Anda di halaman 1dari 5

MENGENAL SEJARAH PANCASILA

A. Kolonialisme Belanda

Sejarah Pancasila tidak bisa dipisahkan dari kisah perjuangan bangsa Indonesia
mengusir kolonialisme dan mendirikan Negara merdeka bernama Republik Indonesia.

Sejak kemunculan VOC di Indonesia, hingga berganti nama menjadi Hindia-Belanda,


perlawanan bangsa Indonesia tidak pernah terhenti sama sekali. Aceh baru takluk pada 1904,
sedangkan Bali dikuasai Belanda tahun 1906. Memang, perlawanan sejak kedatangan VOC
hingga 1906 itu mengalami kekalahan.

Baru setelah memasuki abad ke-20 muncul semangat perlawanan baru, yaitu
kebangsaan Indonesia atau nasionalisme Indonesia.

Pergerakan nasional di masa awal pun masih memakai nama Hindia. Misalnya
Indische Partij, yang didirikan oleh tiga serangkai Ernest Douwes Dekker, Tjipto
Mangkukusumo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), menggunakan nama
“Hindia”.Kemudian banyak diganti perubahan menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Di tanah
air, organisasi pertama yang memakai nama Indonesia adalah Partai Komunis Indonesia pada
tahun 1924—sebelumnya bernama Perserikatan Komunis Hindia.

B. Soekarno dan Pembuangan ke Ende

Pada 4 Juli 1927, Soekarno bersama mahasiswa lain yang tergabung dalam Studie
Club mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Setahun kemudian berganti nama
menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Soekarno dan PNI berjasa besar dalam
mempopulerkan nama Indonesia.Jauh sebelum mendirikan PNI, Soekarno sudah gandrung
bicara persatuan. Tidak ada kemerdekaan tanpa persatuan nasional, kata dia. Tahun 1926, dia
menulis risalah berjudul “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme”, yang menganjurkan
persatuan di kalangan pergerakan untuk mengusir Belanda. Desember 1929, karena
politiknya yang radikal, Sukarno ditangkap Belanda. Dia kemudian dijebloskan ke penjara
Bantjeuj di Bandung, Jawa Barat

Soekarno keluar penjara tahun 1931 dan langsung kembali ke dunia pergerakan. Tak
lama kemudian, tepatnya 1933, dia menulis artikel yang keras, Mencapai Indonesia Merdeka,
yang mengantarkannya pada penjara dan pembuangan. Tahun 1933, Sukarno kembali
ditangkap, tetapi kali ini mengalami pembuangan. Dia dibuang ke Ende, Flores,
Nusatenggara timur.Namun, karena sakit Malaria, tahun 1938, Soekarno dipindahkan ke
Bengkulu. Di Bengkulu, kekuasaan Belanda dikalahkan oleh Jepang. Pada tahun 1942, demi
kepentingan Jepang, Soekarno dikembalikan ke Jakarta.

C. Sidang BPUPKI

Di awal 1945, tanda-tanda melemahnya kekuasaan fasisme Jepang mulai terlihat.


Untuk itu, pemerintah pendudukan Jepang mulai menjanjikan Kemerdekaan kepada
Indonesia. Tanggal tangga 29 April 1945, dibentuklah badan bernama Dokuritsu Junbi
Cosakai alias Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan
yang beranggotakan 59 orang ini didominasi oleh tokoh-tokoh pergerakan, termasuk Sukarno
dan Hatta. Tugas BPUPKI adalah merancang pembentukan negara Indonesia.

BPUPKI memulai sidang pertamanya tanggal 29 Mei 1945. Sidang pertama ini
berlangsung hingga tanggal 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini, berbagai tokoh berpidato
tentang negara Indonesia, seperti Mohammad Yamin, Soepomo, dan Hatta. Namun, dari
semua tokoh yang berpidato, tak satupun yang menyinggung dan menjawab pertanyaan
Ketua BPUPKI, dr. Radjiman Wediodiningrat: "Jika Indonesia merdeka, di atas dasar apa
negara ini akan kita dirikan?"

Baru pada saat giliran Soekarno, yang berpidato pada tanggal 1 Juni 1945, pertanyaan
itu terjawab. Soekarno berpidato tentang arti penting Philosofische grondslag (filosofi dasar)
dan Weltanschauung (pandangan hidup) bagi sebuah negara yang merdeka. Sukarno juga
menguraikan lima nilai dasar filosofis tersebut, yakni kebangsaan, kemanusiaan, demokrasi
atau mufakat, keadilan sosial dan percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Sukarno kemudian
menamai lima nilai filosofi dasar itu dengan nama Pantja-Sila atau Pancasila.

Pidato Soekarno mendapat tepuk-tangan bergemuruh dari peserta sidang. Usulannya


disetujui. Untuk mematangkan rumusan Sukarno itu, dibentuklah Panitia Sembilan yang
diketuai oleh Soekarno sendiri. Panitia Sembilan inilah yang mengubah sedikit urutan
rumusan Soekarno: Ketuhanan pindah ke sila pertama, dan ditambahi kata-kata “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Rumusan ini disebut
Piagam Djakarta. Karena itu, Soekarno boleh dikatakan sebagai penemu dari Pancasila.
Tetapi dia sendiri menolak istilah “penemu” itu. Menurutnya, lima nilai dasar itu sudah ada
dan hidup di bumi Indonesia jauh sebelum kolonialisme datang. Hanya sempat terkubur oleh
kolonialisme. Soekarno hanya menggalinya kembali. Maka ada istilah: Sukarno penggali
Pancasila.

Pancasila ditetapkan sebagai Dasar Negara pada tanggal 18 Agustus 1945, dengan
mengubah bunyi sila pertama Piagam Djakarta, menjadi: Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Tahun 1947, Departemen Penerangan Republik Indonesia (RI)
mempublikasikan pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 dengan nama Lahirnya Pancasila.
Kata pengantar buku tersebut ditulis oleh Ketua BPUPKI, Radjiman Wedyodiningrat,
menyebut bahwa pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari Lahirnya Pancasila.
Sedangkan peringatan 1 Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila baru dimulai secara resmi di
tahun 1964.

D. Lambang Garuda Pancasila

Desain Garuda dengan lima perisainya mulai muncul tahun 1950. Tahun 1950,
pemerintahan RIS menyelenggarakan sayembara desain lambang negara. Ada dua desain
yang menang: karya Sultan Hamid II dan karya Mohammad Yamin. Tetapi karya Yamin
gugur, karena menggunakan sinar-sinar matahari yang identik dengan fasisme Jepang.
Alhasil, pemenangnya adalah desain karya Sultan Hamid II, putra sulung Sultan Pontianak
ke-6.

Desain Sultan Hamid II menyerupai Garuda tunggangan suci Dewa Wisnu, yang
banyak ditemukan dalam arca dan relief candi-candi Nusantara. Dalam desain awal itu,
Garuda duduk di atas takhta bunga dengan dada terlindungi perisai. Kemudian, setelah
dialog dengan Soekarno dan Hatta, desain Sultan Hamid II itu disempurnakan. Sang Garuda
tidak lagi duduk bertakhta di atas bunga teratai, tetapi Garuda dengan sayap membentang dan
dua tangan memegang perisai Pancasila. Ditambah juga dengan pita putih yang dijepit oleh
kaki Garuda dengan tulisan “Bhineka Tunggal Ika”. Tetapi kepala Garuda masih gundul dan
belum berjambul. Desain ini kemudian diperkenalkan Soekarno kepada khalayak ramai di
Hotel Des Indes, Jakarta, pada 15 Februari 1950. Desain Sultan Hamid II ini kemudian
disempurnakan oleh pelukis Istana, Dullah. Dengan penambahan jambul dan posisi cakar
kaki mencengkeram pita dari depan.

E. Lagu “Garuda Pancasila”

Lirik lagu Garuda Pancasila, seperti yang kita nyanyikan sekarang, digubah oleh
seorang komponis muda anggota Lembaga Kesenian Rakyat (LEKRA) bernama Sudharnoto.
Komponis kelahiran Kendal, Jawa Tengah, itu menggubah lagu Garuda Pancasila pada tahun
1956. Namun, karena peristiwa G 30 S/1965, Sudharnoto ditangkap dan dipenjara oleh rezim
Orde Baru. Keluar dari penjara, penggubah lagu Garuda Pancasila ini berjuang hidup dengan
menjadi penyalur es petojo, sopir taksi, dan pemain orkes.

F. Manipulasi Sejarah Pancasila

Pada masa Orde Baru berlangsung intensif apa yang disebut “De-Sukarnoisasi”, yaitu upaya
menghapus peranan dan pemikiran Sukarno dalam perjuangan bangsanya dalam ingatan
rakyat Indonesia. Salah satu bentuk dari proyek de-Sukarnoisasi itu adalah manipulasi sejarah
Pancasila. Orde baru melalui ideolognya, Nugroho Notosusanto, mulai menyusun sejarah
manipulatif yang menghilangkan peran Soekarno sebagai penggali Pancasila.

Dalam uraian Nugroho, Soekarno bukanlah penemu Pancasila, orang pertama yang
mempidatokan lima dasar itu adalah Mohammad Yamin. Soekarno hanya memberi nama
“Pancasila”. Nugroho juga menyebut rumusan Pancasila yang otentik adalah yang termaktub
dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945. Klaim Nugroho itu
menuai banyak bantahan. Pada Januari 1975, dibentuk Panitia Lima yang terdiri dari
Mohammad Hatta, Ahmad Soebardjo, A.A. Maramis, A.K. Pringgodidgo, dan Soenario—
semua bekas anggota BPUPKI. Panitia Lima menegaskan bahwa Sukarnolah yang
pertamakali berpidato tentang lima dasar yang kelak dinamai Pancasila. Mereka membantah
klaim Yamin dan menuduhkan “pinter nyulap”.

Yamin sendiri diketahui menyembunyikan dokumen arsip Sidang BPUPKI dari


Pringgodigdo (Pringgodigdo Archief), yang memuat arsip pidato tokoh-tokoh yang berpidato
dalam sidang BPUPKI dari tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Dokumen itu baru ditemukan
kembali oleh seorang sejarawan UI, AB Kusuma, pada tahun 1990. Dokumen itu membantah
klaim Yamin dan Nugroho Notosutanto. Selain memanipulasi sejarah penemu Pancasila,
Orde Baru juga melarang peringatan Hari Lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni sejak tahun
1970. Sebagai gantinya, Orde Baru menjadikan tanggal 1 Oktober, yang identik dengan
keberhasilan Soeharto menumpas G.30 S/PKI, sebagai hari Kesaktian Pancasila. Hari
lahirnya Pancasila baru dirayakan kembali tahun 2010 dan dinyatakan hari Libur Nasional
oleh Presiden Joko Widodo sejak 2017.

G. Penyelewengan Pancasila

Di masa Orde Baru, kendati Pancasila masih diakui sebagai Dasar Negara, tetapi
prakteknya banyak menyimpang. Mulai dari penggunaan Pancasila sekedar sebagai alat
“menjaga stabilitas” hingga penjaga kekuasaan Orde Baru. Di zaman itu, siapapun yang
mengeritik kebijakan pemerintah dicap “anti-Pancasila”.

Kendati Pancasila tetap diakui sebagai Dasar Negara, tetapi perilaku dan kebijakan
penyelenggara negara tetap memunggungi nilai-nilai Pancasila.

H. Pancasila sebagai “Meja Statis” dan “Leitstar Dinamis”

Bung Karno, sang penggali Pancasila, pernah bicara tentang Pancasila sebagai “Meja
Statis” dan “Leitstar Dinamis”. Pancasila sebagai “meja statis”berarti Pancasila sebagai dasar
negara atau fondasi bernegara yang statis, kokoh, tidak berubah sampai kapan pun. Di sini,
nilai-nilai Pancasila menjadi fondasi atau titik temu berbagai keragaman manusia Indonesia
dari suku, agama, ras, adat-istiadat, dan corak berpikir. Sebagai meja statis, Pancasila menjadi
dasar negara yang mempersatukan Bangsa Indonesia. Tetapi Pancasila juga sebagai leitstar
atau bintang pimpinan yang memberi arah bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam
menggapai cita-cita nasionalnya. Ibarat kita sedang menumpang kapal di tengah laut, agar
sampai di pelabuhan yang bernama masyarakat adil dan makmur, maka Pancasila menjadi
bintang penuntun arahnya. Dan sebagai leitstar, Pancasila harus dinamis, harus selalu senapas
dengan perkembangan zaman.

Anda mungkin juga menyukai