OLEH:
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup baik.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan, terutama
disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan
dan bantuan dari pihak lain, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Karena itu, sudah
sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
arahan dan bimbingan kepada penulis setiap saat.
Penulis sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang
lebih baik lagi. Harapan penulis, semoga makalah yang sederhana ini dapat berguna bagi kita
semua.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
3.1 KESIMPULAN.....................................................................................................................5
3.2 SARAN.................................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Penjualan angsuran adalah penjualan barang atau jasa yang dilaksanakan dengan
perjanjian dimana pembayaran dilakukan secara bertahap atau berangsur. Biasanya pada saat
barang atau jasa diserahkan kepada pembeli, penjual menerima uang muka (down payment)
sebagai pembayaran pertama dan sisanya diangsur dengan beberapa kali angsuran. Karena
penjualan harus menunggu beberapa periode untuk menagih seluruh piutang penjulannya,
maka biasanya pihak penjual akan membebankan bunga atas saldo yang belum diterimanya.
Resiko atas tidak tertagihnya piutang usaha angsuran ini sangat tinggi, mungkin saat
akan dilakukan penjualan angsuran telah dilakukan survai atas pembeli dan memperoleh hasil
yang baik. Karena penagihan piutang usaha angsuran memakan waktu yang cukup lama
(beberapa periode), hal tersebut kemungkinan dapat merubah hasil survai yang telah
dilakukan semula terhadap pembeli. Untuk menghindari hal-hal demikian, penjual biasanya
akan membuat kontrak jual beli (security agreement), yang memberikan hak kepada penjual
untuk menarik kembali barang yang telah di jual dari pembeli.
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui penjualan angsuran barang – barang tak bergerak
2. Untuk mengetahui penyajian laporan keuangan penjualan angsuran
3
BAB 2
“PEMBAHASAN”
Untuk mengurangi barang angsuran tersebut dari resiko terbakar atau hilang,
pihak penjual dapat menetapkan syarat bagi pembeli agar barang angsuran tersebut
diasuransikan untuk kepentingkan pihak penjual. Premi asuransi ditanggung oleh
pembeli, jika barang angsuran hilang atau terbakar, pihak asuransi akan membayar ganti
rugi kepada penjual dan bukan pembeli. Kadang kala mungkin jiwa dari pembeli
diwajibkan oleh penjual untuk diasuransikan dengan premi auransi atas tanggungan si
pembeli.
2. Pada saat perjanjian ditandatangani dan pembayaran pertama telah dilakukan, hak
milik dapat diserahkan kapada pembeli, tetapi dengan menggadaikan atau
menghipotikan untuk bagian harga penjualan yang belum dibayar kapada si penjual.
3. Hak milik atas barang-barang untuk sementara diserahkan kepada suatu badan “trust”
(trustee) sampai pembayaran harga penjualan dilunasi. Setelah pembayaran lunas oleh
pembeli, baru trustee menyerahkan hak atas barang-barang itu kepada pembeli.
Perjanjian semacam ini dilakukan dengan membuat akta kepercayaan (trust deed /
trust indenture).
4
berdasarkan perhitungan yang sesuai dengan perjanjian yang ada sehingga pemilikan
kembali tersebut dapat menimbulkan kerugian.
1. Besarnya pembayaran pertama atau down payment harus cukup untuk menutup
besarnya semua kemungkinan terjadinya penurunan harga barang tersebut dari semula
barang baru menjadi barang bekas
2. Jangka waktu pembayaran di antara angsuran yang satu dengan yang lain hendaknya
tidak terlalu lama, kalau dapat tidak lebih dari satu bulan.
Perbedaan antara harga penjualan dengan harga pokoknya dicatat sebagai “Laba
Kotor yang Belum Direalisasi”. Diakui dengan memindahkan sebagian saldo rekening
“Laba Kotor yang Belum Direalisasi” ke dalam rekening “Realisasi Laba Kotor”.
Contoh 1:
PT SENTANA bergerak dalam bidang jual beli harta tak bergerak, menjual rumah
kepada Tn. Hartono seharga Rp 2.500.000, harga pokoknya Rp 1.500.000.
Pembayaran pertama(down payment) sebesar Rp 500.000. PT SENTANA dan Tn.
Hartono sepakat menghipotikkan rumah tersebut dari Tn. Hartono kepada PT
SENTANA sebesar Rp 2.000.000. Akte hipotik ditanda-tangani pada 1 September
1980 dibayar dalam jangka 5 tahun, pembayaran tiap ½ tahun @Rp 200.000 dengan
bunga hipotik 12% setahun. Biaya lain untuk menyelesaikan akte sejumlah Rp
50.000. Jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi yaitu:
5
Jurnal
Transaksi Laba diakui secara proporsional dengan
Laba diakui pada periode penjualan
jumlah penerimaan angsuran
1 September 1980 : Piutang (Tn Hartono) 2.500.000,00 Piutang (Tn Hartono) 2.500.000,00
1) Dijual sebuah rumah dengan harga Rp Rumah 1.500.000,00 Rumah 1.500.000,00
2.500.000,00 harga pokok rumah Laba penjualan 1.000.000,00 Laba kotor yang belum
sebesar Rp 1.500.000,00 direalisasi 1.000.000,00
6
Penerimaan kas tahun 1980, sebesar : direalisasi 200.000,00
Rp 500.000,00 (down payment). Jadi
Realisasi laba kotor
laba kotor yang direalisasi 40% x
200.000,00
500.000,00 = Rp 200.000,00
5) Menutup rekening nominal ke Rugi Laba penjualan rumah 1.000.000,00 Realisasi laba kotor 200.000,00
Laba Pendapatan bunga 80.000,00 Pendapatan bunga 80.000,00
Ongkos penjualan 50.000,00 Ongkos penjualan 50.000,00
Rugi-laba 1.030.000,00 Rugi-laba 230.000,00
7
Rp 1.600.000,00 @12% untuk jangka diterima 64.000,00 diterima 64.000,00
waktu 4 bulan = Rp 64.000,00. Pendapatan bunga 64.000,00 Pendapatan bunga 64.000,00
Laba kotor yang direalisasi 40% dan Laba kotor yang belum
pembayaran angsuran yang diterima tahun direalisasi 160.000,00
1981 sebesar Rp 400.000,00 atau Rp Realisasi laba kotor 160.000,00
160.000,00
10) Menutup rekening nominal ke rugi-laba Pendapatan bunga 212.000,00 Pendapatan bunga 212.000,00
Rugi-laba 372.000,00
8
Apabila pembayaran angsuran hipotik dari Tn Hartono dapat diterima sesuai dengan
perjanjian yang ada, maka kedua metode pengakuan laba kotor atas transaksi penjualan angsuran
tidak berakibat perbedaan jumlah “Pendapatan Bunga” yang diperoleh dalam setiap tahun
bukunya. Akan tetapi laba (rugi) bersih yang diakui pada setiap tahun buku diantara kedua
metode itu akan tetap berbeda.
Apabila laba diakui dalam periode dimana penjualan itu terjadi, maka atas transaksi
penjualan rumah itu PT Sentana akan melaporkan labanya sebesar Rp 950.000,00 (Rp
1.000.000,00 – Rp 500.000,00) dalam tahun buku 1980 dan oleh karenanya tidak ada pengakuan
laba untuk 5 tahun kemudian saat berakhirnya transaksi tersebut. Di lain pihak menurut metode
angsuran laba penjualan rumah sebesar Rp 950.000,00 akan dianggap direalisasikan sebesar Rp
150.000,00 (Rp 200.000,00 – Rp 50.000,00) pada tahun 1980 dan Rp 800.000,00 sisanya akan
diakui dalam masa 5 tahun kemudian sesuai dengan jangka waktu penyelesaian transaksi
masing-masing sebesar Rp 160.000,00 setiap tahun.
Apabila kontrak dibatalkan berarti tidak selruh laba yang diperhitungkan dapat
direalisasikan. Di samping itu harus diperhitungkan pengaruh penurunan harga barang yang
bersangkutan karena dengan demikian barang hanya dapat dijual kembali dalam bentuk barang
bekas pakai.
Apabila dari contoh tersebut, Tn Hartono tidak dapat memenuhi kewajibannya pada
tanggal 1 Maret 1982, maka PT Sentana akan menarik kembali saldo hipotiknya sebesar Rp
1.600.000,00 dan memiliki kembali rumah, sedangkan jumlah pembayaran yang telah dilakukan
Tn Hartono tidak dapa ditarik kembali dan menjadi haknya PT Sentana.
Diumpamakan penilaian kembali atas rumah tersebut pada tanggal 1 Maret 1982 adalah
sebesar Rp 1.200.000,00. Dengan demikian pencatatan pada masing-masing metode sebagai
berikut :
9
Dimiliki kembali rumah yang Rumah Rumah
dibeli Tn Hartono dinilai 1.200.000,00 1.200.000,00
kembali sebesar Rp
Rugi pemilikan kembali Laba kotor yang belum
1.200.000,00. Hipotik yang
400.000,00
berjalan ditarik kembali direalisasi
dengan saldo Rp 1.600.000,00 Hipotik U/K 640.000,00
1.600.000,00
Hipotik U/K
1.600.000,00
Laba atau rugi pemilikan kembali pada masing-masing metode tersebut diatas, dapat dibuktikan
dengan perhitungan berikut :
Harga pokok
-1.500.000,00
(Rp 300.000,00) (Rp 300.000,00)
Harga penilaian
-1.200.000,00
Rp 600.000,00 Rp 600.000,00
Rp 1.000.000,00 Rp 360.000,00
10
Laba bersih
Didalam neraca akan terdapat rekening “Piutang Penjualan Angsuran” dan “Laba
Kotor yang Belum Direalisasi” yang hubungannya dengan pelaksanaan penjualan angsuran
tertentu. Apabila Piutang Penjualan Angsuran dicatat sebagai aktiva lancar, maka posisinya
sama dengan piutang biasa sehingga dapat diinterpretasikan sebagai aktiva yang dapat
dikonversikan menjadi uang kas dalam siklus operasi normal perusahaan. Untuk “Laba Kotor
yang Belum Direalisasi” didalam neraca dengan dicantumkan kedalam salah satu dari
kelompok tersebut dibawah ini:
1. Sebagai hutang (liability) dan dilaporkan dibawah kelompok “Pendapatan Yang Masih
Akan Diterima” (deferred revenue).
2. Sebagai rekening penilaian (valuation account) dan mengurangi rekening “Piutang
Penjualan Angsuran”.
3. Sebagai rekening modal dan dicatat sebagai bagian dari “Laba Yang Ditahan” (retained
earnings).
Dari laba kotor, harus dikecualikan terhadap laba yang belum dapat diakui sehubungan dengan
penentuan pajak pendapatan perusahaan (Pajak Perseroan) atau laba yang belum bisa dibagikan
sebagai deviden sampai laba dari penjualan angsuran benar-benar direalisasikan. Laba Kotor
Yang Belum Direalisasi dapat dikelompokkan kedalam 3 elemen sebagai berikut:
1. Cadangan untuk menutup biaya-biaya penagihan piutang penjualan angsuran yang belum
dibayar, termasuk biaya yang timbul karena pembeli gagal melunasi kewajibannya.
Cadangan demikian harus dikurangkan dari saldo piutang penjualan angsuran.
11
2. Hutang/kewajiban yang akan dibayar untuk pajak perseroan sesuai dengan bagian laba
kotor yang belum diakui untuk ditarik pembayaran pajaknya. Hutang pajak ini tidak
boleh digabung dengan saldo pajak perseroan yang telah terhutang untuk laba yang sudah
direalisasi dalam periode bersangkutan. Apabila laba kotor yang bersangkutan sudah
direalisasi maka pajak diperhitungkan pada tahun buku tersebut.
3. Sisanya merupakan laba bersih yang berasal dari transaksi penjuala angsuran tersebut.
Jumlah ini dapat dilaporkan sebagai bagian dari Laba Yang Ditahan secara khusus yang
tidak bisa dipakai sebagai dasar pembagian deviden sampai piutang penjualan angsuran
itu direalisasikan.
Contoh lainnya :
Contoh 2 :
PT Karya Bhakti menjual barang dagangannya sebagian atas dasar kontrak penjualan
angsuran untuk masa ± 3 tahun di samping penjualan secara kredit, sejak beberapa tahun
terakhir. Berikut ini neraca PT Karya Bhakti pada akhir tahun buku 1980.
Aktiva Pasiva
12
Lanjutan
Akm,penyusutan Rp 380.000,00
Rp 795.000,00
Terhadap barang dagangan yang dijual atas dasar kontrak penjualan angsuran. Perusahaan
memperhitungkan tingkat laba kotor masing-masing 35% untuk tahun 1981, 30% untuk tahun
1980 dan 25% untuk tahun 1979 dari harga jual yang bersangkutan. Diumpamakan perusahaan
menggunakan metode fisik terhadap administrasi barang-barang dagangannya. Atas dasar
transaksi-transaksi yang terjadi dalam tahun buku 1981 berikut ini, maka pencatatannya yang
diperlukan oleh PT Karya Bhakti adalah sebagai berikut :
13
Transaksi – transaksi Jurnal
Akm.penyusutan AT 95.000,00
15
Penjualan Penjualan
Jumlah
Angsuran Regular
Penjualan 600.000 1.850.000 2.450.000
Harga Pokok Penjualan:
Persedian per 1 Jan 1981 Rp 600.000
Pembelian 2.500.000
Potongan Pembelian 100.000
Rp 2.400.000
Barang yg tersedia untuk dijual Rp 3.000.000
Persediaan Barang per 31 Des 1981 Rp 1.210.000 390.000 1.400.000 1.790.000
Laba Kotor Penjualan 210.000 450.000 660.000
Dikurangi:laba kotor penjualan angsuran tahun 1981
Yang belum direalisasi(lihat lampiran) 105.000 - 105.000
Laba kotor yang direalisasi untuk penjualan tahun 1981 105.000 450.000 555.000
Ditambah:Realisasi laba kotor penjualan angsuran th. 1980 dan
1979(lihat lampiran) 75.000
jumlah realisasi laba kotor tahun 1981 630.000
Macam-macam biaya usaha (termasuk penyusutan) 500.000
Laba bersih sebelum pajak perseroan 130.000
Pajak perseroan 26% 26.000
Laba bersih setelah P.Ps 104.000
16
Tingkat laba kotor untuk Penjualan Angsuran 1981:
Laba Kotor Yang Belum Direalisasi untuk penjualan angsuran tahun 1981:
Piutang Penjualan Angsuran Rp 600.000
Penerimaan pembayaran dalam tahun 1981 Rp 300.000
Saldo per 31 Desember 1981 Rp 300.000
Laba Kotor Yang Belum Direalisasi (35% x Rp 300.000) Rp 105.000
Penerimaan pembayaran
piutang penjualan angsuran 300.000 200.000 60.000
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penjualan angsuran adalah penjualan barang atau jasa yang dilaksanakan dengan
perjanjian dimana pembayaran dilakukan secara bertahap atau berangsur. Biasanya pada
saat barang atau jasa diserahkan kepada pembeli, penjual menerima uang muka (down
17
payment) sebagai pembayaran pertama dan sisanya diangsur dengan beberapa kali
angsuran. Resiko atas tidak tertagihnya piutang usaha angsuran ini sangat tinggi,
mungkin saat akan dilakukan penjualan angsuran telah dilakukan survai atas pembeli dan
memperoleh hasil yang baik.
Karena penagihan piutang usaha angsuran memakan waktu yang cukup lama
(beberapa periode), hal tersebut kemungkinan dapat merubah hasil survai yang telah
dilakukan semula terhadap pembeli. Untuk menghindari hal-hal demikian, penjual
biasanya akan membuat kontrak jual beli (security agreement), yang memberikan hak
kepada penjual untuk menarik kembali barang yang telah di jual dari pembeli.
2. Pada saat perjanjian ditandatangani dan pembayaran pertama telah dilakukan, hak milik
dapat diserahkan kapada pembeli, tetapi dengan menggadaikan atau menghipotikan untuk
bagian harga penjualan yang belum dibayar kapada si penjual.
3. Hak milik atas barang-barang untuk sementara diserahkan kepada suatu badan “trust”
(trustee) sampai pembayaran harga penjualan dilunasi. Setelah pembayaran lunas oleh
pembeli, baru trustee menyerahkan hak atas barang-barang itu kepada pembeli. Perjanjian
semacam ini dilakukan dengan membuat akta kepercayaan (trust deed / trust indenture).
4. Beli sewa (lease-purchase) dimana barang-barang yang telah diserahkan kepada pembeli.
Pembayaran angsuran dianggap sewa sampai harga dalam kontrak telah dibayar lunas,
baru sesudah itu hak milik berpidah kepada pembeli.
1.1 SARAN
18
kita selau menambah pengetahuan baik dari makalah ataupun dari segala sumber yang dapat
memberikan informasi baru.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/35713696/Makalah_Penjualan_Angsuran_Kel_6_Jadi
http://mandailingjulu.blogspot.com/2012/10/penjualan-angsuran-barang-dagangan.html
19