Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik akibat gangguan sekresi

insulin, gangguan kerja insulin, atau kombinasi keduanya ( ADA, 2016). Adanya

gagguan tersebut mengakibatkan gula di dalam darah tidak dapat digunakan oleh

sel tubuh sebagai energy hingga akhirnya menyebabkan kadar gula dalam darah

tinggi atau hiperglikemia ( IDF, 2013)

Secara global, diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes pada

tahun 2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980. Prevalensi diabetes di

dunia (dengan usia yang distandarisasi) telah meningkat hampir dua kali lipat sejak

tahun 1980, meningkat dari 4,7 % menjadi 8,5 % pada populasi orang dewasa. Hal

ini mencerminkan peningkatan faktor risiko terkait seperti kelebihan berat badan

atau obesitas. Selama bebrapa dekade terakhir, prevalensi diabetes meningkat di

negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada negara berpenghasilan

tinggi. Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Gula darah yang

lebih tinggi dari batas maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta kematian,

dengan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan lainnya. Empat puluh tiga

persen (43%) dari 3,7 juta kematian ini terjadi sebelum usia 70 tahun. Presentase

kematian yang disebabkan oleh diabetes yang terjadi sebelum usia 70 tahun lebih

tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara-

negara berpenghasilan tinggi. (WHO Global Report, 2016)

Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2018 di Indonesia, secara umum

angka kejadian Diabetes Melitus mengalami peningkatan yang cukup signifikan

selama 5 tahun terakhir. Pada tahun 2013, angka kejadian Diabetes Melitus pada
orang dewasa mencapai 6,9 % dan di tahun 2018 angka terus melonjak menjadi 8,9

%. (RISKESDAS, 2018)

Jumlah penyandang Diabetes Melitus di Indonesia tertinggi terdapat pada di

daerah DKI Jakarta sebesar 3,4 % dan terendah di daerah NTT sebesar 0,9%,

sedangkan di NTB sebesar 1,6% (RISKESDAS, 2018). Prevalensi Diabetes Melitus

yang terdiagnosis dokter tertinggi berada di Kota Bima sebesar 2,5 %, kedua Kota

Mataram 2,0%, ketiga Dompu 1,8%, keempat Lombok Barat 1,6% dan terendah

Sumbawa Barat sebesar 1,1%. (RISKESDAS, 2018)

Di wilayah kerja Puskesmas Narmada terdapat 550 orang penderita Diabetes

Melitus sekitar 6,4 % dari keseluruhan jumlah penderita Diabetes Melitus di

Kabupaten Lombok Barat. Puskermas Narmada menempati urutan tertinggi ketiga

setelah Puskesmas Gunungsari dan Puskesmas Meninting. (Profil Kesehatan

Lombok Barat tahun 2019)

Salah satu penyebab dari Diabetes Melitus adalah gaya hidup yang

mengakibatkan tidak terkontrolnya kadar gula darah. Adapun bahaya yang dapat

terjadi pada pasien Diabetes Melitus jika tidak diobati dengan benar maka akan

berakibat buruk pada tubuhnya. Beberapa dampak atau komplikasi yang dapat

terjadi pada pasien Diabetes Melitus adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis,

sindrom hiperglikemik hyperosmolar nonketoti (Smeltzer & Bare, 2012).

Penderita Diabetes Melitus sering mengalami banyak masalah baik secara

fisiologis maupun secara psikologis. Seseorang yang terdiagnosa Diabetes Melitus

akan menunjukkan beberapa reaksi psikologis, seperti marah, merasa tidak

berguna, kecemasan akan prognosis penyakitnya. Orang dengan penyakit kronis

rentan mengalami kecemasan. Terdapat 48% penderita Diabetes Melitus mengalami

kecemasan, sedangkan badan kesehatan dunia melaporkan sekitar 27% pasien


Diabetes Melitus mengalami kecemasan akan penyakitnya. (Hsanat, dalam Riska

Rohmawati, 2020)

Stress yang berkepanjangan akan menjadikan seseorang mengalami

kecemasan. Kecemasan penderita Diabetes Melitus akan berdampak pada

peningkatan produksi epinefrin, metabolism glukosa, asam lemak, dan asam nukleat

yang dapat membuat seseorang sering merasa lapar (Thomas, 2013). Pada

keadaan cemas aktivitas aksis HPA akan meningkat dan menyebabkan peningkatan

kadar kortisol yang mempengaruhi fungsi insulin baik dalam hal sensitivitas,

produksi, dan reseptor sehingga kadar gula daarah tidak bisa diseimbangkan (Putra,

2011).

Kecemasan merupakan sekelompok gangguan psikiatri yang paling sering

ditemukan, kecemasan sendiri adalah suatu signal yang menyadarkan atau

memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang

mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Pada tingkat yang lebih rendah

kecemasan memperingatkan ancaman cedera pada tubuh, rasa takut,

keputusasaan, kemungkinan hukuman, atau frustasi dari kebutuhan social atau

tubuh, perpisahan dengan orang yang dicintai, gangguan pada keberhasilan dan

status seseorang (Sadock, 2014)

Penelitian yang dilakukan Brantley dan Millstine (2011) menyebutkan responden

dalam program pengurangan stress yang berdasarkan kesadaran (MBSR atau

Mindfulness Based Stress Reduction) dikaitkan dengan kesadaran dan spiritualitas,

dan untuk meneliti hubungan antara kesadaran, spiritualitas, dan gejala medis dan

psikologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan signifikan pada

spiritualitas, tekanan psikologis dan laporan gejala medis pada responden yang
diberikan terapi MBSR selama 7 minggu dengan 2,5 jam/minngu. Hal tersebut

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Tuti Alawiyah (2018) yang menyebutkan

intervensi spiritual mindfules based breathing relaxtation 3 kali sehari selama

sebutan dapat menurunkan tingkat stress, kadar gula darah dan tekanan darah.

Sedangkan penelitian Riska Rohmawati (2020) menyatakan sebelum dilakukan

terapi sebagian besar (63,3 %) mengalami kecemasan sedang sebelum dilakukan

spiritual mindfulness based on benson relaxation dan sesudah dilakukan terapi

sebagian besar (66,7%) mengalami tingkat kecemasan sedang.

`Pengobatan pada penderita diabetes mellitus dapat dilakukan dengan cara

farmakologi dan nonfarmakologi. Pengobatan farmakologi dilakukan dengan

pemberian obat yang bertujuan untuk menurunkan kadar gula darah. Sedangkan

pengobatan nonfarmakologi yang diberikan bertujuan mengurangi faktor-faktor yang

dapat meningkatkan kadar gula darah seperti stress dan kecemasan, tindakan yang

dapat dilakukan yaitu tindakan relaksasi otot progresif dan relaksasi benson yang

digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan.

Relaksasi Benson merupakan teknik relaksasi yang digabung dengan keyakinan

yang dianut oleh pasien, relaksasi benson akan menghambat aktifitas saraf simpatis

yang dapat menurunkan konsumsi oksigen oleh tubuh dan selanjutnya otot-otot

tubuh menjadi relaks sehingga menimbulkan perasaan tenang dan nyaman

(Benson, H. and Proctor 2000). Penerapan Terapi Relaksasi Benson tidak

memerlukan banyak persiapan, hanya persiapan diri dan lingkungan, terapi ini juga

langsung mengarah pada saraf simpatis yang nantinya akan menghantarkan rasa

tenang dan nyaman. Terapi Relaksasi Benson merupakan teknik relaksasi dengan

melibatkan unsur keyakinan dalam bentuk kata-kata keyakinan yang dianut oleh

pasien.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh terapi

relaksasi benson terhadap kecemasan pada pasien diabetes melitus tahun 2021 di

Puskesmas Narmada”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah

pada penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh terapi relaksasi benson

terhadap kecemasan pada pasien diabetes melitus di tahun 2021?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi relaksasi benson terhadap kecemasan

pada pasien diabetes melitus di tahun 2021 .

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi tingkat kecemasan sebelum melakukan terapi relaksasi

benson

b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan setelah melakukan terapi relaksasi

benson

c. Menganalisis tingkat kecemasan setelah melakukan terapi relaksasi

benson

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan mendapat

pengalaman penelitian tentang pengaruh terapi relaksasi benson terhadap

kecemasan pada pasien diabetes melitus.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Responden
Sebagai salah satu alternatif perawatan di rumah dengan melakukan

pemberian terapi relaksasi benson untuk menurunkan tingkat kecemasan

pada pasien diabetes melitus.

b. Bagi Prodi DIV Keperawatan

Sebagai salah satu sumber informasi mengenai cara melakukan terapi

relaksasi benson untuk menurunkan tingkat kecemasan pada pasien

diabetes militus

c. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan serta sebagai bahan pembelajaran mengenai cara mengatasi

kecemasan pada pasien diabetes militus dengan melakukan terapi

relaksasi benson.

d. Bagi peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan

untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan mengatasi

kecemasan pada pasien diabetes militus

Anda mungkin juga menyukai