Anda di halaman 1dari 6

ALUR SISTEM BISNIS PRODUK JASA

PELEBURAN DOKUMEN PERUMASAAN

A. Sifat dokumen pada perusahaan

Berdasarkan sifat kepentingan arsip, arsip dibedakan menjadi 4 macam yaitu arsip
nonesensial, arsip yang diperlukan, arsip penting dan arsip vital.

1. Arsip nonesensial. Arsip yang tidak memerlukan pengolahan dan tidak mempunyai
hubungan dengan hal-hal yang penting sehingga tidak perlu disimpan dalam waktu yang
terlalu lama. Arsip nonesensial sudah habis kegunaannya selesai dibaca atau diketahui
atau telah lampau peristiwanya, dan sebaiknya dimusnahkan untuk menghindari
penumpukan arsip yang tidak bernilai guna. Jika terpaksa disimpan, penyimpanan
paling lama 1 tahun. Termasuk jenis arsip nonesensial adalah pengumuman hari libur,
pengumuman apel bendera, surat atau kartu undangan, memo atau nota terkait hal-hal
yang tidak penting.
2. Arsip yang diperlukan, adalah arsip yang masih mempunyai nilai kegunaan namun
bersifat sementara dan terkadang masih dibutuhkan atau digunakan karena itu arsip
yang diperlukan (useful archives) perlu disimpan antara 2 – 3 tahun. Contoh arsip yang
diperlukan: presensi pegawai, daftar isian pegawai (surat lamaran), surat permohonan
cuti, surat perintah jalan, surat keterangan pegawai, surat pengantar pengiriman, surat
telegram, surat pesanan barang, surat pemeliharaan gedung, surat permintaan kebutuhan
barang, surat pemeliharaan alat-alat inventaris.
3. Arsip penting (important archives), yaitu arsip yang mempunyai nilai hukum, pendidikan,
keuangan, dokumentasi, sejarah dan lain-lain. Arsip penting masih
digunakan/diperlukan dalam proses kelancaran pekerjaan. Jika hilang, arsip sulit dicari
penggantinya, dan arsip penting disimpan dalam waktu yang cukup lama sesuai dengan
nilai yang terkandung di dalamnya. Yang termasuk arsip penting misalnya Surat
Keputusan terkait pegawai (pengangkatan, pemindahan, pemberhentian), daftar mutasi
keluarga, daftar riwayat hidup/pekerjaan pegawai, daftar sensus pegawai, laporan
keuangan, neraca percobaan, buku kas tabelaris, berita acara pemeriksaan keuangan,
buku kas harian, buku kas umum, buku kas penolong, daftar isian kegiatan, daftar
perincian gaji, surat perintah membayar uang, dan sebagainya.
4. Arsip vital (vital archives). Arsip ini bersifat permanen, langgeng, disimpan untuk
selama-lamanya. Termasuk arsip vital antara lain akte pendirian perusahaan, buku induk
siswa/mahasiswa, daftar hasil ujian dinas pegawai, daftar hasil ujian jabatan pegawai,
buku induk pegawai, dokumen pemilikan tanahm gedung, dan lain-lain.
Sedangkan menurut tingkat penggunaan /frekuensi penggunaan arsip, arsip dibedakan
menjadi 3 macam yaitu:

1. Arsip aktif, adalah arsip yang masih diperlukan dalam proses penyelenggaraan kerja.
2. Arsip pasif, yaitu arsip yang jarang digunakan dalam proses penyelenggaraan kerja
namun terkadang diperlukan juga dalam pelaksanaan kerja.
3. Arsip abadi, merupakan arsip yang harus disimpan untuk selama-lamanya karena nilai
informasi yang terkandung di dalamnya. (Wursanto, 27-28)

B. JADWAL RETENSI ARSIP, PENILAIAN, DAN PEMUSNAHAN ARSIP

Sekilas nampak ada kejanggalan hubungan antara jadwal retensi arsip,


penilaian arsip, dan pemusnahan arsip. Jadwal retensi arsip adalah ketentuan berapa
lama suatu arsip harus disimpan sebagai arsip aktif, arsip inaktif dan nasib akhir arsip
yang bersangkutan musnah atau tidak musnah (statis). Penilaian arsip adalah analisa
informasi terhadap sekelompok arsip untuk menentukan nilai guna danjangka simpan
arsip dilihat dari kaidah hukum dan kepentingan operasional lembaga pencipta.
(ANRI, 2002). Penilaian arsip dalam rangka pemusnahan merupakan tindakan
menganalisis apakah arsip yang menurut JRA dinyatakan musnah benar-benar sudah
boleh dimusnahkan. Sedangkan pemusnahan adalah pembunuhan suatu arsip dengan
cara menghancur leburkan secara total sampai sampai tidak dikenali lagi baikbentuk
fisiknya maupun informasinya.
Kemudian dimana letak kejanggalan ketiga hal di atas adalah ;
1. Dalam JRA telah ditentukan arsip apa, disimpan berapa lama, dan setelah masa
simpan habis maka dimusnahkan atau diserahkan sebagai arsip statis. Sehingga
kegunaan JRA adalah sebagai alat untuk mengatur arsip berapa lama suatu arsip
harus disimpan, dan kapan harus dimusnahkan atau diserahkan. Jadwal Retensi
Arsip memiliki kekuatan hukum yang tetap karena disusun dalam bentuk produk
hukum yaitu peraturan gubernur/bupati/walikota dan disetujui oleh lembaga
kearsipan tertinggi di Indonesia yaitu Kepala ANRI (Arsip Nasional Republik
Indonesia). Jadwal Retensi Arsip sudah disusun sudah sedemikian rupa, tidak
sembarangan tetapi sudah menggunakan perhitungan yang matang dan berdasarkan
pedoman retensi yang dibuat oleh ANRI yang melibatkan lembaga – lembaga
terkait. Sehingga apabila melihat proses penyusunannya, sudah barang tentu
kualitas pedoman retensi maupun JRA tidak lagi diragukan. Sehingga dengan JRA
maka kegunaan dan “masa depan” arsip telah jelas dan tegas
Tetapi mengapa ketika instansi akan memusnahkan arsipnya harus dilakukan
penilaian lagi ? Bukankah sudah dinyatakan dengan jelas dan tegas dalam JRA
mengenai nasib akhir arsip ? Kalau demikian apa fungsi dari JRA ?
2. Jadwal Retensi Arsip yang disusun oleh pemerintah daerah, sebelum ditanda tangani
oleh Gubernur/Bupati/walikota wajib dimintakan dan mendapat persetujuan
Kepala ANRI terlebih dahulu. Maka ada jaminan bahwa JRA yang disusun oleh
pemda sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak melanggar kaidah-kaidah
kearsipan sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan terjadinya pemusnahan
terhadap arsip yang sebenarnya tidak boleh dimusnahkan yang akan berakibat
hilangnya informasi kesejarahan atau sebaliknya instansi juga tidak akan
menyimpan arsip yang seharusnya tidak disimpan selama-lamanya yang akan
berdampak terjadinya pemborosan.
Tetapi mengapa ketika instansi akan melaksanakan pemusnahan arsip harus
mendapat persetujuan ANRI (untuk arsip yang memiliki umur simpan minimal 10
tahun ? Bukankah Kepala ANRI sudah menyetujui JRA yang diusulkan oleh
instansi ? Kalau demikian apa gunanya Kepala ANRI memberikan persetujuan
JRA kalau pemusnahannya juga masih minta persetujuan Kepala ANRI ?
Hal ini yang melatarbelakangi penulis tertarik untuk menguraikan tentang JRA,
penilaian, dan pemusnahan serta keterkaitan ketiga hal tersebut .
A. Jadwal Retensi Arsip
Undang-Undang Kearsipan Nomor 43 Tahun 2009 pasal 48 mengamanatkan setiap
instansi untuk menyusun Jadwal Retensi Arsip. Bahkan hukumnya wajib dan bagi
yang tidak melaksanakan dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur
dalam pasal 78 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut ; “ Pejabat dan/atau
pelaksana yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal …..48
ayat (1) …..dikenai sanksi administrative berupa teguran tertulis”. Kemudian ayat
(2) ; “ apabila selama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan, pejabat dan/atau
pelaksana sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenai sanksi administrative berupa
penundaan kenaikangaji berkala untuk palinglama 1 (satu) tahun. Dan ayat (3) ;
“apabila selama 6 (enam) bulan berikutya tidak melaakkan perbaikan, pejabat
dan/atau pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi
administratif berupa penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu)
tahun.
Kewajiban yang disertai sanksi tersebut menunjukan betapa pentingnya JRA
dalam pengelolaan kearsipan. Kalau boleh saya ibaratkan, JRA itu seperti tongkat
bagi orang buta. Tongkat yang akan membimbing si buta untuk berjalan menuju
tujuan. Tongkat sekaligus sebagai pelindung bagi si buta agar tidak masuk lubang
sekaligus sebagai tanda bagi orang lain, pengendara mobil/motor sehingga mereka
berhati-hati dan mengalah bahkan melindungi si buta tersebut. Demikian juga
dengan JRA, JRA akan menuntun pemilik arsip dalam memperlakukan arsip yang
dimilikinya. Berapa lama arsip harus disimpan, kapan dimusnahkan atau
diserahkan. Dan JRA sekaligus akan melindung pemilik dari jeratan hukum
apabila terjadi “kesalahan” dalam melaksanakan pemusnahan arsip. Misalnya,
arsip yang sudah dimusnahkan tiba-tiba dicari kembali untuk barang bukti
penyelesaian suatu kasus, dan lain sebagainya. Maka apabila terjadi hal seperti ini
maka pelaksana pemusnahan tidak dapat dituntut karena sudah berpedoman pada
JRA ketika melakukan pemusnahan dan sudah melalaui prosedur yang
dipersyaratakan dalam peraturan perundangan pemusnahan.
Karena itulah, JRA harus dibuat dalam bentuk produk hukum agar mempunyai
kekuatan hukum dan disetujui oleh Kepala ANRI sebelum disahkan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota. Beda halnya bagi instansi yang tidak memiliki JRA.
Dapat dipastikan program pemusnahan akan sulit dilaksanakan.

B. Penilaian
Penilaian arsip merupakan tindakan yang dilakukan oleh tim/panitia yang berupa
kajian/analisa terhadap arsip yang akan dimusnakan. Tindakan ini bertujuan untuk
pemantapan dan lebih meyakinkan bahwa arsip yang sudah dinyatakan musnah
dalam JRA benar-benar sudah waktunya untuk dimusnahkan karena tidak lagi
digunakan baik oleh pemilik maupun oleh pihak lain, tidak ada peraturan yang
melarang, dan tidak terkait dengan suatu perkara baik yang sedang berlangsung
maupun yang dimungkinkan kelak akan muncul.
Jadi penilaian arsip dalam rangka pemusnahan bertujuan untuk menjajaki posisi
arsip dalam kondisi saat ini dan kemungkinan - kemungkinan akan datang. Maka
penilaian arsip tidak boleh dilakukan sembarang orang dan secara sembarangan
karena membawa resiko yang sama-sama berat apabila sampai terjadi kesalahan
dalam menentukan vonis/nasib akhir suatu arsip. Pertama, arsip yang sebenarnya
tidak atau belum boleh musnah tetapi divonis boleh dimusnahkan maka organisasi
akan kehilangan barang bukti, memori organisasi yang tidak tergantikan oleh
apapun. Artinya organisasi akan kecewa sampai mati. Sebaliknya apabila arsip
yang sebenarnya boleh dan sudah waktunya dimusnahkan tetapi masih disimpan
maka organisasi telah melakukan tindakan pemborosan baik tempat, peralatan,
waktu, tenaga, dan biaya. Oleh karena itu untuk meminimalisir resiko terjadinya
kesalahan dalam penilaian, maka penilaian wajib dilakukan oleh Tim /Panitia
Penilai. Selain itu hasil penilaian harus mendapat persetujuan dari
Gubernur/Bupati/Walikota bahkan untuk arsip yang retensinya 10 tahun atau
lebih wajib mendapat persetujuan dari Kepala ANRI (PP 28 Tahun 2012 psl 66-
78). Hal ini dilakukan karena yang akan dimusnahkan adalah satu-satunya barang
bukti yang otentik.

C. Pemusnahan
Tindaklanjut dari kegiatan penilaian adalah pemusnahan setelah hasil penilaian
disetujui oleh pejabat yang berwenang. Sebelum mendapat persetujuan dari
pejabat yang berwenang dilarang keras siapapun melaksanakan pemusnahan.
Pelanggaran terhadap larangan tersebut akan dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Kearsian Nomor 43 tahun 2009 pasal 86 yang
menyatakan bahwa “ Setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip di
luar prosedur yang benar dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh)tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah)”.
Persetujuan pemusnahan diperlukan untuk meminimalisir terjadinya salah musnah
yang dapat menimbulkan masalah yang lebih luas bisa masalah ekonomi, sosial,
agama, politik, keamanan, budaya dan lain sebagainya. Pemusnahan arsip harus
total artinya baik fisik maupun informasinya harus tidak dapat dikenali lagi.
Adapun teknisnya dapat dilakukan dengan cara dibakar, didaur ulang/kimiawi,
dicacah, atau cara lain yang mampu menjamin leburnya arsip sehingga tidak
memungkin lagi untuk digunakan dan disalahgunakan pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab.

Kegiatan ekskusi arsip harus didokumentasikan dan dikelola sebagai arsip


vital (PP 28/2012 pasal 78), dan berdasarkan Peraturan Kepala Arsip Nasional RI
Nomor 19 Tahun 2015, dokumen pemusnahan arsip merupakan arsip permanen
setelah disimpan selama 2 tahun sebagai arsip dinamis. yaitu : Surat Keputusan
Pembentukan Panitia Penilai, penilaian panitia penilai, permintaaan persetujuan
pemusnahan, penetapan arsip yang akan dimusnahkan, berita acara pemusnahan,
daftar arsip yang dimusnahkan. Dan apabila diperlukan dapat ditambah surat
perjanjian pemusnahan apabila pemusnahan dilakukan oleh pihak ketiga, dan
dapat dilengkapi dengan dokumen lain seperti foto maupun rekaman video pada
saat pelaksanaan pemusnahan.

D. Keterkaitan antara JRA, Penilaian, dan Pemusnahan


Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa arsip bukan informasi biasa
karena informasi yang terkandung dalam arsip bukan informasi yang dibuat-buat
tetapi informasi yang lahir secara alami. Maka ia juga akan digunakan secara
alami pula sehingga sulit dipastikan kapan suatu arsip akan digunakan lagi, bisa
satu minggu, satu bulan, satu tahun, bahkan sepuluh tahun atau ratusan tahun
yang akan datang arsip akan dibangunkan lagi untuk digunakan kembali. Tidak
ada yang tahu.
Tetapi perlu disadari bahwa arsip lahir setiap hari. Bagaimana kalau tidak
ada arsip yang mati ? Mampukah organisasi menampung semua arsip yang lahir ?
Berapa tempat yang harus disiapkan ? Berapa peralatan, tenaga, waktu yang
harus sediakan ? Seperti didunia ini bagaimana kalau tidak ada manusia yang
meninggal sedangkan puluhan bahkan ratusan bayi lahir setiap hari ? Pasti akan
terjadi masalah besar. Demikian pula dengan arsip apabila tidak ada program
pemusnahan maka akan timbul masalah besar bagi pencipta arsip maupun
pemerintah. Oleh karena itu Undang-Undang Kearsipan Nomor 43 Thaun 2009
mewajibkan setiap pencipta melakukan pemusnahan arsip berdasarkan Jadwal
Retensi Arsip.
Pemusnahan dilakukan terhadap arsip-arsip yang dinyatakan musnah
berdasarkan JRA dan memang sudah tidak digunakan baik oleh pemilik maupun
masyarakat setelah sebelumnya dilakukan penilaian. Sehingga arsip yang
dimusnahkan benar-benar sudah tidak digunakan. Kalaupun suatu saat nanti arsip
yang sudah terlanjur dimusnahkan tiba-tiba di cari kembali untuk digunakan
karena terkait dengan masalah yang terjadi maka hal tersebut sudah diluar
kemampuan manusia. Maka anggap saja sebagai takdir yang memang harus
terjadi dan tidak perlu ditangisi. Apabila pemusnahan yang dilakukan sudah
sesuai dengan prosedur yaitu berdasarkan JRA, sudah dilakukan penilaian, dan
disetujui pejabat yang berwenang.
Oleh karena itu antara JRA, penilaian, dan pemusnahan ibarat sebuah
gambar segitiga yang antara garis yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Kalau hilang satu garis saja tidak lagi dinamakan gambar segitiga tetapi sudah
gambar sudut. Ketika instansi akan melakukan pemusnahan maka harus melihat
JRA apakah arsip yang akan dimusnahkan termasuk golongan arsip musnah atau
bukan ?. Kemudian kalau menurut JRA termasuk golongan arsip musnah, apakah
sesuai kondisi saat ini arsip tersebut sudah waktunya untuk dimusnahkan ? Guna
menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukan tindakan penilaian untuk menguji
kembali kesesuaian antara arsip dengan kondisi terkini. Dan setelah arsip
dilakukan penilaian dan hasil dari penilaian adalah musnah maka arsip harus
segera dimusnahkan setelah mendapat persetujuan, karena kalau tidak segera
ditindaklanjuti dengan pemusnahan maka tidak ada gunanya dilakukan penilaian
karena tetap akan menjadi beban instansi terkait dengan pemeliharaan. Pada hal
tujuan dari penilaian dan pemusnahan adalah efisiensi sumber daya atau
pengurangan beban pengelolaan.

E. Kesimpulan
Memiliki JRA dan melaksanakan pemusnahan merupakan kewajiban bagi
setiap instansi. Dan salah satu tahapan dalam pemusnahan adalah penilaian dan
permintaan persetujuan. Ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan karena saling
berkaitan. Persetujuan pemusnahan dari pejabat yang bewenang diperlukan untuk
meminimalisir munculnya masalah dikemudian hari dan sekaligus sebagai upaya
penyelamatan bukti-bukti sejarah.

Anda mungkin juga menyukai