Oleh:
Kelompok 5
i
KATA PENGANTAR
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita semua terutama
mahasiswa-mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.
Pinrang, 2021
Penyusun,
Kelompok5
ii
DAFTAR ISI
Contents
SAMPUL...........................................................................................................................i
MAKALAH Qawaidul Fiqhiyah Fil Iqtishad............................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3
A. Mengenai Wadi’ah...........................................................................................3
B. Produk Akad Wadi’ah.....................................................................................8
C. Implementasi Kaedah Akad Wadi’ah dalam produk funding....................11
BAB III PENUTUP........................................................................................................16
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada fase perkembangan saat ini, perbankan syariah tidak hanya memiliki
peluang, melainkan juga berbagai permasalahan. Nasabah dan masyarakat secara
umum masih melihat bank syariah sama dengan bank konvensional karena margin
yang harus dibayar oleh nasabah tak kalah tinggi dengan bunga. Sisi sumber daya
manusia (SDM) di perbankan syariah turut menjadi bahasan sebagai salah satu
pesoalan yang harus segera dituntaskan.
Berkaitan dengan itu, produk-produk Bank Syariah pun tak luput dari
permasalahan. Di dalam prakteknya, terdapat temuan-temuan yang bisa jadi akan
1
mengurangi tingkat keparcayan publik kalau saja dibiarkan berlanjut tanpa ada
tindakan dari bank syariah. Selain itu, dalam perspektif syariah pun, perlu kiranya
untuk ditinjau ulang bagaimana sebaiknya implementasi akadnya sehingga tidak
merugikan kedua belah pihak, baik pihak bank maupun nasabah.
Di antara produk Syariah yang ingin dibahas dalam makalah ini adalah
produk Giro dan Tabungan Syariah, yang sulit ditemukan dasar hukumnya secara
fikih. Pada prinsipnya, landasan kedua produk ini benar menurut fikih karena
berlandaskan wadiah. Hanya saja, dalam implementasinya bank Syariah
menerapkan prinsip wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah. Terkait
dengan kedua produk tersebut, dalam pelaksanaannya perbankkan Syariah lebih
menerapkan prinsip wadi’ah yad dhamanah.
Produk yang di tawarkan oleh perbankan syariah terbagi menjadi tiga bagian
besar, yaitu produk penghimpunan dana (funding),produk penyaluran dana
(financing, produk jasa (service). Adapun yang masuk kategori penghimpunan
dana (funding) diantaranya tabungan, deposito, dan giro. Tabungan Faedah
BRISyariah iB menggunakan akad wadi’ah yad dhamanah, yaitu pihak yang
dititipi dana (bank) berhak menggunakan dana tersebut untuk di kelola/disalurkan
kembali, namun tidak ada bagi hasil yang di peroleh nasabah, akan tetapi pihak
Bank memberikan timbal balik berupa bonus yang tidak diperjanjikan diawal ke
nasabah sebagai bentuk tanda trimakasih atas kepercyaan yang sudah di berikan
kepada pihak bank, bonus yang di berikan sebesar 1% per-tahun untuk besaran
tabungan minimal 1 juta.
1.3 Tujuan
2
Tujuan dari Makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh kita
mampu mengetahui teknis pelaksanaan akad wadi’ah, memahami informasi
tambahan mengenai implementasi akad wadi’ah.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Wadi’ah
1. Pengertian Wadi’ah
Prinsip dana titipan atau simpanan dalam islam dikenal dengan prinsip Al-
Wadi’ah, Al-Wadi’ah sendiri menurut Syaid Sabiq yang dikutip Muhammad
Syafi’i Antonio dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum , yang harus dijaga dan dikembalikan kapan
saja si penitip menghendaki.
Wadiah dalam tradisi fiqih islam, dikenal dengan prinsip titipan atau simpanan.
2. Akad Wadiah
Taransaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana
atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan
dana atau barang titipan sewaktuwaktu.
Jika terjadi hutang piutang di tengah perjalanan dan tidak ada penulis, maka
hendaknya dilakukan dengan memegangkan barang tanggungan (jaminan), boleh
tanpa tanggungan, tetapi Allah mengingatkan supaya yang berhutang membayar
tepat pada waktunya, dan hendaknya ia takut kepada ancaman Tuhan atas orang
yang berlaku khianat.
4
Dari ayat diatas dapat di pahami bahwa orang yang menyaksikan kejadian
tersebut hendaklah ia menerangkan yang sebenarnya dan jangan sampai ia
menyembunyikan kesaksiannya, sebab itu termasuk perbuatan dosa sedang Allah
selalu mengawasi dan mengetahui apa saja yang dikerjakan makhluk-Nya.
4. Pembagian Wadi’ah
Akad berpola titipan (Wadi’ah, terbagi menjadi dua, yaitu Wadi’ah yad
Amanah, dan Wadi’ah yad Dhamanah).
a. Pengertian Wadi’ah yad Amanah
Menurut Ascarya, prinsip yad Amanah “tangan amanah” yang berarti
bahwa ia tidak diharuskan bertanggung jawab jika sewaktu dalam
penipuan terjadi kehilangan atau kerusakan pada barang/aset
titipan,selama hal ini bukan akibat kelalaian atau kecerobohan yang
bersangkutan dalam memelihara barang/aset titipan.
Berdasarkan prinsip diatas maka pihak penyimpan tidak boleh
menggunakan atau memanfaatkan barang/aset yang dititipkan, melainkan
hanya menjaganya. Selain itu, barang/aset yang dititipkantidak boleh
dicampur dengan barang/aset lain, melainkan harus dipisahkan untuk
masing-masing barang/aset penitip.
b. Pengertian wadi’ah yadh dhamanah
Wadiah Yad dhamanah adalah akad yang antara dua pihak, satu pihak
sebagai pihak yang menitipkan (nasabah) dan pihak lain sebagai pihak
yang menerima titipan.
Pihak penerima titipan dapat memanfaatkan barang yang dititipkan.
Penerima titipan wajib mengembalikan barang yang dititipkan dalam
keadaan utuh. Penerima titipan diperbolehkan memberikan imbalan
berupa bonus yang tidak diperjanjikan sebelumnya.
Dalam aplikasi perbankan akad wadiah yad dhamanah dapat
diterapkan dalam produk penghimpuanan dana pihak ketiga antara lain
giro dan tabungan. Bank syariah akan memberiakn bonus kepada
nasabah atas dana yang dititipkan di bank syariah. Besarnya bonus tidak
diperjanjikan sebelumnya, akan tetapi tergantung pada kebijakan bank
syariah. Bila bank syariah memperoleh keuntungan, maka bank
memberikan bonus pada pihak nasabah. Peluang bank dalam
mengguankan dana terbatas, karena pemilik bisa mengambil barangnya
sewaktu-waktu melalui buku tabungan.
Menurut ascarya prinsip yadh dhammanah “tangan penganggung”
yang berarti bahwa pihak penyimpan bertanggung jawab atas segala
kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang/aset titipan.
Pernyataan tersebut berarti bahwa pihak penyimpan merupakan penjamin
keamanan barang/aset yang dititipkan, dan juga mendapatkan izin dari
pihak penitip untuk mempergunakan barang/aset yang dititipkan untuk
5
aktivitas perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa pihak penyimpan
akan mengembalikan barang/aset yang dititipkan secara utuh pada saat
penyimpan menghendaki.
Karakteristik Wadiah Yad Dhamanah :
1. Merupakan pengembangan dari Wadiah Yad Amanah yang
disesuaikan dengan aktifitas perekonomian
2. Penerima titipan diberi izin untuk menggunakan dan mengambil
manfaat dari barang tersebut
3. Penyimpan mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab
terhadap kehilangan atau kerusakan barang tersebut
4. Semua keuntungan yang diperoleh dari titipan tersebut mejadi hak
penerima titipan
5. Sebagai imbalan kepada pemilik barang/ dana dapat diberikan
semacam intensif berupa bonus, yang tidak diisyaratkan
sebelumnya.
6
Akad wadi’ah dengan menitipkan jumlah dana
(1)
LKS
Nasabah Pemberian bonus kepada Nasabah oleh LKS
(4)
Pemanfaatan dana
Bagi hasil antara pelaku untuk usaha oleh
usaha (pihak ketiga) pihak ketiga
dengan LKS
(3) (2)
Al Wadiah adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penyimpan menghendakinya. Barang titipan dalam fiqih dikenal dengan sebutan
wadi’ah, menurut bahasa, wadi’ah ialah sesuatu yang ditempatkan bukan pada
pemiliknya supaya dijaga (Ma Wudi’a Inda Ghair Malikihi Layahfadzuhu),
berarti bahwa wadi’ah ialah memberikan, makna yang kedua wadi’ah dari segi
bahasa adalah menerima, seperti seseorang berkata: ‘awda’tubu’ artinya aku
menerima harta tersebut darinya (Qabiltu minhu dzalika al-Mal Liyakuna
Wadi’ah„Indi), secara bahasa wadi’ah memiliki 2 makna, yakni memberikan
harta untuk dijaga dan pada penerimaannya.
Dalam tradisi islam, wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu
pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya. Wadi’ah menurut pasal 20
ayat 17 komplikasi Hukum Ekonomi Syari’ah(2009) ialah penitipan dana antara
pihak pemilik dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana
tersebut. Aplikasi wadi’ah terhadap dalam fatwa DSN-MUI No.36/DSN-
MUI/X/2002 tentang sertifikat wadi’ah Bank Indonesia. Setelah diketahui
7
definisi wadi’ah, maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud wadi’ah adalah
penitipan, yaitu akad seseorang kepada yang lain dengan menitipkan benda untuk
dijaganya secara layak. Apabila ada kerusakan pada benda titipan tidak wajib
menggantinya, tapi bila kerusakan itu disebabkan oleh kelalaiannya maka
diwajibkan menggantinya.
Orang yang merasa mampu dan sanggup menerima barang titipan adalah sangat
baik dan mengandung nilai ibadah yang mendapat pahala disamping mempunyai
nilai sosial yang tinggi. Akan tepai agar titipan tersebut tidak akan menimbulkan
masalah dikemudian hari, maka disyaratkan :
Hukum menerima wadi’ah atau barang titipan itu ada 4 (empat), yaitu :
1. Sunnah, yaitu bagi orang yang percaya pada dirinya bahwa dia sanggup
memelihara dan menjaganya, menerimanya bila disertai niat yang tulus
ikhlas kepada Allah. Dianjurkan menerima wadii’ah, karena ada pahala yang
besar di sana, berdasarkan hadits: “Dan Allah akan menolong seorang
hamba, jika hamba itu mau menolong saudaranya.” (HR. Muslim).
8
Wajib, yaitu apabila sudah tidak ada lagi orang yang bisa dipercaya, kecuali
hanya dia satu-satunya
2. Haram, apabila dia tidak kuasa atau tidak sanggup menjaganya sebagaimana
mestinya, karena seolah-olah dia membiarkan pintu kerusakan atau hilangnya
barang titipan
3. Makruh, menitipkan kepada orang yang dapat menjaganya tetapi ia tidak
percaya pada dirinya, bahkan dikhawatirkan kemudian hari dia akan
berkhianat terhadap barang titipan itu.
Al-wadi’ah adalah amanah bagi orang yang menerima titipan dan ia wajib
mengembalikannya pada waktu pemilik meminta kembali firman Allah SWT;
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
9
yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah. Demikian juga
tabungan dengan produk Wadi’ah, dapat dibenarkan berdasarkan Fatwa DSN No:
02//DSN-MUI/IV/2000, menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu
tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
Dapat diketahui bahwa wadi’ah merupakan titipan murni dari satu pihak ke
pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Selain itu, menurut Bank
Indonesia, wadi’ah adalah akad penitipan barang/uang antara pihak yang
mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan
untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang/uang.
Dilihat dari segi akadnya ada beberapa bentuk wadi`ah yaitu : Pertama,
wadiah yad amanah adalah akad penitipan barang/uang dimana penerima titipan
tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak
bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang/uang titipan yang
bukan di akibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Kedua, wadiah yad
dhamanah adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan
dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang dan
harus bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan.
Adanya unsur dua akad dalam prinsip wadiah yad dhamanah, karena di dalam
praktiknya baik produk Giro Wadiah ataupun Tabungan Wadiah, bank meminta
pihak penitip (nasabah) memberikan kewenangan kepada pihak bank untuk
mengelola titipan/asetnya, dan bank memiliki hak penuh atas hasil yang diperoleh
dari pemanfaatan titipan nasabah, yang dengan kata lain bank tidak dikenai
tanggungjawab (kewajiban) membagi hasilnya. Padahal, secara asal di dalam
prinsip wadiah, pemanfaatan suatu titipan dalam bentuk apapun hukumnya
terlarang, karena apabila telah ada unsur penggunaan oleh pihak yang dititipi
maka akadnya pun berubah. Di dalam fikih, yang demikian dikatakan sebagai
prinsip pinjam-meminjam (qard). Melalui sekilas gambaran seputar prinsip
wadiah yad dhamanah yang di dalamnya terkandung unsur wadiah dan qard,
namun lebih layak berlandaskan qard.
Wadiah pada prinsipnya adalah membantu pihak penitip, dan pihak yang
dititipi posisisnya sebagai pihak penolong. Karena itulah, sifat dari wadiah adalah
amanah. Dalam kitab I’anatut Thalibin karya Ad Dimyathy dijelaskan bahwa
10
wadhi’ah adalah: “Suatu akad yang betujuan menjaga suatu harta.22 Dalam
menjalankan praktek wadiah, dana nasabah yang dititipkan di bank syariah
mendapat jaminan aman, dan perbankan syari‟ah wajib menanggung segala
resiko yang tejadi pada dana nasabah. Selanjutnya bukan hanya menjamin,
namun lebih jauh lagi, perbankan syari‟ah memberi keuntungan yang kemudian
disebut dengan bagi hasil‟.
Jika kita cermati lebih lanjut, dapat diketahui dengan jelas bahwa wadi’ah
yang ada di perbankan syariah bukanlah wadiah yang dijelaskan dalam kitab-kitab
fiqih. Wadi’ah perbankan syariah yang saat ini dipraktekkan, lebih relevan dengan
hukum dain/piutang, karena pihak bank memanfaatkan uang nasabah dalam
berbagai proyeknya. Sebagaimana nasabah terbebas dari segala resiko yang terjadi
pada dananya. Karena alasan ini, banyak dari ulama kontemporer yang
mengkritisi penamaannya dengan wadi’ah. Dan sebagai gantinya mereka
mengusulkan untuk menggunakan istilah lain, semisal al-hisab al-jari atau yang
secara bahasa bermakna account.
Sehingga apa yang diterapkan oleh perbankan syariah sejatinya ialah akad hutang
piutang yang kemudian disebut dengan wadiah. Bila demikian tidak diragukan
keuntungan yang diperoleh nasabah darinya adalah bunga alias riba, berdasarkan
kaidah fiqih yang telah disepakati oleh ulama‟: “Setiap piutang yang
mendatangkan kemanfaatan maka itu adalah riba” (al-Qawaid anNuraniyah,
hlm. 116).
11
C. Implementasi Akad Wadi’ah pada Tabungan Faedah di BRI Syariah
KCP Metro
1. Tabungan Faedah
Tabungan faedah adalah tabungan dengan setoran awal Rp. 100.000.- dan
gratis biaya administrasi selain itu juga tabungan faedah gratis biaya ATM
bulanan.
12
b. Setoran awal Rp. 100.000,-
c. Gratis biaya administrasi bulanan
d. Gratis biaya Kartu ATM Bulanan
e. Biaya tarik tunai murah di seluruh jaringan ATM BRI, Bersama &
Prima*)
f. Biaya transfer murah atas jaringan ATM BRI, Bersama & Prima*)
g. Biaya Cek Saldo murah di jaringan ATM BRI, Bersama & Prima*)
h. Biaya debit prima murah*)
i. Dilengkapi dengan berbagai fasilitas e-channel berupa SMS Banking,
Mobile Banking, Internet Banking.
13
d. Setelah nasabah mendapat informasi dan penjelasan tentang tabungan
faedah dari bagian Customer Service dan calon nasabah bersedia menjadi
penabung selanjutnya Customer Service meminta calon nasabah untuk
melengkapi dan menandatangani formulir yang disediakan BRISyariah
KCP Metro.
n. Branch Office Supervisor (BOS) memberikan tanda tangan dan nama jelas,
kemudian diserahkan kembali kepada Customer Service.
q. Teller mencetak data nasabah pada buku tabungan yang berisikan nomer
rekening, nama, alamat, dan tanda pembukuan.
14
r. Menginput ke dalam komputer serta slip setoran dan buku tabungan yang
telah di validasi.
Tabungan faedah adalah dana titipan yang dititipkan oleh nasabah kepada
bank kemudian bank boleh memanfaatkan dana tersebut secara produktif dalam
bentuk pembiyaan berbagai jenis usaha dengan prinsip syariah. Karena nasabah
mempercayakan dananya di bank maka pihak bank meberikan bonus kepada
nasabah sebagai tanda terimakasih karena dana tersebut boleh dimanfaatkan.
Hal ini disebabkan karena tabungan faedah stabilitas nya lebih stabil
dibandingkan dengan produk penghimpun dana yang lain, Sehingga bonusnya
lebih besar. Menurut Ibu Kartika sebagai nasabah BRISyariah KCP Metro
mengenai bonus yang diberikan pihak bank dia tidak mengetahui jika ada
pemberian bonus dari pihak yang diberi titipan karena menurutnya pada saat awal
akad CS tidak menjelaskan mengenai pemberian bonus tersebut,dia hanya
mengikuti dan menyerahkan syarat pembukaan rekening dan mengisi form yang
diserahkan oleh CS.
15
BRISyariah KCP Metro menetapkan besaran bonus pada produk tabungan
faedah yaitu sebesar 1% per tahun untuk saldo minimal 1 juta.
Penarikan rekening Tabungan Faedah dapat di mesin ATM Bank lain atau
ATM bersama, namun jumlah penarikannya di batasi berbeda dengan produk
penghimpun dana yang lain yang dapat dicairkan dengan menggunakan cek, bilyet
giro, sehingga sangat labil.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya, Akad & produk bank syari’ah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.2007
18