Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

(KONSEP TEORITIS)
A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau
penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2016).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai
lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron
(Mansjoer dkk, 2017)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2016, diabetes
melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi kerana kelainan sekresi insulin, gangguan kerja
insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah.
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner &
Suddart, 2017).

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


B. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu :

1. Diabetes melitus tipe 1. Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas
sehingga kekurangan insulin absolut. Umumnya penyakit berkembang kearah
ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian. Pada diabetes melitus tipe
ini biasanya terjadi sebelum umur 30 tahun dan harus mendapatkan insulin
dari luar. Beberapa faktor resiko dalam diabetes melitus tipe ini adalah :
autoimun, infeksi virus, riwayat keluarga diabetes melitus (ADA, 2016).

2. Diabetes melitus tipe 2. Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin
tetapi insulin yang bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin
akibat kegemukan. Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya.
Faktor resiko DM tipe 2 adalah : obesitas, stress fisik dan emosional,
kehamilan umur lebih dari 40 tahun, pengobatan dan riwayat keluarga
diabetes melitus. Hampir 90% penderita diabetes melitus adalah diabetes
melitus tipe 2 (ADA, 2016).

3. Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional


(DMG), merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat
mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu normal.
Tipe ini akan normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko pada DMG
adalah wanita yang hamil dengan umur lebih dari 25 tahun disertai dengan
riwayat keluarga dengan diabetes melitus, infeksi yang berulang, melahirkan
dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg (ADA, 2016).

4. Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat
atau zat kimia, infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan
diabetes melitus. Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol,
glukagon, dan epinefrin bersifat antagonis atau melawan kerja insulin.
Kelebihan hormone tersebut dapat mengakibatkan diabetes melitus tipe ini
(ADA, 2014).

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


C. Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya. (Perkeni, 2016)
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing. (Perkeni, 2016)
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pancreas. (Perkeni, 2017)
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Indriastuti, 2016). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes
Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

D. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak
terukur oleh hati.Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan
dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan
metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting.
Diabetes tipe II.Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya.Karena itu ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada diabetes tipe II.Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas.Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi.Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi,
luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang
kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi). (Perkeni, 2016)

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


E. Pathways

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


(ADA, 2014)

F. Manifestasi Klinis

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas
bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal,
penglihatan kabur
c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah: gula darah puasa 100 - 190 ml/dl, tes toleransi glukosa 80 -
190 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan
infeksi luka.

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama terapi Diabetes Melitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuannya adalah
mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia
dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien (Smeltzer & Bare, 2016).
1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk
mencapai tujuan berikut ini :
 Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
 Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
 Memenuhi kebutuhan energy
 Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara
yang aman dan praktis
 Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat Bagi semua
penderita Diabetes, perencanaan makan harus mempertimbangkan pula
kegemaran pasien terhadap makanan tertentu, gaya hidup, jam-jam makan
yang biasa diikutinya dan latar belakang etnik serta budayanya.
2. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes karena efeknya
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko
kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga,
latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training) dapat
meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju
metabolisme laju istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat
bermanfaat pada Diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


rasa stres dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah
kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan
menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida. Semua manfaat ini sangat
penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan risiko untuk
terkena penyakit kardiovaskuler pada Diabetes. Meskipun demikian, penderita
Diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari 250mg/dl (14mmol/L) dan
menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh melakukan latihan sebelum
pemeriksaan keton urin memperlihatkan hasil negatif dan kadar glukosa darah
telah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa darah tinggi akan
meningkatkan sekresi glukagon, growth hormone dan katekolamin.
Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga
terjadi kenaikan kadar glukosa darah.
3. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
(SMBG: self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat
mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal.
Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta
hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal
yang memungkinkan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang..
4. Terapi insulin dan obat hiperglikemia
Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi
insulin.Dengan demikian, insulin harus diberikan dalam jumlah tak terbatas.
Pada Diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka
panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat
hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Di samping itu, sebagian
pasien Diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah
dengan diet atau obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer
selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa
kejadian stres lainnya.

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


I. Komplikasi
Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi.
Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi: Ketoasidosis diabetic,
hiperosmolar non ketotik, dan hiperglikemia (Perkeni,2016).
Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah, makroangiopati,
mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah
besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangipati terjadi
pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan
kapiler ginjal (Perkeni, 2017).

(KONSEP ASKEP TEORITIS)


A. Pengkajian

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan
pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut
1. Pengkajian  Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
§  Airway + cervical control
a. Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada
rongga mulut
b. Cervical Control   : -
§  Breathing + Oxygenation
a. Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
- KAD    : Pernafasan kussmaul
- HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
b. Oxygenation : Kanula, tube, mask
§  Circulation + Hemorrhage control
a. Circulation :
- Tanda dan gejala schok
- Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
b. Hemorrhage control : -
§  Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert :  sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon :  kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons :  kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon
thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive :  kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyeri

2. Pengkajian Sekunder

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan
atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
b. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
c. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.

B. Anamnese
1. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan
yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
2. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/
HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK)
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg,
riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi,
penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi
oral).
5. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
6. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan,
peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit
dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
7. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik
dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

C. Diagnosa Yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan
menggunakan glukose
3. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan
mekanisme pengaturan
4. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.

D. Rencana Keperawatan

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


N DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O
1 Nyeri akut NOC : Manajemen nyeri :
berhubungan dengan  Tingkat nyeri 1. Lakukan pegkajian nyeri
agen injuri biologis  Nyeri terkontrol secara komprehensif
(penurunan perfusi  Tingkat kenyamanan termasuk lokasi,
jaringan perifer) Setelah dilakukan asuhan karakteristik, durasi,
keperawatan selama 3 x 24 frekuensi, kualitas dan
jam, klien dapat : ontro presipitasi.
1. Mengontrol nyeri, dengan 2. Observasi  reaksi
indikator : nonverbal dari
- Mengenal faktor-faktor ketidaknyamanan.
penyebab 3. Gunakan teknik
- Mengenal onset nyeri komunikasi terapeutik
- Tindakan pertolongan untuk mengetahui
non farmakologi pengalaman nyeri klien
- Menggunakan sebelumnya.
analgetik 4. Kontrol ontro
- Melaporkan gejala- lingkungan yang
gejala nyeri kepada tim mempengaruhi nyeri
kesehatan seperti suhu ruangan,
- Nyeri terkontrol pencahayaan,
2. Menunjukkan tingkat kebisingan.
nyeri, dengan indikator : 5. Kurangi ontro presipitasi
- Melaporkan nyeri nyeri.
- Frekuensi nyeri 6. Pilih dan lakukan
- Lamanya episode nyeri penanganan nyeri
- Ekspresi nyeri; wajah (farmakologis/non
- Perubahan respirasi farmakologis).
rate 7. Ajarkan teknik non
- Perubahan tekanan farmakologis (relaksasi,
darah distraksi dll) untuk
- Kehilangan nafsu mengetasi nyeri.
makan 8. Berikan analgetik untuk
. mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/ontrol
nyeri.
10.Kolaborasi dengan
dokter bila ada komplain
tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.
11.Monitor penerimaan
klien tentang manajemen

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


nyeri.

Administrasi analgetik :
1. Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis,
dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat
nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.

2 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Food Nutrition Management


nutrisi kurang dari and Fluid Intake 1. Monitor intake makanan
kebutuhan tubuh b.d.  Intake makanan peroral dan minuman yang
ketidakmampuan yang adekuat dikonsumsi klien setiap
menggunakan  Intake NGT adekuat hari
glukose  Intake cairan peroral 2. Tentukan berapa jumlah
adekuat kalori dan tipe zat gizi
 Intake cairan yang adekuat yang dibutuhkan dengan
 Intake TPN adekuat berkolaborasi dengan
ahli gizi
3. Dorong peningkatan
intake kalori, zat besi,
protein dan vitamin C
4. Beri makanan lewat oral,
bila memungkinkan
5. Kaji kebutuhan klien
akan pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila klien
sudah bisa makan lewat
oral

3 Defisit Volume NOC: NIC :


Cairan b.d  Fluid balance Fluid management
Kehilangan volume  Hydration 1. Timbang

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


cairan secara aktif,  Nutritional Status : Food popok/pembalut jika
Kegagalan and Fluid Intake diperlukan
mekanisme Kriteria Hasil : 2. Pertahankan catatan
pengaturan - Mempertahankan urine intake dan output yang
output sesuai dengan usia akurat
dan BB, BJ urine normal, 3. Monitor status hidrasi
HT normal (kelembaban membran
- Tekanan darah, nadi, suhu mukosa, nadi adekuat,
tubuh dalam batas normal tekanan darah
- Tidak ada tanda tanda ortostatik), jika
dehidrasi, Elastisitas diperlukan
turgor kulit baik, 4. Monitor vital sign
membran mukosa lembab, 5. Monitor masukan
tidak ada rasa haus yang makanan / cairan dan
berlebihan hitung intake kalori
harian
6. Kolaborasikan
pemberian cairan IV
7. Monitor status nutrisi
8. Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
10.Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
11.Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
12.Tawarkan snack (jus
buah, buah segar)
13.Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
14.Atur kemungkinan
tranfusi
15.Persiapan untuk tranfusi

4 Perfusi jaringan NOC : NIC :


tidak efektif b.d  Circulation status Peripheral Sensation
hipoksemia jaringan.  Tissue Prefusion : cerebral Management (Manajemen
Kriteria Hasil : sensasi perifer)
1. Mendemonstrasikan status 1. Monitor adanya daerah
sirkulasi tertentu yang hanya peka
- Tekanan systole terhadap
dandiastole dalam panas/dingin/tajam/tump
rentang yang ul

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


diharapkan 2. Monitor adanya paretese
- Tidak ada 3. Instruksikan keluarga
ortostatikhipertensi untuk mengobservasi
- Tidak ada tanda tanda kulit jika ada lsi atau
peningkatan tekanan laserasi
intrakranial (tidak lebih 4. Gunakan sarun tangan
dari 15 mmHg) untuk proteksi
2. Mendemonstrasikan 5. Batasi gerakan pada
kemampuan kognitif yang kepala, leher dan
ditandai dengan : punggung
- Berkomunikasi dengan 6. Monitor kemampuan
jelas dan sesuai dengan BAB
kemampuan 7. Kolaborasi pemberian
- Menunjukkan analgetik
perhatian, konsentrasi 8. Monitor adanya
dan orientasi tromboplebitis
- Memproses informasi 9. Diskusikan menganai
- Membuat keputusan penyebab perubahan
dengan benar sensasi

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098


DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). 2016. Diagnosis and Classification of


Diabetes Mellitus. Diabetes Care Journal. 35(1): 64-71.
Brunner & Suddarth.2017. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2013. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2016. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura
dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Mansjoer, A dkk. 2016. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Perkeni, 2016. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 tipe
2 di Indonesia. Jakarta.PB PERKENI
Rab, T. 2016. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika

Vicky Monica Seru Rante, S.Kep 2020032098

Anda mungkin juga menyukai