih dapat bertahan hidup dalam 2-7 x 24 jam
diluar tubuh dan dalam keadaan kering.2,3
Mycobacterium leprae hidup pada suhu yang rendah. Bagian tubuh manusia seperti mata,
saluran pernafasan atas, otot, tulang, testis, saraf perifer dan kulit memiliki suhu yang lebih
rendah.4 Kuman penyebab penyakit kusta ini juga diketahui tidak hanya menular dari manusia
saja melainkan bisa dari beberapa hewan seperti armadillo, monyet dan mangabey.4
Terdapat beberapa syarat dalam penularan penyakit kusta melalui kontak kulit dengan
kulit yakni usia dibawah 15 tahun, dan kedua pihak yang bersangkutan setidaknya memiliki lesi
baik mikroskopik maupun makroskopik serta adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.2,3
Perkembangan penyakit kusta sangat bergantung dari jumlah atau keganasan Mycobacterium
dan daya tahan tubuh penderita. Terdapat bebrapa faktor yang juga turut memiliki peran dalam
perkembangan penyakit kusta, yakni:2,3
1. Usia : Anak-anak memiliki risiko untuk tertular penyakit kusta lebih besar dibandingkan
dengan orang dewasa.
2. Jenis kelamin : ditemui laki-laki lebih sering terkena penyakit kusta. Hal ini berkaitan
dengan pekerjaan, kebiasaan keluar rumah, dan merokok.
3. Ras : kebanyakan penyakit kusta ditemui pada masyarakat Asia dan Afrika
4. Lingkungan : kondisi fisik, biologi dan sosial yang kurang sehat akan lebih mudah
terserang penyakit kusta.
5. Sosial ekonomi : kondisi sosial ekonomi berhubungan tidak langsung seperti keadaan
gizi, perumahan yang tidak sehat,hygiene, sanitasi yang kurang bagus.
Dampak
Pengobatan
Tujuan pengobatan penyakit kusta :1,3,4
Pengobatan kusta sejak 1949 menggunakan dapson (DDS) sebagai obat tunggal atau yang
disebut dengan monoterapi DDS. Dosis yang digunakan yaitu selama 3-5 tahun haruus diminum
oleh penderita PB, dan selama 5-10 tahun atau bahkan seumur hidup untuk penderita MB.
Namun dalam perjalananya, penggunaan monoterapi DDS menimbulkan terjadinya resistensi.
Sehingga pada tahun 1982 WHO mengusulkan penanganan kasus kusta untuk penderia baik PB
maupun MB dengan menggunakan Multi Drug Therapy (MDT).4
Menurut Undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah
didefinisikan sebagai bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni,
sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi
pemiliknya. Rumah sehat adalah rumah yang memungkinkan para penghuninya dapat
mengembangkan dan membina fisik mental maupun sosial keluarga.8
1. Lantai dan dinding harus kering (tidak lembab) dan mudah dibersihkan. Agar tetap
kering, maka lantai harus:
a. Terbuat dari bahan bangunan yang tidak menghantar air tanah ke permukaan lantai
(kedap air).
b. Berada lebih tinggi dari halaman luar dengan ketinggian lantai minimal 10 cm dari
pekarangan dan 25 cm dari permukaan jalan.
4. Letak rumah yang baik adalah sesuai dengan arah matahari (timur-barat) agar penyinaran
sinar matahari dapat merata dari jam 08.00 – 16.00.
Gambar 4 : Letak dan Arah Rumah8
2. Penataan ruang
a. Kamar tidur
Sinar matahari pagi bisa masuk, maka luas jendela minimal 1/9 luas ruangan. Jangan
terlalu banyak perabot dalam ruangan tidur, agar udara dapat mengalir dengan baik.
Cukup sebuah lemari, tempat tidur, dan meja bila diperlukan atau mengefisiensikan
dinding menjadi bagian elemen perabot rumah tangga, seperti lemari pakaian yang
disatukan fungsinya dengan meja belajar dan lain-lain.
Gambar 7 : Pengaturan Ruang Kamar Tidur8
b. Ruang makan
Selain digunakan untuk kegiatan makan, biasanya juga berfungsi sebagai tempat dan
ruang keluarga. Harus mempunyai penerangan alami dan penerangan buatan yang
cukup dengan memberi bukaan jendela yang menghadap ke arah luar.
1. Pengaturan luas bangunan dan luas lahan adalah 40% luas bangunan berbanding minimal
60% luas lahan.
2. Pengaturan sanitasi
a. Air bersih
Harus tersedia sumber air bersih yang menjadi sumber air minum bagi masyarakat di
lingkungan permukiman. Jika sumber air di sekitar lingkungan permukiman tidak
memenuhi syarat untuk diminum, harus dilakukan penjernihan air terlebih dahulu.
b. Air kotor
Saluran untuk air buangan dibedakan menjadi:
Saluran air hujan.
Gambar 14 : Saluran Air Hujan8
Terbuka, terletak dibawah saluran atap dan harus dapat mengalirkan air hujan ke
saluran air hujan lingkungan dengan kemiringan minimal 2% .
Saluran air bekas mandi dan cuci Terbuka dan dialirkan menuju ke saluran
lingkungan.
Saluran air koto dari kakus Tertutup, disalurkan menuju cubluk atau tangki septic
untuk kemudian cairannya dialirkan ke sumur peresapan atau penyaringan yang
selanjutnya dapat dibuang ke badan air yang ada (sungai dan lain-lain).
3. Penanganan Sampah
Sampah harus dibuang pada tempatnya karena jika dibuang sembarangan dapat
merusak lingkungan, menyumbat saluran air yang dapat menyebabkan banjir.
Gambar 15 : Penanganan Sampah8
4. Pekarangan
Halaman rumah sebaiknya ditanami tanaman yang bermanfaat, seperti sayursayuran,
tanaman untuk obat-obatan (apotik hidup), pohon rindang sebagai peneduh, dan lain-lain.
Ilmu kedokteran keluarga merupakan ilmu yang mempelajari tentang dinamika kehidupan
keluarga, pengaruh penyakit dan keturunan terhadap fungsi keluarga, pengaruh fungsi keluarga
terhadap timbul dan berkembangnya penyakit dan cara-cara pendekatan kesehatan untuk
mengembalikan fungsi keluarga dalam keadaan normal.9 Terdapat empat faktor utama dalam
mewujudkan masyarakat yang sehat yaitu:9
1. Perilaku.
Perilaku berkaitan dengan kebiasaan dan gaya hidup seseorang dalam menjalani
kehidupan.
2. Lingkungan
Terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik yang saling berinteraksi dalam menentukan
derajat kesehatan seseorang.
3. Pelayanan kesehatan
Meliputi akses, keterjangkauan, dan mutu yang tersedia di masyarakat. Pelayanan
kesehatan sendiri dikelompokan menjadi 2, yaitu :
a. Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Public Health Services).
Merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya untuk
memelihara, menigkatkan kesehatan (promotif) serta mencegah penyakit (preventif),
dan sasaran utamanya adalah kelompok masyarakat.
b. Pelayanan Kesehatan Perorangan (Medical Services)
Merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya untuk
menyembuhkan (kuratif) dan memulihkan kesehatan (rehabilitatif), serta sasaran
utamanya adalah perorangan dan keluarga.
4. Keturunan
Terdiri atas kualitas dan kuantitas genetik dan bersifat diturunkan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendefinisikan dokter keluarga adalah dokter yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan mendasarkan kepada
keluarga, dimana dokter keluarga tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit
tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tapi bila perlu aktif
mengunjungi penderita atau keluarganya.9
Dokter yang bekerja pada strata pertama pelayanan kesehatan masyarakat, diharapkan untuk
mampu melaksanakan prinsip pelayanan dokter keluarga. Di Indonesia prinsip pelayanan dokter
keluarga mengikuti anjuran dari WHO dimana, tujuannya untuk meningkatkan kualitas layanan
dokter primer dalam melaksanakan pelayanan kedokteran.10 Prinsip pelayanan/pendekatan
kedokteran keluarga adalah untuk memberi/mewujudkan:10
Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terdapat beberapa karakteristik pelayanan dokter
keluarga, yaitu:10
1. Melayani pasien tidak hanya sebagai individu, melainkan sebagai anggota suatu keluarga
dan sebagai anggota masyarakat sekitarnya.
2. Memberikan pelayanan keehatan secara menyeluruh dan perhatian kepada pasien
denganlengkap dan sempurna melebihi keseluruhan keluhan yang disampaikan.
3. Mengutamakan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan seoptimal
mungkin dan mencegah timbulnya suatu penyakit serta mendeteksi dan mengobati
penyakit sedini mungkin.
4. Mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha untuk
memenuhi kebutuhan tersebut dengan baik.
5. Menjadikan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan yang pertama dan bertanggung
jawab terhadap pelayanan kesehatan lanjutan.
Standar Pelayanan Kedokteran Keluarga
kunjungan rumah adalah kedatangan petugas kesehatan ke rumah pasien untuk lebih mengenal
kehidupan pasien dan atau memberikan pertolongan kedokteran sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan pasien.9 Ruang lingkup kegiatan pada kunjungan rumah hanya untuk lebih mengenal
kehidupan pasien serta melakukan pertolongan kedokteran yang bersifat rawat jalan saja.9
Startegi Pengendalian Kusta di Indonesia11
1. Menemukan dan
mengobati pasien
2. Melakukan
pemeriksaan fungsi
saraf dan memberikan
pengobatan bila terjadi reaksi
3. Melakukan perawatan luka dan melatih pasien untuk melakukan perawatan diri di rumah
sesuai dengan tingkat dan bagian tubuh yang cacat.
4. Melakukan program kelompok perawatan diri
5. Memberikan konseling kepada pasien bak yang masih dalam pengobatan maupun yang
sudah RFT
6. Memberikan penyuluhan kepada keluarga pasien dan masyarakat
7. Mengarsipkan kartu pasien
8. Merujuk pasien tepat waktu ke RSU kabupaten, RS Kusta, atau RS lainnya yang
mempunyai pelayanan kusta.
Penemuan pasien kusta dibagi dalam dua kategori yaitu secara pasif dan aktif.11
Penemuan pasien secara pasif ditemukan karena pasien datang berobat ke puskesmas/pelayanan
kesehatan lainnya atas kemauannya sendiri atau saran dari orang lain. Hal ini dapat terjadi karena
pasien tidak mengenali tanda dini kusta, malu datang berobat, jarak rumah yang terlalu jauh atau
bisa juga penyebab yang datang dari penyedia pelayanan kesehatan dimana, tidak dapat
menegnali tanda kusta dan mendiagnosa atau pelayanan kesehatan yang tdak dapat
mengakomodasi kebutuhan pasien. Kedua hal ini turut berperan dalam keterlambatan penemuan
pasien kusta. Berbeda dengan penemuan pasen kusta secara pasif, peemuan pasien kusta secara
aktif terjadi karena beragam kegiatan yang dijalankan, diantaranya :11
1. Pemeriksaan kontak
Merupakan kegiatan untuk penemuan pasien kusta dengan melakukan kunjungan ke
rumah pasien yang baru ditemukan. Kegiatan ini wajib dilakukan karena biaya yang
dikeluarkan rendah dan efektifitasnya yang cukup tinggi. Tujuannya yaitu untuk
menigkatkan kesadaran dandukungan anggota keluarga terhadap pasien dan penemuan
pasien baru sedini mungkin. Sasaran dari kegiatan ini adalah seluruh anggota keluarga
yang tinggal serumah dengan pasien dan tetangga sekitarnya.
2. Rapid village survey (RVS)
Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran, partisipasi masyarakat, pengetahuan
masyarakat, peningkatan partisipasi petugas puskesmas dan kemungkinana penemuan
kasus baru dalam lingkup desa. Kerjasama antara perangkat desa dan pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan untuk menjadwalkan dan mengadakan diskusi
dengan masyarakat etrkait penyakit kusta.
3. Chase survey
Merupaknan kegiatan penemuan pasien kusta dengan mengunjungi wilayah tertentu
berdasarkan informasi dari berbagai sumber tentang keberadaan suspek kusta di suatu
wilayah. Dilakukan kegiatan penyuluhan dan pemeriksaan suspek kusta.
4. Pemeriksaan anak SD dan sederajat
Kegiatan ini diprioritaskan kepada wilayah dengan banyak kasus oada anak. Tujuannya
untuk meningkatkan pengetahuan warga sekolah tentang kusta serta penemuan dini kasus
baru.
5. Leprosy eliminaton campaign (LEC)
Untuk meningkatkan komitmenpolitis dengan pemimpin kepentingan di wilayah
setempat, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian penyakit
kusta, meningkatkan kemampuan petugas pelayanan kesehatan dalam pengendalian
penyakit kusta serta kemungkinan menemukan kasus baru. Sasarannya adalah pemimpin
daerah (bupati/wali kota), pemangku kepentingan dan masyarakat. Kegiatan yang
dilakukan bermacam-macam mulai dari koordinasi dengan dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk membicarakan program perencanaan, pelatihan bagi para penyedia
peayanan kesehatan, pertemuan dengan kepala daerah hingga kunjungan ke desa-desa.
6. Special action program for elimination leprosy (SAPEL)
Merupakan tujuan khusus untuk mencapai tujuan eliminasi kusta dan dilaksanakan pada
daerah yang memiliki geografis yang sulit. Dalam kegiatan ini dilakukan pemberian
MDT dibawah pengawasan kader atau keluarga.
a. Sasaran primer
Merupakan kelompok atau individu yang diharapkan agar perilakunya berubah, antara
lain : Pasien kusta (sasaran utama), keluarga pasien, tetangga pasien, masyarakat.
b. Sasaran sekunder
Merupakan golongan individu, kelompok atau organisasi yang dapat mempengaruhi
perubahan perilaku sasaran primer, diantaranya : kader, tokoh masyarakat, tokoh agama,
petugas kesehatan, lintas program, lintas sector terkait, organisasi pemuda, organisasi
profesi, organisasi wanita, kelompok keagamaan, kelompok kesenian dan lembaga
swadaya masyarakat.
c. Sasaran tersier
Merupakan golongan individu, kelompok atau organisasi yang memiliki wewenang
unutuk membuat kebijakan dan keputusan dalam mendukung upaya pengendalian
penyakit kusta, diantaranya : kepala wilayah/daerah, pimpinan dan anggota DPR,
pimpinan dan staf bapeda, penyandnag dana, pimpinan media masa.
a. Advokasi kesehatan
Merupakan upaya sistematis untuk mempengaruhi sasaran tersier agar proaktif
mendukung berbagai kegiatan pengendalian kusta sesuai dengan bidang keahlian masing-
masing sehingga tercapainya komitmen, kebijakan dan dana untuk mendukung upaya
pengendalian penyakit kusta. Dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan seperti, rapat
koordinasi, lokakarya, lobby, negosias atau menulis artikel di Koran.
b. Bina suasana
Merupakan upaya penanggulangan kemitraan antara berbagai kelmpok masyarakat guna
menciptkan suasana yang medukung upaya pengendalian penyakit kusta. Dengan
demikian diharapkan terbentuknya opini public dan kondisi masyarakat yang peduli
terhadap pengendalian penyakit kusta. Kegiatan yang dapat dijalankan seperti seminar,
pelatihan, lokakarya, studi banding, dialog terbuka.
c. Gerakan masyarakat
Merupakan upaya proaktif untuk menumbuhkan kesadaran dan kemauan individu,
masyarakat atau kelompok untuk mau dan mampu melaksanakan upaya pengendalian
kusta. Tujuannya agar individu atau kelompok dapat mengenal secara dini penyakit
kusta dan kesadaran individu atau kelompok untuk berobat ke puskesmas atau membawa
pasien ke petugas kesehatan. Kegiatan yang data dilakukan seperti penyebarlauasan
informasi melalui tatap muka atau media masa (cetak/elektronik), mengdakan
perlombaan poster atau pidato tentang kusta, mengadakan kunjungan ke rumah,
mengadakan dana sehat untuk menunjang pencairan pengobatan ke tenaga kesehatan atau
rujukan.
Kesimpulan
Dari kasus skenario 4 diketahui bahwa anak tersebut menderita kusta. Faktor
penyebabnya yaitu bakteri Mycobacterium leprae (Agen) dan lingkungan sekitar anak tersebut
yang tidak sehat. Hal ini dapat dilihat selain dari daerah tempat tinggal pasien yang endemik
kusta, juga keadaan lingkungan rumah pasien seperti pencahayaan, kepadatan penghuni rumah,
lantai rumah, kelembaban dan ventilasi rumah yang dianggap tidak memenuhi konsep rumah
sehat. Pasien juga berisiko karena terjadi kontak dengan penderita kusta atau ibunya dalam
waktu yang lama dan sering. Kusta memiliki dampak pada aspek biopsikososial. Mengingat
tingginya angka kejadian kusta di Indonesia, sehingga pemerintah bertanggung jawab dalam
penanganan kusta. Salah satu nya dengan pendekatan dokter keluarga yang mana selain
menangani pasien, dokter keluarga juga diharapkan dapat mendiagnosa dini orang-orang yang
berisiko menderita kusta termasuk lingkungan sosial pasien. Dengan demikian, diharapkan angka
kejadian kusta dapat berkurang.
Daftar Pustaka
1. Zulkifli. Penyakit Kusta dan Masalah yang Ditimbulkannya. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-zulkifli2.pdf. Pada Tanggal 10 Juli 2019.
2. Pujiastuti AG. Sebaran Kasus Penyakit Kusta Berdasarkan Wilayah Kecamatan di Kota
Bekasi Tahun 2006-2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok :
2009. Diunduh dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-11/20439047-S-PDF-Astri
%20Gioviani%20Pujiastuti.pdf. Pada Tanggal 10 Juli 2019.
3. http://eprints.undip.ac.id/42543/2/BAB_II.pdf. Diunduh pada 10 Juli 2019.
4. http://digilib.unila.ac.id/6730/13/BAB%20II.pdf. Diunduh pada 10 Juli 2019.
5. Hajar S. Morbus Hansen Biokimia dan Imunopatogenesis. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala. 2017; 17(3).190-4.
6. Mulyadi A, Sepdianto TC, Mitayasari E. Upaya Penderita Kusta dalam Mencegah
Peningkatan Derajat Kecacatan. Jurnal Ners dan Kebidanan. 2017; 4(3). 186-191.
7. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jilid 1. Edisi 7.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. H.87-102.
8. Dasar-dasar Rumah Sehat. Diunduh dari
http://litbang.pu.go.id/puskim/source/pdf/01%20Dasar-Dasar%20Rumah%20Sehat.pdf.
Pada Tanggal 11 Juli 2019.
9. Anggraini MT, Novitasari A, Setiawan MR. Buku Ajar Kedokteran Keluarga. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang: 2015. Diunduh dari
http://repository.unimus.ac.id/290/1/BUKU%20ajar%20kedokteran%20keluarga.pdf
Pada Tanggal 11 Juli 2019.
10. Prasetyawati AE. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. Solo: Diunduh dari www.fk.uns.ac.id Pada Tanggal 11 Juli
2019.
11. Regan MO. Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI; 2012.