Anda di halaman 1dari 54

OVERVIEW BEDAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas di Bagian Laboratorium Ilmu Bedah


Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Pembimbing:
Fitriardi Sejati, dr.,Sp.B., FinaCS

Disusun oleh:
Randhy Rahmawan H 4151181517
Inidia Shabbanadari Agel 4151181523
Vania Nanda Priasty 4151181527
Azkia Putri Islami 4151181535
Melati Putri Wulandari 4151181537
Raniwari Fajeriah 4151191005
Asep Septiana 4151191001

LABORATORIUM ILMU BEDAH


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2021
1. Ca Mammae

a. TNM system (AJCC)


Stadium T N M Klinis

Stadium 0 Tis N0 M0  DCIS/LCIS/Paget disease


 Pembesaran KGB (-)
 Metastasis (-)
Stadium T1a N0 M0  Diameter 0,1-0,5 cm
1A  Pembesaran KGB (-)
 Metastasis (-)
Stadium T0 N1mi M0  Tidak ada tumor primer
1B  Pembesaran KGB axila level
I dan II (0,2mm-2mm)
 Metastasis (-)
T1a N1mi M0  Diameter 0,1-0,5 cm
 Pembesaran KGB axila level
I dan II (0,2mm-2mm)
 Metastasis (-)
Stadium T0 N1b M0  Tidak ada tumor primer
2A  Pembesaran KGB mammae
 Metastasis (-)
T1a N1b M0  Diameter 0,1-0,5 cm
 Pembesaran KGB mammae
 Metastasis (-)
T2 N0 M0  Diameter 2-5 cm
 Pembesaran KGB (-)
 Metastasis (-)
Stadium T2 N1 M0  Diameter 2-5 cm
2B  Pembesaran KGB axilla
level I dan II tidak terfiksasi
 Metastasis (-)
T3 N0 M0  Diameter >5 cm
 Pembesaran KGB (-)
 Metastasis (-)
Stadium T0 N2 M0  Tidak ada tumor primer
3A  Pembesaran KGB axilla
level I dan II terfiksasi
 Metastasis (-)
T1a N2 M0  Diameter 0,1-0,5 cm
 Pembesaran KGB axilla
level I dan II terfiksasi
 Metastasis (-)
T2 N2 M0  Diameter 2-5 cm
 Pembesaran KGB axilla
level I dan II terfiksasi
 Metastasis (-)
T3 N1 M0  Diameter >5 cm
 Pembesaran KGB axilla
level I dan II tidak terfikasi
 Metastasis (-)
T3 N2 M0  Diameter >5 cm
 Pembesaran KGB axilla
level I dan II terfiksasi
 Metastasis (-)
Stadium T4 N0 M0  Diameter berapapun dengan
3B ekstensi ke dinding dada
atau kulit
 Pembesaran KGB (-)
 Metastasis (-)
T4 N1 M0  Diameter berapapun dengan
ekstensi ke dinding dada
atau kulit
 Pembesaran KGB axilla
level I dan II tidak terfikasi
 Metastasis (-)
T4 N2 M0  Diameter berapapun dengan
ekstensi ke dinding dada
atau kulit
 Pembesaran KGB axilla
level I dan II terfiksasi
 Metastasis (-)
Stadium T N3 M0  Pembesaran KGB axilla
3C berapapun level III
 Metastasis (-)
Stadium 4 T N M1  Metastasis (+)
berapapun berapapun

b. Kemoterapi
- Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa gabungan
beberapa kombinasi obat kemoterapi
- Kemoterapi diberikan secara bertahap, biasanya sebanyak 6 – 8 siklus agar
mendapatkan efek yang diharapkan dengan efek samping yang masih dapat
diterima
- Hasil pemeriksaan imunohistokimia menentukan regimen kemoterapi yang akan
diberikan
- First line kemoterapi:
a. CMF
 Cyclophospamide 100 mg/m2, hari 1 s/d 14
 Methotrexate 50 mg / m2 IV, hari 1 & 8
 5 Fluoro-uracil 500 mg/m2 IV,hari 1 & 8 Interval 3-4 minggu, 6 siklus
b. CAF
 Cyclophospamide 500 mg/m2, hari 1
 Doxorubin 50 mg/m2, hari 1
 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2, hari 1 Interval 3 minggu / 21 hari, 6 siklus
c. CEF
 Cyclophospamide 500 mg/m2, hari 1
 Epirubicin 70 mg/m2, hari 1
 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2, hari 1 Interval 3 minggu / 21 hari, 6 siklus

c. Inspeksi :
Penderita diminta untuk membuka pakaian sampai pinggang dan posisi pasien duduk menghadap
ke dokter. Pemeriksaan ini dilakukan dengan 4 posisi yaitu tangan disamping, tangan di atas
kepala, tangan dipinggang dan posisi membungkuk.
1. Perhatikan apakah kedua payudara simetris. Bandingkan bentuk atau kontur dari kedua
payudara, ukuran dan isi dari kedua payudara. Letak papilla mammae juga dibandingkan dari
kedua payudara. Letaknya biasanya di SIC 4 atau 5 pada linea mid klavikularis untuk
penderita pria atau wanita muda. Karena faktor usia atau bila sudah terdapat banyak lemak
atau kelenjar susu maka posisi puting menjadi sangat bervariasi.
2. Dilihat adakah nodul pada kulit yang berbentuk seperti papula yang dapat merupakan nodul
satelit pada keganasan. Bila ada, dilihat bagaimana bentuknya, berapa jumlahnya, dimana
letaknya, warnanya.
3. Adakah perubahan warna? Perubahan warna kemerahan menunjukan adanya peningkatan
aliran darah sekunder yang disebabkan oleh inflamasi. Dapat juga disebabkan karena
pertumbuhan keganasan pada kulit atau infiltrasi tumor pada kulit.
4. Adakah luka/borok. Erosi pada aerola atau papilla mammae (puting payudara) biasanya akan
tertutup oleh krusta sehingga bila krusta diangkat baru akan terlihat kulit yang mengalami
erosi. Erosi pada aerola karena kelainan kulit biasanya melibatkan kedua sisi sedangkan pada
keganasan atau Paget’s disease biasanya hanya satu sisi.
5. Adakah bengkak pada kulit? Bengkak yang disebabkan karena infeksi dan sumbatan saluran
limfe secara mekanis akan memberikan bentuk yang berbeda. Sumbatan karena mekanis atau
limfedema akan memberikan gambaran peau d’orange atau orange peelatau pig skin. Biasanya
karena adanya infiltrasi keganasan pada limfonodi atau jalur limfenya.
6. Adakah kulit yang tertarik (dimpling). Inspeksi juga dilakukan dalam posisipenderita duduk
dengan lengan diangkat diatas kepala. Pada saat lengan diangkat ke atas kepala, kita berusaha
mencari adanya fiksasi kulit atau puting pada kelenjar payudara atau adanya distorsi bentuk
payudara karena adanya massa dan fiksasi. Dimpling ini terjadi karena kanker yang telah
menginfiltrasi ligamentum suspensorium cowper akan menyebabkan adanya tarikan pada
permukaan kulit payudara dan merupakan petunjuk kearah keganasan, walaupun dapat juga
disebabkan oleh bekas trauma, sikatriks pasca operasi atau bekas infeksi sebelumnya. Cara
yang lain dengan membungkukkan pasien di pinggang atau disebut dengan bending yaitu
badan, dagu dan bahu mengarah ke depan. Adanya lekukan, tarikan, ketidaksimetrisan atau
kulit yang tidak rata akan segera terlihat.
7. Pemeriksaan puting payudara: Adanya nipple discharge atau keluarnya cairan dari papilla
mammae yang perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada saat palpasi. Retraksi dari
papilla mammae mungkin merupakan pertumbuhan tumor ganas yang telah menginfiltrasi
duktus laktiferus yang menjadi retraksi dan fibrosis. Tapi juga perlu diingat bahwa retraksi
dapat terjadi secara kongenital (inverted nipple), dan biasanya bilateral.
8. Axilla juga diinspeksi untuk melihat ada tidaknya pembengkakan akibat pembesaran
limfonodi karena tumor atau karena infeksi, ditandai dengan adanya perubahan warna
kemerahan

a. Lengan di samping tubuh b. Lengan di atas kepala

c. Lengan di pinggang d. Sedikit membungkuk ke depan

Gambar 5.Posisi pasien saat inspeksi


a. Sebelum mengangkat lengan b. Dimpling saat pasien mengangkat lengan

c. Retraksi putting d. Satelit nodul

e. Penampilan peau d'orange f.eritema difus dan edema (peau d'orange)

g.Ruam pruritus eritematosa


2. Hemoroid
a. Edukasi:
- Banyak makan makanan tinggi serat seperti sayuran dan buah-buahan
- Hindari makanan pedas
- Tidak menunda BAB
- Banyak minum
- Lebih baik menggunakan WC jongkok
b. Faktor risiko:
- Pekerjaan: duduk lama, mengangkat beban berat
- Usia tua
- Endokrin: pengaruh hormonal pada orang hamil
- Mekanis: peningkatan tekanan abdomen karena mengejan, BPH, hamil, obesitas,
batuk kronis, diare kronis, konstipasi kronis
- Gaya hidup: diet rendah serat, makanan pedas
c. Hemoroid Interna
- Pelebaran pleksus vena hemoroidalis superior
- Terletak di 2/3 atas canal anal
- BAB berdarah (darah segar post defekasi)
- Cairan mukus (+)
- Rasa tidak nyaman direktum/anus
- Keluar benjolan
d. Hemoroid Eksterna
- Pelebaran pleksus vena hemoroidalis inferior
- Terletak 1/3 bawah canal anal
- Benjolan disekitar anus berwarna biru tua/kehitaman
- BAB berdarah
e. Derajat
- Derajat I = Prolaps (-), hanya perdarahan
- Derajat II = Prolaps keluar dari dubur saat defekasi, masih bisa masuk secara spontan
- Derajat III = Prolaps tidak dapat masuk spontan, harus didorong
- Derajat IV = Prolaps tidak dapat masuk kembali

f. Penatalaksanaan haemoroid
 Non farmakologi
1. Syportif/edukasi : diet tinggi serat, banyak minum
2. Operatif
Derajat III dan IV apabila terdapat komplikasi atau perdarahan yang hebat operasi atau
adanya thrombosis. Jenis tindakan operatif:
a. Hemoroidectomy
b. Stapler hemoroidopexy, nyeri kurang tapi rekurensi tinggi
Untuk derajat III dilakukan konservatif dahulu selama 3-6 minggu, bila tidak ada
perbaikan dapat dilakukan tindakan operatif
Tindakan lain yang minimal
a. Skleroterapi
Penyuntikan zat sklerotik (fenol dalam minyak nabati) di atas linea dentate perlu
bantuan anoskopi, diharapkan terjadi fibrotic
b. Ligasi gelang karet di atas linea dentata tapi sakit (sampai terjadi necrosis sehingga
dapat lepas sendiri sekitar 5 hari)
c. Bedah beku (cryosurgery)
d. HAL (hemmoroidal arterial ligation) dengan bantuan Doppler USG + RAR
 Farmakologi
Medkamentosa ; diberikan pada hemoroid derajat 1 dan 2 (simptomatik)
Obat-obat untuk terapi hemorrhoid :
a. Anti peradangan (gol steroid : anusol)
b. Anti pruritus
c. Analgetik
d. Antispetik
e. Antibuotik diberikan apabila terdapat tanda infeksi
f. Diosmin hesperidin : Ardium diberikan sebelum dan sesudah tindakan operatif
Kedua senyawa tersebut memiliki mekanisme kerja yang unik layaknya noradrenalin. Obat
ini mengakibatkan kontraksi vena, menurunkan ekstravasasi dari kapiler dan menghambat
reaksi inflamasi terhadap prostaglandin (PGE2, PGF2)
3. Varises
- Vena yang menyebabkan varises: vena superfisialis (v. safena magna dan v.
safena parva)

*The descriptor A (asymptomatic) or S (symptomatic) is placed after the C clinical class.


*C4 is subdivided into A and B, with B indicating higher severity of disease and having a higher risk for
ulcer development

Yun I, Kim J. Fluoroscopy-Guided Endovenous Sclerotherapy Using a Microcatheter Prior to Endovenous Laser Ablation: Comparison between
Liquid and Foam Sclerotherapy for Varicose Tributaries. Korean Journal Of Radiology. 2014;15(4):481-487.
4. BPH (Benign Prostate Hyperplasia)

Pemandu untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi akibat


pembesaran prostat adalah sistem skoring keluhan. Salah satu sistem penskoran yang
digunakan secara luas adalah International Prostate Symptom Score (IPSS) yang telah
dikembangkan American Urological Association (AUA) dan distandarisasi oleh World
Health Organization (WHO).

Skor ini berguna untuk menilai dan memantau keadaan pasien BPH. IPSS terdiri atas
7 pertanyaan yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35.
Kuesioner IPSS dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien mengisi sendiri setiap
pertanyaan. Beratringannya keluhan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor
yang diperoleh, yaitu: skor 0-7: ringan, skor 8-19: sedang, dan skor 20-35: berat.

Selain 7 pertanyaan di atas, di dalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan
tunggal mengenai kualitas hidup (quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7
kemungkinan jawaban. Saat ini IPSS telah divalidasi dalam bahasa Indonesia, dengan
hasil validasi dan realibilitas sangat baik, dan terbukti memiliki kualitas sama dengan
versi asli.
IPSS (Bahasa Indonesia)
IPSS (Bahasa Inggris)

Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak (BPH) (2017)


Gejala Iritatif :
Akibat adanya sisa urine di vesica urinaria dan adanya obstruksi akibat pembesaran prostat sehingga
merangsang vesica berkontraksi
- Frekuensi

- Urgensi
- Nokturia

- Disuria
- Hematuria

- Inkontinensia
Gejala Obstruktif :
M. detrusor gagal berkontraksi dengan kuat atau lama sehingga aliran urin terputus-putus
- Hesistancy (menunggu lama)
- Straining ( mengedan)
- Weak stream (pancaran lemah)
- Intermittency (terputus-putus)
- Terminal dribbling (BAK menetes diakhir)
- Incomplete emptying bladder
Derajat Besar Prostat Sisa Urine Penanganan
I Penonjolan prostat. Batas atas mudah <50 ml Watchfull waiting
diraba
II Penonjolan prostat jelas. Batas atas 50-100 ml Obat-obatan
dapat dicapai
III Batas atas sulit dicapai >100 ml TURP
IV Retensi urin TURP/open
total prostatectomy

PENATALAKSANAAN KETERAMPILAN MEDIK


Alat dan Bahan yang diperlukan
o Meja periksa
o Lampu sorot
o Selimut
o Sarung tangan
o Tempat sampah
Sistostomi Suprapubik:
o Povidone iodine
o Kassa steril
o Doek bolong
o Hecting set
o Benang chromic 2.0, silk 3.0
o Folley catheter No. 24
o Spuit 3cc, 10 cc, 20 cc
o Hook langenbeck 2-3 buah (US retractor)
o Lidokain 2% 5 ampul
o Scalpel
o Blade No. 1
o Allis clamp
o Curved clamp
o Penrose drain
Sistostomi Trokar:
o Povido iodine
o Kassa steril
o Spuit 10 cc, 50 cc
o Lidokain 2%
o Minor set
o Trokar (campbel atau konvensional)
o Kateter folley atau NGT no 12 (bila memakai kateter konvensional

NO KEGIATAN
1 Menjelaskan alat & bahan yang diperlukan untuk tindakan sistostomi
2 Memberi salam & memperkenalkan diri pada pasien
3 Menanyakan identitas pasien, menjelaskan prosedur tindakan
4 Meminta persetujuan pasien untuk pemeriksaan dan meminta pasien
menandatangani informed consent
5 Mempersilahkan pasien naik ke tempat tidur dan menanggalkan pakaian dalam
serta menutup bagian tubuh yang tidak diperiksa dengan selimut
6 Meminta pasien dalam posisi terlentang
7 Menyalakan lampu sorot untuk menerangi area tindakan
8 Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan pasien
9 Melakukan perkusi kandung kemih dari umbilicus sampai ke supra pubik
10 Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan steril
11 Melakukan tindakan a dan antiseptic pada daerah suprapubic dan sekitarnya
sampai umbilicus
12 Melakukan tindakan anestesi unfiltrasi mulai dari kulit, subkutis hingga fasia
pada tempat yang paling cembung
13 Insisi kulit kurang lebih 0,5-1 cm suprapubic garis tengah atau punctum
maximum sampai jaringan ke fasia
14 Punksi percobaan melalui tempat insisi dengan spuit 10 cc (memastikan posisi
kandung kemih)
15 Mengisi kandung kemih dengan air steril menggunakan spuit 50cc sampai
tampak membesar/ teraba
16 Trokar ditusukan melalui luka operasi sampai terasa hilangnya tahanan fasia
dan otot detrusor
17 Membuka obturator
18 Bila alat sudah masuk bill-bull, urin akan memancar melalui shealth (selubung)
trocar
19 Obturator dan shealth dikeluarkan, slot tetap ditinggikan
20 Kateter Folley dimasukan, balon kateter dikembangkan dengan aquades 10cc
21 Slot dikeluarkan
22 Kateter folley difiksasi pada kulit dengan silk 3.0 dan dihubungkan dengan
urine bag steril
23 Luka operasi ditutup dengan kassa steril dan povidone iodine tanpa dijahit
24 Mempersilahkan pasien memakai kembali pakaiannya
25 Membuka sarung tangan dan mencuci tangan
26 Mencatat tanggal, waktu, hasil pemeriksaan san identitas serta tanda tangan
pemeriksa
5. FAM (Fibroadenoma Mammae)

Berikut langkah-langkah dari Yayasan Kanker Indonesia yang bisa Anda ikuti saat
melakukan SADARI 7-10 hari setelah menstruasi:

1. Berdiri tegak. Cermati bila ada perubahan pada bentuk dan permukaan kulit payudara,
pembengkakan dan/atau perubahan pada puting. Bentuk payudara kanan dan kiri tidak
simetris? Jangan cemas, itu biasa.

2. Angkat kedua lengan ke atas, tekuk siku dan posisikan tangan di belakang kepala.
dorong siku ke depan dan cermati payudara; dan dorong siku ke belakang dan cermati
bentuk maupun ukuran payudara.

3. Posisikan kedua tangan pada pinggang, condongkan bahu ke depan sehingga payudara
menggantung, dan dorong kedua siku ke depan, lalu kencangkan (kontraksikan) otot
dada Anda.

4. Angkat lengan kiri ke atas, dan tekuk siku sehingga tangan kiri memegang bagian atas
punggung. Dengan menggunakan ujung jari tangan kanan, raba dan tekan area payudara,
serta cermati seluruh bagian payudara kiri hingga ke area ketiak. Lakukan gerakan atas-
bawah, gerakan lingkaran dan gerakan lurus dari arah tepi payudara ke puting, dan
sebaliknya. Ulangi gerakan yang sama pada payudara kanan Anda.

5. Cubit kedua puting. Cermati bila ada cairan yang keluar dari puting. Berkonsultasilah
ke dokter seandainya hal itu terjadi.

6. Pada posisi tiduran, letakkan bantal di bawah pundak kanan. Angkat lengan ke atas.
Cermati payudara kanan dan lakukan tiga pola gerakan seperti sebelumnya. Dengan
menggunakan ujung jari-jari, tekan-tekan seluruh bagian payudara hingga ke sekitar
ketiak.

http://www.p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/enam-langkah-sadari-untuk-deteksi-dini-kanker-payudara
dat metgurangi ksrsNpatan untuk ssmbvh
6. Hernia
Batasan :
Penonjolan abnormal dari jaringan atau organ intraabdominal (sebagian atau seluruhnya)
melalui lubang atau defek dinding abdomen.

Hernia inguinalis lateralis (=indirekta) keluar melalui anulus internus menunju ke


kanalis inguinalis – anulus eksternus dan keluar ke dalam kantong zakar (ICD 550)
Hasselbach menuju anulus eksternus; sedang hernia femoralis, kantong melalui anulus
femoralis menuju fossa ovalis.
Beda/ Hernia Inguinalis Lateralis Hernia Inguinalis
No Hernia Femoralis
Tipe (indirek) Medialis (direk)
1. Deskripsi - Penonjolan melewati - Keluarnya - Tampak pada inguinal di
cincin inguinal dan langsung bawah bagian ujung
biasanya merupakan menembus fascia dalam ligamentum
kegagalan penutupan dinding abdomen inguinal dan lateral dari
cincin inguinalis interna - Disebut direk tuberkulum pubikum
pada waktu embrio karena langsung - Masuk melalui annulus
setelah penurunan testis menonjol melalui femoralis ke dalam
- Disebut indirek karena segitiga kanalis femoralis dan
keluar melalui dua pintu Hesselbach keluar pada fosa ovalis di
dan saluran, yaitu - Umumnya terjadi lipat paha
annulus dan kanalis bilateral, - Umumnya ditemui pada
inguinalis khususnya pada perempuan tua
laki-laki tua

2. Gambar

3. Hubunga Lateral Medial Tidak


n dengan
vasa
epigastrik
a inferior
4. Dibungku Ya Tidak Tidak
s fascia
spermatic
a interna
5. Onset Congenital & bisa pada Dewasa Dewasa
dewasa
6. Strangula Hampir selalu Jarang/hampir tidak Sering
si& pernah
inkarserat
a
7. Pmx Teraba dorongan pada jari ke Teraba dorongan pada Teraba dorongan pada jari ke
Zieman 2 jari ke 3 4
Test
8. Pmx Teraba dorongan pada ujung Teraba dorongan pada -
Finger jari medial jari
test
9. Pmx Tidak keluar benjolan Keluar benjolan Keluar benjolan
Tumb test

Klasifikasi
1. Kongenital : kegagalan obliterasi proc vaginalis
Akuisata : tunica vaginalis yang tidak obliterans bertambah lebar disertai kelemahan dinding otot
perut
2. Interna : Menonjol keluar dinding perut
Eksterna : Tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui lubang dalam rongga perut
3. Reponible
Ireponible
Inkarserata
Strangulata
Teknik operasi Herniotomi – Herniorafi Linchtenstein
Hernia inguinalis lateralis dan medialis :

1. Penderita dalam posisi supine dan dilakukan anestesi umum, spinal anestesi atau
anestesi lokal.
2. Dilakukan insisi oblique 2 cm medial sias sampai tuberkulum pubikum.
3. Insisi diperdalam sampai tampak aponeurosis MOE (Muskulus Obligus Abdominis
Eksternus)
4. Aponeurosis MOE dibuka secara tajam
5. Funikulus spermatikus dibebaskan dari jaringan sekitarnya dan dikait pita dan
kantong hernia diidentifikasi.
6. Isi hernia dimasukkan ke dalam cavum abdomen, kantong hernia secara tajam dan
tumpul sampai anulus internus.
7. Kantong hernia diligasi setinggi lemak preperitonium, dilanjutkan dengan herniotomi.
8. Perdarahan dirawat, dilanjutkan dengernioplasty dengan mesh.
9. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.

 Terapi dari hernia adalah operasi

 Jenis operasi :
 HERNIOTOMI :
 Isi kantung dikembalikan → pintu/cincin di tutup
 Dilakukan pada anak karena penyebabnya adalah proses kongenital dimana
prosesus vaginalis tidak menutup
 HERNIORAFI
 Isi kantng dikembalikan → cincin ditutup kemudian dinding
belakang dari hernia dijahit untuk diperkuat
 Dilakukan pada orang dewasa karena penyebab hernianya adalah karena
kelemahan otot/fascia dinding abdomen

HERNIOPLASTY
 Gabungan antara herniotomi dan herniorafi

 Teknik yang sering digunakan adalah Tension Free with Mesh, yaitu memperkuat
fascia transversalis yang membentuk canalis inguinalis tanpa menjahit otot-otot ke
ligamentum inguinale, namun diletakkan Mesh seara Intraperitoneal On-lay Mesh
Procedure.

https://snars.web.id/rs/dokumens/01-panduan-praktek-klinis/ppk-bedah/ppk-bedah-hernia-ingualis/

7. Cobustio
Grade (kedalaman) luka bakar
Derajat Lapisan Keluhan
I Epidermis Eritema, nyeri
IIa Epidermis + dermis, tetapi Nyeri (+), bula (+), eritema
masih ada epitel yang tersisa (+)
IIb Epidermis + dermis Nyeri (+), bula mudah
pecah, eritema sampai putih
III Epidermis + dermis + Kulit tampak pucat/abu-abu
subkutis + struktur dalam gelap/hitam, bulla (-), nyeri
(-)

Jenis luka bakar dapat disebabkan oleh:


1. Api
2. Air panas
3. Listrik / sambaran petir
4. Kimia
5. Kontak

Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar :


a. Formula Baxter/Parkland
 Dalam 24 jam pertama berikan Ringer laktat : 4 x BB x % luka bakar
 Setengah dari jumlah kebutuhan cairan total diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya.
 Pemantauan diuresis antara 0,5 - 1 ml/kgBB/ jam
b. Formula Brooke
Dalam 24 jam pertama
 Koloid: 0,5 x BB x %luka bakar
 Elektrolit (RL): 1,5 x BB x %luka bakar
 Glukosa: (5%dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensible
 Pemantauan : Diuresis (30-50 ml/jam)
c. Formula Evans
Dalam 24 jam pertama
 Koloid: 1ml x BB x %luka bakar
 Elektrolit (saline): 1ml x BB x %luka bakar
 Glukosa: (5%dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensible
 Pemantauan: Diuresis (>50 ml/jam)
d. Formula Modifikasi brooke
Dalam 24 jam pertama: RL 2 ml x BB x %LB
e. Formula Slater
Dalam 24 jam pertama RL 2 L/24 jam + Fresh frozen plasma 75ml/kg/24 jam

8. Apendisitis
Alvarado score
Score
Migration of pain 1
Anorexia 1
Nausea 1
Tenderness in right lower quadrant 2
Rebound pain 1
Elevated temperature 1
Leucocytosis 2
Shift of white blood cell count to the left 1
< 5 = appendicitis unlikely
5-6 = appendicitis possible
7-8 = appendicits probable
9-10= appendicitis definite
9. Kolelitiasis

Biliary tree

10. Varicocele
Anatomi Testis
Testis adalah organ genitalia pada pria, berjumlah 2 buah , berbentuk ovoid dan terletak di
dalam skrotum. Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat
digerakan mendekati ruang abdoen untuk mempertahankan temperature testis agar tetap
stabil.
Testis di vaskularisasi oleh a.testikularis, a.diferensialis, a.kremasterika, dan a.profunda.
aliran darah balik melalui vena testikularis membentuk plexus pampiniformis pada funiculus
spermaticus. Plexus ini berperan sebagai tempat pertukaran panas, sehingga dapat
mempertahankan temperature testis beberapa derajat dibawah temperature tubuh, plexus ini
sering melebar membentuk varises yang disebut varicocele.
11. Fraktur
Fraktur terbuka terjadi ketika tulang merobek kulit. Hal tersebut diakibatkan oleh cedera
energi tinggi dan sering dikaitkan dengan kerusakan yang signifikan pada jaringan lunak dan
kontaminasi luka. Cedera ini diklasifikasikan ke dalam tiga jenis menurut Gustillo Anderson.

 Tipe I: Fraktur terbuka dengan Panjang luka ≤1 cm dan bersih


 Tipe II: Fraktur terbuka dengan Panjang luka 2-10 cm dengan kerusakan jaringan
lunak sedang dan adanya kontaminasi luka
 Tipe III: faktur terbuka dengan Panjang luka 10cm dengan devitalisasi otot ekstensif.
Adanya kontaminasi dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
Cedera derajat 3 dapat dibagi lagi menjadi derajat cedera periosteal dan vascular serta
kehilangan jaringan lunak:
 Tipe III A: kerusakan jaringan lunak yang luas termasuk fraktur kominutif dan
segmental yang terkontimasi secara massif
 Tipe III B: kerusakan jaringan lunak yang luas dengan pengelupasan periosteal
dan adanya paparan tulang.
 Tipe III C: berhubungan dengan kerusakan arterial
12. Ileus Obstruktif
Tanda Kardinal dan penatalaksanaan
 Anamnesis:
1. Nyeri perut hebat yang sifatnya hilang timbul
2. Anoreksia, mual dan muntah
3. Tidak dapat flatus/defekasi
4. Terdapat Riwayat laparotomi sebelumnya
 Pemeriksaan fisik:
1. Penderita kesakitan /gelisah, hingga dehidrasi/syok
2. Tampak gambaran kontur usus (darm contur) dan gerak peristaltic usus
(darm steifung) pada dinding abdomen
3. Bising usus meningkat, terdengar metallic sound
4. Pemeriksaan radiologi:
 Obstruksi letak tinggi: usus halus tampak berdilatasi di sentral
(Herring bone appearance), terdapat gambaran step ladder
appearance. Air flud level multiple.
 Obstruksi letak rendah: usus besar tampak berdilatasi di perifer.
Gambaran air fluid level biasanya sedikit.
5. Foto Rontgen Ileus Obstruktif

Ekspertise:
- Pre peritoneal fat tidak dapat dinilai
- Psoas line tidak dapat dinilai
- Kontur ginjal tidak dapat dinilai
- Tidak tampak adanya konkremen opak pada traktus urinarius
- Distribusi udara: tampak udara mengisi usus halus
- Tampak adanya distensi usus halus disertai penebalan
dinding
- Tampak adanya gambaran valvula koniventes yang mneyerupai coil spring atau
herringbone appearance
- Pada kolon tidak tampak udara
- Pada rectum tidak tampak udara
- Kesan: Ileus obstruktif letak tinggi
 Penatalaksanaan:
1. Perbaiki keadaan umum
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi
3. Koreksi elektroli/asam basa apabila terdapat ketidak seimbangan
4. Pemasangan kateter urine dan monitor cairan
5. Pemasangan NGT untuk dekompresi dan pasien di puasakan
13. Ganglion, Limfoma, Fibroma

13.1 Ganglion

Ganglion ditemukan pada sendi diartrodial yang merupakan jenis sendi yang dapat
digerakan dengan bebas dan ditemukan paling sering pada wrist joint. Hal ini
mungkin diakibatkan banyaknya gerakan yang dilakukan oleh wrist joint sehingga
terjadi gesekan antara struktur didaerah tersebut sehingga memungkinkan terjadinya
reaksi inflamasi dan mengakibatkan timbulnya ganglion.
Ganglion merupakan kista yang berisi cairan bening kental dengan dinding tipis yang
berasal dari tonjolan selaput sarung tendon (tendon sheath).
Etiologi :
- Idiopatik
- Sering dikaitkan dengan beberapa faktor resiko : penggunaan sendi secara
berlebihan seperti atlet angkat berat, pramusaji, dan pemain musik (terutama
pemain bass). Teori-teori menyebutkan degenerasi mukoid dan trauma

13.2 Lipoma

Lipoma adalah suatu tumor (benjolan) jinak (benign mesenchymal tumors) yang
berada dibawah kulit yang berasal dari jaringan lemak (adipocytes). Lipoma bersifat
lunak pada perabaan, dapat digerakan, dan tidak nyeri, pertumbuhan sangat lambat
dan jarang sekali menjadi ganas.
13.3 Fibroma

Fibroma merupakan suatu neoplasia jinak yang berasal dari jaringan ikat fibrous pada
organ atau bagian tubuh tertentu. Terdapat dua jenis fibroma yang paling sering
ditemukan pada kulit yakni soft fibroma (akrokordon) dan hard fibroma
(dermatofibroma). Akrokordon atau dikenal dengan nama lain skin tag adalah tumor
yang berukuran 2–3 mm, berwarna menyerupai warna kulit atau coklat muda,
berbentuk kubah atau bertangkai dan paling sering muncul pada leher dan ketiak.
Sedangkan dermatofibroma adalah tumor dengan ukuran 3-10 mm, berwarna cokelat
keunguan, terkadang disertai nyeri tekan dan paling sering muncul pada bagian
ekstremitas pada orang dewasa.

14. Limfadenitis

Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening. Jadi,
limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah
bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis.
Gejala klinis :
- Ciri khas limfadenitis tuberkulosis → pembesaran kelenjar getah bening multiple
- Dapat terjadi periadenitis yang menggerombol seperti untaian mutiara, dan keluar
perkejuan pada permukaan kulit (skrofuloderma).
- Berbatas tegas, permukaan rata
- Jika tidak di obati dapat besifat fluktuatif seperti cold abscses
- Beberapa pasien dengan limfadenitis TB dapat menunjukkan gejala sistemik yaitu
seperti demam, penurunan berat badan, fatigue dan keringat malam.

Anatomi KGB :

Pembagian kelompok kelenjar limfe leher bervariasi dan salah satu sistem klasifikasi yang
sering dipergunakan adalah menurut Sloan Kettering Memorial Center Cancer Classification
sebagai berikut:

I. Kelenjar di segitiga submental dan submandibula


II. Kelenjar-kelenjar yang terletak di 1/3 atas, termasuk kelenjar limfe jugular
superior, kelenjar digastrik dan kelenjar limfe servikal postero superior.
III. Kelenjar limfe jugularis antara bifurkasio karotis dan persilangan m.omohioid
dengan m. sternokleidomastoid dan batas posterior m. sternokleidomastoid.
IV. Kelompok kelenjar daerah jugularis inferior dan supraklavikula
V. Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal.
Terapi OAT pada pasien TB Eksrapulmonal
Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

• Pasien baru TB paru BTA positif.

• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

• Pasien TB ekstra paru


15. Limfoma Maligna

Limfoma maligna adalah neoplasma ganas primer pada kelenjar getah


bening/systemlimfatis, dan ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening yang terkena,
dan dapat menyebar secara sistemik. Dapat dibedakanmenjadi dua, limfoma Hodgkin dan
limfoma Non Hodgkin.
a. Limfoma Hodgkin
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular predominan
limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat subtipe menurut Rye,
antara lain:
a. Nodular Sclerosis
Karakteristik histologik dari LH tipe nodular sclerosing adalah (1) adanya variasi dari
sel Reed Stenberg yaitu sel lakuna yang merupakan sebuah sel besar yang memiliki
sebuah inti multilobus, anak inti yang kecil dan multipel serta sitoplasma yang
melimpah dan pucat dan (2) adanya fibrosis dan sklerosis yang luas dengan pita
kolagen yang membagi jaringan limfoid ke dalam nodul-nodul berbatas dengan
infiltrat seluler yang mengandung limfosit, eosinofil, histiosit dan sel lakuna.
b. Nodular Lymphocyte Predominance
Karakteristik histologik dari LH tipe ini yaitu adanya variasi sel Reed Sternberg
limfohistiositik (L & H) yang memiliki inti besar multilobus yang halus dan
menyerupai gambaran berondong jagung (pop-corn). Sel Reed Sternberg L & H
biasanya ditemukan di dalam nodul besar yang sebagian besar dipenuhi oleh sel-B
limfosit kecil yang bercampur dengan makrofag sedangkan sel-sel reaktif lainnya
seperti eosinofil, neutrophil dan sel plasma jarang ditemukan.
c. Lymphocyte Depletion
LH tipe lymphocyte depleted merupakan tipe LH yang paling jarang dijumpai dan
hanya mencangkup kurang dari 1% dari keseluruhan kasus LH namun merupakan tipe
LH yang paling agresif dibandingkan dengan tipe LH lainnya.
d. Mixed Cellularity
Karakteristik histologik dari LH tipe mixed cellularity adalah sel Reed Sternberg yang
berlimpah di dalam infiltrat inflamasi heterogen yang mengandung limfosit berukuran
kecil, eosinofil, sel plasma dan makrofag. LH tipe ini juga yang paling sering
menunjukkan manifestasi sistemik dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya.
e. Lymphocyte Rich
LH tipe lymphocyte rich mencangkup kurang dari 5% dari keseluruhan kasus LH.
Karakteristik histologic dari LH tipe ini adalah adanya sel Reed Sternberg dengan
latar belakang infiltrat sel limfosit serta sedikit eosinofil dan sel plasma yang dapat
berpola difus atau noduler.

b. Limfoma Non-hodgkin

Limfona non-hodgkin diklasifikasikan menjadi dua yaitu;


a. B-Cell Neoplasma
b. T-Cell & NK Cell Neoplasma
Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg yang
bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-Sternberg adalah suatu sel
besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda (binucleated ), berlobus dua (bilobed ),
atau berinti banyak (multinucleated) dengan sitoplasma amfofilik yang sangat banyak.
Tampak jelas di dalam inti sel adanya anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti “mata
burung hantu” (owl-eyes), yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.

Limfoma Hodgkin Limfoma Non Hodgkin

Lebih sering terbatas pada satu kelompok Lebih sering mengenai kelenjar getah bening
kelenjar getah bening axial (leher, perifer secara multipel
mediastinum, para aorta)

Penyebaran secara berurutan pada Penyebaran tidak bersifat berurutan pada


kelenjar yang berdekatan kelenjar berdekatan

Kelenjar getah bening mesenterium dan Kelenjar getah bening mesenterium dan
cincin Waldeyer jarang terkena cincin Waldeyer lazim terkena

Sistem kelenjar ekstranodal jarang Sistem kelenjar ekstranodal lazim terkena


terkena
Staging Limfoma Hodgkin berdasarkan Kritera Ann Arbor dengan Revisi Costwold

A: tana simptom B

B: terdapat simptom B (demam≥ 38 ), keringat malam, atau dalam 6 bulan berat badan
turun lebih dari 10% tanpa etiologi lain yang dapat menjelaskan)

E: satuorganekstranodaldiareadekatkelenjarlimfe

X: terdapat massa besar (bulky disease)


16. ABSES PERIANAL
Definisi Abses Perianal
Abses perianal meruakan merupakan infeksi jaringan lunak di sekitar kanalis analis, dengan
pembentukan rongga abses. Keparahan dan kedalaman abses cukup variable dan rongga
abses sering dikaitkan dengan pembentukan saluran fistula (fistula tract). Fistula perianal
adalah suatu hubungan yang abnormal antara epitel dari kanalis anal dan epidermis dari kulit
perianal. Fistula perianal merupakan bentuk kronik dari abses anorektal yang tidak sembuh
sehingga membentuk traktus

Etiologi
Hampir semua fistel perianal disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum,
sehingga kebanyakan fistel mempunyai satu muara di kripta di perbatasan anus dan rektum
dan lubang lain di perineum kulit perianal. Kadang fistel disebabkan colitis yang disertai
proktitis, seperti TBC, amubiasis, atau morbus crohn. Fistel dapat terletak di subkutis,
submukosa, antar sfingter atau menembus sfingter. Mungkin fistel terletak anterior,
posterior, lateral. Bentuknya mungkin lurus, bengkok, atau mirip sepatu kuda. Umumnya
fistel ditemukan tunggal atau kadang-kadang ditemukan kompleks

Goodsall’s Rule
Aturan Goodsall dapat membantu untuk mengantisipasi keadaan anatomi dari fistula
perianal. Fistel dengan lubang kripta di sebelah anterior umumnya berbentuk lurus. Fistel
dengan lubang yang berasal dari kripta di sebelah dorsal umumnya tidak lurus tetapi
bengkok ke depan
karena radang dan pus terdorong ke anterior disekitar m.pubrorektalis dan dapat membentuk
satu lubang perforasi atau lebih di sebelah anterior.

Gejala Klinis
Pasien dengan abses perianal biasanya mengeluhkan ketidaknyamanan perianal kusam dan
pruritus. Nyeri perianal mereka sering diperburuk oleh gerakan dan tekanan perineum
meningkat dari duduk atau buang air besar. Pemeriksaan fisik menunjukkan eritematosa,
kecil, didefinisikan dengan baik, berfluktuasi, subkutan massa di dekat lubang anus

Penatalaksaan
Abses anorektal harus diobati dengan drainase sesegera mungkin setelah diagnosis
ditegakkan. Jika diagnosis masih diragukan, pemeriksaan di bawah anestesi sering
merupakan cara yang paling tepat baik untuk mengkonfirmasi diagnosis serta mengobati.
Pengobatan yang tertunda atau tidak memadai terkadang dapat menyebabkan perluasan abses
dan dapat mengancam nyawa apabila terjadi nekrosis jaringan yang besar, atau bahkan
septikemia. Antibiotik hanya diindikasikan jika terjadi selulitis luas atau apabila pasien
immunocompromised, menderita diabetes mellitus, atau memiliki penyakit katub jantung.
Namun, pemberian antibiotik secara tunggal bukan merupakan pengobatan yang efektif
untuk mengobati abses perianal atau perirectal

Prognosis

Prognosis pada pasien dengan fistel perianal adalah fistel dapat kambuh bila lubang dalam
tidak turut dibuka atau dikeluarkan, cabang fistel tidak turut dibuka atau kulit sudah
menutup luka sebelum jaringan granulasi mencapai permukaan. Setelah operasi risiko
kekambuhan fistula termasuk cukup tinggi yaitu sekitar 21% (satu dari lima pasien dengan
fistula post operasi akan mengalami kekambuhan).

Komplikasi

Fistula anorektal terjadi pada 30-60% pasien dengan abses anorektal. Fistula Anorectal
muncul sebagai akibat obstruksi dari kripta anal dan atau kelenjar anal, yang teridentifikasi
dengan adanya drainase dari kanal anal atau dari kulit disekitar perianal. Penyebab lainnya
dari fistula perianal merupakan multi faktor, termasuk penyakit divertikular, inflammatory
bowel disease, keganasan dan infeksi, seperti tuberkulosis dan actinomikosis.
17. STRUMA

Struma dapat dibagi menjadi :


1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh, berdasarkan
perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus, seperti yang
ditemukan pada Grave’s disease.
b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu lobus,
seperti yang ditemukan pada Plummer’s disease.
2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter
b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid

Gejala klinis
Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan oleh perubahan kadar hormon tiroid di dalam
darah. Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon tiroid dalam kadar berlebih atau biasa
disebut hipertiroid maupun dalam kadar kurang dari normal atau biasa disebut hipotiroid.
Gejala yang timbul pada hipertiroid adalah :
 Peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan
 Tidak tahan panas dan hiperhidrosis
 Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah sehingga menghasilkan tekanan nadi
yang tinggi (pulsus celler) dan dalam jangka panjang dapat menjadi fibrilasi atrium
 Tremor
 Diare
 Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada pria
 Exophtalmus

Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah kebalikan dari hipertiroid :


 Nafsu makan menurun dan berat badan bertambah
 Tidak tahan dingin dan kulit kering bersisik
 Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah
 Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan tungkai

Index Wayne

Pemeriksaan Tiroid
Tahapan pemeriksaan tiroid yang dapat dilakukan adalah :
1. Dokter berada di depan/di belakang pasien
2. Inspeksi terlebih dahulu apakah terdapat benjolan dengan meminta pasien sedikit
hiperekstensi dan posisi gaya menelan. Lihat apakah terdapat adanya massa pada
leher. Inspeksi dari arah anterior dan lateral
3. Palpasi dengan mencari lokasi kartilago krikoid. Di bawah cincin krikoid merupakan dua
cincin trakea yang merupakan tempat isthmus tiroid berada
4. Pasien kembali diminta untuk sedikit ekstensi dan rileks. Lakukan palpasi dengan
menggunakan ruas jari, bukan dengan ujung jari dan identifikasi isthmus tiroid. Palpasi
mulai dari bagian tengah (midline) ke lateral
5. Setelah itu, minta pasien untuk menelan (berikan segelas air) dan pastikan
apakah benjolan itu ikut bergerak ke atas atau tidak. Apabila ikut bergerak, dapat
dipastikan
benjolan leher merupakan kelenjar tiroid. Identifikasi juga apakah terdapat kenaikan
asimetris dari lobus tiroid
6. Periksa apakah ada pembesaran kelenjar, apakah tumor bersifat difus atau multinodul.
Bagaimana konsistensi tumor tersebut, apakah kenyal atau keras dan apakah terdapat nyeri
tekan dan hangat pada pemeriksaan
7. Setelah dilakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi, lakukan auskultasi untuk melihat
apakah terdapat bruit sistolik atau kontinu

Hasil pemeriksaan tiroid


Hal-hal yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan fisik tiroid adalah sebagai berikut :
1. Lokasi kelenjar tiroid berdasarkan hasil inspeksi
2. Penggunaan pendekatan anterior atau posterior pada saat palpasi tiroid untuk
mengidentifikasi nodul tiroid
3. Ukuran dan jumlah nodul
4. Konsistensi nodul
5. Palpasi konsistensi dan mobilitas nodul limfa regional.
6. Terdapat bruit atau tidak
18. TRAUMA KEPALA
Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale (GCS).
Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala berat, cedera
kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13, dan cedera kepala ringan dengan nilai GCS
14- 15.
Tabel 1. Glasow Coma Scale
Glasgow Coma Scale Nilai

Respon membuka mata (E)

Buka mata spontan 4

Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara 3

Buka mata bila dirangsang nyeri 2

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Respon verbal (V)

Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5

Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang 4

Kata-kata tidak teratur 3

Suara tidak jelas 2

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Respon motorik (M)

Mengikuti perintah 6

Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan 5

Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan 4

Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal 3

Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal 2

Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi 1


Cedera Kepala Ringan (GCS 13-15)
Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran
hanya terjadi beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan
pada pemeriksaan CT-scan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.

Cedera Kepala Sedang (GCS 9-12)


Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam.
Sering tanda neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri.
Terjadi juga drowsiness dan confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu.
Fungsi kognitif maupun perilaku yang terganggu dapat terjadi beberapa bulan bahkan
permanen.

Cedera Kepala Berat (GCS <8)


Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma.
Penurunan kesadaran dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu mengikuti,
bahkan perintah sederhana, karena gangguan penurunan kesadaran. Termasuk juga
dalam hal ini status vegetatif persisten.

Penatalaksanaan
1. Penanganan awal: airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, dan
dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan
cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera
otak sekunder dan mencegah homeostasis otak
2. Indikasi rawat: amnesia post traumatika (lebih dari 1 jam), riwayat kehilangan
kesadaran (lebih dari 15 menit), penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala
sedang hingga berat, Intoksikasi alkohol atau obat, Fraktura tengkorak,
Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea, Cedera penyerta yang jelas, CT scan
abnormal
3. indikasi tindakan operatif: jika volume masa hematom mencapai lebih dari 40
ml di daerah supratentorial atau lebih dari 20 cc di daerah infratentorial,
kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, terdapat
tanda fokal neurologis semakin berat, terjadi gejala sakit kepala, mual, dan
muntah yang
semakin hebat, terdapat pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm,
terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg, terjadi penambahan
ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scan, dan terdapat gejala
herniasi otak.
19. Carcinoma Colon
19.1 Definisi
Karsinoma kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus
besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan atau rektum
(bagian kecil terakhir dari usus besar sebelum anus).1

19.1 Klasifikasi
. Sistem stadium yang lebih lama, seperti Klasifikasi Dukes dan modifikasi
Astler-Coller-nya, telah digantikan oleh sistem stadium tumornode-metastasis
(TNM). Sistem yang paling banyak digunakan adalah sistem TNM American
Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010 (Tabel 2 - Tabel 5).1,2

Tabel 1. Klasifikasi TNM Karsinoma kolon dan rektum (Dukes)3

Dukes Dalam ifiltrasi Prognosis hidup setelah 5


tahun
A Terbatas di dinding usus Prognosis hidup setelah 5
tahun
B Menembus lapisan muskularis mukosa 97%
C Metastasis kelenjar limfe 80%
C1 Beberapa kelenjar limfe deka tumor 65%
primer
C2 Dalam kelenjar limfe jauh 35%
D Metastasis jauh <5%

Klasifikasi TNM karsinoma rectum berdasarkan panduan NCCN 2016


sebagai berikut.1,2
J-B Trznor zzvai ea baough I:ba muoadzaza propria i a

be gi0 MO
TI N0 Mg A
TZ NO MO A BI
OA TZ NO MO B
W TWIG Not MO B
BC Tab NO MO B
EA Tf-TZ gftJN1C Mg G
TI hIZa MO C
GB Tg-Tdg gftJN1C Mg G
T2—T3 Siza MO C
Tt-TZ Mgb Mg G
T•ta N2a MO C
Tg-Tdg g/gb Mg G
T•tb NI—I\gZ MO C
EA AnyT Aay N M1e —

IUB Any T Any N M1b — —


19.2 Gambaran klinis

Gejala kanker usus besar dan rektal tidak spesifik dan umumnya
berkembang saat kanker berkembang secara lokal. Gejala klasik pertama adalah
perubahan kebiasaan buang air besar dan pendarahan rektal. Nyeri perut,
kembung, dan tanda- tanda obstruksi lainnya biasanya terjadi dengan tumor yang
lebih besar dan menunjukkan penyakit yang lebih lanjut. Karena kaliber usus dan
konsistensi tinja, tumor sisi kiri lebih mungkin menyebabkan obstruksi daripada
tumor sisi kanan. Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis, atau seperti
kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau lender. Tumor rektal dapat
menyebabkan perdarahan, tenesmus, dan nyeri. Nyeri pada kolon kiri lebih nyata
dari kolon kanan. Karsinoma kolon kanan, nyeri berasal dari daerah epigastrium.
Karsinoma kolon kiri, nyeri berasal dari daerah di bawah umbilicus. Tempat nyeri
dirasakan berbeda karena asal embriogeniknya berlainan, yaitu dari usus tengah
dan usus belakang. Atau, pasien mungkin asimtomatik dan / atau datang dengan
anemia yang tidak dapat dijelaskan, penurunan berat badan, atau nafsu makan
yang buruk. 2,3

a. Keluhan utama dan pemeriksaan klinis:1

 Perdarahan per-anum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan/atau


diare selama minimal 6 minggu (semua umur)
 Perdarahan per-anum tanpa gejala anal (di atas 60 tahun)
 Peningkatan frekuensi defekasi atau diare selama minimal 6 minggu (di
atas 60 tahun)
 Massa teraba pada fossa iliaka dekstra (semua umur). Massa intra-luminal
di dalam rektum
 Tanda-tanda obstruksi mekanik usus. Setiap pasien dengan anemia
defisiensi Fe (Hb < 11g% untuk laki-laki atau <10% untuk perempuan
pascamenopause)

b. Pemeriksaan colok dubur1

Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap pasien dengan gejala ano-rektal.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menetapkan keutuhan sfingter ani dan
menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rectum 1/3 tengah dan distal.
Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:

 Keadaan tumor : Eksistensi lesi pada dinding rectum serta letak


bagian terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas
kelenjar prostat atau ujung os coccyges.
 Mobilitas tumor: Hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan.
 Eksistensi dan ukuran tumor dengan menilai batas atas, bawah, dan
sirkuler.

19.3 Pemeriksaan Penunjang1,3

 Endoskopi (prosedur diagnostic utama): dilakukan dengan sigmoidoskopi


(35% tumor terletak di rektosigmoid) atau dengan kolonoskopi total.
 Barium enema dengan kontras ganda
 CT colonography

Daftar Pustaka:

1. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Pedoman Nasional Pelayanan


Kedokteran Kanker Kolorektal. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
2. Brunicardi FC. Schwart’s Principles of Surgery Tenth Edition. New
York: Mc Graw Hill. 2015.
3. Sjamsuhiddajat R, Prasetyono TO, Rudiman, et al. Buku ajar Ilmu
Bedah Vol 1-3. Edisi 4. Jakarta: EGC. 2017
20. Batu Ginjal

20.1 Gambaran Klinis

Batu pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala
berat. Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran
kemih dan infeksi. Nyeri di daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga
kolik atau nyeri terus-menerus dan hebat karena adanya pionefrosis.1

Pada pemeriksaan fisik mungkin kelaian sama sekali tidak ada, sampai
terabanya ginjal yang membesar akibat adanya hidronefrosis. Nyeri dapat berupa
nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena. Batu
ginjal yang terletak di pelvis dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis,
sedangkan batu kaliks pada umumnya tidak memberi gejala fisik.1

20.2 Terapi

Tujuan utama tatalaksana pada pasien nefrolitiasis adalah mengatasi nyeri,


menghilangkan batu yang sudah ada, dan mencegah terjadinya pembentukan batu
yang berulang.

20.2.1 Konservatif (Observasi) atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM)

Observasi batu ginjal, terutama di kaliks, bergantung pada riwayat


perjalanan penyakit. Saat ini, suatu studi prospektif menyarankan dilakukan
observasi tahunan untuk batu kaliks inferior asimptomatik ≤10 mm. Bila terdapat
pertambahan ukuran batu, interval follow-up perlu diperpendek. Intervensi
disarankan apabila batu bertambah ukurannya >5 mm. 2

Terapi dengan mengunakan medikamentosa ini ditujukan pada kasus dengan


batu yang ukuranya masih kurang dari 5mm, dapat juga diberikan pada pasien
yang belum memiliki indikasi pengeluaran batu secara aktif. Terapi konservatif
terdiri dari peningkatan asupan minum dan pemberian diuretik; pemberian
nifedipin atau agen alfablocker, seperti tamsulosin; manajemen rasa nyeri pasien,
khusunya pada kolik, dapat dilakukan dengan pemberian simpatolitik, atau
antiprostaglandin,
analgesik; pemantauan berkala setiap 1- 14 hari sekali selama 6 minggu untuk
menilai posisi batu dan derajat hidronefrosis.3

Pemberian obat (untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat,


disesuaikan kelainan metabolic yang ada):4

a. Hiperkalsiuria idiopatik. Batasi pemasukan garam dan diberikan diuretic tiazid


seperti hidroklorotiazid perhari 25-50 mg.

b. Pemberian fosfat netral (ortofosfat), yang mengurangi ekskresi kalsium dan


meningkatkan ekskresi inhibitor kistalisasi (seperti pirofosfat).

c. Hiperurikosuria (diberikan alupurinol 100-300 mg/hari).

d. Hipositraturia (diberikan kalium sitrat).

20.2.2 Indikasi Pengangkatan Batu Ginjal Secara Aktif

Indikasi adanya pengangkatan batu pada batu ginjal antara lain:2

• Pertambahan ukuran batu;


• Pasien risiko tinggi terjadinya pembentukan batu
• Obstruksi yang disebabkan oleh batu
• Infeksi saluran kemih
• Batu yang menimbulkan gejala seperti nyeri atau hematuria
• Ukuran batu >15 mm
• Ukuran batu <15 mm jika observasi bukan merupakan pilihan terapi
 Preverensi pasien
 Komorbiditas
 Keadaan social pasien (misalnya, profesi dan travelling)
20.2.3. Tatalaksana Pengambilan Batu

20.2.3.1. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Bekerja dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan di luar


tubuh untuk menghancurkan batu di dalam tubuh. Batu akan dipecah menjadi
bagian-bagian yang kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.3,4

20.2.3.2 Nefrolitotomi Perkutan (PNL)

Nefrolitotomi perkutan merupakan prosedur standar untuk tatalaksana batu


ginjal yang berukuran besar. Ukuran standar yang digunakan adalah 24-30 F,
sedangkan untuk akses yang lebih kecil, dapat digunakan ukuran <18 F yang biasa
digunakan untuk anak-anak, namun saat ini mulai popular bagi orang dewasa.
Kontraindikasi PNL adalah infeksi saluran kemih yang tak terkontrol, tumor yang
dicurigai di sekitar daerah akses PNL, tumor ginjal dengan potensi ganas, dan
kehamilan.2 PNL merupakan salah satu tindakan endourologi untuk mengeluarkan
batu yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke
dalam kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.3,4

20.2.3.3 Ureterorenoskopi

Penggunaan ureterorenoskopi pada batu ginjal dan/atau ureter memiliki


beberapa kelebihan antara lain endoskopi yang sangat kecil, mekanisme defleksi,
peningkatan kualitas optik, dan penggunaan alat sekali pakai (disposable).
Retrograde Intrarenal Surgery (RIRS) adalah suatu tindakan endourologi yang
menggunakan ureterorenoskopi fleksibel. RIRS atau PNL menjadi pilihan terapi
pada batu kaliks inferior berukuran 10-20 mm bila terdapat faktor penghambat
SWL misalnya sudut infundibulum-pelvis yang curam atau infundibulum yang
sempit. URS dapat dilakukan pada semua pasien tanpa kontraindikasi spesifik
apapun. Pemasangan stent ureter tidak rutin dilakukan sebelum melakukan
prosedur RIRS.2
20.2.3.4 Tata Laksana Operasi terbuka untuk Batu Ginjal

Penggunaan SWL dan operasi endourologi (URS dan PNL) secara signifikan
menurunkan indikasi untuk dilakukannya operasi terbuka. Terdapat konsensus
menunjukkan bahwa pada kasus batu yang kompleks, termasuk batu staghorn baik
parsial dan komplit, dapat dilakukan dengan PNL. Namun, apabila pendekatan
secara perkutan atau berbagai macam teknik endourologi tidak berhasil, maka
operasi terbuka dapat digunakan sebagai tatalaksana alternatif. 2 Untuk pelayanan
kesehatan yang belum memiliki fasilitas PNL dan ESWL, tindakan yang dapat
dilakukan melalui bedah terbuka.3,4

Gambar 1. Algoritma Tatalaksana Batu Ginjal


Daftar Pustaka:

1. Sjamsuhiddajat R, Prasetyono TO, Rudiman, et al. Buku ajar Ilmu Bedah Vol
1-3. Edisi 4. Jakarta: EGC. 2017
2. Rasyid Nur, Gede Wirya K, Widi Atmoko. Panduan Penatalaksanaan
Klinis Batu Saluran kemih. Edisi Pertama. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi
Indonesia. 2018.
3. Fauzi Ahmad, Marco Manza. Nefrolitiasis. Majority:5; 2016.
4. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keenam. Jilid I. Jakarta:
Interna Publishing. 2014

Anda mungkin juga menyukai