Anda di halaman 1dari 9

BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembahasan

1. Analisis Univariat

a. Durasi Bermain Game Online Remaja di SMK Dr. Soetomo

Cilacap

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa durasi

game online remaja SMK Dr. Soetomo Cilacap paling tinggi pada

kategori “Sedang” sebesar 52,9% (36 orang). Hasil tersebut sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Sarken, dkk. (2020) pada siswa

kelas XI di SMK Negeri 3 Jayapura bahwa lama bermain game

online paling tinggi pada kategori sedang 52,7%. Hasil penelitian

Putri dan Wahyuni 2017) dimana mayoritas anak-anak yang berusia

belasan bermain video game setiap hari. Selain itu, 7% dari mereka

dapat menghabiskan waktu hingga 30 jam per minggu. Penelitian

Setiawati dan Gunado (2019) dari 358 siswa (66,4%) dengan

intensitas bermain game online tingkat sedang.

Durasi game online remaja SMK Dr. Soetomo Cilacap pada

kategori “Tinggi” 16,2% (11 orang). Masa remaja merupakan masa

dimana seseorang mengalami perubahan dari masa kanak-kanak

menuju masa dewasa. Pada masa pubertas atau masa menjelang

dewasa, remaja akan mengalami banyak pengaruh dari luar yang


bisa menyebabkan remaja terpengaruhi oleh lingkungan sekitar.

Remaja yang tidak bisa menyesuaikan atau beradaptasi dengan

lingkungan yang selalu berubah-ubah akan melakukan perilaku yang

maladaptive, contohnya perilaku agresif yang dapat merugikan orang

lain dan diri sendiri (Santrock, 2017).

Menurut peneliti usia remaja awal rata-rata sudah memiliki

gadget dan sebagian besar remaja tertarik untuk mengisi aplikasi

gadget nya dengan game online. Pada usia remaja awal ini remaja

mulai memiliki keinginan untuk suatu pemikiran-pemikiran baru

serta pengalaman baru. Remaja juga memiliki sifat meniru pada

suatu objek yang sering dilihat.

b. Perilaku Kekerasan Remaja di SMK Dr. Soetomo Cilacap

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku

kekerasan remaja SMK Dr. Soetomo Cilacap kategori “Tidak

Terjadi” sebesar 85,3% (58 orang). Hasil tersebut sesuai dengan

penelitian Rondo, dkk. (2019) ditemukan bahwa responden dengan

kecanduan tidak terkontrol ditemukan sebanyak 21 orang tidak

berperilaku agresif hal ini dikarenakan remaja melihat hal yang

terjadi dalam permainan tersebut sebagai hiburan, tantangan, dan

kepuasan sebatas dalam permainan, mereka tidak menuangkannya

dalam bentuk agresifitas, hal ini juga di dipengarui usia dan

kedewasaan dari pemain game dimna semakin dewasa pemain game


tersebut maka ia akan semakin mengerti maksud dan tujuan dari

game tersebut dimana harus melatih kerjasama tim.

Ditambahkan penelitian Setiawati dan Gunado (2019)

Perilaku agresif rendah ditemukan pada siswa SMP di Bandar

Lampung Tahun 2019 yang bermain game online dengan jumlah 98

siswa (18,2%), artinya siswa tersebut masih bisa mengontrol emosi

dengan hanya sesekali merasa kesal ketika kalah atau tidak

tercapainya suatu tujuan dalam game tersebut. Perilaku agresif

remaja menunjukkan hasil penelitian rendah dikarenakan terdapat

terdapat faktor lain yaitu faktor budaya di lingkungan tempat tinggal

remaja yang menganut budaya Jawa yang masih kental di

masyarakat. Masyarakat Jawa yang mayoritas menganut ajaran

agama Islam hingga saat ini belum bisa meninggalkan tradisi dan

budaya Jawanya.

Perilaku kekerasan remaja SMK Dr. Soetomo Cilacap

kategori “Terjadi” 14,7% (10 orang). Hasil tersebut sesuai dengan

penelitian yang dilakukan Sarken, dkk. (2020) pada siswa kelas XI

di SMK Negeri 3 Jayapura bahwa perilaku agresif paling tinggi pada

kategori sedang 51,30%. Ditambahkan hasil penelitian Rondo dkk.,

(2019) menunjukkan dari 78 sampel penelitian bahwa sebagian besar

sampel berperilaku agresif yaitu sebanyak 45 sampel (57,7%) dan

yang tidak berperilaku agresif yaitu 33 sampel (42,3). Hal ini

menunjukkan siswa di SMA N 2 Ratahan lebih banyak berperilaku


agresif. Masa remaja terdapat jiwa dan mental yang belum stabil

untuk mengatasi masalah seperti dalam mengambil keputusan dan

mudah terpengaruh hal-hal negatif.

Perilaku agresif memiliki dampak bagi pelaku perilaku

agresif maupun korban dari perilaku tersebut. Dampak bagi pelaku

perilaku agresif ialah pelaku menjadi memiliki konsep diri yang

negatif dan mengalami kesulitan dalam hubungan sosial. Sementara

dampak yang dirasakan oleh korban adalah merasa ketakutan,

terancam, dan cenderung menghindar dari pelaku (Saputri, dkk.

2019). Senada dengan pendapat tersebut, perilaku agresi adalah suatu

perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau

membahayakan individu-individu atau objek-objek yang menjadi

sasaran perilaku tersebut baik (secara fisik atau verbal) dan langsung

atau tidak langsung (Buss dan Perry dalam Saputra, 2017).

Sesuai dengan pendapat Pitakasari dkk. (2019) bahwa faktor

media online sangat berpengaruh pada individu untuk melakukan

tindakan kekerasan karena dapat dengan mudah diakses. Salah satu

media online yang saat ini sedang digemari remaja adalah game

online. Permainan pada game online kebanyakan menampilkan

perkelahian brutal, berdarah-darah, sadis, adegan penyiksaan,

pembunuhan dan lainlain. Jika permainan tersebut digemari dan

dinikmati secara berulang-ulang, secara tanpa sadar perilaku agresif

tersebut akan terekam dalam memori alam bawah sadar remaja.


Akibatnya, remaja menjadi terbiasa menyaksikan adegan kekerasan,

sehingga sikap agresif pada remaja begitu mudah terbentuk.

2. Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

durasi game online dengan perilaku kekerasan pada remaja SMK Dr.

Soetomo Cilacap dengan p value 0,000 < 0,05. Nilai korelasi sebesar

0,791** yang artinya hubungan dalam kategori kuat. Hal ini berarti

semakin tinggi skor intensitas bermain game online, maka semakin tinggi

pula skor perilaku kekerasan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sirken, dkk. (2020);

Rondo dkk. (2029); Setiawati dan Gunado (2019) bahwa lama bermain

game online dengan perilaku agresif menunjukkan ada hubungan yang

signifikan. Ditambahkan hasil penelitian Fasya, dkk. (2017) yang

meneliti tentang pengaruh game online terhadap tingkat agresivitas anak-

anak dan remaja di Kota Makassar. Ditemukan bahwa durasi bermain

game online berpengaruh terhadap agresivitas anak-anak dan remaja.

Perilaku agresif pada pengguna game online dipengaruhi oleh

faktor aggressive cues melalui video game online yang dimainkan. Hal

ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amanda (2016)

bahwa terdapat pengaruh agresif yang signifikan antara bermain game

online dengan perubahan perilaku gamers di Samarinda. Game online

sekarang ini banyak mengandung adegan atau aksi-aksi kekerasan baik

secara verbal maupun secara fisik. Memainkan video game yang berisi
kekerasan secara berulang dapat meningkatkan pikiran, perasaan, dan

perilaku agresif, bahkan lebih rentan dibandingkan dengan menonton

televisi atau film, karena video games melibatkan partisipan secara aktif

dibandingkan media lainnya.

Hasil studi oleh Pratiwi (2018) bahwa siswa yang kecanduan

game online memiliki masalah kesehatan seperti mata perih; kondisi

psikologis yang dialami siswa adalah gampang kesal ketika kalah

bermain game online; dari aspek belajar siswa terus menerus memikirkan

game online; dari aspek penyesuaian sosial siswa mengabaikan orang

lain.Perilaku agresif siswa yang kecanduan game online meliputi agresi

fisik yang ditampakkan melalui memukul cenderung jika dipukul oleh

seseorang maka akan membalas dengan pukulan yang lebih keras; dan

agresi verbal umumnya dilakukan adalah mengancam dengan

mengeluarkan katakata kasar.

Di dalam game, pemain ikut berpartisipasi sehingga secara

stimulus mempengaruhi cara berperilaku mereka. Kebiasaan yang

berulang-ulang dan pengkondisian tertentu dalam tontonan dianggap

sebagai pemicu berubahnya perilaku. Permainan game online yang

mengandung unsur kekerasan yang dimainkan mempengaruhi perilaku

agresif (Fitriya, 2015). Proses bermain game online secara intensif

mendorong terciptanya stimulus secara perlahan terhadap anak-anak atau

remaja. Proses tersebut mengantarkan anak-anak atau remaja

menuangkan karakter yang dikehendaki ke dalam game yang dimainkan


atau sebaliknya karakter yang ada dalam game diserap kedalam tindakan

anak-anak atau remaja tersebut. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan

oleh Alanov (Fasya, dkk. 2017) bahwa pemain dapat menciptakan

karakter sesuai dengan yang diinginkannya, bahkan terkadang sifat

pemain dapat tercermin dalam karakter yang diciptakan. Stimulus yang

terbentuk akan semakin berkembang dengan durasi bermain yang

berpengaruh terhadapnya.

Pitakasari dkk. (2019) menyatakan bahwa jika permainan tersebut

digemari dan dinikmati secara berulang-ulang, secara tanpa sadar

perilaku agresif tersebut akan terekam dalam memori alam bawah sadar

remaja. Akibatnya, remaja menjadi terbiasa menyaksikan adegan

kekerasan, sehingga sikap agresif pada remaja begitu mudah terbentuk.

Sebuah studi telah dilakukan untuk mengungkap tentang

hubungan antara screentime dengan psychological well-being, dan

menunjukkan hasil bahwa durasi seseorang melihat layar memiliki

hubungan dengan psychological well-being (Twenge dan Campbell,

2018). Subjek dengan screentime (waktu yang digunakan untuk melihat

layar smartphone, komputer, dan TV) yang lebih tinggi cenderung

memiliki self-control yang lebih rendah dan juga lebih kesulitan untuk

berteman.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari 36 remaja SMK

Dr. Soetomo Cilacap dengan durasi game online sedang dan tidak terjadi

perilaku kekerasan. Berdasarkan studi ini menemukan bahwa responden


kecanduan terkontrol paling banyak memiliki perilaku tidak agresif

sebanyak 12 orang, hal ini terjadi dikarenakan waktu remaja terbagi dan

tidak terfokus hanya pada game online mereka maih melakukan hal yang

lainnya sehingga agresifits tidak akan terjadi (Asgar dan Noor, 2016).

Walaupun individu tersebut mengalami social learning theory yang

menyatakan bahwa memainkan video games yang agresif, akan

menstimulasi perilaku agresif hal ini akan tidak terlalu mempengaruhi

karna mereka tidak terlaku terfokus dengan game tersebut (Satria, dkk.,

2015).

Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Setiawan dan

Dinardinanta (2020) bahwa tidak ada hubungan yang berarti dan

signifikan antara variabel durasi bermain violent video game dengan

agresivitas. Semakin sering siswa bermain violent video game tidak

berhubungan dengan tingkat agresivitas siswa. Begitu juga dengan

penelitian Pitakasari dkk. (2019) bahwa tidak ada hubungan paparan

game online berunsur kekerasan terhadap kejadian perilaku agresif pada

remaja di Kelurahan Bulustalan Semarang.

B. Keterbatasan Penelitian

Secara keseluruhan, peneliti sangat menyadari bahwa penelitian ini

masih memiliki banyak kekurangan terutama dalam pelaksanaannya.

Penelitian ini dilakukan sebaik mungkin, namun tidak terlepas dari

keterbatasan yang ada. Keterbatasan selama penelitian yaitu:


1. Pengumpulan data dalam penelitian ini hanya didasarkan pada hasil

kuesioner, sehingga dimungkinkan adanya unsur kurang objektif dalam

pengisian kuesioner. Selain itu dalam pengisian kuesioner diperoleh

adanya sifat responden sendiri seperti kejujuran dan ketakutan dalam

menjawab responden tersebut dengan sebenarnya.

2. Saat pengambilan data penelitian yaitu saat penyebaran kuesioner

penelitian kepada responden, tidak dapat dipantau secara langsung dan

cermat apakah jawaban yang diberikan oleh responden benar-benar

sesuai dengan pendapatnya sendiri atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai