Anda di halaman 1dari 15

Sepsis Puerperalis

BAB I

PENDAHULUAN

Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik-buruknya keadaan pelayanan kebidanan
(maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (maternal mortality).
Menurut definisi WHO “kematian maternal ialah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam
42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan
tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan”. Sebab-sebab kematian ini dapat dibagi dalam
2 golongan, yakni yang langsung disebabkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan dan
nifas, dan sebab-sebab yang lain seperti penyakit jantung, kanker, dan sebagainya (associated
causes).

Angka kematian maternal (maternal mortality rate) ialah jumlah kematian maternal diperhitungkan
terhadap 1000 atau 10.000 kelahiran hidup, kini di beberapa negara malahan terhadap 100.000
kelahiran hidup1 .

Kemajuan yang telah dicapai dalam kira-kira setengah abad terakhir telah diumumkan oleh banyak
penulis. Di Inggris angka kematian menurun dari 44,2 per 10.000 kelahiran dalam tahun 1928
menjadi 2,5 per 10.000 dalam tahun 1970 (Chamberlain dan Jeffcoate, 1966, Stallworthy, 1971).
Perkembangan ini terlihat pula pada semua negara-negara maju; umumnya angka kematian
maternal kini di negara-negara itu berkisar antara 1,5 dan 3,0 per 10.000 kelahiran hidup1 .

Angka kematian yang tinggi setengah abad yang lalu umumnya mempunyai tiga sebab pokok: (1)
masih kurangnya pengetahuan mengenai sebab-musabab dan penanggulangan komplikasi-
komplikasi penting dalam kehamilan, persalinan, serta nifas; (2) kurangnya pengertian dan
pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi; dan (3) kurang meratanya pelayanan kebidanan yang
baik bagi semua yang hamil. Salah satu yang termasuk ke dalam sebab-sebab penting kematian
maternal ialah sepsis puerperalis 1 .

Walaupun Semmelweiss sudah pada tahun 1874 menunjukkan bahwa sepsis puerperalis disebabkan
oleh infeksi dan bahwa dokter dan bidan seringkali merupakan pembawa infeksi itu pada wanita
yang sedang bersalin, namun masih jauh dalam abad ke 20 hal ini belum diterima secara umum di
kalangan para dokter. Baru setelah dengan kemajuan ilmu mikrobiologi dibuktikan bahwa sebab
utama penyakit tersebut ialah berbagai jenis streptokokus, bahwa kuman-kuman tersebut dibawa
oleh dokter, bidan, atau tenaga lain yang menghadiri persalinan itu, atau oleh wanita lain yang
sedang menderita penyakit tersebut, dan bahwa dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk
mencegah timbulnya serta menjalarnya penyakit. Akan tetapi, pemberantasan yang sungguh-
sungguh berhasil baru tercapai dengan ditemukannya obat-obat sulfonamide dan kemudian penisilin
1.

Berkat usaha-usaha ini peranan sepsis puerperalis yang dahulu merupakan sebab kematian maternal
yang sangat penting, kini sudah banyak berkurang. Walaupun demikian, bahaya laten tetap ada dan
pencegahan terhadap timbulnya penyakit ini perlu terus-menerus diadakan. Perlu dikemukakan
bahwa abortus yang dilakukan oleh tenaga-tenaga bukan ahli dengan kurang atau tidak
mengindahkan asepsis masih merupakan faktor penting dalam terjadinya sepsis dalam hubungan
dengan kehamilan 1 .

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi

Masa puerperium atau masa nifas adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai
alat – alat kandungan kembali pra hamil dan berlangsung kira – kira 6 – 8 minggu 2 .

Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir setelah 6 minggu (42 hari) untuk
kembalinya alat – alat reproduksi pada keadaan normal atau keadaan sebelum hamil 3 .

Masa nifas adalah suatu masa segera setelah kelahiran dan meliputi minggu – minggu berikutnya
pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil4 .

Nifas dibagi dalam 3 periode 2 :

1. Puerperium dini yaitu kepulihan di mana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam
agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu.

3. Remote puerperium adalah waktu yang diperbolehkan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, bulanan, atau tahunan.

2.2 Fisiologi

# Involusi Alat-alat Kandungan

(1) Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti
sebelum hamil 2 . Segera setelah plasenta lahir tinggi fundus uteri kira – kira sepusat. Korpusi uteri
sekarang sebagian besar merupakan miometrium yang dIbungkus serosa dan dilapisi

desidua . Dinding anterior dan posterior menempel dengan tebal masing – masing 4 – 5 cm. Karena
adanya kontraksi rahim pembuluh darah tertekan sehingga terjadi

Iskemic. Selama 2 hari berikut uterus masih tetap pada ukuran yang sama dan 2 minggu kemudian
telah turun kerongga panggul dan tidak dapat diraba diatas syimpisis dan mencapai ukuran normal
dalam waktu 4 minggu 5 .

Setelah persalinan uterus seberat kurang lebih 1 kg. karena involusi 1 minggu kemudian beratnya
sekitar 500 gram, pada akhirnya minggu kedua menjadi 300 gram dan segera sesudahnya menjadi
100 gram. Jumlah sel – sel otot tidak berkurang banyak hanya ukuran selnya yang berubah 5 .

Setelah 2 hari persalinan desidua yang terringgal di uterus berdiferensiasi menjadi 2 lapisan. Lapisan
superficial menjadi nekrotik, terkelupas keluar bersama lochea dan lapisan basalis tetap utuh
menjadi sumber pembentukan endrometrium baru. Proses regenerasi endometrium berlangsung
cepat kecuali tempat plasenta. Seluruh endometrium pulih kembali dalam minggu ke-3 5 .

(2) Bekas implantasi uri : Segera setelah persalinan, tempat plasenta terdiri dari banyak pembuluh
darah yang mengalami

trombos. Setelah kelahiran, ukuran pembuluh darah ekstra uteri mengecil menjadi sama atau
sekurangnya mendekati sebelum hamil.5 Placental bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke
kavum uteri dengan diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjasi 3,5 cm, pada minggu keenam 2,4
cm, dan akhirnya pulih2 .
(3) Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari 2 .

(4) Rasa sakit, yang disebut after pain, (merian atau mules-mules) disebabkan kontraksi rahim,
biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal
ini dan bila terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat antisakit dan antimules 2 .

(5) Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas2 .

1. Lochia rubra (cruenta) : berisi darah segar dan sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo, dan mekoneum,
selama 2 hari pasca persalinan.

2. Lochia sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca
persalinan.

3. Lochia serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.

4. Lochia alba : cairan putih, setelah 2 minggu.

5. Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.

6. Lochiostasis : lochia tidak lancar keluarnya.

(6) Serviks : Seviks dan segmen bawah uterus menjadi struktur yang tipis, kolaps dan kendur setelah
kala III persalinan. Mulut serviks sempit, serviks menebal dan salurannya akan terbentuk
kembali.Miometrium segmen bawah uterus yang sangat tipis berkontraksi tapi tidak sekuat korpus
uteri. Beberapa minggu kemudian segmen bawah menjadi

istmus uteri yang hampir tidak dapat dilihat 5 .

Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman.
Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan
masih bisa masuk rongga rahim; setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya
dapat dilalui 1 jari 2 .

Vagina dan pintu keluar vagina akan membentuk lorong berdinding lunak yang ukurannya secara
perlahan mengucil. Rugae terlihat kembali pada minggu ketiga. Himen muncul sebagai potongan
jaringan yang disebut carunclae mirtiformis 5 .

(7) Ligamen-ligamen : Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan,
setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang
uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum menjadi kendor.
Setelah melahirkan, kebiasaan wanita Indonesia melakukan “berkusuk”

atau “berurut” , di mana sewaktu dikusuk tekanan intra-abdomen bertambah tinggi. Karena setelah
melahirkan ligamenta, fasia, dan jaringan penunjang menjadi kendor, jika dilakukan kusuk/urut,
banyak wanita akan mengeluh “kandungannya turun” atau “terbalik”. Untuk memulihkan kembali
sebaiknya dengan latihan-latihan dan gimnastik pasca persalinan 2 .

2.3 Sepsis Puerperalis

Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit naik antara 37,2-37,8 derajat Celcius
oleh karena resorpsi benda-benda dalam rahim dan mulainya laktasi, dalam hal ini disebut demam
resorpsi. Hal ini adalah normal 2 .
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam masa
nifas2 .

Masuknya kuman-kuman dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan dan nifas. Demam nifas
adalah demam dalam masa nifas oleh sebab apapun 2 .

Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toxic lain didalam darah atau jaringan tubuh.
Dalam hal ini sepsis adalah suatu peradangan yang terjadi sistemik atau biasa disebut Systemic
Inflamation Respon Syndrom ( SIRS) berikut adalah criteria dari SIRS 4 :

1. Suhu >38 0 C atau <36 C

2. Denyut jantung >90 x permenit

3. Respirasi lebih dari 20 /menit atau PaCO2 < 32mmHg

4. Hitung leukosit >12.000/mm 2 atau 10% sel imatur (band)

2.4 Epidemiologi

Secara keseluruhan angka insiden dan prevalensi infeksi postpartum di Amerika Serikat

adalah kurang. Dalam sebuah studi oleh Yokoe et al pada tahun 2001, 5,5% persalinan vagina dan
7,4% dari persalinan sesar mengakibatkan infeksi postpartum. Tingkat infeksi postpartum secara
keseluruhan adalah 6,0%. Endometritis menyumbang hampir setengah dari infeksi pada pasien
setelah persalinan sesar (3,4% dari

persalinan sesar). Mastitis dan infeksi saluran kencing bersama-sama menyumbang 5% dari

persalinan vagina6 .

Dalam review paling mutakhir, angka kematian ibu yang berhubungan dengan infeksi postpartum
berkisar dari 4-8%, atau sekitar 0,6 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup6 .

Sebuah surveilans mortalitas yang berhubungan dengan kehamilan oleh Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit infeksi ditunjukkan tersebut adalah sekitar 11,6% dari semua kematian berikut
kehamilan yang menghasilkan kelahiran hidup, lahir mati , atau

ektopik. Risiko infeksi saluran kemih postpartum meningkat dalam African American, Native
American, dan populasi Hispanik6 .

2.5 Etiologi

Dalam obstetri modern, sepsis puerperalis yang gawat jarang terjadi, pernah dilaporkan epidemi
yang disebabkan grup A streptoccocus hemolitikus. Infeksi nifas pada umumnya disebabkan oleh
bakteri yang pada keadaan normal berada pada usus atau jalan lahir. Gorback mendapatkan dari
70% biakan cervix normal dapat pula ditemukan bakteri aerob dan anaerob yang patogen. Walaupun
dari cerviks dan jalan lahir ditemukan kuman-kuman tersebut cavum uteri adalah steril sebelum
ketuban pecah. Kuman anaerob adalah coccus gram positif ( Peptostreptococus, Peptococus,
Bakteriodes, dan Clostridium). Kuman aerob adalah bermacam gram positif dan E.colli 5 :

Selain itu infeksi nifas dapat disebabkan oleh:

1. Streptococcus Hemoliticus Aerobicus. Streptococcus ini merupakan sebab infeksi yang berat
khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen ( dari penderita lain, alat atau kain yang tidak
steril, infeksi tenggorokan orang lain) 5
2. Stapylococcus Aureus, kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas walaupun kadang-
kadang dapat menyebabkan infeksi umum. Stafilococcus banyak ditemukan di Rumah Sakit dan
dalam tenggorokan orang yang terlihat sehat 5

3. E.Coli, kuman ini umumnya berasal dari kandung kencing dan rektum dan dapat menyebabkan
infeksi terbatas dalam perineum, uvula, dan endometrium. Kuman ini merupakan sebab penting dari
infeksi traktus urinarius 5 .

4. Clostridium Welchii, infeksi dengan kuman ini yang bersifat anaerobik jarang ditemukan, akan
tetapi sangat berbahaya, infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis 5 .

Table 1. Bacteria Commonly Responsible for Female Genital Infections

Aerobes

Group A, B, and D streptococci

Enterococcus

Gram-negative bacteria— Escherichia coli, Klebsiella, and Proteus species

Staphylococcus aureus

Staphylococcus epidermidis

Gardnerella vaginalis

Anaerobes

Peptococcus species

Peptostreptococcus species

Bacteroides fragilis group

Prevotella species

Clostridium species

Fusobacterium species

Mobiluncus species

Other

Mycoplasma species

Chlamydia trachomatis

Neisseria gonorrhoeae

Sumber : . Puerperal Infection dalam Williams Obstetrics twenty-second edition 4

Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara beberapa macam bakteri.
Bakteri tersebut bisa endogen atau eksogen.

Bakteri Endogen
Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rektum tanpa menimbulkan bahaya (misal, beberapa
jenis stretopkokus dan stafilokokus, E. Coli, Clostridium welchii).Bahkan jika teknik steril sudah
digunakan untuk persalinan, infeksi masih dapat terjadi akibat bakteri endogen.

Bakteri endogen juga dapat membahayakan dan menyebabkan infeksi jika 5,7 :

• Bakteri ini masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui instrumen pemeriksaan
pelvic

• Bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/ laserasi, atau jaringan yang mati (misalnya
setelah persalinan traumatik atau setelah persalinan macet)

• Bakteri masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang lama.

Bakteri eksogen

Bakteri ini masuk ke dalam vagina dari luar (streptokokus, Clostridium tetani, dsb).

Bakteri eksogen dapat masuk ke dalam vagina5,7 :

– melalui tangan yang tidak bersih dan instrumen yang tidak steril

– melalui substansi / benda asing yang masuk ke dalam vagina (misal, ramuan / jamu, minyak, kain)

– melalui aktivitas seksual.

Di tempat – tempat di mana penyakit menular seksual (PMS) (misal, gonorrhea dan infeksi klamidial)
merupakan kejadian yang biasa, penyakit tersebut merupakan penyebab terbesar terjadinya infeksi
uterus. Jika seorang ibu terkena PMS selama kehamilan dan tidak diobati, bakteri penyebab PMS itu
akan tetap berada di vagina dan bisa menyebabkan infeksi uterus setelah persalinan5,7 .

Faktor Predisposisi yang penting pada waktu nifas adalah 5,7 :

1. Keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita seperti perdarahan banyak, pre-
eklampsia, juga adanya infeksi lain seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.

2. Partus lama terutama ketuban pecah lama

3. Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir

4. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah

5. Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah bekas luka dengan diameter
4cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyakknya vena yang tertutup trombus.
Daerah ini merupakan tempat yang baik bagi tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis
yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan dalam persalinan begitu juga
pulva, vagina, dan perineum, yang semuanya merupakan tempat masuknya kuman patogen, proses
radang dapat terjadi terbatas pada luka tersebut atau dapat menyebar keluar luka asalnya.

2.6 Patogenesis

Infeksi dapat terjadi sebagai berikut5,7 :

1. Tangan pemeriksa atau penolong yang memakai sarung tangan pada pemeriksaan dalam
membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina kedalam uterus. Kemungkinan lain adalah sarung
tangan dan alat-alat lain yang dimasukkan dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-
kuman.
2. Droplet Infecsion. Sarung tangan dan alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari
hidung atau tenggorokan dokter atau pembantu-pembantunya. Oleh karena itu mulut dan hidung
petugas yang bekerja dalam kamar bersalin harus ditutup dengan masker, dan penderita infeksi
saluran nafas dilarang masuk kamar bersalin.

3. Dalam Rumah Sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita
dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara keman-mana, antara
lain handuk, kain-kain dan alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita
dalam persalinan atau pada waktu nifas.

4. Koitus pada waktu akhir kehamilan tidak merupakan penyebab penting terjadinya infeksi, kecuali
apabila menyebabkan pecahnya ketuban.

5. Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya


persalinan. Infeksi intrapartum biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama
pecah dan beberapa kali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejala-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya
disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban
biasa menjadi keruh dan bau.

Patogenesis Sepsis

Sebagian besar penderita menunjukkan fokal infeksi sebagai sumber bakterimia, hal ini disebut
sebagai bakterimia sekunder, sepsis gram Negatif merupakan komensal normal dalam saluran
gastrointestinal, dan kemudian menyebar ke dalam struktur yang berdekatan, seperti pada
peritonitis setelah perforasi apendical, atau bisa berpindah dari perineum ke ureter atau kandung
kemih. Selain itu sepsis gram negatif focus primernya bisa berasal dari gastrointestinal. Sepsis gram
positif biasanya timbul dari infeksi kulit, saluran respirasi dan juga bisa berasal dari luka terbuka
misalnya luka bakar 8 .

Inflamasi sebagai tanggapan dari tubuh terhadap berbagai macam stimulasi imunogen dari luar.
Inflamasi sebenarnya merupakan upaya tubuh untuk menghilangkan dan eradikasi organisme
penyebab, berbagai jenis sel akan teraktivasi dan memproduksi berbagai jenis mediator inflamasi
termasuk berbagai jenis sitikon. Mediator inflamasi sangat komplek karena melibatkan banyak sel
dan mediator yang dapat mempengarui satu sama lain 8 .

Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis. Masih banyak faktor lain ( non
sitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit. Respon tubuh terhadap suatu
patogen melibatkan bermacam-macam komponen sistem imun dan berbagai macam sitokin baik itu
yang bersifat pro inflamasi maupun yang bersifat anti inflamasi. Termasuk sitokin pro inflamasi TNF,
IL-1, interferon yang bekerja membantu sel menghancurkan IL-1 reseptor antagonis (IL1-1ra), IL-4 IL-
10 yang bertugas memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila
keseimbangan kerja antara pro inflamasi dengan antiinflamasi tidak tercapai dengan sempuna maka
dapat menimbulkan kerugian bagi tubuh 8,9,10 .

Penyebab sepsis dan syok septik yang paling banyak berasal dari stimulasi sitokin, baik dari stimulasi
toksin, baik dari endotoksin gram (-), maupun endo toksin gram (+). Endotoksin dapat secara
langsung dengan LPS dan bersama-sama dengan perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan
makrofag dan makrofag akan meng ekspresikan imunodulator diatas hanya dapat terjadi pada
bakteri, apat terjadi pada rangsangan endotoksik, eksotoksik, virus, dan parasit, maka mekanisme
tersebut diatas masih urang lengkap dan tidak dapat menerangkan mekanisme sepsis dalam arti
keseluruhan, oleh karena konsep tersebut tidak menerangkan peranan limfosit T dalam keadaan
sepsis dan terjadinya syok septik 9 .

Di indonesia dan negara berkembang lainnya sepsis tidak hanya disebabkan oleh bakteri gram
negatif saja, tetapi juga disebabkan oleh bakteri gram positif yang mengeluarkan eksotoksin.
Eksotoksin, virus, dan parasit, yang dapat berperan sebagai superantigen setelah di fagosit oleh
monosit atau ditampilkan sebagai APC( Antigen Presenting Sell). Antigen ini membawa muatan poli
peptida spesifik yang berasal dari major Histocompatibility Complex. Antigen yang bermuatan
peptida MCH kelasII akan berikatan dengan CD4+ ( Limposit TH1 dan TH2) dengan perantara TCR( T
Cell Reseptor) 10 .

Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan mengeluarkan terhadap
sepsis maka limfosit T akan mengeluarkan subtansi Th1 yang berfungsi sebagai imunodulator yaitu :
IFN – Gamma, IL-2, dan M-CSF ( Makofag Coloni Stimulating Factor). Limfosit TH2 akan
mensekresikan Il-4, IL-5, IL-6 dan IL-10, IFN-Gamma merangsang makrofag mengeluarkan IL -1 beta
dan THP =alfa, IFN-G IL -10, IL-1 beta dan TNF-alfa berkorelasi dalam keparahan penyakit dalam
kematian, tetapi ternyata sitokin IL-2 dan TNF-alfa selain merupakan seaksi terhadap sepsis dapat
pula merusakkan endotel permukaan darah yang mekanismenya sampai dengan saat ini masih
belum jelas. IL-1 beta sebagai ekspresi interselular adhesi molekuler-1. dengan adanya macrofag
koloni stemulating factor akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi endotel dengan neutrofil terdiri
dari tiga langkah, yaitu 1. bergulirnya meutrofil P dan E-selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-
selektin neutrofil dalam mengikat ligan respektif. merupakan langkah yang sangat penting adhesi
dan aktivasi neutrofil yang mengikat intergetrin CD-11 atau CD-18 yang melekatkan neutrofil pada
endotel dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel . 3. transmigrasi meutrofil
menembus dinding endotel 9,10 .

Neutrofil yang beradhesi dengan endotel mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan dinding
endotel lisis, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk
dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs. Akibat
dari proses tersebut endotel menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah,
ternyata kerusakan endotel pembuluh darah tesebut akan mengakibatkan kerusakan organ multiple
sesuai dengan pendapat Bone bahwa kelainan organik multiple tidak disebabkan oleh infeksi tetapi
akibat inflamasi sistemik dengan sitokin sebagai mediator. Pendapat tersebut diperkuat oleh Cohen
bahwa kelainan organ multiple disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah
kecil sehingga terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian 9,10 .

2.7 Klasifikasi

Infeksi nifas dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:

1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, cerviks dan endometrium 4

Vulvitis 4,5

Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya membengkak, tepi
luka menjadi merah dan bengkak ; jahitan ini mudah terlepas dan luka yang terbuka menjadi ulkus
dan mangeluarkan pus.

Vaginitis4,5
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum. Permukaan
mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang keluar dari
daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.

Servisitis 4,5

Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang
dalam dan meluas dan langsung kedasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang
menjalar ke parametrium.

Endometritis 4,5

Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya
pada luka bekas Insersio plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh
endometrium.

2. Penyebaran dari ke empat tempat tersebut melalui vena-vena, pembuluh limfe, dan melalui
permukaan endomertium 4 .

· Penyebaran melalui pembuluh-pembuluh darah

- Septikemia dan Piemia 4

Ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman-kuman yang sangat pathogen biasanya
Streptococcus haemolyticus golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari
semua kematian karena infeksi nifas4 .

Pada septikemia kuman-kuman dari sarangnya di uterus, langsung masuk keperedaran darah umum
dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan
kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus
serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena
hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu
embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk
keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-
paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-
tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia 7 .

· Penyebaran melalui jalan limfe dan jalan lain

- Peritonitis 4,5

Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe didalam uterus langsung mencapai peritoneum
dan menyebabkan peritonitis, atau melalui jaringan diantara kedua lembar ligamentum latum yang
menyebabkan parametritis ( sellulitis pelvika).

- Parametritis (sellulitis pelvika) 4,5

- Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau sellulitis pelvika 4,5 .

- Infeksi jaringan ikat pelvis dapat terjadi melalui tiga jalan yakni 4 :

1. Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis.

2. Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai kedasar ligamentum.

3. Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika.


· Penyebaran melalui permukaan endometrium

- Salpingitis, ooforitis 4

Kadang-kadang walaupun jarang, infeksi yang menjalar ketuba Fallopii, malahan ke ovarium.

2.8 Gambaran Klinis

1.Infeksi pada perineum, vulva, vagina, dan serviks

Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi, dan kadang-kadang perih bila kencing.
Bilamana getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat suhu sekitar 38° C, dan nadi
dibawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak dapat
keluar, demam bisa naik sampai 39-40°C dengan kadang-kadang disertai menggigil 4,5 .

2. Endometritis

Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Mulai hari ke-3
suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan
dalam kurang dari satu minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya
bertambah dan kadang-kadang berbau 4,5 .

3.Septikemia dan Piemia

Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai dengan menggigil.
Selanjutnya, suhu berkisar antara 39-40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat
(140-160/menit atau lebih). Penderita dapat meninggal dalam 6-7 hari postpartum. Jika ia hidup
terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia. Pada piemia penderita tidak lama postpartum sudah
merasa sakit, perut nyeri dan suhu agak meningkat. Akan tetapi, gejala-gejala infeksi umum dengan
suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran
darah umum. Satu cirri khusus pada piemia ialah bahwa berulang-ulang suhu meningkat dengan
cepat disertai dengan menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu 4,5 .

4.Peritonitis

Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-
sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis
umum, terbatas pada daerah pelvis. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum
tetap baik. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat pathogen dan merupakan penyakit
berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense
musculaire. Muka penderita yang mulanya kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit
muka dingin, terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica 4,5,7 .

5.Sellulitis Pelvika

Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi
menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri dikiri atau dikanan dan nyeri pada
pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan sellulitis pelvika. Pada
pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang
berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas keberbagai jurusan. Ditengah-tengah
jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri
4,5,7 .

6.Salpingitis dan ooforitis


Gejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan dari pelvio-peritonitis 4,5 .

2.9 Diagnosa

Pada penderita dengan infeksi nifas perlu diketahui apakah terbatas pada tempat-tempat masuknya
kuman-kuman ke dalam badan atau menjalar keluar tempat. Seorang penderita dengan infeksi yang
meluas diluar port de entery tampaknya sakit , suhu akan meningkat dengan kadang – kadang
disertai mengigil, nadi cepat, keluhannya juga lebih banyak 1,4,5 .

Jika ada fasilitas penderita dengan infeksi nifas hendaknya diambil getah dari vagina sebelah atas
untuk pembiakan, dan pada infeksi yang tampaknya berat juga diambil darah untuk maksud yang
sama. Usaha ini dilakukan untuk mengetahui penyebab infeksi nifas dan guna memilih antibiotik
yang paling tepat untuk pengobatan 1,4,5 .

2.10 Penatalaksanaan

Prinsip-prinsip pengelolaan sepsis nifas adalah: kecepatan, keterampilan dan prioritas.Penekanan


terletak pada pentingnya bekerja dengan cepat dan menurut. Prioritas dalam mengelola sepsis nifas
adalah 2,5 :

a. menilai kondisi pasien

b. memulihkan pasien

c. mengisolasi sesegera mungkin pasien yang diduga infeksi

d. mengambil spesimen untuk menyelidiki organisme kausatif dan mengkonfirmasikan diagnosis

e. memulai terapi antibiotik yang sesuai prioritas, ini berarti harus dilakukan pertama atau sebelum
hal lainnya.

Manajemen Umum Sepsis Puerperalis 2,3,5

1. Mengisolasi pasien yang diduga terkena sepsis puerpuralis dalam pemberian pelayanan
kebidanan. Tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran infeksi pada pasien lain dan bayinya.

2. Pemberian antibiotik7,8,9

Kombinasi antibiotik diberikan sampai pasien bebas demam selama 48 jam, dan kombinasi antibiotik
berikut ini dapat diberikan :

a. ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, dan

b. gentamisin 5 mg / kg berat badan IV setiap 24 jam, dan

c. metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.

Jika demam masih ada 72 jam setelah pemberian antibiotik di atas, dokter akan mengevaluasi dan
rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat yang lebih tinggi mungkin diperlukan. Antibiotik oral tidak
diperlukan jika telah diberikan antibiotik IV.Jika ada kemungkinan pasien terkena tetanus dan ada
ketidakpastian tentang sejarah vaksinasi dirinya, perlu diberikan tetanus toksoid.

3. Memberikan banyak cairan 3,5

Tujuannya adalah untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi, membantu menurunkan demam
dan mengobati shock. Pada kasus yang parah, maka perlu diberikan cairan infus. Jika pasien sadar
bisa diberikan cairan oral.
4. Mengesampingkan fragmen plasenta yang tertahan 3,5

Fragmen plasenta yang tersisa dapat menjadi penyebab sepsis nifas. Pada rahim, jika terdapat lokhia
berlebihan,berbau busuk dan mengandung gumpalan darah, eksplorasi rahim untuk mengeluarkan
gumpalan dan potongan besar jaringan plasenta akan diperlukan. Tang Ovum dapat digunakan, jika
diperlukan.

5. Keterampilan dalam perawatan kebidanan3,5

Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan untuk membantu penyembuhannya.
Berikut aspek perawatan yang penting:

-Istirahat

-standar kebersihan yang tinggi, terutama perawatan perineum dan vulva

-antipiretik dan / atau spon hangat mungkin diperlukan jika demam sangat tinggi

-monitor tanda-tanda vital, lokhia, kontraksi rahim, involusi, urin output, dan mengukur asupan dan
keluaran

-membuat catatan akurat

-mencegah penyebaran infeksi dan infeksi silang.

6. Perawatan bayi baru lahir 3,5

Kecuali ibu sangat sakit, bayi baru lahir bisa tinggal dengannya. Namun, tindakan pencegahan
diperlukan untuk mencegah infeksi dari ibu ke bayi. Pengamatan sangat penting untuk mengenali
tanda-tanda awal infeksi, karena infeksi pada neonatus dapat menjadi penyebab utama kematian
neonatal. Hal yang perlu diperhatikan :

-Mencuci tangan : jika ibu cukup baik kondisinya, penting untuk mencuci tangan sebelum dan
sesudah merawat bayi baru lahir

-Menyusui: jika ibu cukup baik, menyusui bisa diteruskan. Jika ibu sangat sakit, dikonsultasikan
dengan medis praktisi yang mengkhususkan diri dalam perawatan bayi baru lahir.

-Ibu sangat sakit: jika tidak mungkin bagi bayi baru lahir dirawat oleh ibu, saudara dekat mungkin
tersedia bagi merawat bayi sampai ibu cukup baik. Namun, harus ditekankan bahwa karena bayi
yang baru lahir juga berisiko dalam mengembangkan infeksi.

7. Manajemen lebih lanjut 3,5

Jika tidak ada perbaikan dengan manajemen umum peritonitis di ata, laparotomi akan dilakukan
untuk mengalirkan nanah. Jika uterus nekrotik dan sepsis, mungkin diperlukan histerektomi subtotal.

2.11 Komplikasi 4,7

· Sindroma distres pernafasan dewasa

· Koagulasi intravascular diseminata

· Gagal Ginjal akut

· Perdarahan usus

· Gagal hati
· Disfungsi SSP

· Gagal jantung

· Kematian

2.12 Pencegahan

-Selama kehamilan

Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk
memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting, karenanya diet yang baik harus
diperhatikan 3,5 .

Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan
terjadinya infeksi 5 .

-Selama persalinan

Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir,
menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit
mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus
menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus
suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus
dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut keperluan 3,5 .

Menyarankan semua wanita hamil untuk mencari bantuan medis segera setelah keluar lendir darah
atau cairan dari jalan lahir. Jika selaput ketuban pecah dan tidak mengalami kontraksi, kurangi
melakukan pemeriksaan vagina. Jika persalinan tidak dimulai dalam waktu 18 jam setelah selaput
ketuban pecah, berikan antibiotik profilaksis, sebagai berikut 7,8 :

a. ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, dan

b. gentamisin 5 mg / kg berat badan IV setiap 24 jam

Hentikan antibiotik setelah persalinan pervaginam, jika persalinan dengan operasi caesar, berikan
metronidazol IV 500 mg tiap 8 jam. Antibiotik diteruskan sampai pasien bebas demam selama 48 jam
7,8 .

-Selama nifas

Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari pertama
postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita
dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat
3,5 .

2.13 Prognosis

Menurut derajatnya septikemia merupakan infeksi yang paling berat dengan mortalitas tinggi dan
yang segera diikuti oleh peritonitis umum. Piemia menyebabkan kematian yang cukup tinggi.
Penyakitnya berlangsung lebih lama. Pada Pelvioperitonitis dan Sellulitis pelvis bahaya kematian
dapat diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Abses memerlukan tindakan untuk mengeluarkan
nanahnya2,3,5 .

BAB III
KESIMPULAN

Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi setiap saat antara awitan
pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus di
mana terdapat dua atau lebih dan hal – hal berikut ini : Nyeri pelvic, demam 38,5°C atau lebih yang
diukur melalui oral kapan saja; vagina yang abnormal; vagina berbau busuk; keterlambatan dalam
kecepatan penurunan ukuran uterus (sub involusio uteri).

Salah satu penyebab utama kematian ibu adalah sepsis puerperalis, yang menyebabkan 15% dari
seluruh kematian ibu yang terjadi di negara berkembang. Jika tidak menyebabkan kematian, sepsis
puerperalis dapat menyebabkan masalah – masalah kesehatan menahun seperti penyakit radang
panggul kronis (pelvic inflammatory disease (PID) dan infertilitas. Sangat penting untuk mampu
mencegah sepsis puerperalis dan melakukan tindakan yang segera jika sepsis ini terjadi.

Beberapa bakteri yang paling umum yang menyebabkan sepsis puerpuralis adalah :Streptokokus,
Stafilokokus, Escherichia coli (E. Coli), Clostridium tetani, Clostridium width, Chlamidia dan
gonokokus (bakteri penyebab penyakit menular seksual).

Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara beberapa macam bakteri.
Bakteri tersebut bisa endogen atau eksogen.

Prinsip-prinsip pengelolaan sepsis nifas adalah: kecepatan, keterampilan dan prioritas.Penekanan


terletak pada pentingnya bekerja dengan cepat dan menurut. Prioritas dalam mengelola sepsis nifas
adalah: menilai kondisi pasien, memulihkan pasien, mengisolasi sesegera mungkin pasien yang
diduga infeksi.. mengambil spesimen untuk menyelidiki organisme kausatif dan mengkonfirmasikan
diagnosis, dan memulai terapi antibiotik yang sesuai.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Wiknjosastro,H. 2002. Ilmu Kebidanan.

Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

2. Mochtar,R. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1 Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.

3. Saifuddin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

4. Cunningham F G, MD.2007. Puerperal Infection dalam Williams Obstetrics twenty-second edition .


The McGraw-Hill Companies.

5. Wiknjosastro, Hanifa. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatus .
Yayasan Bina Pustaka. Jakarta

7. Andy W, MD . 2010. Postpartum Infection diakses dari


http://emedicine.medscape.com/article/796892-clinical#a0217 tanggal 14 April 2010

6. David C, MD. 2011. Normal and Abnormal Puerperium diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/260187-overview#aw2aab6b5

tanggal 28 Maret 2011

8. Burke A C, MD.2011. Bacterial Sepsis

diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/234587-overview tanggal 15 April 2011.


9. M Beatriz S , MD. 2011. Pathology of Bacterial Infections diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1806579-overview tanggal 6 April 2011 .

10. Hayashi RH.2007. Obstetric Hemorrhage and Puerperal Sepsis

dalam Essentials of Obstetrics and Ginecology Fourth Edition . Elsevier Saunders.

Anda mungkin juga menyukai