Anda di halaman 1dari 21

LABORATORIUM DAN PERALATAN KULTUR JARINGAN

MAKALAH

PUTRI SETIAWATI BOTUTIHE


2120191032

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS SAINS TEKNOLOGI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BINA MANDIRI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang
Laboratorium dan peralatan kultur jaringan.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah
ini. Atas perhatiannya saya ucapkan banyak terima kasih.

Gorontalo, Maret 2021

Putri Setiawati Botutihe

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................ii

DAFTAR ISI ................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................1

1.2 Tujuan................................................................................................2

1.3 Rumusan Masalah..............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................3

2.1 Pengertian Kultur Jaringan................................................................3

2.2 laboratorium kultur jaringan..............................................................6

2.3 Alat-alat Kultur Jaringan....................................................................9

BAB III PENUTUP......................................................................................16

.1 Kesimpulan.......................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap tumbuhan menghasilkan berbagai macam senyawa baik metabolit primer
maupun sekunder. Metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, fenol dan flavonoid
sangat diperlukan untuk hidup suatu tumbuhan. Berbagai macam metabolit sekunder
tersebut dapat ditemukan dalam jaringan tumbuhan termasuk pada daun, akar, rizoma,
batang, bunga dan buah (Putnam, 1986) . Beberapa metabolit sekunder tersebut berperan
dalam suatu mekanisme pertahanan terhadap bakteri, virus dan jamur (Vickery, 1981
dalam Mulyaningsih, 2014). Salah satu tumbuhan yang kebanyakan digunakan oleh
masyarakat umum untuk mengobati berbagai jenis penyakit adalah tanaman binahong
(Anredera cordifolia). Binahong mengandung saponin, alkaloid, polifenol, anthosianin,
flavonoid, asam oleanolik, protein, vitamin C (Susetya, 2012). Tanaman ini mempunyai
kemampuan antimikroba yang cukup tinggi yang berupa asam askorbat dan senyawa
flavonoid (Mulyaningsih, 2014). Oleh karena itu, binahong sering digunakan untuk
mengobati berbagai macam penyakit, membantu pengobatan luka, penyakit tifus, maag,
radang usus, ambeien, pembengkakan, pembekuan darah, rematik, luka memar, asam
urat, stroke dan diabetes melitus (Utami dan Desty, 2013 ). Teknik kultur jaringan
merupakan bioteknologi modern yang dapat menghasilkan metabolit sekunder dalam
jaringan tanaman dan di dalam sel-sel yang dipelihara dalam media buatan dengan
kondisi yang aseptik. Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan dalam
teknik kultur jaringan tanaman adalah biji, tunas pucuk, potongan batang satu buku ,
potongan akar, potongan daun potongan umbi dan bagian bunga (Yusnita, 2003).
Metabolit sekunder bisa diperoleh melalui kultur kalus. Metabolit yang dihasilkan dari
kalus sering kali kadarnya lebih tinggi dari pada metabolit yang diambil langsung dari
tanamannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan
kalus adalah dengan menambahkan suatu zat ke dalam media (Sitorus, dkk 2011).
Prinsip dari teknik kultur jaringan adalah dari semua bagian tanaman baik berupa sel,
jaringan, dan organ tanaman dapat menjadi tanaman baru apabila ditumbuhkan dalam
kondisi yang aseptik secara steril. Teknik kultur jaringan batang binahong dapat berhasil
dengan baik apabila syaratsyarat yang diperlukan terpenuhi. Teknik tersebut meliputi
pemilihan eksplan sebagai bahan tanam, penggunaan medium yang cocok, keadaan yang
aseptik, dan pengaturan suhu yang baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi berhasil
tidaknya pertumbuhan kalus batang binahong melalui kultur jaringan adalah adanya zat
1
pengatur tumbuh (ZPT). Zat pengatur tumbuh tersebut berperan merangsang dan
meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan sel, jaringan, dan organ tanaman
menuju arah diferensiasi tertentu. Penggunaan zat pengatur tumbuh pada konsentrasi
yang tepat dapat memacu pertumbuhan eksplan, terutama pembentukan akar, tunas, dan
kalus. Dalam budidaya in vitro zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah auksin dan
sitokinin seperti penelitian (Sugiyarto dan Paramita 2014).
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengetahui Pengertian dari Kultur Jaringan
2. Mengetahui Apa Saja Peralatan Laboratorium kultur Jaringan
1.3 Tujuan
Mahsiswa dapat mengetahui kultur jaringan dan alat-alat laboratorium kultur jaringan

2
BAB II
ISI
2.1 Definisi Kultur Jaringan
a. pengertian Kultur Jaringan
Kultur adalah budidaya jaringan sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan
fungsi yang sama. Kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman
menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Kultur jaringan disebut
sebagai tissue culture. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik yang digunakan untuk
menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam
kondisi aseptik yang dilakukan secara in vitro (Yusnita, 2003).
Teknik kultur jaringan antara lain fusi protoplas, keragaman somaklonal, seleksi in
vitro, serta transformasi genetik. Langkah langkah yang dilakukan merupakan awal dari
sebuah kultur jaringan yaitu pada proses menginduksi kalus yang bersifat embrionik.
Kultur jaringan didasarkan pada prinsip totipotensi sel. Menurut prinsip tersebut, sebuah
sel atau jaringan tumbuhan yang diambil dari bagian manapun, akan dapat tumbuh
menjadi tumbuhan sempurna jika ditumbuhkan dalam media yang cocok (Bustami, 2011).
Manfaat dari kultur jaringan yaitu dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah besar
serta dalam waktu singkat, dengan sifat dan kualitas yang sama . Perlakuan secara in vitro
mengacu pada reaksi-reaksi biokimia yang berlangsung di luar sel hidup. Sedangkan in
vivo mengacu ke reaksi-reaksi yang berlangsung dalam sebuah sel hidup.
Menurut Wetherell (1982) bahwa sel atau jaringan tanaman pada dasarnya dapat
ditanam secara terpisah dalam suatu kultur (in vitro). Sistem in vitro dapat digunakan pada
perbanyakan secara masal genotipe yang diseleksi secara tidak terbatas bila memang
diinginkan. Jika suatu genotipe yang diinginkan diseleksi, baik di dalam atau di luar
lingkungan kultur, maka hasil seleksi tersebut dapat dibiakkan, digandakan dan
diregenerasikan menjadi tanaman (Nasir, 2002).
Gunawan (1995) menjelaskan bahwa bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai
eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil. Pelaksanaan
teknik kultur jaringan memerlukan berbagai prasyaratan untuk mendukung kehidupan
jaringan yang dibiakkan, yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril.
Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan rendahnya ketersediaan bibit adalah
dengan menggunakan perbanyakan tanaman teknik in vitro atau kultur jaringan. Kelebihan
menggunakan teknik ini yaitu dapat menghasilkan bahan tanam unggul secara massal dan

3
cepat. Keuntungan lain yang terdapat pada teknik kultur jaringan yaitu produksi metabolit
sekunder dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa dipengaruhi oleh cuaca. (Putri, 2015)
b. Media Kultur Jaringan
Media merupakan tempat jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang
mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang
diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua penggolongan
media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa padatan
gel, seperti agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air (Mahmoud, 2013).
Berhasilnya kultur jaringan banyak ditentukan oleh media tanam yang di pengaruhi oleh
beberapa faktor lingkunan, salah satunya yaitu pH, cahaya, temperatur, sterilisasi, dan
pemilihan eksplan. Faktor lain yang mempengaruhi pembelahan yang menyebabkan faktor
genetik lebih dominan terhadap pembelahan tunas dan akar. Media tanam pada kultur
jaringan berisi kombinasi dari asam amino esensial, garam-garam anorganik, vitamin-
vitamin, larutan buffer, dan sumber energi (glukosa). Media berbahan dari agar biasanya
ditambahkan untuk mendapatkan media yang berbentuk semi padat, fungsinya adalah
untuk meletakkan dan membenamkan eksplan suatu tanaman (Puspita, 2017).
Media MS (Murashige & Skoog) merupakan salah satu formula yang digunakan
untuk hampir semua macam tanaman pada teknik kultur jaringan. Media MS mengandung
garam-garam mineral dalam jumlah yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan
NH4+. Pada media juga ditambahkan zat pengatur tumbuh yang diperlukan bagi
pertumbuhan dan diferensiasi eksplan. Ada 2 jenis hormon tanaman yang sekarang banyak
dipakai dalam propagasi secara in vitro, yaitu auksin dan sitokinin (Herawan, 2015).
Penggunaan media dasar yang tepat merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan
dalam perbanyakan bibit menggunakan teknik kultur jaringan sehingga dapat diperoleh
hasil yang optimum (Imelda, 2018)
Stagnasi merupakan suatu keadaan eksplan dimana eksplan tersebut tidak mati tetapi
tidak tumbuh dari mulai tanam sampai kurun waktu tertentu. Pada penelitian ini, stagnasi
pada eksplan diduga karena faktor dari media yang digunakan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Arimarsetiowati (2012), yang menyatakan bahwa media dapat menjadi penyebab
terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena dari kondisi media suatu sel dapat atau tidak
terdorong melakukan proses pembelahan. Selain media, faktor lain yang menyebabkan
stagnasi pada eksplan diduga yaitu umur eksplan yang digunakan.
Menurut Zulkarnain (2009), kondisi fisiologis eksplan memiliki peranan penting bagi
keberhasilan teknik kultur jaringan. Eksplan yang mengalami stagnasi sampai akhir
4
pengamatan tidak menunjukkan pertumbuhan. Menurut Smith (2013) tidak terbentuknya
kalus dikarenakan sel-sel eksplan tidak kompeten untuk mengekspresikan totipotensi
sehingga tidak terjadi induksi kalus. Sinar atau cahaya dapat merusak auksin dan dapat
pula menyebabkan pemindahan auksin ke jurusan yang menjauhi sinar, metode kultur
jaringan dalam kondisi gelap merupakan salah satu cara untuk mengefektifkan kerja
auksin sehingga dapat mempercepat pembentukan kalus.
c. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteri, jamur, parasit, dan virus) termasuk endospora bakteri dari
benda-benda mati atau instrument yang menempel (Sursilah, 2010). Autoclave dapat
digunakan untuk sterilisasi dengan menggunakan uap bertekanan tinggi. Temperature
tinggi dicapai ketika uap berada dalam tekanan tinggi, seperti 121oC pada 108 kPa (15psi)
yang akan membunuh mikroorgnasime dalam jangka pendek dibandingan menggunakan
panas pada tekanan atmosffer biasa (james, 2008). Sterilisasi memiliki banyak cara,
menurut Syamsuni (2004) diantaranya sebagai berikut:
1. Sterilisasi uap merupakan proses sterilisasi thermal yang menggunakan uap jenuh
dibawah tekanan selama 15 menit pada suhu 121oC, berlangsung di suatu bejana yang
disebut autoklaf, dan merupakan proses sterilisasi paling banyak dilakukan.
2. Sterilisasi panas kering Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus oven modern
yang dilengkapi udara yang dipanaskan dan disaring. Pada rentang suhu khas yang
dapat diterima di dalam bejana sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15oC, jika alat
sterilisasi beroperasi pada suhu tidak kurang dari 250oC.
3. Sterilisasi gas Pemilihan dalam menggunakan sterilisasi gas ini sebagai alternatif
dari sterilisasi termal, jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu
tinggi pada sterilisasi uap atau panas kering. Proses sterilisasinya berlangsung di
dalam bejanamemiliki tekanan tertentu yang didesain seperti pada autoklaf dengan
modifikasi tertentu. Salah satu keterbatasan utama dari proses sterilisasi dengan gas
etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke
daerah yang paling dalam dari produk yang disterilkan
. 4. Sterilisasi denga radiasi ion Terdapat 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu
disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron.
Pada kedua jenis ini, dosis yang menghasilkan derajat jaminan sterilitas yang
diperlukan harus ditetapkan sedemikian rupa hingga dalam rentang satuan dosis
minimum dan maksimum, sifat bahan yang disterilkan dapat diterima. Cara ini
5
dilakukan jika bahan yang disterilkan tidak tahan terhadap sterilisasi panas dan
khawatir tentang keamanan etilen oksida. Keunggulan sterilisasi ini adalah reaktivitas
kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur serta variabel yang dikendalikan lebih
sedikit.
5. Sterilisasi dengan penyaringan Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering
dilakukan dengan penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba,
hingga mikroba yang dikandungnya dapat dipisahkan secara fisika. Efektivitas
penyaring media atau penyaring subtrat tergantung pada ukuran pori matriks, daya
adsorpsi bakteri dari matriks dan mekanisme pengayakan. 6. Sterilisasi aseptic Proses
aseptic untuk mencegah masuknya mikroba hidup ke dalam komponen steril atau
komponen yang melewati proses antara yang mengakibatkan produk setengah jadi
atau produk ruahan atau komponennya bebas dari mikroba hidup. Menurut Lesmana
(2017).
2.2 Laboratorium Kultur jaringan
Laboratorium kultur jaringan tidak harus dibangun ruangan baru. Ruang ruang di
dalam laboratorium yang sudah ada dapat direnovasi untuk keperluan kultur jaringan.
Walaupun dapat memanfaatkan ruangan laboratorium yang sudah ada, namun demikian
pendirian laboratorium baru merupakan langkah yang terbaik, karena desainnya dapat
disesuaikan dengan kebutuhan.
Laboratorium kultur jaringan sebaiknya mempunyai pembagian ruangan yang diatur
sedemikian rupa sehingga tiap kegiatan terpisah satu dengan yang lainnya, tetapi masih
dapat saling berhubungan dan mudah dicapai. Dalam bab ini akan diuraikan skema umum
laboratorium kultur jaringan, prinsip dan fungsi ruang serta peralatan yang ada di
dalamnya.
Laboratorium yang baik untuk pekerjaan teknik kultur jaringan harus memenuhi
kriteria aman, bersih, memiliki organisasi dan penataan ruang yang sesuai. Lokasi dari
laboratorium itu sendiri sebaiknya jauh dari lingkungan pabrik atau bengkel yang sering
menimbulkan polusi. Kondisi bagian dalam laboratorium mutlak harus bersih, mulai dari
lantai, dinding, meja, alat-alat yang digunakan, maupun udara diruangan laboratorium
tersebut. Laboratorium diusahakan semaksimal mungkin bebas dari debu, karena debu
adalah sumber kontaminan yang paling potensial. Untuk meminimalisasi kontaminasi
yang disebabkan oleh debu maka laboratoriapat dirangcang menjadi ruangan tertutup
tanpa ada ventilasi. Jendela-jendela dapat dibuat permanen dari kaca (tidak bisa dibuka),
namun masih memungkinkan ditembus oleh cahaya. Ruangan kultur jaringan sebaiknya
6
dilengkapi dengan pengatur suhu udara (dipasang Air Conditioner/AC) sehingga suhu
ruangan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Suhu ruangan di dalam laboratorium kultur
jaringan berkisar 25-28°C.
Lantai laboratorium juga harus dibersihkan secara rutin dengan antiseptik, meja dan
dinding juga harus dibersihkan dengan larutan antiseptik umumnya permukaan meja dan
dinding dilapisi dengan porselin supaya kedap air dan mudah dibersihkan. Ruangan
didalam laboratorium harus dijaga tetap bersih dan bebas dari debu, hewan kecil dan
insekta. Setiap orang yang akan masuk laboratorium harus melepas sepatunya dan
menggantinya dengan alas kaki yang ada didalam laboratorium dan harus mengenakan jas
praktikum. Kebersihan laboratorium secara umum sangat menentukan keberhasilan kerja
kultur jaringan. Sarana dasar seperti aliran listrik, air yang cukup dan gas harus dipunyai.
Pelaksanaan kultur jaringan memiliki beberapa tahapan yaitu persiapan, penanama,
dan pemeliharaan. Oleh karena itu pembagian ruangan laboratorium kultur jaringan yang
baik meliputi: ruang persiapan, ruang transfer (inokulasi) atau ruang steril, ruang kultur
(inkubator dan ruang plantlet) dan ruang aklimatisasi. (Bustami, 2011 )
1. Ruang persiapan
Ruangan ini dipergunakan sebagai tempat untuk mempersiapkan
eksplan, medium, dan alat-alat. Ruang persiapan biasanya dibagi menjadi
berberapa ruangan kecil yang dipergunakan untuk menyimpan medium dan
alatalat yang sudali steril, untuk menyimpan alat-alat gelas, bahan-bahan
kimia dan pembuatan medium (ruang timbang), dan ruangan untuk
mencuci. Persiapan eksplan yang dilakukan meliputi pencucian,
pemotongan /pembuangan bagian-bagian tanaman yang tidak dipergunakan
serta perlakuan awal untuk mengurangi kontaminan yang ada dipermukaan
tanaman.
Persiapan medium meliputi penimbangan bahan kimia medium, pengenceran
medium, penuangan kedalam wadah kultur dan sterilisasi. Sesuai dengan
fungsinya, fasilitas yang dibutuhkan didalam ruangan ini adalah meja tempat
meletakkan alat-alat pemanas, meja untuk alat-alat timbang, meja untuk
bekerja dan tempat mencuci, semua meja adalah kongkrit (statis dari beton)
dan beralas porselin. Peralatan yang diletakkan di dalam ruangan ini terdiri
dari: oven, magnetic stirrer dengan atau tanpa pemanas, alat-alat gelas, lemari
alat-alat gelas; alat-alat untuk mencuci, rak pengering, alat-alat diseksi

7
(spatula, pisau, scalpel, pinset, glinting, cutter). Ruang timbang Ruangan ini
dipergunakan untuk tempat menyimpan bahan-bahan kimia medium dan
mempersiapkan medium kultur. Persiapan medium kultur meliputi
penimbangan bahan kimia medium, pengenceran larutan stok, membagi-bagi
dalam botol kultur dan sterilisasi.
Ruang timbang berhubungan langsung dengan ruang persiapan.
Fasilitas yang diperlukan dalam ruangan ini adalah meja kerja dan meja untuk
alat-alat timbang beralas porselin. Peralatan yang diletakkan diruangan ini
terdiri dari: timbangan analitik, lemari es dan freezer untuk menyimpan
larutan stok, hot plate dengan magnetik stirrer, bunsen dengan kaki tiga, pH
meter, lemari bahan kimia dana alat-alat (aluminum foil, kertas timbang,
kertas saring. Ruang stok Ruang stok dipergunakan untuk menyimpan alat-
alat steril dan medium yang sudah jadi (steril). Didalam pelaksanaan teknik
kultur jaringan, sebelum penanaman eksplan maupun subkultur dilakukan,
medium kultur harus sudah disiapkan minimum tiga hari sebelum diperlukan.
2. Ruang stok
Ruang stok dipergunakan untuk menyimpan alat-alat steril dan
medium yang sudah jadi (steril). Didalam pelaksanaan teknik kultur jaringan,
sebelum penanaman eksplan maupun subkultur dilakukan, medium kultur
harus sudah disiapkan minimum tiga hari sebelum diperlukan. Medium yang
sudah jadi harus disimpan didalam ruangan yang dingin dan gelap. Fasilitas
yang diperlukan diruangan ini berupa meja
kerja beralas porselin. Ruang stok harus berhubungan langsung 2 arah,
satu arah dengan ruang persiapan (setelah media disterilisasi diruang
persiapan, dapat langsung dibawa keruangan ini) dan arah yang lain dengan
ruang transfer atau ruang steril, ruangan ini meskipun tidak harus steril tetapi
kebersihannya harus tetap terjaga. Alat alat yang terdapat di ruangan ini
meliputi: kereta dorong, rak-rak untuk meletakkan medium steril, oven untuk
menyimpan alat-alat steril
3. Ruang steril / transfer
Ruang transfer merupakan ruangan dimana semua kegiatan aseptis
dimulai. Kegiatan yang dilakukan meliputi : sterilisasi, isolasi bagian-bagian
tanaman, dan penanaman eksplan dalam medium. Kegiatan subkultur,

8
sterilisasi medium dengan ultrafiltrasi juga dilakukan diruangan ini. Ruangan
ini mutlak harus steril, sehingga sedapat mungkin bebas dari debu dan hewan
kecil, dinding ruangan dilapis porselin atau bahan lain yang kedap air dan
mudah dibersihkan. Ruangan ini juga dilengkapi dengan tempat cuci tangan
sehingga memudahkan petugas yang akan memulai dengan pekerjaan aseptis,
pengatur suhu (AC), lampu ultra violet dan lampu TL biasa. Ruang transfer
harus terisolir sedemikian rupa tetapi masih dapat berhubungan dengan ruang
stok, ruang inkubasi dan ruang mikroskop. Pintu penghubung harus selalu
dalam keadaan tertutup.
Ruang transfer dilengkapi dengan alat-alat sebagai berikut: laminar air
flow cabinet, peralatan utama untuk melakukan pekerjaan aseptis, dissecting
microscope, alat-alat diseksi (scalpel, pinset, spatula, gunting, jarum), hand
sprayer untuk alcohol, bunsen burner/lampu alkohol/bacticinerator, meja
beralas kaca/formica dengan laci untuk menyimpan alat-alat steril, kapas dan
alcohol.
4. Ruang inkubasi/kultur
Ruang kultur merupakan ruang besar dengar kemungkinan perluasan
bila diperlukan. Kebersihannya harus diperhatikan dan sedapat mungkn
dihindari terlalu banyak keluar masuknya orang-orang yang tidak
berkepentingan. Ruangan ini dipergunakan untuk memelihara eksplan yang
telah ditanam pada medium secara aseptis. Kultur yang telah lumbuh dan
memperbanyak diri, secara teratur harus disubkultur. Tergantung dari jenis
eksplan dan tipe kultur, subkultur dilakukan setiap 3-6 minggu sekali, hal ini
berarti tiap bulan ada pelipatan jumlah kultur.
Botol-botol kultur diatur dengan menempatkannya pada rak-rak
terbuka yang bertingkat (3-4 tingkat) dengan lampu fluorescent, jarak tiap
tingkat 40-50 cm. Jarak antara rak harus diatur sedemikian rupa sehingga
memudahkan lalulintas pemeriksa kultur. Di dalam ruang kultur, lingkungan
fisik diatur sedemikian rupa sehingga mendukung pertumbuhan yang optimal,
untuk itu perlu ada pengaturan terhadap suhu dan cahaya. Unsur-unsur dan
cahaya yang perlu diperhatikan adalah kualitas, lama penyinaran dan intensitas
cahaya.
2.3 Alat-alat Kultur Jaringan dan Fungsinya
1. Magnetic stirrer
9
Magnetic stirrer digunakan untuk proses pembuatan media serta pembuatan larutan
dari senyawa yang berbentuk padat. Magnetic stirrer memiliki dua fungsi yaitu untuk
pemanasan (heating) dan pengadukan (stirring). Dengan fungsi tersebut maka alat ini
dilengkapi dengan dua tombol putar, yakni tombol “stirrer” (pengaduk) dan tombol
“heat” (untuk pemanasan).

2. Timbangan Digital
Timbangan (balance) digital beragam jenisnya, gunanya secara umum adalah untuk
menghitung satuan massa suatu benda dengan teknik digital. Dalam lab kultur, alat ini
digunakan untuk menimbang bahan/zat yang digunakan dalam kultur, misalnya zat
pengatur tumbuh, bahan untuk media, gula, agar, dan lain sebagainya

Sebelum menimbang bahan, kita harus mengetahui kapasitas timbang dari suatu
timbangan. Pilihan jenis timbangan yang akan digunakan disesuaik setelah itu timbangan
dihubungkan dengan stop kontak listrik (plugin), kemudian tekan tombol “on/off” untuk
mengaktifkan. Sebelum digunakan timbangan dinolkan terlebih dahulu. Setelah alas
timbang (untuk menaruh bahan yang akan ditimbang) diletakkan pada timbangan,
timbangan kembali dinolkan. Kemudian bahan yang akan ditimbang ditaruh pada alas
timbang yang sudah disiapkan. Selanjutnya, berat benda yang ditimbang akan terbaca
pada layar. Setelah pekerjaan penimbangan selesai, timbangan harus dibersihkan,
dinolkan dan stop kontak harus dicabut.

10
3. Microwave

Fungsi : Sebagai alat untuk memanaskan dan untuk menghomogenkan sampel.


Prinsip Kerja : Bekerja dengan gelombang elektromagnetik yang menimbulkan panas
dan getaran.
1. Pasangkan catu daya
2. Masukkan larutan
3. Atur suhu
4. Setelah selesai matikan

4. Autoklaf
Autoklaf adalah alat untuk sterilisasi dengan metode uap panas (steam heating). Ada
dua jenis jika dilihat dari daya yang digunakan. Yang pertama adalah autoklaf yang
menggunakan kompor dan yang kedua adalah autoklaf yang menggunakan daya listrik.
Keduanya memiliki cara kerja yang sama dalam proses sterilisasi.

Autoklaf dilengkapi dengan “sarangan” seperti pada dandang untuk mengukus. Pada
sarangan ini diletakkan benda yang akan disteril. Sementara pada dandang (dibawah
sarangan) diisi dengan air untuk menghasilkan uap, mirip seperti dandang pengukus.
Setelah benda yang akan disterilisasi dimasukkan, autoklaf ditutup dengan jalan memutar

11
‘skrup’ hingga benar-benar kencang, sementara itu katup uap dibiarkan tetap terbuka.
Setelah itu autoklaf diletakkan di atas kompor (untuk yang menggunakan daya kompor)
dan dihubungkan stop kontak (yang menggunakan daya listrik). Katup uap ditutup jika
sudah mengeluarkan uap agar suhu dan tekanan naik. Untuk jenis autoklaf listrik, naiknya
suhu sangat lambat dan tekanan 17,5 Psi dicapai dalam waktu yang lebih lama. Namun
kemudian stabil dalam tekanan ini tanpa harus mencabut stop kontak seperti halnya
mengecilkan kompor pada autoklaf kompor. Pada autokalf daya listrik, besaran suhu akan
berjalan secara automatis sesuai pengaturan suhu yang kita lakukan.
5. Oven
Sterilisasi juga bisa dilakukan dengan oven, namun hanya bisa untuk alat-alat kecil
dan glasswares dan tidak bisa untuk sterilisasi media. Di dalam laboratorium, oven
diletakkan di ruang preparasi.

Metode sterilisasi dengan oven dikenal dengan dry heating, karena proses
sterilisasi menggunakan udara kering yang panas. Ada banyak ragam oven, salah
satunya adalah oven yang menggunakan daya listrik, dilengkapi dengan pengatur
suhu dan waktu, sehingga proses sterilisasi bisa dilakukan dengan menekan tombol
sesuai dengan kebutuhan. Angka yang menunjukkan suhu dan waktu pengovenan
akan terbaca secara digital.
6. Meja Kerja (Enkas, laminar)
Meja kerja dalam kultur jaringan disebut juga meja tanam, adalah tempat yang
digunakan untuk menanam. Meja kerja yang sederhana disebut enkas. Enkas tidak
menggunakan daya listrik. Dibagian depan terdapat dua lubang yang digunakan untuk
memasukkan tangan penggunanya. Meja kerja lainnya adalah laminar air fl ow
cabinet (LAFC). LAFC lebih modern dari enkas, menggunakan daya listrik dan
dilengkapi dengan lampu ultra violet (UV) yang berguna untuk membunuh
mikroorganisme serta lampu neon sebagai penerang.

12
Prinsip kerja LAFC adalah dengan hembusan udara (air fl ow) yang steril.
Pertama udara dari luar disaring oleh filter pertama yang letak umumnya di bagian
atas laminar. Udara ini selanjutnya memasuki sistem filter yang kedua dalam laminar
dan menjadi steril. Udara steril ini akhirnya dihembuskan pada areal meja kerja ke
arah luar laminar, sehingga jika ada mikroorganisme yang masuk dari arah luar secara
automatis akan terhembus ke luar laminar.
7. Rak Kultur
Rak kultur merupakan tempat untuk meletakkan eksplan setelah ditanam pada
media steril dan menumbuhahkannya hingga menjadi plantlet. Rak kultur diletakkan
dalam ruang kultur atau ruang inkubasi. Semua proses morfogenesis hingga terbentuknya
plantlet berlangsung di ruang kultur pada rak kultur

8. Destilation Unit

13
Destilation Unit berfungsi untukMembuat air suling
Prosedur kerja

1. Hidupkan destilation unit,sambungkan ke catu daya

2. Masukkan air keran ke dalam destilation unit

3. Setelah air dimasukkan akan diperoleh akuades

9. Hot Plate Stirer

Fungsi : Mengaduk /mencampur larutan dengan atau tanpa pemanasan


Prosedur Kerja :

1. Pasang catu daya pada listrik


2. Siapkan larutan dan taruh di atas hot plate
3. Masukkan stirrer kedalam larutan
4. Atur suhu dan kecepatan yang dikehendaki
5. Tunggu hingga larutan tercampur

10. Sealer

Fungsi : Merekatkan plastika

14
Prosedur kerja :
1. Pasang catu daya pada listrik
2. Letakkan plastik pada sealer
3. Pilih skala panas yang diinginkanan
4. Tekan pengungkit sealer hingga lampu sealer padam dan lepaskan pengungkit
5. Lepaskan catu daya

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kultur adalah budidaya jaringan sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi
yang sama. Kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi
tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Kultur jaringan disebut
sebagai tissue culture. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik yang digunakan
untuk menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ
dalam kondisi aseptik yang dilakukan secara in vitro (Yusnita, 2003). Teknik kultur
jaringan antara lain fusi protoplas, keragaman somaklonal, seleksi in vitro, serta
transformasi genetik. Langkah langkah yang dilakukan merupakan awal dari sebuah
kultur jaringan yaitu pada proses menginduksi kalus yang bersifat embrionik. Kultur
jaringan didasarkan pada prinsip totipotensi sel. Menurut prinsip tersebut, sebuah sel
atau jaringan tumbuhan yang diambil dari bagian manapun, akan dapat tumbuh
menjadi tumbuhan sempurna jika ditumbuhkan dalam media yang cocok (Bustami,
2011). Manfaat dari kultur jaringan yaitu dapat menghasilkan tanaman baru dalam
jumlah besar serta dalam waktu singkat, dengan sifat dan kualitas yang sama .
Perlakuan secara in vitro mengacu pada reaksi-reaksi biokimia yang berlangsung di
luar sel hidup. Sedangkan in vivo mengacu ke reaksi-reaksi yang berlangsung dalam
sebuah sel hidup.
2. Alat-alat laboratorium kultur jaringan
Magnetic stirrer digunakan untuk proses pembuatan media serta pembuatan larutan
dari senyawa yang berbentuk padat. Magnetic stirrer memiliki dua fungsi yaitu untuk
pemanasan (heating) dan pengadukan (stirring). Dengan fungsi tersebut maka alat ini
dilengkapi dengan dua tombol putar, yakni tombol “stirrer” (pengaduk) dan tombol
“heat” (untuk pemanasan). Timbangan (balance) digital beragam jenisnya, gunanya
secara umum adalah untuk menghitung satuan massa suatu benda dengan teknik
digital. Microwave Sebagai alat untuk memanaskan dan untuk menghomogenkan
sampel, Destilation Unit berfungsi untuk Membuat air suling, Autoklaf adalah alat
untuk sterilisasi dengan metode uap panas (steam heating). Hot Plate Stirer Mengaduk
/mencampur larutan dengan atau tanpa pemanasan, Sealer Merekatkan plastika.

16
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, A. dan James, A. R. 2008. Neuromuscular Disorder. United States of America: The
McGraw-Hill Companies, Inc.

Andriani, Debrina Puspita. (2017). Metode Taguchi Pengendalian Kualitas. Journal of


Lecture UB.13-20.

Arimarsetiowati, R. 2012. Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Warta Balai Pusat Penelitian
Kakao dan Kopi Indonesia. Diakses pada Tanggal 9 Januari 2014.

Bustami.2011.Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan & Akseptabilitasnya. Jakarta:


Erlangga.
Gunawan, L, W., 1995. Teknik Kultur In Vitro Dalam Hortikultura. Penebar Swadaya:
Jakarta.
Mulyaningsih, Sri. 2014. Analisis Pemanfaatan Daun Binahong (Anredera cordifolia,
Steenis.) sebagai Antimikroba. Jurnal Pendidikan Biologi.

Herawan, T., Na'iem, M., Indrioko, S., & Indrianto, A. (2015). Kultur Jaringan Cendana
(Santalum album L.) Menggunakan Eksplan Mata Tunas. Jurnal Pemuliaan
Tanaman Hutan, 9(3), 177-188. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/313547198

Imelda, M., Wulansari, A., & Sari, L. (2018). Perbanyakan In Vitro Pisang Kepok var. Unti
Sayang Tahan Penyakit Darah Melalui Proliferasi Tunas. Jurnal Bioteknologi &
Biosains Indonesia, 5(1), 36-44. Retrieved from Jurnal:
http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

Mahmound, O., & Kosar, M. (2013). Regeneration and Histological of plants Derived From
Leaf Explants In Vitro Culture of Strawberry. Agricultural Biotechnology
Research Institute of Iran.
Utami, Prupti dan Desty Ervira Puspaningtyas.2013. The Miracle of Herb.Jakarta : PT.
Agromedia Pustaka.

Putri, Aafiyah. 2015. Analisis Pengaruh Perubahan Profitabilitas Terhadap Perubahan Saham
Pada Perubahan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-
2013. Skripsi. Universitas Hasanuddin: Makasar.

Putnam A., Tang, C.S. 1986. The allelopahy. New york: 1-4.
Sugiyarto, L. Dan Paramita, C.K. 2014. Pengaruh 2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid (2,4-D)
dan Benzyl Aminopurin (BAP) terhadap Pertumbuhan Kalus Daun Binahong
(Anredera cordifolia L.) serta Analisis Kandungan Flavonoid Total. Jurnal
Penelitian Saintek. Vol 19(1). Hal : 23-30.

Susetya, Darma. 2012. Panduan Lengkap Membuat Pupuk Organik (Untuk Tanaman
Pertanian dan Perkebunan). Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Smith, R. H. 2013. Plant Tissue Culture Thirth Edition. Texas: Elsivier.

17
Sitorus, Risma Meidy Hardina, dkk. 2011. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavanoid pada
Daun Adam Hawa (Rhoe discolor). ProgramStudiFarmasi FMIPA UNSRAT
Manado
.
Vickery, M.L., B. Vickery. 1981. Secondary Plant Metabolism, The Macmillan Press,
London, 255-288.

Yusnita, 2003. Kultur Jaringan, Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agromedia
Pustaka. Jakarta.

Wetherell, D.F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Semarang: IKIP
Semarang Press

Zulkarnain. (2009). Dasar-dasar Hortikultura. Jakarta: Bumi Aksara.

18

Anda mungkin juga menyukai