Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Kaidah - kaidah fiqh : Akad wadi’ah dalam produk


funding
Dosen Pengampuh : Dr. H. RAHMAN AMBO MASSE, Lc, M.Ag

Oleh:

Kelompok 5

1. Nurmaulinda Sri Saputri (19.2900.035)


2. Hajrawati (19.2900.037)
3. Syarifah Mutmainnah Alwi (19.2900.039)
4. Ummu Aulia (19.2900.040)

Manajemen Keuangan Syariah


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri Iain Parepare

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur ke hadirat Allah SWT, penguasa alam semesta dan raja
manusia karena segala rahmat, taufiq dan hidayah-Nya. Tak lupa kita panjatkan
shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Kaedah-kaedah fiqh
terkait akad Wadi’ah dalam produk funding. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Qawaidul Fiqhiyah Fil Iqtishad.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita semua terutama
mahasiswa-mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.

Pinrang, 2021
Penyusun,

Kelompok5

ii
DAFTAR ISI

Contents
SAMPUL...........................................................................................................................i
MAKALAH Qawaidul Fiqhiyah Fil Iqtishad............................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3
A. Mengenai Wadi’ah...........................................................................................3
B. Produk Akad Wadi’ah.....................................................................................8
C. Implementasi Kaedah Akad Wadi’ah dalam produk funding....................11
BAB III PENUTUP........................................................................................................16
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perbankan syariah pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep
ekonomi Islam, terutama dalam bidang keuangan. Utamanya adalah yang
berkaitan dengan pelarangan praktek riba, kegiatan maisir (perjudian), Gharar
(ketidakjelasan) dan pelanggaran prinsip keadilan dalam transaksi serta keharusan
penyaluran dana investasi pada kegiatan usaha yang etis dan halal secara syariah.

Lembaga keuangan syariah seperti perbankan syariah di Indonesia


keberadaannya telah diatur dalam undang-undang, yaitu Undang-undang nomor
10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang nomor 7 tahun tahun 1992
tentang perbankan. Hingga kini terdapat banyak institusi bank syariah di
Indonesia.

Keberadaan lembaga keuangan dalam Islam adalah vital karena kegiatan


bisnis dan roda ekonomi tidak akan berjalan tanpanya. Bank syariah adalah bank
yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Tujuan utama dari
pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai
upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya
berlandaskan Al-Qur‟an dan As-Sunnah.

Pada fase perkembangan saat ini, perbankan syariah tidak hanya memiliki
peluang, melainkan juga berbagai permasalahan. Nasabah dan masyarakat secara
umum masih melihat bank syariah sama dengan bank konvensional karena margin
yang harus dibayar oleh nasabah tak kalah tinggi dengan bunga. Sisi sumber daya
manusia (SDM) di perbankan syariah turut menjadi bahasan sebagai salah satu
pesoalan yang harus segera dituntaskan.

Hal-hal diatas, diakui ataupun tidak, merupakan titik lemah perbankan


syariah yang menjadi prioritas pikiran kita bersama. Padahal kunci kesuksesan
perbankan syariah sangat tergantung dengan tingkat kepercayaan publik terhadap
kekuatan financial bank yang bersangkutan. Untuk meraih kepercayaan tersebut
adalah dengan tingkat kualitas informasi yang diberikan kepada publik. Bank
syariah harus mampu meyakinkan publik bahwa ia memiliki kemampuan dan
kapasitas di dalam mencapai tujuan-tujuan finansial maupun tujuan-tujuan yang
sesuai dengan syariat Islam.

Berkaitan dengan itu, produk-produk Bank Syariah pun tak luput dari
permasalahan. Di dalam prakteknya, terdapat temuan-temuan yang bisa jadi akan

1
mengurangi tingkat keparcayan publik kalau saja dibiarkan berlanjut tanpa ada
tindakan dari bank syariah. Selain itu, dalam perspektif syariah pun, perlu kiranya
untuk ditinjau ulang bagaimana sebaiknya implementasi akadnya sehingga tidak
merugikan kedua belah pihak, baik pihak bank maupun nasabah.

Di antara produk Syariah yang ingin dibahas dalam makalah ini adalah
produk Giro dan Tabungan Syariah, yang sulit ditemukan dasar hukumnya secara
fikih. Pada prinsipnya, landasan kedua produk ini benar menurut fikih karena
berlandaskan wadiah. Hanya saja, dalam implementasinya bank Syariah
menerapkan prinsip wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah. Terkait
dengan kedua produk tersebut, dalam pelaksanaannya perbankkan Syariah lebih
menerapkan prinsip wadi’ah yad dhamanah.

Tabungan merupakan simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi


dana berdasarkan mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat- syarat
tertentu yang telah di sepakati, tetapi tidak bisa ditarik dengan menggunakan cek,
bilyet, giro atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Tabungan Faedah
BRISyariah iB merupakan produk simpanan dari BRISyariah bagi nasabah
perorangan yang menggunakan prinsip titipan, yang dipersembahkan bagi mereka
yang menginginkan kemudahan dalam melakukan transaksi keuangan sehari-hari

Produk yang di tawarkan oleh perbankan syariah terbagi menjadi tiga bagian
besar, yaitu produk penghimpunan dana (funding),produk penyaluran dana
(financing, produk jasa (service). Adapun yang masuk kategori penghimpunan
dana (funding) diantaranya tabungan, deposito, dan giro. Tabungan Faedah
BRISyariah iB menggunakan akad wadi’ah yad dhamanah, yaitu pihak yang
dititipi dana (bank) berhak menggunakan dana tersebut untuk di kelola/disalurkan
kembali, namun tidak ada bagi hasil yang di peroleh nasabah, akan tetapi pihak
Bank memberikan timbal balik berupa bonus yang tidak diperjanjikan diawal ke
nasabah sebagai bentuk tanda trimakasih atas kepercyaan yang sudah di berikan
kepada pihak bank, bonus yang di berikan sebesar 1% per-tahun untuk besaran
tabungan minimal 1 juta.

1.2 Rumusan Masalah


1

1.3 Tujuan

2
Tujuan  dari  Makalah  ini  adalah  untuk  mengetahui  seberapa jauh kita
mampu mengetahui teknis pelaksanaan akad wadi’ah, memahami informasi
tambahan mengenai implementasi akad wadi’ah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Wadi’ah
1. Pengertian Wadi’ah

Prinsip dana titipan atau simpanan dalam islam dikenal dengan prinsip Al-
Wadi’ah, Al-Wadi’ah sendiri menurut Syaid Sabiq yang dikutip Muhammad
Syafi’i Antonio dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum , yang harus dijaga dan dikembalikan kapan
saja si penitip menghendaki.

Al-wadiah dalam segi bahasa dapat diartikan sebagai meninggalkan atau


meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara dan dijaga.

Wadiah dalam tradisi fiqih islam, dikenal dengan prinsip titipan atau simpanan.

2. Akad Wadiah

Taransaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana
atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan
dana atau barang titipan sewaktuwaktu.

3. Dasar Hukum Wadi’ah

Menitipkan atau menerima titipan wadi’ah hukumnya boleh (jaiz), terlebih


bagi orang yang dapat dipercaya dan mengetahui dirinya mampu menjaga barang
titipan, dasar transaksi wadi’ah adalah sebagai berikut Al Quran Surat An-Nisa:
58 :

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Mahamendengar lagi Maha melihat.”

Jika terjadi hutang piutang di tengah perjalanan dan tidak ada penulis, maka
hendaknya dilakukan dengan memegangkan barang tanggungan (jaminan), boleh
tanpa tanggungan, tetapi Allah mengingatkan supaya yang berhutang membayar
tepat pada waktunya, dan hendaknya ia takut kepada ancaman Tuhan atas orang
yang berlaku khianat.

4
Dari ayat diatas dapat di pahami bahwa orang yang menyaksikan kejadian
tersebut hendaklah ia menerangkan yang sebenarnya dan jangan sampai ia
menyembunyikan kesaksiannya, sebab itu termasuk perbuatan dosa sedang Allah
selalu mengawasi dan mengetahui apa saja yang dikerjakan makhluk-Nya.

4. Pembagian Wadi’ah
Akad berpola titipan (Wadi’ah, terbagi menjadi dua, yaitu Wadi’ah yad
Amanah, dan Wadi’ah yad Dhamanah).
a. Pengertian Wadi’ah yad Amanah
Menurut Ascarya, prinsip yad Amanah “tangan amanah” yang berarti
bahwa ia tidak diharuskan bertanggung jawab jika sewaktu dalam
penipuan terjadi kehilangan atau kerusakan pada barang/aset
titipan,selama hal ini bukan akibat kelalaian atau kecerobohan yang
bersangkutan dalam memelihara barang/aset titipan.
Berdasarkan prinsip diatas maka pihak penyimpan tidak boleh
menggunakan atau memanfaatkan barang/aset yang dititipkan, melainkan
hanya menjaganya. Selain itu, barang/aset yang dititipkantidak boleh
dicampur dengan barang/aset lain, melainkan harus dipisahkan untuk
masing-masing barang/aset penitip.
b. Pengertian wadi’ah yadh dhamanah
Wadiah Yad dhamanah adalah akad yang antara dua pihak, satu pihak
sebagai pihak yang menitipkan (nasabah) dan pihak lain sebagai pihak
yang menerima titipan.
Pihak penerima titipan dapat memanfaatkan barang yang dititipkan.
Penerima titipan wajib mengembalikan barang yang dititipkan dalam
keadaan utuh. Penerima titipan diperbolehkan memberikan imbalan
berupa bonus yang tidak diperjanjikan sebelumnya.
Dalam aplikasi perbankan akad wadiah yad dhamanah dapat
diterapkan dalam produk penghimpuanan dana pihak ketiga antara lain
giro dan tabungan. Bank syariah akan memberiakn bonus kepada
nasabah atas dana yang dititipkan di bank syariah. Besarnya bonus tidak
diperjanjikan sebelumnya, akan tetapi tergantung pada kebijakan bank
syariah. Bila bank syariah memperoleh keuntungan, maka bank
memberikan bonus pada pihak nasabah. Peluang bank dalam
mengguankan dana terbatas, karena pemilik bisa mengambil barangnya
sewaktu-waktu melalui buku tabungan.
Menurut ascarya prinsip yadh dhammanah “tangan penganggung”
yang berarti bahwa pihak penyimpan bertanggung jawab atas segala
kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang/aset titipan.
Pernyataan tersebut berarti bahwa pihak penyimpan merupakan penjamin
keamanan barang/aset yang dititipkan, dan juga mendapatkan izin dari
pihak penitip untuk mempergunakan barang/aset yang dititipkan untuk

5
aktivitas perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa pihak penyimpan
akan mengembalikan barang/aset yang dititipkan secara utuh pada saat
penyimpan menghendaki.
Karakteristik Wadiah Yad Dhamanah :
1. Merupakan pengembangan dari Wadiah Yad Amanah yang
disesuaikan dengan aktifitas perekonomian
2. Penerima titipan diberi izin untuk menggunakan dan mengambil
manfaat dari barang tersebut
3. Penyimpan mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab
terhadap kehilangan atau kerusakan barang tersebut
4. Semua keuntungan yang diperoleh dari titipan tersebut mejadi hak
penerima titipan
5. Sebagai imbalan kepada pemilik barang/ dana dapat diberikan
semacam intensif berupa bonus, yang tidak diisyaratkan
sebelumnya.

A. Ketentuan-ketentuan wadi’ah yadh dhammanah Menurut Ascarya,


beberapa ketentuan wadiah yadh dhammanah antara lain;
a. Penyimpan memiliki hak untuk menginvestasikan aset yang dititipkan.
b. Penitip memiliki hak untuk mengetahui bagaimana asetnya di
investasikan
c. Penyimpan menjamin hanya nilai pokok jika modal berkurang karena
merugi/terdepresiasi.
d. Setiap keuntungan yangdiperoleh penyimpan dapat dibagikan sebagai
hibah/hadiah (bonus). Hal itu berarti bahwa penyimpan (bank) tidak
memiliki kewajiban mengikat untuk membagikan keuntungan yng
diperoleh.
e. Penitip tidak memiliki hak suara. Berdasarkan ketentuan-ketentuan
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa akad wadiah yadh
dhammanah memiliki beberapa ketentuan seperti yang telah
disebutkan diatas, antara lain penyimpan memiliki hak untuk
menginvestasikan aset, penitip memiliki hak untuk mengetahui kondisi
asetnya, penyimpan menjamin hanya nilai pokok jika modal
berkurang, setiap keuntungan yang diperoleh penyimpan dapat
dibagikan sebagai hibah/hadiah (bonus), dan penitip tidak memiliki
hak suara.

B. Skema Wadi’ah Yad Al Dhamanah


Praktik wadi’ah dalam LKS yang terdiri dari wadi’ah yad al dhamanah
dapat dilihat dalam skema sebagai berikut :
Skema wadi’ah yad al-damanah

6
Akad wadi’ah dengan menitipkan jumlah dana
(1)
LKS
Nasabah Pemberian bonus kepada Nasabah oleh LKS
(4)
Pemanfaatan dana
Bagi hasil antara pelaku untuk usaha oleh
usaha (pihak ketiga) pihak ketiga
dengan LKS
(3) (2)

Skema di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Nasabah menitipkan sejumlah dana kepada LKS untuk akad wadi’ah


dengan menyepakati adanya biaya administrasi.
2. Setelah dana diterima oleh LKS, kemudian oleh LKS diputar untuk
kepentingan bisnis atau produk pembiayaan dengan pihak ketiga
menggunakan sistem bagi hasil.
3. Pihak ketiga memberikan bagi hasil kepada pihak LKS.
4. Pihak LKS memberikan bonus kepada nasabah yang menitipkan dananya.

Wadii’ kepada Muwaddi’ dalam akad wadiah Dihubungkan dengan Fiqih


Muamalah

Al Wadiah adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penyimpan menghendakinya. Barang titipan dalam fiqih dikenal dengan sebutan
wadi’ah, menurut bahasa, wadi’ah ialah sesuatu yang ditempatkan bukan pada
pemiliknya supaya dijaga (Ma Wudi’a Inda Ghair Malikihi Layahfadzuhu),
berarti bahwa wadi’ah ialah memberikan, makna yang kedua wadi’ah dari segi
bahasa adalah menerima, seperti seseorang berkata: ‘awda’tubu’ artinya aku
menerima harta tersebut darinya (Qabiltu minhu dzalika al-Mal Liyakuna
Wadi’ah„Indi), secara bahasa wadi’ah memiliki 2 makna, yakni memberikan
harta untuk dijaga dan pada penerimaannya.

Dalam tradisi islam, wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu
pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya. Wadi’ah menurut pasal 20
ayat 17 komplikasi Hukum Ekonomi Syari’ah(2009) ialah penitipan dana antara
pihak pemilik dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana
tersebut. Aplikasi wadi’ah terhadap dalam fatwa DSN-MUI No.36/DSN-
MUI/X/2002 tentang sertifikat wadi’ah Bank Indonesia. Setelah diketahui

7
definisi wadi’ah, maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud wadi’ah adalah
penitipan, yaitu akad seseorang kepada yang lain dengan menitipkan benda untuk
dijaganya secara layak. Apabila ada kerusakan pada benda titipan tidak wajib
menggantinya, tapi bila kerusakan itu disebabkan oleh kelalaiannya maka
diwajibkan menggantinya.

Keharusan menjaga wadi’ah

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda; “Tunaikanlah amanah kepada


orang yang mengamanahkan kepadamu, dan janganlah kamu mengkhianati
orang yang mengkhianatimu.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Al Irwaa‟ 5/381).

Orang yang merasa mampu dan sanggup menerima barang titipan adalah sangat
baik dan mengandung nilai ibadah yang mendapat pahala disamping mempunyai
nilai sosial yang tinggi. Akan tepai agar titipan tersebut tidak akan menimbulkan
masalah dikemudian hari, maka disyaratkan :

1. Barang titipan itu tidak memberatkan dirinya maupun keluarganya


2. Tidak memungut biaya pemeliharaan
3. Kalau sudah sampai waktunya diambil atau disampaikan kepada yang berhak
Dengan demikian apabila barang titipan itu mengalami kerusakan akibat
kelalaian orang yang menerimanya, maka ia wajib menggantikannya.

Adapun kriteria kelalaian antara lain:

1. Orang yang dipercaya titipan menyerahakan kepada orang lain tanpa


sepengetahuan yang memilikinya
2. Barang titipan itu dipergunakan atau dibawa pergi sehingga rusak atau hilang
3. Menyia-nyiakan barang titipan
4. Berkhianat, yaitu ketika barang titipan diminta tidak dikabulkan, tanpa sebab
yang jelas
5. Lalai atau tidak hati-hati dalam memelihara barang titipan
6. Ketika yang dititipi barang itu sakit atau meninggal tidak berwasiat kepada
ahli warisnya atau keluarganya tentang barang titipan, sehingga
mengakibatkan barang rusak dan hilang.

Hukum menerima wadi’ah atau barang titipan itu ada 4 (empat), yaitu :

1. Sunnah, yaitu bagi orang yang percaya pada dirinya bahwa dia sanggup
memelihara dan menjaganya, menerimanya bila disertai niat yang tulus
ikhlas kepada Allah. Dianjurkan menerima wadii’ah, karena ada pahala yang
besar di sana, berdasarkan hadits: “Dan Allah akan menolong seorang
hamba, jika hamba itu mau menolong saudaranya.” (HR. Muslim).

8
Wajib, yaitu apabila sudah tidak ada lagi orang yang bisa dipercaya, kecuali
hanya dia satu-satunya
2. Haram, apabila dia tidak kuasa atau tidak sanggup menjaganya sebagaimana
mestinya, karena seolah-olah dia membiarkan pintu kerusakan atau hilangnya
barang titipan
3. Makruh, menitipkan kepada orang yang dapat menjaganya tetapi ia tidak
percaya pada dirinya, bahkan dikhawatirkan kemudian hari dia akan
berkhianat terhadap barang titipan itu.

B. Produk Perbankan Syariah yang Menggunakan Akad Wadiah pada


Perbankan Syariah Di kaitkan dengan Fiqih Muamalah

Wadi’ah secara etimologi adalah wada’a yang berarti meninggalkan /


meletakkan atau titipan. Secara terminologi, wadi’ah dapat diartikan sebagai
titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan
hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip
menghendakinya. Dalam mendefinisikannya, paling tidak ada tiga ulama mazhab
yang berupaya menjelaskannya, ulama mazhab Hanafi mengatakan wadi’ah
adalah mengikut sertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan
ungkapan yang jelas maupun isyarat. Sedangkan menurut ulama mazhab Syaf’i
dan Maliki yaitu mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan
cara tertentu.

Kata wadi’ah berasal dari wada’asy syai-a, yaitu meninggalkan sesuatu.


Sesuatu yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah,
karena dia meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga. Secara harfiah,
Al-wadi‟ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang
lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan saja si penitip menghendakinya.

Al-wadi’ah adalah amanah bagi orang yang menerima titipan dan ia wajib
mengembalikannya pada waktu pemilik meminta kembali firman Allah SWT;
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Kemudian berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No:


01/DSNMUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syari‟ah,

9
yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah. Demikian juga
tabungan dengan produk Wadi’ah, dapat dibenarkan berdasarkan Fatwa DSN No:
02//DSN-MUI/IV/2000, menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu
tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.

Dapat diketahui bahwa wadi’ah merupakan titipan murni dari satu pihak ke
pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Selain itu, menurut Bank
Indonesia, wadi’ah adalah akad penitipan barang/uang antara pihak yang
mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan
untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang/uang.

Dilihat dari segi akadnya ada beberapa bentuk wadi`ah yaitu : Pertama,
wadiah yad amanah adalah akad penitipan barang/uang dimana penerima titipan
tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak
bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang/uang titipan yang
bukan di akibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Kedua, wadiah yad
dhamanah adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan
dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang dan
harus bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan.

Dalam penerapannya, produk bank Syariah dengan akad wadiah menerapkan


prinsip wadiah yad amanah dan wadiah yad dhamanah. Terkait dengan kedua
produk tersebut, dalam pelaksanaannya perbankkan Syariah lebih menerapkan
prinsip wadiah yad dhamanah. Padahal, akad wadiah yad dhamanah secara nama
tidak ditemukan dalam literatur fikih klasik dan apabila dibedah prinsip ini
ditemukan dua akad yang sifatnya bertentangan namun dipaksakan.

Adanya unsur dua akad dalam prinsip wadiah yad dhamanah, karena di dalam
praktiknya baik produk Giro Wadiah ataupun Tabungan Wadiah, bank meminta
pihak penitip (nasabah) memberikan kewenangan kepada pihak bank untuk
mengelola titipan/asetnya, dan bank memiliki hak penuh atas hasil yang diperoleh
dari pemanfaatan titipan nasabah, yang dengan kata lain bank tidak dikenai
tanggungjawab (kewajiban) membagi hasilnya. Padahal, secara asal di dalam
prinsip wadiah, pemanfaatan suatu titipan dalam bentuk apapun hukumnya
terlarang, karena apabila telah ada unsur penggunaan oleh pihak yang dititipi
maka akadnya pun berubah. Di dalam fikih, yang demikian dikatakan sebagai
prinsip pinjam-meminjam (qard). Melalui sekilas gambaran seputar prinsip
wadiah yad dhamanah yang di dalamnya terkandung unsur wadiah dan qard,
namun lebih layak berlandaskan qard.

Wadiah pada prinsipnya adalah membantu pihak penitip, dan pihak yang
dititipi posisisnya sebagai pihak penolong. Karena itulah, sifat dari wadiah adalah
amanah. Dalam kitab I’anatut Thalibin karya Ad Dimyathy dijelaskan bahwa

10
wadhi’ah adalah: “Suatu akad yang betujuan menjaga suatu harta.22 Dalam
menjalankan praktek wadiah, dana nasabah yang dititipkan di bank syariah
mendapat jaminan aman, dan perbankan syari‟ah wajib menanggung segala
resiko yang tejadi pada dana nasabah. Selanjutnya bukan hanya menjamin,
namun lebih jauh lagi, perbankan syari‟ah memberi keuntungan yang kemudian
disebut dengan bagi hasil‟.

Jika kita bandingkan antara menitipkan di perbankan syariah dan menabung


di bank konvensional, menabung di perbankan konvensional, paling sedikit kita
mendapatkan 2 keuntungan': Pertama, dana aman dan kedua, bunga tabungan
yang didapatkan setiap bulan. Sedangkan besaran bunga yang and didapatkan
setiap bulan, sesuai dengan suku bunga yang ditetapkan bank. Dengan memahami
dua konsep transaksi ini, secara sederhana kita bisa menangkap adanya kemiripan
antara konsep wadiah bank syariah dengan tabungan konvensional, jika mengacu
bahwa menitipkan uang harus mendapat kelebihan.

Jika kita cermati lebih lanjut, dapat diketahui dengan jelas bahwa wadi’ah
yang ada di perbankan syariah bukanlah wadiah yang dijelaskan dalam kitab-kitab
fiqih. Wadi’ah perbankan syariah yang saat ini dipraktekkan, lebih relevan dengan
hukum dain/piutang, karena pihak bank memanfaatkan uang nasabah dalam
berbagai proyeknya. Sebagaimana nasabah terbebas dari segala resiko yang terjadi
pada dananya. Karena alasan ini, banyak dari ulama kontemporer yang
mengkritisi penamaannya dengan wadi’ah. Dan sebagai gantinya mereka
mengusulkan untuk menggunakan istilah lain, semisal al-hisab al-jari atau yang
secara bahasa bermakna account.

Sehingga apa yang diterapkan oleh perbankan syariah sejatinya ialah akad hutang
piutang yang kemudian disebut dengan wadiah. Bila demikian tidak diragukan
keuntungan yang diperoleh nasabah darinya adalah bunga alias riba, berdasarkan
kaidah fiqih yang telah disepakati oleh ulama‟: “Setiap piutang yang
mendatangkan kemanfaatan maka itu adalah riba” (al-Qawaid anNuraniyah,
hlm. 116).

Adanya kewenangan untuk memanfaatkan barang, memiliki hasilnya dan


menanggung kerusakan atau kerugian adalah perbedaan utama antara wadi’ah dan
dain (hutang-piutang). Dengan demikian, bila ketiga karakter ini telah disematkan
pada akad wadi’ah, maka secara fakta dan hukum akad ini berubah menjadi akad
hutang piutang dan bukan wadi’ah. Dan dengan segala konsekuensinya, berbagai
hukum utang piutang berlaku pada praktek wadi’ah yang diterapkan oleh
perbankan syari’ah.

11
C. Implementasi Akad Wadi’ah pada Tabungan Faedah di BRI Syariah
KCP Metro

1. Tabungan Faedah

Berdasarkan Undang-Undang 10 tahun 1998 tentang perubahan atas


Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan
tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro,
dan alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Tabungan Faedah yang diterapkan di BRISyariah KCP Metro menurut


Bapak Tedy adalah Wadi’ah dengan prinsip wadi’ah yad dhamanah yaitu pihak
yang dititipi dana (bank) berhak menggunakan dana tersebut untuk
dikelola/disalurkan kembali. Penyalurannya yaitu untuk pembiyaan50

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan, menunjukkan bahwa


pembuatan tabungan faedah di BRISyariah KCP Metro harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :

a) Melampirkan fotokopi KTP (Kartu Tanda Penduduk)

b) Melampirkan fotokopi NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)

c) Memiliki produk Tabungan Faedah BRI Syariah iB sebagai rekening induk.

2. Pelaksanaan Tabungan Faedah di BRI Syariah Kantor Cabang


Pembantu Metro

Tabungan Faedah BRISyariah iB adalah tabungan dalam bentuk simpanan


yang menggunakan prinsip Wadi’ah Yad Dhamanah yang dapat disetor dan
diambil kapan saja, dengan konsep Wadi’ah Yad Dhamanah bank sebagai
penerima dana dapat memanfaatkan dana titipan seperti simpanan Giro, tabungan
dan deposito untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat atau nasabah.
Akan tetapi konsekuensi dari prinsip Yad Dhamanah yaitu pihak bank akan
menerima seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun begitu pun
sebaliknya jika mengalami kerugian juga harus ditanggung oleh bank.

Tabungan faedah adalah tabungan dengan setoran awal Rp. 100.000.- dan
gratis biaya administrasi selain itu juga tabungan faedah gratis biaya ATM
bulanan.

3. Kelebihan dari Tabungan Faedah adalah sebagai berikut :


a. Beragam FAEDAH (Fasilitas Serba Mudah)

12
b. Setoran awal Rp. 100.000,-
c. Gratis biaya administrasi bulanan
d. Gratis biaya Kartu ATM Bulanan
e. Biaya tarik tunai murah di seluruh jaringan ATM BRI, Bersama &
Prima*)
f. Biaya transfer murah atas jaringan ATM BRI, Bersama & Prima*)
g. Biaya Cek Saldo murah di jaringan ATM BRI, Bersama & Prima*)
h. Biaya debit prima murah*)
i. Dilengkapi dengan berbagai fasilitas e-channel berupa SMS Banking,
Mobile Banking, Internet Banking.

4. Pembukaan Tabungan Faedah

Dalam pembukaan rekening tabungan setiap bank sudah pasti berbeda


sesuai dengan kebijakan yang berlaku, untuk BRISyariah KCP Metro menetapkan
setoran pertama Rp. 100.000,-
Selain penetapan jumlah setoran pertama, bank juga menetapkan jumlah
saldo minimal setoran yang harus ada di rekening, untuk saldo minimal pada
rekening tabungan faedah adalah Rp. 50.000,- dan jika saldo dibawah minimum
maka akan dikenakan biaya Rp.12.500,-

Pada pembukaan rekening Tabungan Faedah Customer Service akan minta


memberikan persyaratan yaitu melampirkan foto copy KTP dan Melampirkan
NPWP jika ada.

Setelah itu nasabah akan diberikan Aplikasi Pembukuan Rekening


tabungan faedah kemudian aplikasi yang telah diisi oleh nasabah lalu diserahkan
kepada bagian pelayanan (Customer Service).

Adapun pembukaan rekening Tabungan Faedah adalah sebagai berikut:

a. Calon nasabah datang langsung di BRISyariah KCP Metro dan langsung


menghubungi Customer Service.

b. Customer Service akan melayani nasabah dengan ramah dan menawarkan


bantuan kepada calon nasabah.

c. Kemudian calon nasabah akan diberikan penjelasan oleh CustomerService


tentang hal-hal yang berkaitan dengan produk penghimpuanan dana salah
satunyan tabungan faedah dan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi
oleh nasabah.

13
d. Setelah nasabah mendapat informasi dan penjelasan tentang tabungan
faedah dari bagian Customer Service dan calon nasabah bersedia menjadi
penabung selanjutnya Customer Service meminta calon nasabah untuk
melengkapi dan menandatangani formulir yang disediakan BRISyariah
KCP Metro.

e. Setelah formulir diisi dengan lengkap, formulir tersebut diserahkan


kembali kepada bagian pelayanan untuk di periksa jika masih ada yang
kurang lengkap lalu kemudian di input.

f. Selanjutnya bagian pelayanan menerima kembali formulir yang sudah diisi


dengan lengkap dan benar sesuai dengan identitas diri nasabah

g. Customer Service mengentri data calon nasabah pada sistem komputer


sesuai dengan formulir aplikasi pembukaan rekening tabungan faedah

h. Nasabah lalu menyerahkan syarat-syarat yang sudah menjadi ketentuan


bank yaitu : fotocopy KTP dan melampirkan NPWP jika ada

i. Nasabah mengisi slip setoran awal

j. Customer Service memberikan kertas spectroline untuk di tandatangani


nasabah, sebelum di tandatangani hendaknya diletakkan tepat diatas kotak
tanda tangan yang telah tersdia pada bagian cover buku tabungan.

k. Kemudian Customer Service memberikan berkas formulir kepada Branch


Officer Supervisor (BOS)

l. Branch Office Supervisor memeriksa kelengkapan persyaratan dan


pencocokan tanda tangan.

m. Mengaktifkan rekening tabungan faedah dan menandatangani aplikasi


pembukaan rekening.

n. Branch Office Supervisor (BOS) memberikan tanda tangan dan nama jelas,
kemudian diserahkan kembali kepada Customer Service.

o. Setelah Customer Service menerima kembali dokumen dari Branch


Officer Supervisor (BOS) selanjutnya menyimpan berkas pembukaan
rekening dalam bentuk file, lalu meminta nasabah untuk melakukan
setoran awal di teller.

p. Teller menerima kemudian memeriksa slip setoran dan uang tunai


sejumlah yang tertera pada slip setoran.

q. Teller mencetak data nasabah pada buku tabungan yang berisikan nomer
rekening, nama, alamat, dan tanda pembukuan.

14
r. Menginput ke dalam komputer serta slip setoran dan buku tabungan yang
telah di validasi.

s. Menandatangani buku tabungan dan slip setoran serta diberikan stempel


BRISyariah, kemudian Teller menyerahkan buku tabungan kepada
nasabah.

5. Penutupan Rekening Tabungan faedah

Mekanismee penutupan rekening tabungan faedah di BRISyariah KCP


Metro adalah sebagai berikut :

a. Para pihak sepakat sepakat mengakhiri akad


b. Nasabah meninggal dunia
c. Nasabah melanggar ketentuan perundang - undangan yang berlaku dan atau
menyalahgunakan rekening tabungan untuk sesuatu yang tidak sesuai syariah.
6. Bonus Tabungan Faedah

Tabungan faedah adalah dana titipan yang dititipkan oleh nasabah kepada
bank kemudian bank boleh memanfaatkan dana tersebut secara produktif dalam
bentuk pembiyaan berbagai jenis usaha dengan prinsip syariah. Karena nasabah
mempercayakan dananya di bank maka pihak bank meberikan bonus kepada
nasabah sebagai tanda terimakasih karena dana tersebut boleh dimanfaatkan.

Menurut penuturan Ibu Almira pemberian bonus di BRISyariah KCP


Metro akan diberikan sesuai dengan keuntungan bank, dan karena bonus sifatnya
tidak mengikat sehingga pihak bank dapat diberikan atau tidak. Besarnya bonus
tergantung pada pihak penerima titipan, bonus tidak boleh diperjanjikan di awal
pada saat akad, karena bukan kewajiban bagi penerima titipan.

Penentuan besarnya bonus tabungan tergantung pada masing-masing bank


syariah, namun pada umumnya bank syariah memberikan bonus untuk tabungan
faedah lebih tinggi dibandingkan dengan bonus tabungan yg akadnya sama yaitu
menggunakan prinsip.

Hal ini disebabkan karena tabungan faedah stabilitas nya lebih stabil
dibandingkan dengan produk penghimpun dana yang lain, Sehingga bonusnya
lebih besar. Menurut Ibu Kartika sebagai nasabah BRISyariah KCP Metro
mengenai bonus yang diberikan pihak bank dia tidak mengetahui jika ada
pemberian bonus dari pihak yang diberi titipan karena menurutnya pada saat awal
akad CS tidak menjelaskan mengenai pemberian bonus tersebut,dia hanya
mengikuti dan menyerahkan syarat pembukaan rekening dan mengisi form yang
diserahkan oleh CS.

15
BRISyariah KCP Metro menetapkan besaran bonus pada produk tabungan
faedah yaitu sebesar 1% per tahun untuk saldo minimal 1 juta.

Penarikan rekening Tabungan Faedah dapat di mesin ATM Bank lain atau
ATM bersama, namun jumlah penarikannya di batasi berbeda dengan produk
penghimpun dana yang lain yang dapat dicairkan dengan menggunakan cek, bilyet
giro, sehingga sangat labil.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

17
DAFTAR PUSTAKA

Al Asqolani, Al hafidz Ibnu Hajar , Bulugul Marom, Indonesia: Darul Ihyaul


Kitab

Al Husaini, Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad, Kifayatul Ahyar, Surabaya


Darul Ilmi, juz2

Antonio, Muhammad Syafi’i,Bank Syariah :Dari Teorike Praktek, Jakarta:


Gema Insane Press, 2001

Anwar, Saifiddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar 2001

Ascarya, Akad & produk bank syari’ah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.2007

As Syarifain, Mujamma’ Khadim Al Haramain, Terjemahan Alquran


Ma’aniyah IlaLughotil Indonesia

Hendrojogi, Koperasi Asasasas, Teori, danPraktik, Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada, 2012.

Fauzi, Muchamad, Metode Penelitian Kuantitatif, Semarang: Walisongo press,


2009

Hakim, AbdulHamid, Assulam, Jakarta: Maktabahsa’adiyahputra,

Hakim, Abdul Hamid, MabadiAwaliyah, Jakarta: Maktabahsa’adiyahputra

Husain, Abdullah AbdulAt Tariqi, Ekonomi Islam, Prinsip,dasar dan


tujuan,Yogyakarta: Magistra insane press, Cetakan pertama, 2004,

Ilmi, Makhalul, Teoridan Praktek mikrokeuangan syariah, Yogyakarta: UII


Press, 2002

Muljono, Djoko, Buku Pintar Strategi Bisnis Koperasi Simpan Pinjam,


Yogjakarta: ANDI, 2012

Ghazaly, Abdul Rahman, Ghufron Ihsan, dan Sapiudin Shiddiq, FIQIH


MUAMALAT, Jakarta: kencana prenada media group, 2012.

18

Anda mungkin juga menyukai