Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebuah keniscayaan bahwa masyarakat Indonesia yang berkarakter baik


dan terpuji menurut ukuran yang berlaku secara universal didik dan dibangun
dengan bahasa Indonesia. Namun pada saat bersamaan juga tidak dapat dielakkan
bahwa warga bangsa Indonesia yang tidak terpuji juga tumbuh dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian bahasa Indonesia dapat
berperan membangun karakter yang baik dan dapat pula memunculkan karakter
yang tidak baik. Dalam konteks ini bahasa Indonesia hanyalah sebagai alat semata
yang potensial untuk membangun karakter kepribadian bangsa, dan hal yang sama
berlaku sebaliknya. Kita menyaksikan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari
interaksi intrapersonal, interpersonal, maupun yang meluas pada kehidupan
berbangsa dan bertanah air, bahasa memegang peran utama. Peran tersebut
meliputi bagaimana proses mulai dari tingkat individu hingga suatu masyarakat
yang luas memahami diri dan lingkungannya. Sehingga pada saat inilah fungsi
bahasa secara umum, yaitu sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan
alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, memberikan perannya. Peran
penting bahasa Indonesia adalah alat untuk membentuk kepribadian dan karakter.
Pada awal pertumbuhan bahasa Indonesia, setiap warga pengguna bahasa
Indonesia sangat berhati-hati “berbicara” karena bahasa (yang digunakan
pemakainya) adalah sebagai refleksi kepribadian. Istilah “budi bahasa” merujuk
kepada pentingnya bahasa digunakan untuk mengekspresikan sikap dan
kepribadian terpuji. Jika dikatakan “pelihara budi bahasa” maka nasihat itu
bertujuan untuk menjaga prilaku yang sopan dan bahasa yang santun. Sopan dapat
dirujuk pada prilaku atau perbuatan dan santun dapat dirujuk kepada pembicaraan
yang terpelihara dan hal ini membuktikan bahwa misi pertama menggunakan
bahasa Indonesia adalah untuk membentuk prilaku atau karakter. Harapan yang
ditumpukan kepada pengguna bahasa Indonesia adalah agar selalu menjaga
kesantunan dalam berprilaku dan berbahasa hingga dimunculkan suatu istilah
“bahasa menunjukkan bangsa”, dengan mengadopsi istilah itu dapat juga
dielaborasi menjadi “bahasa menjukkan karakter atau bahasa menunjukkan
kepribadian”.
Dengan demikian tidak terlalu salah jika kita ingin mengemas bahasa
Indonesia sebagai salah satu aspek untuk membentuk karakter kepribadian bangsa
pada masyarakat Indonesia masa kini terutama masyarakatnya yang terdidik.
Dewasa ini peran bahasa telah dieleminir oleh kehidupan modern. Saragih (2010)
mengambarkan bagaimana terjadinya kriris identitas bangsa sebagai akibat
melemahya peran bahasa, sebagai berikut. Di samping krisis identitas sebagai
bangsa, sebagian orang Indonesia juga mengalami krisis identitas sebagai suku
bangsa. Sejumlah bahasa daerah telah, sedang, dan akan musnah. Kepunahan
bahasa daerah akibat berbagai hal, tetapi sebagian besar akibat penuturnya
meninggalkan atau tidak mau menggunakan bahasa itu. Bahasa daerah dianggap
ketinggalan zaman atau tidak bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Jika
satu bahasa daerah musnah, itu berarti bahwa ideologi, budaya, situasi atau
kebijakan terhadap alam dan sosial semesta dalam bahasa itu yang telah dibangun
melalui evolusi bertahun-tahun akan musnah. Kenyataan penggunaan bahasa
asing secara tidak proporsional, musnahnya bahasa daerah, dan berleluasanya
pengambilan aset budaya Indonesia oleh negara tetangga merupakan fakta bahwa
bangsa Indonesia sedang menghadapi atau mengalami krisis jati diri yang dahsyat
sebagai bangsa dan sebagai suku bangsa. Hal ini terjadi akibat ketidaktahuan
terhadap peran bahasa dalam kehidupan dan kualitas hidup yang rendah.
Satu hal yang perlu diperhatikan agar tujuan bahasa Indonesia dapat
membangun karakter kepribadian bangsa adalah jelasnya persepsi antara
perbedaan pengajaran bahasa Indonesia dan pedidikan bahasa Idonesia. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa pengajaran bahasa Indonesia adalah pengajaran
mengenai teks berbahasa Indonesia yang meliputi mulai dari ejaan, kosa kata,
kalimat hingga wacana. Sementara pendidikan bahasa Indonesia adalah fokus
terhadap siswa atau mahasiswa yang belajar bahasa Indonesia. Dalam kaitan ini
mungkin dapat dikatakan bahwa pengajaran bahasa Indonesia menjadi ranah guru
bahasa Indonesia dan pendidikan bahasa Indonesia menjadi ranah semua profesi
atau lintas bidang. Atau dengan kata lain apa yang disebut dengan “kompetensi
berbahasa” berbeda dengan “kompetensi linguistik”. Kompetensi berbahasa
Indonesia menjadi tanggung jawab semua elemen masyarakat terutama
masyarakat akademis sementara kompetensi linguistik merupakan tanggung jawab
guru bahasa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apa pengertian kepribadian?
2) Apa saja faktor-faktor mempengaruhi kepribadian?
3) Bagaimana hubungan bahasa dengan pengembangan kepribadian?
4) Apa fungsi bahasa dalam pengembangan kepribadian?

1.3 Tujuan
1) Dapat mengetahui pengertian kepribadian.
2) Dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian.
3) Dapat mengetahui hubungan bahasa dengan pengembangan kepribadian.
4) Dapat mengetahui fungsi bahasa dalam pengembangan kepribadian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bahasa

Berbagai pengertian bahasa telah dirumuskan para pakar bahasa, sebagai


berikut:

a) Menurut Harimurti Kridalaksana bahasa adalah system lambing berupa


bunyi arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk
bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikassi diri.
b) Menurut Wojowasito bahasa adalah alat manusia mengungkapkan pikiran,
perasaan, pengalaman yang terdiri dari lambing-lambang bahasa.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang berfungsi sebagai alat


komunikasi mempunyai peran sebagai penyampai informasi. Kebenaran
berbahasa akan berpengaruh pada kebenaran informasi yang disampaikan.
Berbahasa Indonesia yang baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi yang
terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi
dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa
Indonesia yang benar menjadi prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini
sering menggunakan bahasa baku. Kendala yang harus di hindari dalam
pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti
interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari
sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang
digunakan menjadi tidak baik. Berbahasa yang baik dapat di tempatkan pada
kondisi resmi atau pada pembicaraan santai dengan mengikuti kaidah berbahasa
Indonesia di dalamnya.

2.2 Pengertian Kepribadian

Calvin S.Hall dan Garder Limdzey,1993 Kepribadian adalah prospektif


dalam arti bahwa ia melihat kedepan ke arah garis perkembangan sang pribadi
dimasa depan dan retrospektif dalam arti bahwa ia memperlihatkan masa lampau .
Menurut Eysenk 2004, kepribadian adalah keseluruhan pola tingkah laku actual
maupun potensial dari organism, sebagaimana ditentukan dari keturunan dan
lingkungan.

Menurut Cettel 2006, Kepribadian merupakan suatu prediksi mengenai apa yang
dilakukan seseorang terhadap situasi yang dihadapi.

Menurut jung 2006, Kepribadian adalah totalitas segala peristiwa psikis yang
didasari maupun tidak disadari.

Dalam personality development Through Positive Thinking 2004, Amit


Abraham mendefinisikan kepribadian adalah pola-pola pemikiran, perasaan, dan
prilaku yang tertanam dalam-dalam dan relative permanen. Kepribadian
menyiratkan prediktabilitas tentang bagaimana seseorang akan beraksi dalam
keadaan yang berbeda-beda. Kepribadian juga merupakan jumlah total
kecenderungan bawaan atau herediter dengan berbagai pengaruh dari lingkungan
serta pendidikan, yang membentuk kondisi kejiwaan seseorang dan
mempengaruhi sikapnya terhadap kehidupan (Weller, 2005). Berdasarkan
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepribadian meliputi segala corak
perilaku dan sifat yang khas dan dapat diperkirakan pada diri seseorang, yang
digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap rangsangan, sehingga
corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi
individu itu.

2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian.


Menurut Purwanto (2006) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
kepribadian antara lain:
1. Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan
jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan
genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar,
saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita mengetahui
bahwa keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah
menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat kita lihat
pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat
jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan,
dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-
masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting pada
kepribadian seseorang.
2. Faktor Sosial
Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat ; yakni
manusia-manusia lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk
juga kedalam faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat,
peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku
dimasyarakat itu. Sejak dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan
orang-orang disekitarnya. Dengan lingkungan yang pertama adalah
keluarga. Dalam perkembangan anak, peranan keluarga sangat penting
dan menentukan bagi pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan
dan suasana keluarga yang berlainan memberikan pengaruh yang
bermacam-macam pula terhadap perkembangan kepribadian anak.
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak
kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi
anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu merupakan
pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima anak masih
terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat tinggi
karena berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu
diterima dalam suasana bernada emosional. Kemudian semakin besar
seorang anak maka pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial
makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan
kepribadian.
3. Faktor Kebudayaan
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-
masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di
mana seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang
sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian
antara lain:
1) Nilai-nilai (Values)
Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang
dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam
kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu
masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras
dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.
2) Adat dan Tradisi.
Adat dan tradisi yang berlaku disuatu daerah, di samping
menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-
anggotanya, juga menentukan pula cara-cara bertindak dan
bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian
seseorang.
3) Pengetahuan dan Keterampilan.
Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang
atau suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya
kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan suatu
masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara
kehidupannya.
4) Bahasa
Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di
atas, bahasa merupakan salah satu faktor yang turut
menentukan cirri-ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat
hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki
bahasa itu. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan alat
berpikir yang dapat menunukkan bagaimana seseorang itu
bersikap, bertindak dan bereaksi serta bergaul dengan orang
lain.
5) Milik Kebendaan (material possessions)
Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin
maju dan modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi
keperluan hidupnya. Hal itu semua sangat mempengaruhi
kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu.

2.3 Pengembangan Kepribadian

Dalam pembangunan, dilema dan tantangan, 2004, Moeljarto


Tjokrominoto berpengertian bahwa pengembangan kpribadian mencakup berbagai
kualitas, seperti religiusitas, moralitas, penghayatan, wawan kebangsaan,
kemandirian, kreativitas, dan ketahanan mental. Secara lebih spesifik,
pengembangan aspek-aspek kepribadian seperti aktivitas mandiri, ketahan mental,
etos kerja, disiplin, diletakkan dalam konteks religious, moralitas, dan
penghayatan waawaasan kebangsaan.

2.3.1 Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian


Perkembangan kepribadian menurut Jean Jacques Rousseau dalam Dalyono,
2002 berlangsung dalam beberapa tahap yaitu:

1) Tahap perkembangan masa bayi (sejak lahir- 2 tahun)


Tahap ini didominasi oleh perasaan. Perasaan ini tidak tumbuh dengan
sendiri melainkan berkembang sebagai akibat dari adanya reaksi-reaksi
bayi terhadap stimulus lingkungan.

2) Tahap perkembangan masa kanak-kanak (umur 2-12 tahun)


Pada tahap ini perkembangan kepribadian dimulai dengan makin
berkembangnya fungsi indra anak dalam mengadakan pengamatan.

3) Tahap perkembangan pada masa preadolesen (umur 12- 15 tahun)


Pada tahap ini perkembangan fungsi penalaran intelektual pada anak
sangat dominan. Anak mulai kritis dalam menanggapi ide orang lain. anak
juga mulai belajar menentukan tujuan serta keinginan yang dapat
membahagiakannya.
4) Tahap perkembangan masa adolesen (umur 15- 20 tahun)
Pada masa ini kualitas hidup manusia diwarnai oleh dorongan seksualitas
yang kuat, di samping itu mulai mengembangkan pengertian tentang
kenyataan hidup serta mulai memikirkan tingkah laku yang bernilai moral.

5) Tahap pematangan diri (setelah umur 20 tahun)


Pada tahap ini perkembangan fungsi kehendak mulai dominan. Mulai
dapat membedakan tujuan hidup pribadi, yakni pemuasan keinginan
pribadi, pemuasan keinginan kelompok, serta pemuasan keinginan
masyarakat. Pada masa ini terjadi pula transisi peran social, seperti dalam
menindaklanjuti hubungan lawan jenis, pekerjaan, dan peranan dalam
keluarga, masyarakat maupun Negara. Realisasi setiap keinginan
menggunakan fungsi penalaran, sehingga dalam masa ini orang mulai
mampu melakukan “self direction” dan “self control”. Dengan
kemampuan inilah manusia mulai tumbuh dan berkembang menuju
kematangan pribadi untuk hidup mandiri dan bertanggung jawab.

2.4 Hubungan Bahasa dengan Pengembangan Kepribadian

Melalui pembelajaran, penguasaan bahasa Indonesia dapat


mengembangkan berbagai kecerdasan, karakter dan kepribadian. Orang yang
menguasai bahasa Indonesia secara aktif dan pasif akan dapat mengekspresikan
pemahaman dan kemampuan dirinya secara sistematis, logis dan lugas. Hal ini
dapat menandai kemampuan mengorganisasi karakter dirinya yang terkait dengan
potensi daya pikir, emosi, keinginan, dan harapannya. Yang kemudian
diekspresikannya dalam berbagai bentuk artikel,proposal proyek, penulisan
laporan, dan lamaran pekerjaan. Disisi lain, orang yang menguasai bahasa
Indonesia dengan baik akan mampu pula memahami konsep-konsep, pemikiran,
dan pendapat orang lain. Kemampuan ini akan dapat mengembangkan karakter
dan kepribadiannya melalui proses berpikir sinergis, yaitu kemampuan
mengahasilkan konsep baru berdasarkan pengalaman yang sudah dimilikinya
bersamaan dengan pengalaman yang baru diperolehnya. Dampaknya, oarang yang
berkarakter demikian akan menjadi lebih cerdas dan kreatif dalam memanfaatkan
situasi, stimulus, dan pengalaman baru yang diperolehnya.

Kecerdasan yang didukung oleh kepribadian dan moral yang tinggi


memungkinkan setiap orang senantiasa menggali potensi yang ada disekitarnya
dan mengembangkannya menjadi kreatifitas baru. Kecerdasan ini memungkinkan
seseorang memiliki kepekaan yang tinggi untuk memanfaatkan kekayaan budaya,
seni,iptek, dan kekayaan alam menjadi sumber kreatifitas baru yang tidak akan
pernah habis. Misalnya : merekayasa cerita klasik Baratayuda kedalam kreatifitas
baru untuk konsumsi masyarakat modern dan mengolahnya kedalam situasi, gaya
dan versi baru sehingga memenuhi tuntutan masyarakat modern. Tokoh
GatotKaca misalnya dapat dijadikan cerita yang menarik tentang
kepahlawanannya dalam peperangan di ruang angkasa lengkap dengan pakaian
astronotnya yang dibumbui dengan romantismenya bersama Pergiwa (istrinya)
dalam paduan neoklasik disertai sentuhan teknologi modern. Dampaknya,
mahasiswa cerdas, berkepribadian, dan mampu menjadikan bangsa ini berkualitas
tanpa kehilangan akar budayanya.

Untuk mewujudkan kecerdasan dan kepribadian tersebut mahasiswa


dibekali keterampilan berbahasa yang secara alami diawali denagn pemahaman
fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi dalam berbagai ragam kebahasaan.
Selanjutnya, mahasiswa dibekali keterampilan bagaimana mendapatkan ide
ilmiahmengorganisasikannya dengan kerangka karangan sebagai kerangka
berfikir, dan mengekspresikannya dengan ejaan yang benar, pilihan kata yang
tepat, kalimat yang efektif, dan paragraf yang benar dalam sebuah karangan.

Untuk menyempurnakan karangan tersebut, mahasiswa dibekali


pengetahuan dan keterampilan menyunting naskah. Daripadanya, mereka
diharapkan dapat manulis karangan ilmiah (opini, artikel, makalah, paper, skripsi)
yang berkualitas. Untuk memperkaya keterampilan tersebut mahasiswa dibekali
pengalaman menulis resensi buku. Pengayaan ini, secara kognitif, diharapkan
dapat meningkatkan kemampuannya sehingga dapat menyempurkan karya ilmiah
yang ditulisnya.
2.4.1 Fungsi Bahasa dalam Pengembangan Kepribadian

Fungsi bahasa Indonesia sebagai matakuliah pengembang kepribadian


diarahkan pada kemampuan berbahasa yang baik ( dapat diterima oleh orang lain)
dan benar (sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia). Fungsi tersebut mencakup
berbagai aspek :

1) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi ilmiah dalam berbagai


media lisan maupun tulisan.
2) Mengembangkan kemampuan akademis.
3) Mengembangkan berbagai sikap, seperti sikap ilmiah, sikap paradigmatis
dalam mengembangakan pola-pola berfikir, dan sikap terpelajar dalam
mengaktualisasi hasil belajarnya.
4) Mengembangakan kecerdasan berbahasa.
5) Mengembangkan kepribadian terutama menciptakan kreativitas baru
terkait dengan pengalaman, pengetahuan, potensi, dan situasi baru yang
dihadapinya, serta kemampuan mengekpresikannya
6) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi antarpribadi sehingga
memantapkan perkembangan pribadinya, dan
7) Mengembangkan kemampuan sebagai lambang bangsa dan negara.

2.4.2 Peran Bahasa dalam Pengembangan Kepribadian

Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena


bahasa merupakan ala komunikasi manusia dalam kehidupan sehari-hari (Barus,
2013). Bahasa termasuk media komunikasi maka bahasa merupakan cermin
kepribadian seseorang artiny melalui bahasa seseorang dapat diketahui
kepribadiannya atau karakternya (Pranowo, 2009: 3). Dengan demikian, bahasa
merupakan salah satu bidang yang memegang peranan penting untuk membentuk
karakter seseorang.

Menurut Mussen dkk 1988, mengemukakan hubungan Bahasa dalam


Pengembangan Kepribadian sebagai berikut:

a) Membedakan dan menghasilkan bunyi


Bayi yang baru lahir dapat membedakan suara percakapan dari suara-suara
lain dalam lingkungan dan menanggapinya secara berbeda. Sejak lahir
bayi menghasilkan sejumlah variasi suara tangis. Orangtua kadang-kadang
dapat mengenali tangis banyinya dengan tepat, apakah karena lapar,
kesakitan, attau merasa bosan. Tetapi mereka mungkin lebih
menentukannya dari hal yang diketahuinya dibandingkan dari tangis bayi.
Pada usia 3 bulan bayi dapat membedakan antara suara ibunya dan suara
wanita lain. Penemuan ini menunjukkan bahwa seperti halnya seekor
burung yang secara biologis siap membedakan nyanyian burung
sejenisnya sendiri dengan suara dari jenis lainnya yang dikarenakan
mungkin disebabkan sturuktur susunan saraf pusat), bayi manusia
dipersiapkan secara biologis untuk membedakan percakapan dari suara
lain dan mungkin juga utnuk membedakan suar orang lain.
Sekitar usia 5 sampai 6 bulan bayi sudah mulai mengoceh. Bayi
menggabungkan bunyi huruf hidup dan mati dalam rangkainan kata seperti
bababa dan dadada yang kadang-kadang kedengaran seperti pembicaraan
sebenarnyadengan intonasi naik turun. Mengoceh umumnya akan
meningkat sapai usia 9 dan 12 bulan, kemudian menurun setelah kata-kata
pertama dihasilkan. Banyak anak kecil yang tetaap mengoceh bila
berkomunikasi dengan orangtuanya atau berbicara atau dengan boneka
atau mainan lainnya. Jumlah frekuensi mengoceh tidak dapat meramalkan
kemampuan berbahasa kelak.

b) Kata-kata pertama
Menurut suatu penelitian, seorang anak rata-rata mengerti 50 kata sebelum
ia menghasilkan 10 kata. Dalam periode dinni perbendaharaan kata yang
dapat dimengerti 5 kali lebih besar dari perbendaharaan kata yang dapat
diucapkan. Bayi dapat diteliti tidak dapat mengucapkan 50 kata hingga 5
bulan setelah ia mengerti sebanyak jumlah tersebut. Pada permulaan tahun
kedua anak-anak menambah lebih dari 20 kata baru per bulan dalam
perbendaharaan kata yang dimengerti dan 9 kata baru perbulan dalam
perbendaharaan kata yang dihasilkan.
Untuk menyimpulkan tujuan seorang anak atau artinya yang lengkap, kita
perlu mempertimbangkan keadaan dan konteks ocehannya.

c) Pengembangan arti kata


Seringkali bayi membentuk cara efektif untuk mengetahui nama benda
dari orangtuanya. Sebagai orang dewasa kita dapat memberi nama benda
pada beberapa tingkat umum yang berbeda. Seekor anjing dapat diberi
nama Yogi. Kebanyakan istilah yang dipelajari semula oleh seorang anak
adalah pada tingkat menengah umum. Orangtua dan guru taman kanak-
kanak biasanya memberi nama benda-benda pada tingkat menengah ini
bagi anak usia 2 atau 3 tahun, walaupun mereka mungkin menggunakan
istilah lain bila berbicara dengan orang dewasa.
Seringkali arti kata yang diberikan seorang anak cukup berebeda dengan
arti yang dikenal oleh orang dewasa. Anak-anak juga memperluar arti dari
kata-kata dini yang umum yang tidak berhubungan dengan satu benda dan
tidak dapat dimasukkan secara umum atas dasar presepsi atau kesamaan
fungdi seperti lebih, semua, naik, dan disana. Mereka menggunakan kata-
kata ini dalam variasi konteks yang luas dan dalam hubungannya dengan
banyak benda dan kegiatan yang berbeda-beda. Sebagai contoh seorang
anak menggunakan kata pakai dan lepas saat memakai kais kakinya,
memakai atau melepaskan. Tampaknya kata depan secara umum diartikan
sebagai suatu tinfakan yang mencakup pemisahan atau penyatuan benda.

d) Pengembangan Tata Bahasa


Jika perbendaharaan kata mereka mencapai 50 kata pada usia 18 bulan
hingga 2 tahun, anak-anak mulai menggabungkan dua kata menjadi satu.
Lihat benda, lempat bola. Setelah gabungan dua kata ini tibul, jumlah
gabungan kata-kata berbeda meningkat secara lambat, kemudian secara
tiba-tiba melonjak dengan cepat.

e) Kemahiran Berbahasa
Anak-anak juga dapat diajari menggunakan bentuk tata bahasa yang
kompleks contohnya, bentuk benar dan salah untuk kata majemuk dan kata
kerja, cara belajar merangkai kata-kata dalam kalimat melalui contoh.
Dalam suatu percobaan ditunjukkan aspek belajar secara meniru seperti
anak kecil diajar menghasilkan bentuk konstruksi bahasa yang sulit.

BAB IIII

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1) Kepribadian adalah pola-pola pemikiran yang meliputi segala corak


perilaku dan sifat yang khas dan dapat diperkirakan pada diri seseorang,
yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap
rangsangan, sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan
fungsional yang khas bagi individu itu.
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian antara lain:
a) Faktor biologis ialah faktor yang berhubungan dengan keadaan
jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan
genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar,
saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya.
b) Faktor sosial ialah masyarakat ; yakni manusia-manusia lain disekitar
individu yang bersangkutan. Termasuk juga kedalam faktor sosial
adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan
sebagainya yang berlaku dimasyarakat itu.
c) Faktor kebudayaan.
3) Hubungan bahasa dengan pengembangan kepribadian ialah Untuk
mewujudkan kecerdasan dan kepribadian tersebut mahasiswa dibekali
keterampilan berbahasa yang secara alami diawali denagn pemahaman
fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi dalam berbagai ragam
kebahasaan. Selanjutnya, mahasiswa dibekali keterampilan bagaimana
mendapatkan ide ilmiahmengorganisasikannya dengan kerangka karangan
sebagai kerangka berfikir, dan mengekspresikannya dengan ejaan yang
benar, pilihan kata yang tepat, kalimat yang efektif, dan paragraf yang
benar dalam sebuah karangan
4) Fungsi bahasa dalam pengembangan kepribadian diantararnya yakni:
a) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi ilmiah dalam berbagai
media lisan maupun tulisan.
b) Mengembangkan kemampuan akademis.

Daftar Pustaka

Barus,S.,dkk., (2014), Pendidikan Bahasa Indonesia, Medan: UPT MKU Unimed.

Hugher,A.G., dan E,H.Hughes., (2015), Psikologi Pembelajaran Teori dan


Terapan, Bandung: Penerbit Nuansa Cendikia.

Kuncoro., (2009), Psikologi Kepribadian, Kediri: Universitas Nusantara PGRI


Kediri.

Mussen, P.H., dkk., (1988), Perkembangan dan Kepribadian Anak, Jakarta:


Penerbit Erlangga.

Wahib, A., (2015), Konsep Orangtua dalam


Membangun Kepribadian Anak, Jurnal Paradigma, Vol 2 (1).

Anda mungkin juga menyukai