Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TENTANG POLYHIDRAMION

DI SUSUN
O

H
KELOMPOK 5
1. ODA EKA SULASTRIA S HUSEN (19202025)
2. NOVIEDA KANDUNG (19202024)
3. MARIA NINUT(19202020)
4. MARIA MELTIANA LIMUNG(19202019)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “POLIHIDRAMNION”
ini dengan baik.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam proses penyelesaian makalah ini.
Penulis juga menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempuarna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan segala kritikan dan saran yang dapat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Ruteng, 18 September 2021


Penulis

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul………………………………………………………………..1
Kata Pengantar………………………………………………………………..2
Daftar Isi………………………………………………………………………3
BAB I Pendahuluan
a. Latar Belakang………………………………………………………..4
b. Tujuan ………………………………………………………………..6
c. Manfaat
1. Bagi Penulis………………………………………………………7
2. Bagi Pembaca…………………………………………………….7
BAB II Pembahasan
2.1 pengertian Polihidramnion………………………………………..8
2.2 klasifikasi polyhidramnion………………………………………..9
2.3 Tanda dan Gejala Polyhidramnion………………………………10
2.4 Penyebab polyhidramnion……………………………………10-12
2.5 Diagnosa……………………………………………………...12-13
2.6 Komplikasi polyhidramnion………………………………….13-14
2.7 Penatalaksanaan polyhidramnion…………………………….15-17
2.8 Kewenangan bidan dalam menagani polyhidramnion………..17
BAB III PENUTUP
Kesimpuan ……………………………………………………………18-19
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...21

iii
4
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2015 sekitar

830/harinya wanita meninggal di seluruh dunia akibat komplikasi kehamilan dan

persalinan, sedangkan secara keseluruhan Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak

303.000/100.000 kelahiran hidup. Hampir semua kematian ibu terjadi di negara

berkembang yaitu lebih dari setengah kematian terjadi di Afrika Sub-Sahara dan

hampir di sepertiga terjadi di Asia Selatan. Ini masih dalam kategori tinggi karena

belum mencapai target Sustainable Development Goals (SDG’s) yaitu<70 per 100.000

kelahiran hidup (WHO, 2018).

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berada di kawasan

Asia Tenggara dengan angka kematian ibu yang masih tinggi. Berdasarkan hasil Survei

Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 di dapatkan 305 kematian ibu per 100.000

kelahiran hidup, ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mencapai sasaran

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 yang

sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2017; Badan Pusat Statistik,

2016).

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.

Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI tahun 1991, yaitu sebesar

390/100.000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun meskipun tidak terlalu

signifikan. Target global MDGs (Millenium Development Goals) ke-5 adalah

menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada

1
tahun 2015. Mengacu dari kondisi saat ini, potensi untuk mencapai target MDGs ke-5

untuk menurunkan AKI adalah off track, artinya diperlukan kerja keras dan sungguh-

sungguh untuk mencapainya.

AKI di Indonesia menunjukkan penurunan yang belum signifikan, dengan

menyebutkan bahwa rasio AKI di Indonesia sebesar 177 per 100.000 kelahiran hidup

pada 2017. Dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development

Goals (SDGs), target AKI adalah 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.

Untuk mencapai target tersebut diperlukan kerja keras, terlebih jika dibandingkan

dengan beberapa negara ASEAN, AKI di Indonesia relatif masih sangat tinggi. AKI di

negara-negara ASEAN rata-rata sebesar 40-60 per 100.000 kelahiran hidup. (Pusat

Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2019).Penyebab utama kematian ibu hamil adalah

perdarahan, hipertensi, infeksi, dan penyebab tidak langsung, sebagian besar karena

interaksi antara kondisi medis yang sudah ada dan kehamilan (WHO, 2018).

Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan (Infodatin), pada tahun

2013 tingginya Angka Kematian Ibu disebabkan oleh perdarahan 30,3 %, preeklamsi

27,1, infeksi 7,3%, dan disebabkan oleh yang lain-lainya yakni 40,8% (Kemenkes RI,

2014).

Pada kehamilan bayi dilindungi oleh air ketuban yang berfungsi untuk ruang

gerak bayi dan melindungi janin terhadap trauma dari luar. Selain itu air ketuban juga

berfungsi melindungi janin dari infeksi dan menstabilkan perubahan suhu. Dengan

pertambahan usia kehamilan banyaknya air ketuban tidak terus sama dari minggu ke

minggu usia kehamlan. Saat usia kehamilan mulai memasuki usia 25 minggu rata-rata

air ketuban sekitar 239 ml, yang kemudian meningkat menjadi 984 ml pada usia

2
kehamilan 32 minggu.

Apa bila air ketuban melebihi 2000 ml maka disebut dengan polyhidramnion

atau dengan singkat hydramnion. Hydramnion juga dapat menimbulkan gejala pada

ibu hamil yang meliputi dyspnea(sesak napas), kaki tungkai bawah membengkak, perut

membesar, dan tampak mengkilat. Penyebab terjadinya hydramnion berkaitan dengan

kelainan konginital (anensefalus, atresia esophagus, spina bifida, fistula usus),

kelaianan pada plasenta, kelaian penyakit yang menyertai kehamilan (diabetes militus,

hamil ganda). Jadi cairan amnion memegang peranan yang cukup penting dalam proses

kehamilan dan persalinan.

Menurut WHO Polihidramnion terjadi pada sekitar 1 dari 250 kehamilan.

Angka kejadian polihidramnion berkisar 1,1 – 2,8% dari seluruh kehamilan disebabkan

oleh komplikasi pada kehamilan dan persalinan, dan 8- 18% dengan kelainan janin.

Kehamilan dengan polihidramnion meningkatkan resiko kelahiran premature dan

resiko komplikasi persalinan, perdarahan pada ibu, kelainan letak janin dan kejadian

dilakukannya bedah Caesar lebih tinggi dibandingkan pada kehamilan biasa karena

menurunnya kesejahteraan janin. (Winkjosastro, 2012).

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu polihidramnion.

2. Untuk mengetahui macam-macam polyhidramnion

3. Untuk mengetahui tanda dan gejala polyhidramnion

4. Untuk menentuan diagnose yang tepat pada polyhidramnion

5. Untuk mengetahui apa penyebab polihidramnion.

3
6. Untuk mengetahui komplikasi pada polyhidramnion

7. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat pada polyhidramnion

8. Untuk mengetahui penanganan yang tepat pada polyhidramnion

9. Untuk mengetahui peran bidan dalam menangani ibu hamil dengan polyhidramnion

C. Manfaat

1. Manfaat Bagi Penulis

Menambah wawasan penulis tentang polihidramnion.

2. Manfaat Bagi Pembaca

Untuk menambah wawasan pembaca tentang polyhidramnion

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Polyhidramnion

Polyhidramnion merupakan suatu kejadian dimana jumlah air ketuban jauh

lebih banyak dari normal, yaitu biasanya > 200 cc. Dalam kaitannya dengan

kehamilan dan persalinan, polyhidramnion dan mal preentasi janin mempengaruhi

kejadian ketuban pecah dini. Pada polyhidramnion rahim menjadi tegang dan

kemudian menjadi salah satu pemicu terjadinya ketuban pecah dini.polyhidramnion

ini terjadi karena duksi air ketuban yang bertambah yang berasal dari epitel amnion

namun juga bisa bertambah karena cairan lain masuk kedalam ruang amnion,

pengaliran air ketuban terganggu karena janin tidak menelan cairan air ketuban.

Menurut peneliti kejadian ketuban pecah dini yang disebabkan oleh

polyhidramnion atau kelebihan air ketuban harus diamati, apabila ketuban pecah

sebelum waktunya dapat menyebabkan resiko kematian bayi dan ibu. Maka

perlunya pemeriksaan rutin oleh keluarga dan ibu hamil untuk dapat memantau

kondisi janin setiap bulannya. Ehingga dapat memperminim resiko kematian ibu

dan bayi oleh persalinan.

Polihidramnion atau yang biasa juga disebut hidramnion merupakan

peningkatan abnormal dari volume cairan amnion. Peningkatan volume cairan

amnion dapat didiagnosa biasanya dalam masa trimester kedua ataupun ketiga

(Dashe JS, dkk 2018).

5
Polihidramnion adalah keadaan di mana ibu hamil memiliki air ketuban yang

berlebihan atau lebih banyak dari normal selama masa kehamilan. Kejadian

polihidramnion tanpa penyebab yang jelas atau idiopatik biasanya jarang terjadi,

hanya 1–2 % dari kehamilan. Walaupun biasanya tidak memerlukan penanganan

yang serius, namun keadaan ini harus membutuhkan pemantauan secara berkala

agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan (NIH 2017).

Peningkatan abnormal pada cairan amnion merupakan komplikasi 1- 2% pada

kehamilan. Kondisi klinis ini dihubungkan dengan tingginya resiko prognosis

kehamilan yang buruk.

Hidramnion akut adalah penambahan air ketuban secara mendadak dan cepat

dalam beberapa hari, biasanya terdapat pada kehamilan yang agak muda, bulan ke 5

dan ke 6. Hidramnion kronis adalah penambahan air ketuban secara perlahan-lahan,

biasanya terjadi pada kehamilan lanjut. Diagnosis pasti bisa didapatkan dari

pemeriksaan ultrasonografi (USG).

2.2. Klasifikasi

a. Hidramnion Kronis

Pertambahan air ketuban terjadi secara perlahan-lahan dalam beberapa minggu

atau bulan, dan biasanya terjadi pada kehamilan lanjut.

b. Hidramnion lanjut

Terjadi pertambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat dalam waktu

beberapa hari saja. Biasanya terjadi pada kehamilan muda pada bulan ke-4 atau

ke-5(Amriewibowo,2010).

2.3. Tanda dan Gejala

6
a. Pembesaran uterus, lingkar abdomen dan tinggi fundus jauh di bawah usia

kehamilan yang seharusnya.

b. Tekanan dinding uterus yang membjat terasa sulit atau tidak mungkin untuk :

 Auskultasi denyut jantung

 Palpasi gambaran dan bagian-bagian janin

c. Saat auskultasi terdengar getaran cairan uterus

d. Bila berat terdapat masalah mekanik, seperti:

a. Dyspnea berat

b. Edema ekstermitas bawah dan vulva

c. Nyeri tekan pada punggung, abdomen,dana tau paha

d. Mual dan muntah

2.4. Etiologi

Etiologi hydramnion belum jelas. Secara teori hydramnion bisa terjadi karena:

1. Produksi air ketuban bertambah

Diduga menghasilkan air ketuban adalah epitel amnion, tetapi air ketuban juga

bertambah karena cairan lain masuk kedalam ruangan amnion, misalnya air

kencing anak atau cairan otak pada anensefal

2. Pengaliran air ketuban terganggu

Air ketuban yang telah dibuat dilahirkan dan diganti dengan yang baru. Salah

satu jalan pengaliran ialah ditelah oleh janin, diabsorpsi oleh usus dan dialirkan

ke plasenta, akhirnya masuk ke predaran darah ibu. Jalan ini kurang terbuka

kalua anak tidak menelan, seperti pada atresia esophagus, anensefal atau tumor-

tumor plasenta.

7
Pada anensefal dan spina bifida diduga bahwa hydramnion terjadi

karena transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sum-sum belakang. Selain

dari pada itu anak anensefal tidak menelan dan pertukaran air terganggu karena

pusatnya kurang sepurna hingga anak kencing berlebihan. Pada atresia

oesophagei hydramnion terjadi karena anak tidak menelan. Pada gemeli

mungkin disebabkan karena salah satu janin pada kehamilan satu telur

jantungnya lebih kuat dank arena itu juga menghasilkan banyak air kencing.

Secara klinis, polihidramnion merupakan hasil dari produksi berlebihan cairan

amnion ataupun terganggunya eliminasi cairan dari rongga amnion. Walaupun

seringnya polihidramnioin yang ringan idiopatik, namun 2 penyebab tersering dari

polihidramnion adalah diabetes mellitus maternal dan anomaly janin.

Polihidramnion juga mungkin dapat disebabkan oleh infeksi kongenital dan

alloimunization (Dashe JS, dkk, 2018).

Etiologi-etiologi yang berpotensial menyebabkan polihidramnion menurut

(Hamza A, dkk 2013)

 malformasi janin dan kelainan genetik (8-45%)


Kecacatan janin yang mempengaruhi sistem pencernaan atau sistem saraf

pusat. Kecacatan seperti hidrops fetalis dan anemia fetalis bisa menyebabkan

polihidramnion

 Diabetes melitus pada ibu (5-26%)

Ibu hamil dengan penyakit diabetes memiliki keadaan polihidramnion lebih

besar dibanding ibu hamil yang tidak memiliki diabetes, karena gula darah

akan naik dan disimpan sebagai lemak oleh tubuh ibu. Kadar gula darah yang

8
terus meningkat menyebabkan berat badan janin naik hingga diatas rata-rata.

Akibatnya perubahan hormone insulin ini memicu timbulnya produksi air

ketuban yang berlebih sehingga menyebabkan polihidramnion.

 Kehamilan multipel (8-10%)

 Anemia janin (1-11%)

 Penyebab lainnya, seperti infeksi virus, Bartter Syndrome, gangguan

neuromuskular, hiperkalsemia pada ibu. Infeksi virus yang dapat

menyebabkan polihidramnion meliputi parvovirus B19, rubella,

cytomegalovirus. Infeksi lainnya seperti toxoplasmosis dan sifilis dapat juga

menyebabkan polihidramnion.

2.5 Diagnosa

a. Anamnesis

- Ibu merasa perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa

- Ibu merasa nyeri perut karena tegangnya uterus, mual dan muntah

- Terdapat oedema pada tungkai, vulva dan dinding perut

- Pada hydromnian akut ibu merasa sesak

b. Inspeksi

- Kelihatannya perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retak-retak kulit

jelas dan kadang-kadang umbilicus mendtar

- Jika akut, ibu akan terlihat sesak dan sianosis

c. Palpasi

- Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada dinding perut, vulva dan

tungkai

9
- Fundus uteri lebih tinggi dari umur sesungguhnya

- Bagian janin sukar dikenali

- Kalua pada letak kepala, kepala janin dapat diraba maka balotement jelas sekali

- Karena bebasnya janin bergerak dan tidak terfiksir maka dapat terjadi kesalahan-

kesalahan letak janin (Manuaba, 2007; Amriewibowo,2010)

d. Auskultasi

DJJ sukar di dengar dan jika terdengar hanya sekali.

e. Rontgen foto abdomen

a. Nampaknya bayangan berselubung kabut, karena banyaknya cairan kadang

bayangan janin tidak jelas.

b. Foto rontgen pada hidramnion berguna untuk diagnostic dan untuk

menentukan etiologi (Amriewibowo,2010)

c. Pemeriksaan dalam

Selaput ketuban teraba tegang dan menonjol walaupun di luar his

(Amriewibowo, 2010)

2.5. Komplikasi
Komplikasi pada ibu yang dihubungkan dengan polihidramnion meliputi abrupsio plasenta,
disfungsi uterus, dan perdarahan postpartum (Cunningham GF, et al, 2014).
Polihidramnion dikaitkan dengan meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas pada janin
meliputi kelahiran preterm, aneuploid, persalinan secara seksio cesarea, kelainan janin,
ketuban pecah dini, kelainan presentasi janin, prolaps tali pusar dan perdarahan post
partum serta mortalitas pada perinatal (Khan S dan Donnelly J, 2017). Sebuah penelitian
prospektif pada kehamilan tunggal yang normal, komplikasi yeng berpotensial terjadi
berupa:
 Tingginya angka seksio sesarea untuk indikasi janin

10
 Tingginya angka perawatan NICU pada naonatus

 Apgar skor yang rendah pada menit ke-5


Risiko komplikasi obstetrik berikut meningkat saat polihidramnion muncul

akibat pelebaran uterus (Hamza A, Herr D, 2013)

• Sesak pada ibu atau kesulitan bernafas

• Kelahiran preterm

Yaitu kelahiran bayi yang terjadi pada tiga minggu atau lebih sebelum
waktu persalinan normal atau usia kehamilan <37 minggu.
• Ketuban pecah dini

Ketuban pecah dini yaitu keadaan dimana kantung ketuban pecah

sebelum waktu persalinan dimulai.

• Kelainan presentasi janin

Air ketuban yang terlalu banyak bisa mempengaruhi presentasi janin yang

membuat janin mudah untuk membalik dan berputar.

• Prolaps tali pusar

• Perdarahan postpartum

• Makrosomia akibat diabetes melitus pada ibu

• Hipertensi kehamilan

• Infeksi saluran kemih

2.6. Penatalaksanaan
Etiologi polihidramnion bermacam- macam begitupun dengan

pengobatannya. Berdasarkan pada berbagai penyebab yang mendasarinya.

1. Pada masa kehamilan

Pada hidramnion ringan tidak perlu pengobatan khusus. Hidramnion kronis

11
dengan beberapa ketidaknyamanan biasanya dapat diatasi, tidak perlu

intervensi sampai persalinan atau sampai selaput membran pecah spontan.

Jika terjadi sesak nafas atau nyeri pada abdomen, terapi khusus diperlukan.

Bed rest, diuretik dan air serta diet rendah garam sangat efektif. Terapi

indomethacin biasa digunakan untuk mengatasi gejala- gejala yang timbul

menyertai hidramnion. Kramer dan koleganya (1994) melalui beberapa hasil

penelitiannya membuktikan bahwa indomethacin mengurangi produksi

cairan dalam paru-paru atau meningkatkan absorpsi, menurunkan produksi

urine fetus dan meningkatkan sirkulasi cairan dalam membran amnion. Dosis

yang boleh diberikan 1,5-3 mg/Kg per hari. Tetapi pada hidramnion akut

maka penderita harus dirawat dan bila keluhan terlalu hebat dapat dilakukan

amniosentesis

(pengambilan sampel cairan ketuban melalui dinding abdomen). Prinsip

dilakukan amniosintesis adalah untuk mengurangi distress pada ibu. Selain

itu, cairan amnion juga bisa di tes untuk memprediksi kematangan paru-paru

janin.

2. Pada masa persalinan

Jika pada waktu pemeriksaan dalam ketuban tiba-tiba pecah, maka lakukan

penghambatan air ketuban seperti tampon beberapa lama supaya air ketuban

keluar pelan-pelan. Maksudnya adalah supaya tidak terjadi solusio plasenta,

syok karena tiba-tiba perut kosong atau perdarahan postpartum karena atonia

uteri.

3. Pada masa nifas

12
Observasi perdarahan postpartum. (Kramer, dkk, 1994)

Adapun tatalaksana teridiri dari mengurangi volume cairan amnion untuk

memperbaiki kesehatan ibu dan mempertahankan kehamilan. Metode yang dapat

digunakan untuk mengurangi cairan amnion berupa:

1. Amnioreduksi

Sebagian besar kasus polihidramnion, tidak ada intervensi atau terapi agresif

yang dianjurkan. Namun, berdasarkan tingkat kelebihan cairan amnion,

kehamilan mungkin berisiko untuk terjadi PPORM (premature rupture of

membranes), kelahiran prematur, sesak pada ibu. Selain itu, terdapat

peningkatan risiko kematian janin, kemungkinan terkait dengan penyebab

kelainan cairan. Kehamilan dengan kelebihan cairan amnion harus di pantau

dengan hati-hati, dengan skrining untuk tanda dan gejala kelahiran prematur

serta kondisi ibu. Gejala-gejala yang muncul pada ibu merupakan alasan

yang paling umum untuk dilakukannya intervensi teraupetik. Jika pasien

menjadi bergejala, baik dengan iritabilitas uterus, gangguan bernapas, atau

tidak nyaman, pengobatan mungkin perlu untuk menyelamatkan kehamilan.

Berdasarkan usia gestasi, dua pilihan yang ada berupa : aminoreduksi atau

penggunaan prostaglandin inhibitor untuk mengurangi cairan amnion. Pada

beberapa kasus, amnioreduksi telah disarankan sebagai terapi intervensi yang

bertujuan untuk mengurangi nyeri dan sesak (Kleine RT, Bernardes LS,

Carvalho MA, et al 2016).

Amnioreduksi harus dilakukan oleh seseorang yang sudah familiar

dengan prosedur ini. USG digunakan sebagai panduan, sebuah jarum besar

13
ditempatkan di rongga amnion, dan cairan dipindahkan dengan pompa

suction. Tujuannya adalah untuk memindahkan cairan secara lambat,

mengurangi volume cairan sehingga mendekati normal AFI kurang dari 25

cm. Beberapa pasien memerlukan sedasi, analgesik atau tocolitik dalam

prosedur ini, walaupun kebanyakan bertoleransi terhadap amnioreduksi.

Volume cairan amnion harus di evaluasi lebih sering (minimal dua kali

seminggu) dan prosedur ini diulang ketika gejala kembali atau volume mulai

meningkat secara signifikan. Beberapa pasien memerlukan prosedur serial

untuk mempertahankan kehamilan (Yeast JD, 2006).

2. Prostaglandin Synthetase Inhibitor


Prostaglandin sythetase inhibitor menstimulasi janin mensekresikan

arginine vasopresin, hal ini menghasilkan antidiuretik yang diinduksi

vasopresin. Berkurangnya aliran darah ginjal janin mengurangi produksi urin

pada janin. Susbtansi tesebut dapat juga menghambat produksi cairan paru

janin atau meningkatkan reabsorbsi.

Prostaglandin synthetase inhibitor digunakan sebagai anlagesik atau

antiinfamasi pada usia kehamilan trimester pertama dan kedua, pasien

disarankan untuk tidak menggunakan substansi ini setelah usia kehamilan 28

minggu.

2.7. Kewenangan Bidan dalam penanganan ibu hamil dengan polihidramnion

Kewenagan adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintahkan orang

lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu.

Kewenangan secara bijaksana merupakan factor kritis bagi efektivitas organisasi.

14
(Bealey, Frank, 1999).

Peran bidan dalam mengatasi polyhidramnion adalah bidan dalam hal ini

mempunyai kewenangan dalam melakukan asuhan-asuhan yang sudah tercantum

dalam peraturan seperti dalam Permenkes No. 28 Tahun 2017 tentang izin dan

penyelenggaraan Bidan, dan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2019 Tentang

Kebidanan. Jadi, kewenangan bidan dalam penanganan komplikasi kehamilan dan

persalinan adalah melakukan pertolongan pertama, mendeteksi dini, dan melakukan

rujukan, melakukan rujukan disini berarti bidan berkolaborasi dengan dokter Sp.

OG dan melakukan tindakan atau asuhan sesuai dengan advice dokter.

15
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Polyhidramnion merupakan suatu kejadian dimana jumlah air ketuban jauh

lebih banyak dari normal, yaitu biasanya > 200 cc. Dalam kaitannya dengan kehamilan

dan persalinan, polyhidramnion dan mal preentasi janin mempengaruhi kejadian

ketuban pecah dini. Pada polyhidramnion rahim menjadi tegang dan kemudian menjadi

salah satu pemicu terjadinya ketuban pecah dini.polyhidramnion ini terjadi karena

duksi air ketuban yang bertambah yang berasal dari epitel amnion namun juga bisa

bertambah karena cairan lain masuk kedalam ruang amnion, pengaliran air ketuban

terganggu karena janin tidak menelan cairan air ketuban..

Hydramnion juga dapat menimbulkan gejala pada ibu hamil yang meliputi

dyspnea(sesak napas), kaki tungkai bawah membengkak, perut membesar, dan tampak

mengkilat. Penyebab terjadinya hydramnion berkaitan dengan kelainan konginital

(anensefalus, atresia esophagus, spina bifida, fistula usus), kelaianan pada plasenta,

kelaian penyakit yang menyertai kehamilan (diabetes militus, hamil ganda). Jadi

cairan amnion memegang peranan yang cukup penting dalam proses kehamilan dan

16
persalinan.

Peran bidan dalam mengatasi polyhidramnion adalah bidan dalam hal ini

mempunyai kewenangan dalam melakukan asuhan-asuhan yang sudah tercantum

dalam peraturan seperti dalam Permenkes No. 28 Tahun 2017 tentang izin dan

penyelenggaraan Bidan, dan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2019 Tentang

Kebidanan. Jadi, kewenangan bidan dalam penanganan komplikasi kehamilan dan

persalinan adalah melakukan pertolongan pertama, mendeteksi dini, dan melakukan

rujukan, melakukan rujukan disini berarti bidan berkolaborasi dengan dokter Sp. OG

dan melakukan tindakan atau asuhan sesuai dengan advice dokter.

17
DAFTAR PUSTAKA

Yuliasari, Dewi. 2017. Journal Kebidanan. Hubungan polyhidramnion dnga kejadian ketuban

pecah dini. Lampung

Pusat Data dan informasi Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Jakarta Selatan

Husada Intan: jurnal Ilmu Keperawatan. 2019. Semarang

18

Anda mungkin juga menyukai