Anda di halaman 1dari 5

Perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu

masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya.

Remaja adalah masa-masa dimana kita mencari jati diri dan jika sudah mendapatkan jati diri
kita maka kita akan mempertahankan jati diri kita, dan akan erubah bila memang di perlukan.

 Remaja adalah usia yang dipenuhi dengan semangat yang sangat tinggi tetapi adakalanya
semangat tersebut mengarah ke yang bersifat negatif.

Oleh beberapa ahli Kenakalan remaja (juvenile delinquency) didefenisikan sebagai


suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan
pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa.
Faktor-faktor penyebab kenakalan remaja:
- Reaksi frustasi diri
- Gangguan berpikir dan intelegensia pada diri remaja
- Kurangnya kasih sayang orang tua / keluarga
- Kurangnya pengawasan dari orang tua
- Dampak negatif dari perkembangan teknologi modern

Perubahan sosial dan budaya yang semakin kompleks dan dinamis merupakan ciri perkembangan
masyarakat akhir-akhir ini. Akibat perubahan tersebut yang relatif cepat ialah adanya perubahan
konsep tingkah laku dan perbuatan. Perubahan konsep tingkah laku dan perbuatan ini pula
dampaknya terjadi pada remaja, sehingga mereka kelihatan radikal dan agresif.
Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma
hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya
sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja
adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah
melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat
dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transisi.
Kenakalan remaja sering disebut juga dengan Juvenile Delinquency ialah perilaku
jahat (dursila) atau kejahatan anak-anak muda. Anak-anak muda yang jahat itu
disebut juga sebagai anak cacat secara sosial.
Juvenile berasal dari bahasa Latin “Juvenilus”, artinya anak-anak, anak muda, ciri
karakteristik pada masa remaja dan Delinquent berasal dari kata Latin “Delinquere”
yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas lagi maknanya
menjadi jahat.

2.2 Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja


    Singgih D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja
digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum
yaitu :
1. Kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-
undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hokum.
2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan
undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar
hukum bila dilakukan orang dewasa.
Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam
tiga tingkatan ;
1. Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi
dari rumah tanpa pamit .
2. Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai
mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin.
3. Kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah,
pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja dalam
penelitian.

2.3 Penyebab Terjadinya Kenakalan Remaja


Perilaku kenakalan remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri
(internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
1. Faktor Internal (Dalam)
a. Reaksi Frustasi Diri
Dengan semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi yang berakibat
pada banyaknya anak remaja yang tidak mampu menyesuaikan diri terhadap
berbagai perubahan sosial itu. Mereka lalu mengalami banyak kejutan, frustasi,
ketegangan batin dan bahkan sampai kepada gangguan jiwa.
b. Gangguan Pengamatan dan Tanggapan Pada Anak Remaja
Adanya gangguan pengamatan dan tanggapan di atas sangat mengganggu
daya adaptasi dan perkembangan pribadi anak yang sehat.
Gangguan pengamatan dan tanggapan itu, antara lain : halusinasi, ilusi dan
gambaran semua.
Tanggapan anak tidak merupakan pencerminan realitas lingkungan yang
nyata, tetapi berupa pengolahan batin yang keliru, sehingga timbul interpretasi
dan pengertian yang salah. Sebabnya ialah semua itu diwarnai harapan yang
terlalu muluk, dan kecemasan yang berlebihan.
c. Gangguan Berfikir dan Intelegensi Pada Diri Remaja
Berfikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan adaptasi
yang wajar terhadap tuntutan lingkungan. Berpikir juga penting bagi upaya
pemecahan kesulitan dan permasalahan hidup sehari-hari. Jika anak remaja
tidak mampu mengoreksi pekiran-pekirannya yang salah dan tidak sesuai
dengan realita yang ada, maka pikirannya terganggu.
d. Gangguan Perasaan Pada Anak Remaja
Perasaan memberikan nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali
besar kecilnya kebahagiaan serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan
pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia. Jika semua tadi
terpuaskan, orang merasa senang dan bahagia.
Gangguan-gangguan fungsi perasaan tersebut, antara lain :
1) Inkontinensi emosional ialah tidak terkendalinya perasaan yang meledak-
ledak, tidak bisa dikekang.
2) Labilitas emosional ialah suasana hati yang terus menerus berganti-ganti dan
tidak tetap. Sehingga anak remaja akan cepat marah, gelisah, tidak tenang
dan sebagainya.
3) Ketidak pekaan dan mempunyai perasaan biasa disebabkan oleh sejak kecil
anak tidak pernah diperkenalkan dengan kasih sayang, kelembutan,
kebaikan dan perhatian.
4) Kecemasan merupakan bentuk “ketakutan” pada hal-hal yang tidak jelas,
tidak riil, dan dirasakan sebagai ancaman yang tidak bisa dihindari.
2. Faktor Eksternal (Luar)
Selain faktor dari dalam ada juga faktor yang datang dari luar anak tersebut,
antara lain :
a. Keluarga
Tidak diragukan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam
pembentukan pribadi remaja dan menentukan masa depannya. Mayoritas
remaja yang terlibat dalam kenakalan atau melakukan tindak kekerasan
biasanya berasal dari keluarga yang berantakan, keluarga yang tidak harmonis
di mana pertengkaran ayah dan ibu menjadi santapan sehari-hari remaja.
Bapak yang otoriter, pemabuk, suka menyiksa anak, atau ibu yang acuh tak
acuh, ibu yang lemah kepribadian dalam atri kata tidak tegas menghadapi
remaja, kemiskinan yang membelit keluarga, kurangnya nilai-nilai agama yang
diamalkan dll semuanya menjadi faktor yang mendorong remaja melakukan
tindak kekerasan dan kenakalan.
b. Lingkungan Sekolah yang Tidak Menguntungkan
Sekolah kita sampai waktu sekarang masih banyak berfungsi sebagai
“sekolah dengar” daripada memberikan kesempatan luas untuk membangun
aktivitas, kreativitas dan inventivitas anak. Dengan demikian sekolah tidak
membangun dinamisme anak, dan tidak merangsang kegairahan belajar anak.
Selanjutnya, berjam-jam lamanya setiap hari anak-anak harus melakukan
kegiatan yang tertekan, duduk, dan pasif mendengarkan, sehingga mereka
menjadi jemu, jengkel dan apatis.
Di kelas, anak-anak-terutama para remajanya sering mengalami frustasi dan
tekanan batin, merasa seperti dihukum atau terbelenggu oleh peraturan yang
“tidak adil”. Di satu pihak pada dirinya anak ada dorongan naluriah untuk
bergiat, aktif dinamis, banyak bergerak dan berbuat; tetapi di pihak lain anak
dikekang ketat oleh disiplin mati di sekolah serta sistem sekolah dengar.
Ada pula guru yang kurang simpatik, sedikit memiliki de dikasi pada profesi,
dan tidak menguasai metodik mengajar. Tidak jarang profesi guru/dosen
dikomersialkan, dan pe ngajar hanya berkepentingan dengan pengoperan materi
ajaran belaka. Perkembangan kepribadian anak sama sekali tidak diperhatikan
oleh guru, sebab mereka lebih berkepentingan dengan  masalah mengajar atau
mengoperkan informasi belaka.
c. Media Elektronik
Tv, video, film dan sebagainya nampaknya ikut berperan merusak mental
remaja, padahal mayoritas ibu-ibu yang sibuk menyuruh anaknya menonton tv
sebagai upaya menghindari tuntutan anak yang tak ada habisnya. Sebuah
penelitian lapangan yang pernah dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa
film-film yang memamerkan tindak kekerasan sangat berdampak buruk pada
tingkah laku remaja. Anak yang sering menonton film-film keras lebih terlibat
dalam tindak kekerasan ketika remaja dibandingkan dengan teman-temannya
yang jarang menonton film sejenis. Polisi Amerika menyebutkan bahwa
sejumlah tindak kekerasan yang pernah ditangani polisi ternyata dilakukan oleh
remaja persis sama dengan adegan-adegan film yang ditontonnya. Ternyata
anak meniru dan mengindentifikasi film-film yang ditontonnya.
d. Pengaruh Pergaulan
Di usia remaja, anak mulai meluaskan pergaulan sosialnya dengan teman-tema
sebayanya. Remaja mulai betah berbicara berjam jam melalui telepon. Topik
pembicaraan biasanya seputar pelajaran, film, tv atau membicarakan cowok /
cewek yang ditaksir dsb.
Hubungan sosial di masa remaja ini dinilai positif karena bisa mengembangkan
orientasi remaja memperluas visi pandang dan wawasan serta menambah
informasi, bahkan dari hubungan sosial ini remaja menyerap nilai-nilai sosial
yang ada di sekelilingnya. Semua  faktor ini menjadi penyokong dalam
pembentukan kepribadiannya dan menambah rasa percaya diri karena pengaruh
pergaulan yang begitu besar pada diri remaja, maka hubungan remaja dengan
teman sebayanya menentukan kualitas remaja itu. Kalau ini disadari oleh
remaja, maka dengan sadar remaja akan menyeleksi teman pergaulannya.

1. Mengatasi Kenakalan Remaja


Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam
menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada
masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu
singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara
sosiologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak
terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya.
Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak
menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungan,
seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, dan sebagainya.
Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-
cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga,
orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses
perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus
diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan
mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya.
Memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan
perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi
kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang ada.
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja :
1. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau
diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak
mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan
baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada
tahap ini.
2. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
3. Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga
yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
4. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi
arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
5. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman
sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.

Anda mungkin juga menyukai