Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN DAN BAYI BARU LAHIR

ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR

DOSEN PEMBIMBING :
Sri Wahyuni, S.ST.,S.Pd.,M.Kes
DISUSUN OLEH :
Allisya Rafaela Cantika
Anisya Silvita Febryanti
Dhea Nur Fadillah
Jesy Agleysia
Julian Hadi Steffany
Kisatul Ulya Kasanah

PRODI D3 KEBIDANAN BOJONEGORO


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga makalah kami yang
berjudul “Asuhan pada Bayi Baru Lahir” dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih kepada
Ibu Sri Wahyuni, S.ST.,S.Pd.,M.Kes yang telah memberikan tugas kepada kami sehingga dapat
menyusun dan meyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini.
Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menjadi acuan bagi
kami untuk lebih baik lagi.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca dan dapat bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………….......................................................………………........…… 2

DAFTAR ISI …………………………….......................................………...............……........… 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………....................................................... 4


B. Rumusan Masalah ……........……………………….......................................................... 4
C. Tujuan Pembahasan……………………………………................................................… 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Asuhan BBL Normal .............………………………................................................…… 5


B. Adaptasi Bayi Baru Lahir ..............……………………...…........…..........………..…... 11
C. Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir ................................................................................. 13
D. Menetapkan Diagnosa BBL Dengan Acuan Ballard Score ............................................. 19
E. Menilai BBL dengan Asfiksia ......................................................................................... 31
F. Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir .............................................................................. 35
G. Penilaian Dan Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir ..................................................... 38
H. Prosedur Resusitasi Bayi Baru Lahir ............................................................................... 40

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ………………………………………...............................................……...… 44
B. Saran …………………………………………………............................................…… 44

DAFTAR PUSTAKA …………………………………..................................................…….. ..45

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi baru lahir (neonatus) adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir denganumur
kehamilan 37- 42 minggu,lahir melalui jalan lahir dengan presentasi kepalasecara spontan
tanpa gangguan, menangis kuat, nafas secara spontan dan teratur, berat badan
antara 2500-4000 gram. Neonatus (BBL) adalah masa kehidupan pertama diluar rahim
sampai dengan usia 28 hari,dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan
didalam rahimmenjadi diluar rahim.Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada
semuasystem. Sedangkan beberapa pendapat mengatakan : Bayi baru lahir normal adalah
bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggusampai 42 minggu dan berat lahir 2500
gram sampai 4000 gram (Depkes RI, 2005).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asuhan pada Bayi Baru Lahir?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk memahami Asuhan pada Bayi Baru Lahir

4
. BAB II
PEMBAHASAN

A. Asuhan BBL Normal


A) Pengertian Bayi Baru Lahir Normal
1. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37
minggusampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram
(Depkes RI, 2005).
2. Menurut Saifuddin, (2002) bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama
satu jam pertama kelahiran.
3. Menurut M. Sholeh Kosim, (2007) bayi baru lahir normal adalah berat lahir
antara 2500-4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada
kelainan congenital (cacat bawaan) yang berat. (Dwienda R, 2014)

B) Penatalaksanaan Awal Bayi Segera Setelah Lahir


Adalah asuhan yang diberikan pada bayi selama menit-menit pertama setelah
kelahiran. Menurut JNPK-KR/POGI, APN, (2008).
1. Pencegahan Infeksi
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi mikroorganisme yang terpapar
atau terkontaminasi selama proses persalinan berlangsung maupun beberapa
saat setelah lahir. Untuk tidak menambah risiko infeksi maka sebelum
menangani BBL, pastikan penolong persalinan dan pemberi asuhan BBL
telah melakukan upaya pencegahan infeksi, yaitu sebagai berikut:
a. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah bersentuhan dengan
bayi
b. Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum
dimandikan
c. Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem,
gunting, penghisap lendir DeLee dan benang tali pusat telah
didesinfeksi tingkat tinggi atau steril.

5
d. Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan
untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih. Demikin pula dengan
timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop.
2. Penilaian Segera Setelah Lahir
Segera setelah lahir, letakkan bayi di atas kain bersih dan kering, yang di
perut bawah ibu. Segera lakukan penilaian awal untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut:
a. Apakah bayi cukup bulan?
b. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
c. Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas spontan tanpa
kesulitan?
d. Apakah kulit bayi berwarna kemerahan?
e. Apakah tonus/kekuatan otot cukup, apakah bayi bergerak dengan
aktif?
3. Mencegah Kehilangan Panas
Bayi baru lahir tidak dapat mengatur temperatur tubuhnya secara memadai
dan BBL dapat dengan cepat kedinginan jika kehilangan panas tidak segera
dicegah. Bayi yang mengalami kehilangan panas (hipotermia) berisiko tinggi
untuk jatuh sakit atau meninggal. Jika bayi dalam keadaan basah dan tidak
diselimuti, mungkin akan mengalami hipotermia, meskipun berada dalam
ruangan yang relatif hangat. (Oktarina M, 2016)
1) Mekanisme kehilangan panas dapat terjadi melalui (Sarnah,dkk.2020) :
a. Evaporasi
Penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas
tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera
dikeringkan.
b. Konduksi
Kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh
bayi dengan permukaan yang dingin, co/ meja, tempat tidur,
timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi

6
akan menyerap panas tubuh bayi bila bayi diletakkan di atas
benda-benda tersebut
c. Konveksi
Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar udara sekitar
yang lebih dingin, contoh ruangan yang dingin.
d. Radiasi
Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di
dekat benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari
suhu tubuh bayi.
2) Pencegahan Kehilangan Panas
a. Pastikan bayi tersebut tetap hangat dan terjadi kontak antara
kulit bayi dengan kulit ibu
b. Gantilah handuk/kain yang basah, dan bungkus bayi tersebut
dengan selimut dan jangan lupa memastikan bahwa kepala
bayi telah terlindungi dengan baik untuk mencegah keluarnya
panas tubuh
c. Pastikan bayi tetap hangat dengan memeriksa telapak bayi
setiap 15 menit :
- Apabila telapak bayi terasa dingin, periksalah suhu aksila
bayi
- Apabila suhu bayi kurang dari 36,5o C, segera hangatkan
bayi tersebut (Dwienda R, 2014)
4. Membebaskan Jalan Nafas
Dengan cara sebagai berikut yaitu bayi normal akan menangis spontan segera
setelah lahir, apabila bayi tidak langsung menangis, penolong segera
membersihkan jalan nafas dengan cara sebagai berikut:
a. Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat.
b. Gulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu sehingga leher
bayi lebih lurus dan kepala tidak menekuk. Posisi kepala diatur lurus
sedikit tengadah ke belakang.

7
c. Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokkan bayi dengan jari
tangan yang dibungkus kassa steril.
d. Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi
dengan kain kering dan kasar.
e. Alat penghisap lendir mulut (De Lee) atau alat penghisap lainnya
yang steril, tabung oksigen dengan selangnya harus sudah ditempat
f. Segera lakukan usaha menghisap mulut dan hidung g. Memantau dan
mencatat usaha bernapas yang pertama (Apgar Score)
g. Warna kulit, adanya cairan atau mekonium dalam hidung atau mulut
harus diperhatikan.
5. Memotong Dan Merawat Tali Pusat
a. Memotong Tali Pusat
Ketika bayi masih berada dalam kandungan ibu, ia mendapat makanan
dan udara melalui pembuluh-pembuluh darah yang mengalir di dalam
tali pusat. Segera setelah bayi lahir dan ibu telah mendapatkan
suntikan Oxytocin 10 Unit secara IM, bidan akan melakukan tindakan
sebagai berikut (Oktarina M, 2016):
1) Klem dan potong tali pusat setelah dua menit segera setelah bayi
baru lahir
2) Tali pusat dijepit dengan klem DTT pada sekitar 3 cm dari
dinding perut (pangkal pusat) bayi. Dari titik jepitan, tekan tali
pusat dengan dua jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu
(agar darah tidak terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali
pusat). Kemudian jepit (dengan klem kedua) tali pusat pada
bagian yang isinya sudah dikosongkan (sisi ibu), berjarak 2 cm
dari tempat jepitan pertama.
3) Pegang tali pusat diantara klem tersebut, satu tangan menjadi
landasan tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain
memotong tali pusat diantara klem dengan menggunakan
gunting DTT atau steril.

8
4) Ikat ujung tali pusat sekitar 1 cm dari pusat bayi dengan
menggunakan benang disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau klem
plastik tali pusat (disinfeksi tingkat tinggi atau steril). Lakukan
simpul kunci atau jepitankan secara mantap klem tali pusat
tertentu.
5) Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang
sekeliling ujung tali pusat dan dilakukan pengikatan kedua
dengan simpul kunci dibagian tali pusat pada sisi yang
berlawanan.
6) Lepaskan klem logam penjepit tali pusat dan letakkan di dalam
larutan klonin 0,5%
7) Kemudian letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu
untuk Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan melakukan kontak kulit
ke kulit di dada ibu minimal dalam 1 jam pertama setelah lahir.
(Oktarina M, 2016)
b. Cara Perawatan Tali Pusat
Agar bagian tali pusat yang menempel pada perut bayi tidak terinfeksi
maka harus selalu dibersihkan juga agar tetap kering dan bersih. Sisa-
sisa tali pusat ini akan terlepas dalam waktu 7 10 hari, kadang-kadang
sampai 3 minggu baru terlepas. Setelah terlepas tali pusat ini akan
meninggalkan bercak yang kasar, yang memerlukan waktu beberapa
hari lagi (kadang-kadang beberapa minggu) untuk mengering dan
sembuh. Cara perawatan tali pusat adalah sebagai berikut (JNPK-
KR/POGI, APN, (2008): Hindari pembungkusan tali pusat dan Jangan
mengoleskan salep apapun atau zat lain ke tampuk tali pusat.
Mengoleskan alcohol diperkenankan tetapi atau tidak povidon iodine
masih dikompreskan karena menyebabkan tali pusat lembab/basah.
(Oktarina M, 2016)

6. Memberi Vitamin K

9
Bayi yang baru lahir sangat membutuhkan vitamin K karena bayi yang baru
lahir sangat rentan mengalami defisiensi vitamin K. Ketika bayi baru lahir,
proses pembekuan darah (koagulan) menurun dengan cepat, dan mencapai
titik terendah pada usia 48-72 jam. Salah satu sebabnya adalah karena selama
dalam rahim, plasenta tidak siap menghantarkan lemak dengan baik (padahal
vitamin K larut dalam lemak). Selain itu, saluran cerna bayi baru lahir masih
steril, sehingga tidak dapat menghasilkan vitamin K yang berasal da flora di
usus. Asupan vitamin K dari ASI pun biasanya rendah.
Itu sebabnya, pada bayi yang baru lahir, perlu segera diberi tambahan vitamin
K, baik melalui suntikan atau diminumkan. Ada tiga bentuk vitamin K yang
bisa diberikan, yaitu:
1) Vitamin Ki (phylloquinone) yang terdapat pada sayuran hijau.
2) Vitamin K2 (menaquinone) yang disintesa oleh tumbuh tumbuhan di
usus kita.
3) Vitamin K3 (menadione), merupakan vitamin K sintetik
7. Memberikan Obat Tetes Atau Salep Mata
Untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit menular seksual)
atau oftalmia neonatorum, perlu diberikan obat mata pada jam pertama
persalinan, yaitu pemberian obat mata eritromisin 0.5% atau tetrasiklin 1 %,
sedangkan salep mata biasanya diberikan 5 jam setelah bayi lahir.
8. Identifikasi Bayi
a. Alat pengenal untuk memudahkan identifikasi bayi perlu di pasang
segera pasca persalinan. Alat pengenal yang efektif harus diberikan
kepada bayi setiap bayi baru lahir dan harus tetap ditempatnya sampai
waktu bayi dipulangkan.
b. Peralatan identifikasi bayi baru lahir harus selalu tersedia di tempat
penerimaan pasien, di kamar bersalin dan di ruang rawat bayi
c. Alat yang digunakan, hendaknya kebal air, dengan tepi yang halus
tidak mudah melukai, tidak mudah sobek dan tidak mudah lepas

10
d. Pada alat atau gelang identifikasi harus tercantum nama (bayi,
nyonya), tanggal lahir, nomor bayi, jenis kelamin, unit, nama lengkap
ibu
e. Di setiap tempat tidur harus diberi tanda dengan mencantumkan
nama, tanggal lahir, nomor identifikasi. (Saifudin, 2002)
9. Pemberian Imunisasi BBL
Setelah pemberian vitamin K injeksi intramuskuller, bayi juga diberikan
imunisasi hepatitis B yang bermanfaat untuk mencegah infeksi Hepatitis B
terhadap bayi terutama jalur penularan ibu. Imunisasi hepatitis B diberikan 1
jam setelah pemberian Vitamin Kı, pada saat bayi berumur 2 jam atau setelah
dilakukan IMD dan kontak kulit bayi dengan kulit ibu, imunisasi Hepatitis
dalam bentuk Unijex diberikan dalam dosis 0,5 ml secara intramuskuler
dipaha kanan anterolateral.

B. Adaptasi Bayi Baru Lahir


Adaptasi bayi baru lahir adalah periode adaptasi terhadap kehidupan keluar rahim. Periode
ini dapat berlangsung hingga satu bulan atau lebih setelah kelahiran untuk
beberapa sistem tubuh bayi. Transisi dari kehidupan di dalam kandungan ke kehidupan luar
kandungan merupakan perubahan drastis, dan menuntut perubahan fisiologis yang bermakna
dan efektif oleh bayi, guna memastikan kemampuan bertahan hidup. Adaptasi bayi terhadap
kehidupan diluar kandungan meliputi:
1. Awal pernafasan
Pada saat lahir bayi berpindah tempat dari suasana hangat dilingkungan rahim ke
dunia luar tempat dilakukannya peran eksistensi mandiri. Bayi harus dapat
melakukan transisi hebat ini dengan tangkas. Untuk mencapai hal ini serangkaian
fungsi adaptif dikembangkan untuk mengakomodasi perubahan drastis dari
lingkungan di dalam kandungan ke lingkungan diluar kandungan (Myles, 2009).
2. Adaptasi Paru
Hingga saat lahir tiba, janin bergantung pada pertukaran gas daerah maternal melalui
paru maternal dan placenta. Setelah pelepasan placenta yang tiba-tiba setelah
pelahiran, adaptasi yang sangat cepat terjadi untuk memastikan kelangsungan hidup.

11
Sebelum lahir janin melakukan pernapasan dan menyebabkan paru matang,
menghasilkan surfaktan, dan mempunyai alveolus yang memadai untuk pertukaran
gas. Sebelum lahir paru janin penuh dengan cairan yang diekskresikan oleh paru itu
sendiri. Selama kelahiran, cairan ini meninggalkan paru baik karena dipompa menuju
jalan napas dan keluar dari mulut dan hidung, atau karena bergerak melintasi dinding
alveolar menuju pembuluh limve paru dan menuju duktus toraksis (Myles, 2009).
3. Adaptasi kardiovaskular
Sebelum lahir, janin hanya bergantung pada placenta untuk semua pertukaran gas
dan ekskresi sisa metabolik. Dengan pelepasan placenta pada saat lahir, sistem
sirkulasi bayi harus melakukan penyesuaian mayor guna mengalihkan darah yang
tidak mengandung oksigen menuju paru untuk direoksigenasi. Hal ini melibatkan
beberapa mekanisme, yang dipengaruhi oleh penjepitan tali pusat dan juga oleh
penurunan resistensi bantalan vaskular paru.
Selama kehidupan janin hanya sekitar 10% curah jantung dialirkan menuju paru
melalui arteri pulmonalis. Dengan ekspansi paru dan penurunan resistensi vaskular
paru, hampir semua curah jantung dikirim menuju paru. Darah yang berisi oksigen
menuju kejantung dari paru meningkatkan tekanan di dalam atrium kiri. Pada saat
yang hampir bersamaan, tekanan di atrium kanan berkurang karena darah berhenti
mengalir melewati tali pusat. Akibatnya, terjadi penutupan fungsional foramen ovale.
Selama beberapa hari pertama kehidupan, penutupan ini bersifat reversibel,
pembukaan dapat kembali terjadi bila resistensi vaskular paru tinggi, misalnya saat
menangis, yang menyebabkan serangan sianotik sementara pada bayi. Septum
biasanya menyatu pada tahun pertama kehidupan dengan membentuk septum intra
atrial, meskipun pada sebagian individu penutupan anatomi yang sempurna tidak
pernah terjadi.
4. Adaptasi suhu
Bayi memasuki suasana yang jauh lebih dingin pada saat pelahiran, dengan suhu
kamar bersalin 21°C yang sangat berbeda dengan suhu dalam kandungan, yaitu
37,7°C. Ini menyebabkan pendinginan cepat pada bayi saat cairan amnion menguap
dari kulit. Setiap mili liter penguapan tersebut memindahkan 560 kalori panas.
Perbandingan antara area permukaan dan masa tubuh bayi yang luas menyebabkan

12
kehilangan panas, khususnya dari kepala, yang menyusun 25% masa tubuh. Lapisan
lemak subkutan tipis dan memberikan insulasi tubuh yang buruk, yang berakibat
cepatnya perpindahan panas inti ke kullit, kemudian lingkungan, dan juga
mempengaruhi pendinginan darah. Selain kehilangan panas melalui penguapan,
kehilangan panas melalui konduksi saat bayi terpajan dengan permukaan dingin, dan
melalui konveksi yang disebabkan oleh aliran udara dingin pada permukaan tubuh.

C. Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir


1. Pernafasan
Pemeriksaan frekuensi napas ini dilakukan dengan menghitung rata-rata pernapasan
dalam satu menit. Pemeriksaan ini dikatakan normal pada bayi baru lahir apabila
frekuensinya antara 30-60 kali per menit, tanpa adanya retraksi dada dan suara
merintih saat ekspirasi, tetapi apabila bayi dalam keadaan lahir kurang dari 2.500
gram atau usia kehamilan kurang dari 37 minggu, kemungkinan terdapat adanya
retraksi dada ringan. Jika pernapasan berhenti beberapa detik secara periodik, maka
masih dikatakan dalam batas normal.
2. Warna kulit
Lakukan inspeksi pada warna bayi. Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui
apakah ada wama pucat, ikterus, sianosis sentral, atau tanda lainnya. Bayi dalam
keadaan aterm umumnya lebih pucat dibandingkan bayi dalam keadaan preterm,
mengingat kondisi kulitnya lebih tebal.
3. Denyut jantung
Hitung denyut jantung bayi dengan menggunakan stetoskop. Pemeriksaan denyut
jantung untuk menilai apakah bayi mengalami gangguan yang menyebabkan jantung
dalam keadaan tidak normal, seperti suhu tubuh yang tidak normal, perdarahan, atau
gangguan napas. Pemeriksaan denyut jantung ini dikatakan normal apabila
frekuensinya antara 100-160 kali per menit, dalam keadaan normal apabila di atas 60
kali per menit dalam jangka waktu yang relatif pendek, beberapa kali per hari, dan
terjadi selama beberapa hari pertama jika bayi mengalami distress
4. Suhu aksiler

13
Ukur suhu aksila. Lakukan pemeriksaan suhu melalui aksila untuk menentukan
apakah bayi dalam keadaan hipo atau hipertermi. Dalam kondisi normal suhu bayi
antara 36,5-37,5 derajat celcius.
5. Postur dan gerakan
Kaji postur dan gerakan. Pemeriksaan ini untuk menilai ada atau tidaknya
epistotonus/hiperekstensi tubuh yang berlebihan dengan kepala dan tumit ke
belakang, tubuh melengkung ke depan, adanya kejang/ spasme, serta tremor.
Pemeriksaan postur dalam keadaan normal apabila dalam keadaan istirahat kepalan
tangan longgar dengan lengan panggul dan lutut semi fleksi. Selanjutnya pada bayi
berat kurang dari 2.500 gram atau usia kehamilan kurang dan 37 minggu
ekstremitasnya dalam keadaan sedikit ekstensi. Apabila bayi letak sungsang, di
dalam kandungan bayi akan mengalami fleksi penuh pada sendi panggul atau
lutut/sendi lutut ekstensi penuh, sehingga kaki bisa mencapai mulut. Selanjutnya
gerakan ekstremitas bayi harusnya terjadi secara spontan dan simetris disertai dengan
gerakan sendi penuh dan pada bayi normal dapat sedikit gemetar.
6. Tonus otot/tingkat kesadaran
Periksa tonus atau kesadaran bayi. Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat adanya
letargi, yaitu penurunan kesadaran di mana bayi dapat bangun lagi dengan sedikit
kesulitan, ada tidaknya tones otot yang lemah, mudah terangsang, mengantuk,
aktivitas berkurang, dan sadar (tidur yang dalam tidak merespons terhadap
rangsangan). Pemeriksaan ini dalam keadaan normal dengan tingkat kesadaran mulai
dari diam hingga sadar penuh serta bayi dapat dibangunkan jika sedang tidur atau
dalam keadaan diam.
7. Ekstrimitas
Pemeriksaan ekstremitas Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya
gerakan ekstremitas abnormal, asimetris, posisi dan gerakan yang abnormal
(menghadap ke dalam atau ke luar garis tangan), serta menilai kondisi jari kaki, yaitu
jumlahnya berlebih atau saling melekat. Periksa posisi, reaksi bayi bila ekstrimitas
disentuh, dan pembengkakan.
8. Kulit

14
Pemeriksaan Kulit. Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat ada atau tidaknya
kemerahan pada kulit atau pembengkakan, postula (kulit melepult), luka atau trauma,
bercak atau tanda abnormal pada kulit, elastisitas kulit, serta ada tidaknya main
popok (bercak merah terang dikulit daerah popok pada bokong). Pemeriksaan ini
normal apabila tanda seperti eritema toksikum(titik merah dan pusat putih kecil pada
muka, tubuh, dan punggung) pada hari kedua atau selanjutnya, kulit tubuh yang
terkelupas pada hari pertama juga masih dianggap normal.
9. Tali pusat
Pemeriksaan tali pusat. Pemeriksaan ini untuk melihat apakah ada kemerahan,
bengkak, bernanah, berbau, atau lainnya pada tali pusat. Pemeriksaan ini normal
apabila warna tali pusat putih kebiruan pada hari pertama dan mulai mengering atau
mengecil dan lepas pada hari ke-7 hingga ke-10.
10. Berat badan
Normal 2500-4000 gram.
11. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
a. Kepala
Pemeriksaan kepala dan leber. Pemeriksaan bagian kepala yang dapat diperiksa
antara lain sebagai berikut: Pemeriksaan rambut dengan menilai jumlah dan
warna, adanya lanugo terutama pada daerah bahu dan punggung. Pemeriksaan
wajah dan tengkorak, dapat dilihat adanya maulage, yaitu tulang tengkorak
yang saling menumpuk pada saat lahir untuk dilihat asimetris atau tidak. Ada
tidaknya caput succedaneum (edema pada kulit kepala, lunak dan tidak
berfluktuasi, batasnya tidak tegas, serta menyeberangi sutura dan akan hilang
dalam beberapa hari). Adanya cephal hematom terjadi sesaat setelah lahir dan
tidak tampak pada hari pertama karena tertutup berfluktuasi, oleh berbatas
caput succedaneum, konsistensinya lunak, tegas pada tepi hilang tengkorak,
tidak menyeberangi sutura,dan apabila menyeberangi sutura akan mengalami
fraktur tulang tengkorak yang akan hilang sempurna dalam waktu 2-6 bulan.
Adanya perdarahan yang terjadi karena pecahnya vena yang menghubungkan
jaringan di luar sinus dalam tengkorak, batasnya tidak tegas, sehingga bentuk
kepala tampak asimetris. Selanjutnya diraba untuk menilai adanya fluktuasi

15
dan edema. Pemeriksaan selanjutnya adalah menilai fontanella dengan cara
melakukan palpasi menggunakan jari tangan, kemudian fontanel posterior
dapat dilihat proses penutupannya setelah usia 2 bulan, dan fontanel anterior
menutup saat usia 12-18 bulan.
b. Mata
Pemeriksaan mata untuk menilai adanya strabismus atau tidak, yaitu koordinasi
gerakan mata yang belum sempuma. Cara memeriksanya adalah dengan
menggoyangkan kepala secara perlahan-lahan, sehingga mata bayi akan
terbuka, kemudian baru diperiksa. Apabila ditemukan jarang berkedip atau
sensitivitas terhadap cahaya berkurang, maka kemungkinan mengalami
kebutaan. Apabila ditemukan adanya epicantus melebar, maka kemungkinan
anak mengalami sindrom down. Pada glaukoma kongenital, dapat terlihat
pembesaran dan terjadi kekeruhan pada kornea. Katarak kongenital dapat
dideteksi apabila terlihat pupil yang berwarna putih. Apabila ada trauma pada
mata maka dapat terjadi edema palpebra, perdarahan konjungtiva, retina, dan
lain-lain.
c. Telinga
Pemeriksaan telinga dapat dilakukan untuk menilai adanya gangguan
pendengaran. Dilakukan dengan membunyikan bel atau suara jika terjadi
refleks terkejut, apabila tidak terjadi refleks, maka kemungkinan akan terjadi
gangguan pendengaran.
d. Hidung
Pemeriksaan hidung dapat dilakukan dengan cara melihat pola pernapasan,
apabila bayi bernapas melalui mulut, maka kemungkinan bayi mengalami
obstruksi jalan napas karena adanya atresia koana bilateral atau fraktur tulang
hidung atau ensefalokel yang menonjol ke nasofaring. Sedangkan pernapasan
cuping hidung akan menujukkan gangguan pada paru, lubang hidung kadang-
kadang banyak mukosa. Apabila sekret mukopurulen dan berdarah, perlu
dipikirkan adanya penyakit sifilis kongenital dan kemungkinan lain.
e. Mulut

16
Pemeriksaan mulut dapat dilakukan dengan melihat adanya kista yang ada pada
mukosa mulut. Pemeriksaan lidah dapat dinilai melalui warna dan kemampuan
refleks mengisap. Apabila ditemukan lidah yang menjulur keluar, dapat dilihat
adanya kemungkinan kecacatan kongenital. Adanya bercak pada mukosa
mulut, palatum, dan pipi bisanya disebut sebagai monilia albicans, gusi juga
perlu diperiksa untuk menilai adanya pigmen pada gigi, apakah terjadi
penumpukan pigmen yang tidak sempurna.
f. Leher
Pemeriksaan leher dapat dilakukan dengan melihat pergerakan, apabila terjadi
keterbatasan dalam pergerakannya, maka kemungkinan terjadi kelainan pada
tulang leher, misalnya kelainan tiroid, hemangioma, dan lain-lain.
g. Klavikula dan lengan tangan
Adakah fraktur klavikula, gerakan, jumlah jari
h. Dada
Bentuk dan kelainan bentuk dada,puting susu,gangguan pemafasan, auskultasi
bunyi jantung dan pernafasan.
i. Abdomen dan punggung
Pemeriksaan abdomen dan punggung. Pemeriksaan pada abdomen ini meliputi
pemeriksaan secara inspeksi untuk melihat bentuk dari abdomen, apabila
didapatkan abdomen membuncit dapat diduga kemungkinan disebabkan
hepatosplenomegali atau cairan di dalam rongga perut. Pada perabaan, hati
biasanya teraba 2 sampai 3 cm di bawah arkus kosta kanan, limfa teraba 1 cm
di bawah arkus kosta kiri. Pada palpasi ginjal dapat dilakukan dengan
pengaturan posisi telentang dan tungkai bayi dilipat agar otot-otot dinding
perut dalam keadaan relaksasi, batas bawah ginjal dapat diraba setinggi
umbilikus di antara garis tengah dan tepi perut. Bagian bagian ginjal dapat
diraba sekitar 2-3 cm. Adanya pembesaran pada ginjal dapat disebabkan oleh
neoplasma, kelainan bawaan, atau trombosis vena renalis. Untuk menilai
daerah punggung atau tulang belakang, cara pemeriksaannya adalah dengan
meletakkan bayi dalam posisi tengkurap. Raba sepanjang tulang belakang
untuk mencari ada atau tidaknya kelainan seperti spina bifida atau

17
mielomeningeal (defek tulang punggung, sehingga medula spinalis dan selaput
otak menonjol).
j. Genetalia
Kelamin laki-laki: panjang penis, testis sudah turun berada dalam skrotum,
orifisium uretrae di ujung penis, kelainan (fimosis, hipospadia/ epispadia).
Kelamin perempuan: labia mayora dan labia minora, klitoris; orifisium vagina,
orifisium uretra, sekret dan lain-lain.
Pemeriksaan genitalia ini untuk mengetahui keadaan labium minor yang
tertutup oleh labia mayor, lubang uretra dan lubang vagina seharusnya terpisah,
namun apabila ditemukan sstu lubang maka didapatkan terjadinya kelainan dan
apabila ada sekret pada lubang vagina, hal tersebut karena pengaruh hormon.
Pada bayi laki-laki sering didapatkan fimosis, secara normal panjang penis
pada bayi adalah 3-4 cm dan 1-1,3 cm untuk lebaruya, kelainan yang terdapat
pada bayi adalah adanya hipospadia yang merupakan defek di bagian ventral
ujung penis atau defek sepanjang penisnya. Epispadia merupakan kelainan
defek pada dorsinn penis.
k. Tungkai dan kaki
Gerakan, bentuk simetris/ tidak, jumlah jari, pergerakan, pes equinovarus/ pes
equinovalgus.
l. Anus
Berlubang atau tidak, posisi, fungsi spingter meconium plug syndrome,
megacolon.
m. Refleks
Berkedip, babinski, merangkak, menari atau melangkah, ekstrusi, galant's,
moro's, neck righting, palmar graps, rooting, startle, menghisap, tonic neck.
12. Eliminasi
Kaji kepatenan fungsi ginjal dan saluran gastrointensial bagian bawah. Bayi baru
lahir normal biasanya kencing lebih dari enam kali perhari. bayi baru lahir normal
biasanya berak cair enam sampai delapan kali perhari. Dicurigai diare apabila
frekuensi meningkat, tinja hijau atau mengandung lendir atau darah. Perdarahan

18
vagina pada bayi baru lahir dapat terjadi selama beberapa hari pada minggu pertama
kehidupan dan hal ini di anggap normal.
13. Pemeriksaan urine dan tinja
Pemeriksaan urine dan tinja bermanfaat untuk menilai ada atau tidaknya diare serta
kelainan pada daerah anus. Pemeriksaan ini normal apabila bayi mengeluarkan feses
cair antara 6-8 kali per menit, dapat dicurigai apabila frekuensi meningkat serta
adanya lendir atau darah. Adanya perdarahan per vaginam pada bayi baru lahir dapal
terjadi selama beberapa hari pada minggu pertama kehidupan.
14. Pengukuran antropometri
Pada bayi baru lahir, perlu dilakukan pengukuran antropometri seperti berat badan,
dimana berat badan yang normal adalah sekitar 2.500-3.500 gram, apabila ditemukan
berat badan kurang Bari 2.500 gram, maka dapat dikatakan bayi memiliki berat
badan lahir rendah (BBLR). Akan tetapi, apabila ditemukan bavi dengan berat badan
lahir lebih dari 3.500 gram, maka bayi dimasukkan dalam kelompok makrosomia.
Pengukuran antropometri lainnya adalah pengukuran panjang badan secara normal,
panjang badan bayi baru. lahir adalah 45-50 cm, pengukuran lingkar kepala
normalnya adalah 33-35 cm, pengukuran lingkar dada normalnya adalah 30-33 cm.
Apabila ditemukan diameter kepala lebih besar 3 cm dari lingkar dada, maka bayi
mengalami hidrosefalus dan apabila diameter kepala lebih kecil 3 cm dari lingkar
dada, maka bayi tersebut mengalami mikrosefalus.

D. Menetapkan Diagnosa BBL Dengan Acuan Ballard Score


Ballard score merupakan suatu versi sistem Dubowitz. Pada prosedur ini penggunaan
kriteria neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi yang tenang dan beristirahat,
sehingga lebih dapat diandalkan selamat beberapa jam pertama kehidupan. Penilaian
menurut Ballard adalah dengan menggabungkan hasil penilaian maturitas neuromuskuler
dan maturitas fisik. Kriteria pemeriksaan maturitas neuromuskuler diberi skor, demikian
pula kriteria pemeriksaan maturitas fisik. Jumlah skor pemeriksaan maturitas neuromuskuler
dan maturitas fisik digabungkan, kemudian dengan menggunakan tabel nilai kematangan
dicari masa gestasinya.
A) Penilaian Maturitas Neuromuskular

19
a. Postur
Tonus otot tubuh tercermin dalam postur tubuh bayi saat istirahat dan adanya
tahanan saat otot diregangkan (Gambar II.3). Ketika pematangan berlangsung,
berangsur-angsur janin mengalami peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah
sentripetal, dimana ekstremitas bawah sedikit lebih awal dari ekstremitas atas.
Pada awal kehamilan hanya pergelangan kaki yang fleksi. Lutut mulai fleksi
bersamaan dengan pergelangan tangan. Pinggul mulai fleksi, kemudian diikuti
dengan abduksi siku, lalu fleksi bahu. Pada bayi prematur tonus pasif ekstensor
tidak mendapat perlawanan, sedangkan pada bayi yang mendekati matur
menunjukkan perlawanan tonus fleksi pasif yang progresif.
Untuk mengamati postur, bayi ditempatkan terlentang dan pemeriksa
menunggu sampai bayi menjadi tenang pada posisi nyamannya. Jika bayi
ditemukan terlentang, dapat dilakukan manipulasi ringan dari ekstremitas
dengan memfleksikan jika ekstensi atau sebaliknya. Hal ini akan
memungkinkan bayi menemukan posisi dasar kenyamanannya. Fleksi panggul
tanpa abduksi memberikan gambaran seperti posisi kaki kodok.

20
b. Square window
Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap peregangan
ekstensor memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan tangan. Pemeriksa
meluruskan jarijari bayi dan menekan punggung tangan dekat dengan jari-jari
dengan lembut. Hasil sudut antara telapak tangan dan lengan bawah bayi dari
preterm hingga posterm diperkirakan berturut-turut > 90 °, 90 °, 60 °, 45 °, 30
°, dan 0 °

c. Arm recoil
Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan
mengukur sudut mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan ekstensikan.
Arm recoil dilakukan dengan cara evaluasi saat bayi terlentang. Pegang kedua
tangan bayi, fleksikan lengan bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu
rentangkan kedua lengan dan lepaskan.Amati reaksi bayi saat lengan
dilepaskan. Skor 0: tangan tetap terentang/ gerakan acak, Skor 1: fleksi parsial
140-180 °, Skor 2: fleksi parsial 110- 140 °, Skor 3: fleksi parsial 90-100 °, dan
Skor 4: kembali ke fleksi penuh

21
d. Popliteal Angle
Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut dengan
menguji resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi berbaring
telentang, dan tanpa popok, paha ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut
tertekuk penuh. Setelah bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki
satu sisi dengan lembut dengan satu tangan sementara mendukung sisi paha
dengan tangan yang lain. Jangan memberikan tekanan pada paha belakang,
karena hal ini dapat mengganggu interpretasi.
Kaki diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur
sudut yang terbentuk antara paha dan betis di daerah popliteal. Perlu diingat
bahwa pemeriksa harus menunggu sampai bayi berhenti menendang secara
aktif sebelum melakukan ekstensi kaki. Posisi Frank Breech pralahir akan
mengganggu manuver ini untuk 24 hingga 48 jam pertama usia karena bayi
mengalami kelelahan fleksor berkepanjangan intrauterine. Tes harus diulang
setelah pemulihan telah terjadi

22
e. Scarf Sign
Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi berbaring
telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengah tubuh dan
mendorong tangan bayi melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu
jari dari tangan sisi lain pemeriksa diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin
perlu diangkat melewati badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di
permukaan meja dan kepala tetap lurus dan amati posisi siku pada dada bayi
dan bandingkan dengan angka pada lembar kerja, yakni, penuh pada tingkat
leher (-1); garis aksila kontralateral (0); kontralateral baris puting (1); prosesus
xyphoid (2); garis puting ipsilateral (3); dan garis aksila ipsilateral (4)

f. Heel to Ear
Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul dengan
memberikan fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior fleksor
pinggul. Dengan posisi bayi terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu jari

23
dan telunjuk, tarik sedekat mungkin dengan kepala tanpa memaksa,
pertahankan panggul pada permukaan meja periksa dan amati jarak antara kaki
dan kepala serta tingkat ekstensi lutut ( bandingkan dengan angka pada lembar
kerja). Penguji mencatat lokasi dimana resistensi signifikan dirasakan. Hasil
dicatat sebagai resistensi tumit ketika berada pada atau dekat: telinga (-1);
hidung (0); dagu (1); puting baris (2); daerah pusar (3); dan lipatan femoralis
(4)

B) Penilaian Maturitas Fisik


a. Kulit
Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur intrinsiknya
bersamaan dengan hilangnya secara bertahap dari lapisan pelindung, yaitu
vernix caseosa. Oleh karena itu kulit menebal, mengering dan menjadi keriput
dan / atau mengelupas dan dapat timbul ruam selama pematangan janin.
Fenomena ini bisa terjadi dengan kecepatan berbeda-beda pada masing-masing
janin tergantung pada pada kondisi ibu dan lingkungan intrauterin.
Sebelum perkembangan lapisan epidermis dengan stratum corneumnya, kulit
agak transparan dan lengket ke jari pemeriksa. Pada usia perkembangan
selanjutnya kulit menjadi lebih halus, menebal dan menghasilkan pelumas,

24
yaitu vernix, yang menghilang menjelang akhir kehamilan. pada keadaan matur
dan pos matur, janin dapat mengeluarkan mekonium dalam cairan ketuban. Hal
ini dapat mempercepat proses pengeringan kulit, menyebabkan mengelupas,
pecah-pecah, dehidrasi, sepeti sebuah perkamen.
b. Lanugo
Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada extreme
prematurity kulit janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo mulai tumbuh
pada usia gestasi 24 hingga 25 minggu dan biasanya sangat banyak, terutama di
bahu dan punggung atas ketika memasuki minggu ke 28.
Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian bawah. Daerah yang
tidak ditutupi lanugo meluas sejalan dengan maturitasnya dan biasanya yang
paling luas terdapat di daerah lumbosakral. Pada punggung bayi matur
biasanya sudah tidak ditutupi lanugo. Variasi jumlah dan lokasi lanugo pada
masing-masing usia gestasi tergantung pada genetik, kebangsaan, keadaan
hormonal, metabolik, serta pengaruh gizi. Sebagai contoh bayi dari ibu dengan
diabetes mempunyai lanugo yang sangat banyak.
Pada melakukan skoring pemeriksa hendaknya menilai pada daerah yang
mewakili jumlah relatif lanugo bayi yakni pada daerah atas dan bawah dari
punggung bayi

c. Permukaan plantar
Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini kemungkinan
berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan. Bayi dari ras selain

25
kulit putih mempunyai sedikit garis telapak kaki lebih sedikit saat lahir. Di sisi
lain pada bayi kulit hitam dilaporkan terdapat percepatan maturitas
neuromuskular sehingga timbulnya garis pada telapak kaki tidak mengalami
penurunan. Namun demikian penialaian dengan menggunakan skor Ballard
tidak didasarkan atas ras atau etnis tertentu.
Bayi very premature dan extremely immature tidak mempunyai garis pada
telapak kaki. Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi tersebut
berdasarkan permukaan plantar maka dipakai ukuran panjang dari ujung jari
hingga tumit. Untuk jarak kurang dari 40 mm diberikan skor -2, untuk jarak
antara 40 hingga 50 mm diberikan skor -1. Hasil pemeriksaan disesuaikan
dengan skor di table.

d. Payudara
Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh akibat stimulasi
esterogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung dari nutrisi yang diterima
janin. Pemeriksa menilai ukuran areola dan menilai ada atau tidaknya bintik-
bintik akibat pertumbuhan papila Montgomery (Gambar II.11). Kemudian
dilakukan palpasi jaringan mammae di bawah areola dengan ibu jari dan
telunjuk untuk mengukur diameternya dalam millimeter

26
e. Mata/telinga
Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago seiring
perkembangannya menuju matur. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri atas
palpasi ketebalan kartilago kemudian pemeriksa melipat daun telinga ke arah
wajah kemudian lepaskan dan pemeriksa mengamati kecepatan kembalinya
daun telinga ketika dilepaskan ke posisi semulanya.

Pada bayi prematur daun telinga biasanya akan tetap terlipat ketika dilepaskan.
Pemeriksaan mata pada intinya menilai kematangan berdasarkan
perkembangan palpebra. Pemeriksa berusaha membuka dan memisahkan
palpebra superior dan inferior dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari.
Pada bayi extremely premature palpebara akan menempel erat satu sama lain
(Gambar diatas). Dengan bertambahnya maturitas palpebra kemudian bisa
dipisahkan walaupun hanya satu sisi dan meningggalkan sisi lainnya tetap pada
posisinya.

27
Hasil pemeriksaan pemeriksa kemudian disesuaikan dengan skor dalam tabel.
Perlu diingat bahwa banyak terdapat variasi kematangan palpebra pada
individu dengan usia gestasi yang sama. Hal ini dikarenakan terdapat faktor
seperti stres intrauterin dan faktor humoral yang mempengaruhi perkembangan
kematangan palpebra.

f. Genital (pria)
Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam scrotum kurang
lebih pada minggu ke 30 gestasi. Testis kiri turun mendahului testis kanan
yakni pada sekitar minggu ke 32. Kedua testis biasanya sudah dapat diraba di
canalis inguinalis bagian atas atau bawah pada minggu ke 33 hingga 34
kehamilan. Bersamaan dengan itu, kulit skrotum menjadi lebih tebal dan
membentuk rugae.
Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di dalam zona
berugae. Pada nenonatus extremely premature scrotum datar, lembut, dan
kadang belum bisa dibedakan jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada neonatus
matur hingga posmatur, scrotum biasanya seperti pendulum dan dapat
menyentuh kasur ketika berbaring.
Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di dalam zona
berugae. Pada nenonatus extremely premature scrotum datar, lembut, dan
kadang belum bisa dibedakan jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada neonatus

28
matur hingga posmatur, scrotum biasanya seperti pendulum dan dapat
menyentuh kasur ketika berbaring.

g. Genital (wanita)
Untuk memeriksa genitalia neonatus perempuan maka neonatus harus
diposisikan telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih 45o dari garis
horisontal. Abduksi yang berlebihan dapat menyebabkan labia minora dan
klitoris tampak lebih menonjol sedangkan aduksi menyebabkankeduanya
tertutupi oleh labia majora .
Pada neonatus extremely premature labia datar dan klitoris sangat menonjol
dan menyerupai penis. Sejalan dengan berkembangnya maturitas fisik, klitoris
menjadi tidak begitu menonjol dan labia minora menjadi lebih menonjol.
Mendekati usia kehamilan matur labia minora dan klitoris menyusut dan
cenderung tertutupi oleh labia majora yang membesar.
Labia majora tersusun atas lemak dan ketebalannya bergantung pada nutrisi
intrauterin. Nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan labia majora menjadi
besar pada awal gestasi. Sebaliknya nutrisi yang kurang menyebabkan labia
majora cenderung kecil meskipun pada usia kehamilan matur atau posmatur
dan labia minora serta klitoris cenderung lebih menonjol.

29
C) Interpretasi hasil
Masing-masing hasil penilaian baik maturitas neuromuskular maupun fisik
disesuaikan dengan skor di dalam tabel dan dijumlahkan hasilnya. Interpretasi hasil
dapat dilihat pada tabel skor.

30
E. Menilai BBL dengan Asfiksia
A) Definisi Asfiksia
Adapun beberapa definisi asfiksia neonatorum adalah sebagai berikut:
a. Menurut WHO, Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir (Depkes RI, 2008:6).
b. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Asfiksia neonatorum adalah
kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis
(IDAI, 2004:272).
c. Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir (JNPK-KR dan Depkes RI, 2008:146).
d. Asfiksia Neonatorum (Apnea Neonatorum) adalah keadaan di mana bayi yang
baru dilahirkan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah
dilahirkan. (Sofian, 2011:291).
e. Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,

31
sehingga bayi. tidak dapat memasukkan okigen dan tidak dapat mengeluarkan
zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2013:102).
B) Penyebab Asfiksia
Beberapa keadaan pada Ibu, tali pusat, dan bayi baru lahir yang dapat menyebabkan
asfiksia pada BBL, antara lain sebagai berikut:
a. Keadaan Ibu (menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang,
sehingga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya terjadi gawat janin. Hal
ini dapat menyebabkan terjadinya asfiksia BBL).
1) Preeklampsia dan eklampsia
2) Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio)
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam selama persalinan
5) Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
6) Kehamilan Post Matur (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Keadaan tali pusat (keadaan ini berakibat aliran darah dan oksigen melalui
tali pusat ke janin, sehingga ketika bayi lahir dapat menyebabkan terjadinya
asfiksia BBL).
1) Kompresi tali pusat
2) Lilitan tali pusat
3) Tali pusat pendek
4) Simpul tali pusat
5) Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung)
c. Keadaan bayi (pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia
walaupun tanpa didahului tanda gawat janin).
1) Bayi prematur (lahir sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan sulit (letak sunsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, forsep)
3) Kelainan kongenital
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Bidan harus mengetahui faktor-faktor risiko yang berpotensi untuk menimbulkan
asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus

32
dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan
resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau
(sepengetahuan bidan) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu,
bidan harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada SETIAP pertolongan
persalinan.
C) Gawat Janin
Banyak hal yang dapat menyebabkan bayi tidak dapat bernafas segera setelah lahir
(saat lahir). Seringkali hal ini seperti i terjadi ketika bayi umnya telah mengalami
gawat janin sehingga akibat gawat janin tersebut menyebabkan janin tidak dapat
menerima oksigen yang cukup. Dapat disimpulkan bahwa gawat janin merupakan
suatu reaksi janin pada kondisi dimana terjadi ketidakcukupan oksigen.
PERTANYAAN KETERANGAN
Apakah gawat janin? Reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup
Bagaimana Gawat janin dapat diketahui dengan
mengetahui gawat  Frekuensi DJJ<100 atau >180 kal per menit
janin?  Berkurangnya gerakan janin. (janin normal
bergerak lebih dari 10 kali per menit)
 Adanya air ketuban bercampur mekonium, warna
kehijauan (jika bayi keluar dengan letak kepala)
Bagaimana mencegah  Gunakan partograf untuk memantau persalinan
gawat janin?  Anjurkan ibu untuk sering berganti posisi selama
persalinan, ibu hamil yang berbaring telentang akan
dapat mengurangi aliran darah ke rahimnya
Bagaimana  Periksa frekuensi bunyi jantung janin setiap 30
mengidentifikasi menit pada kala I dan setiap 15 menit sesudah
gawat janin dalam pembukaan lengkap
persalinan?  Periksa ada/tidaknya air ketuban bercampur
mekonium (warna kehijauan)
Bagaimana menangani Jika terdapat tanda gawat janin :
gawat janin?  Tingkatkan 02 pada janin dengan cara berikut
- Mintalah ibu merubah posisi tidurnya
- Berikan cairan kepada ibu secara oral dan

33
atau IV
- Berikan oksigen (bila tersedia)
- Periksa kembali setelah 10-15 menit
tindakan diatas
Jika frekuensi bunyi jantung masih tidak normal:
 Rujuk
Bila merujuk tidak mungkin
 Siaplah untuk menolong BBL dengan asfiksia

*Keterangan:
Anjurkan ibu hamil inpartu berbaring ke posisi kiri untuk alirkan oksigen ke
janinnya. Hal ini biasanya meningkatkan aliran darah maupun oksigen melalui
plasenta lalu ke janin. Bila posisi miring ke kiri tidak membantu, coba posisi yang
lain (miring ke kanan atau posisi "sujud"). Meningkatkan oksigen ke janin dapat
mencegah gawat janin.
D) Patogenesis
a. Bila janin kekurangan O₂ dan kadar CO₂ bertambah, timbul rasangan
terhadap N.vagus sehingga detak jantung janin menjadi lambat. Bila
kekurangan O₂ ini terus berlangsung, maka N.vagus tidak dapat dipengaruhi
lagi. Timbullah kini rangsangan dari N.simpatikus. DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya irreguler dan menghilang. Secara klinis tanda-tanda asfiksia adalah
denyut jantung janin yang lebih cepat dari 160 kali per menit atau kurang dari
100 kali per menit, halus dan irreguler, serta adanya pengeluaran mekonium.
b. Kekurangan O₂ juga merangsang usus, sehingga mekonium keluar sebagai
tanda janin dalam asfiksia.
 Jika DJJ normal dan ada mekonium: janin mulai asfiksia.
 Jika DJJ lebih dari 160 kali per menit dan ada mekonium: janin
sedang asfiksia.
 Jika DJJ kurang dari 100 kali per menit dan ada mekonium: janin
dalam keadaan gawat.
Catatan :

34
Kondisi Asfiksia pada pertolongan persalinan tidak lagi menilai dengan APGAR
Score. Pada saat penanganan BBL setelah pertolongan persalinan Kala II dilakukan
penilaian (selintas):
 Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan?
 Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak mengis, tidak bernafas atau megap-megap lakukan langkah resusitasi
(lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir).

F. Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir


Bidan harus siap melakukan resusitasi BBL pada SETIAP menolong persalinan. Tanpa
persiapan kita akan kehilangan waktu yang sangat berharga. Walau hanya beberapa menit
bila BBL tidak segera bernafas, bayi dapat menderita kerusakan otak atau meninggal.
Persiapan yang diperlukan adalah persiapan keluarga, tempat, alat untuk resusitasi dan
persiapan diri (bidan).
1. Persiapan Keluarga ibu dan bayi dan Sebelum menolong persalinan, bicarakan
dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada persiapan
persalinan.
2. Persiapan Tempat Resusitasi Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan
tempat resusitasi:
a. Gunakan ruangan yang hangat dan terang.
b. Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat
misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat
pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau pintu yang terbuka).
Keterangan :
 Ruangan yang hangat akan mencegah bayi hipotermi.
 Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan pengaturan posisi
kepala bayi.
 Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu petromak.
Nyalakan lampu menjelang persalinan.
3. Persiapan Alat Resusitasi

35
Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga harus
dipersiapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:
(1) Kain ke-1: untuk mengeringkan bayi
(2) Kain ke-2: untuk menyelimuti bayi
(3) Kain ke-3: untuk ganjal bahu bayi
(4) Alat penghisap lendir DeLee atau bola karet
(5) Tabung dan Sungkup/Balon dan Sungkup
(6) Kotak Alat Resusitasi
(7) Sarung Tangan
(8) Jam atau pencatat waktu
Keterangan :
 Kain yang digunakan sebaiknya bersih, kering, hangat dan dapat menyerap
cairan misalnya handuk, kain flanel dan lain-lain. Kalau tidak ada, gunakan
kain panjang atau sarung.
 Kain ke-3 untuk ganjal bahu. Ganjal bahu bisa dibuat dari kain (kaos,
selendang, handuk kecil), digulung setinggi 3 cm dan bisa disesuaikan untuk
mengatur posisi kepala bayi agar sedikit tengadah.

 Bagian-bagian Balon dan Sungkup:


(1) Pintu masuk udara dan tempat memasang reservoar 02
(2) Pintu masuk 02
(3) Pintu keluar 02
(4) Susunan katup
(5) Reservoar 02

36
(6) Katup pelepas tekanan (pop-off valve)
(7) Tempat memasang manometer (bagian ini mungkin tidak ada)

Keterangan :
 Alat penghisap lendir DeLee adalah alat yang digunakan untuk menghisap
lendir khusus untuk BBL.
 Tabung dan sungkup/balon dan sungkup merupakan alat yang sangat
penting dalam tindakan ventilasi pada resusitasi, siapkan sungkup dan alat
penghisap lendir DeLee dalam keadaan steril, disimpan dalam kotak alat
resusitasi.

Cara menyiapkan :
 Kain ke-1:
Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan BBL yang basah oleh air
ketuban segera setelah lahir. Bagi bidan yang sudah biasa dan terlatih
meletakkan bayi baru lahir di atas perut ibu, sebelum persalinan akan
menyediakan sehelai kain di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi. Hal ini
dapat juga digunakan pada bayi dengan kondisi asfiksia. Bila tali pusat sangat
pendek, bayi dapat diletakkan di dekat perineum ibu sampai talipusat telah
diklem dan dipotong kemudian jika perlu lakukan tindakan resusitasi.
 Kain ke-2:
Fungsi kain ke-2 adalah untuk menyelimuti BBL agar tetap kering dan
hangat. Singkirkan kain ke-1 yang basah sesudah dipakai mengeringkan bayi.

37
Kain ke-2 ini diletakkan di atas tempat resusitasi, digelar menutupi
permukaan yang rata.
 Kain ke-3:
Fungsi kain ke-3 adalah untuk ganjal bahu bayi agar memudahkan dalam
pengaturan posisi kepala bayi. Kain digulung setebal kira-kira 3 cm di
letakkan bawah kain ke-2 yang menutupi tempat resusitasi untuk mengganjal
bahu.
 Alat Resusitasi:
Kotak alat resusitasi yang berisi alat pengisap lendir DeLee dan alat resusitasi
tabung/baton dan sungkup diletakkan dekat tempat resusitasi, maksudnya
agar mudah diambil sewaktu-waktu dibutuhkan untuk melakukan tindakan
resusitasi BBL.
 Sarung tangan
 Jam atau pencatat waktu
4. Persiapan Diri
Lindungi dari kemungkinan infeki dengan cara:
a. Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek plastik, masker,
penutup kepala, kaca mata, sepatu tertutup).
b. Lepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum cuci tangan.
c. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol
dan gliserin.
d. Keringkan dengan kain/tisu bersih.
e. Selanjutnya gunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan.

G. Penilaian Dan Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir


Seorang bidan harus mampu melakukan penilaian untuk mengambil keputusan guna
menentukan tindakan resusitasi.

LANGKAH KETERANGAN
PENILAIAN Sebelum Bayi Lahir
 Apakah kehamilan cukup bulan

38
Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah :
 Apakah ketuban jernih, tidak
bercampur mekonium (warna
kehijauan)?
Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup
bulan)
 Menilai apakah bayi menangis atau
bernafas /megap-megap?
 Menilai apakah tonus otot baik?
KEPUTUSAN Memutuskan bayi perlu resusitasi jika :
 Bayi tidak cukup bulan/bayi megap-
megap/tidak bernafas dan atau tonus
otot bayi tidak baik
 Air ketuban bercampur mekonium
TINDAKAN Mulai lakukan resusitasi jika :
 Bayi tidak cukup bulan/bayi megap-
megap/tidak bernafas dan atau tonus
otot bayi tidak baik :
Lakukan tindakan resusitasi BBL
 Air ketuban bercampur mekonium
Lakukan resusitasi sesuai indikasinya

Lakukan penilaian usia kehamilan dan air ketuban sebelum bayi lahir. Segera setelah lahir,
sambil meletakkan dan menyelimuti bayi di atas perut ibu atau dekat perineum, lakukan
penilaian cepat usaha nafas dan tonus otot. Penilaian ini menjadi dasar keputusan apakah
bayi perlu resusitasi.

Nilai (skor) APGAR tidak digunakan sebagai dasar keputusan untuk tindakan resusitasi.
Penilaian harus dilakukan segera, sehingga keputusan resusitasi tidak didasarkan penilaian
APGAR, tetapi skor APGAR tetap dipakai untuk menilai kemajuan kondisi BBL pada saat 1
menit dan 5 menit setelah kelahiran.

39
Dalam Manajemen Asfiksia, proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan
bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan satu kali. Setiap tahapan manajemen asfiksia,
senantiasa dilakukan penilaian untuk membuat keputusan, tindakan apa yang tepat
dilakukan.

H. Prosedur Resusitasi Bayi Baru Lahir


1. Bila Bayi tidak cukup bulan dan atau tidak bernafas atau bernafas megap-megap dan
atau tonus otot tidak baik: Sambil memulai langkah awal:
 Beritahukan ibu dan keluarga, bahwa bayi mengalami kesulitan untuk
memulai pernafasannya dan bahwa Anda akan menolongnya bernafas.
 Mintalah salah seorang keluarga mendampingi ibu untuk memberi dukungan
moral, menjaga ibu dan melaporkan bila ada perdarahan.
a. TAHAP 1 : LANGKAH AWAL
Langkah awal diselesaikan dalam waktu 30 detik bagi kebanyakan bayi baru
lahir, 5 langkah awal di bawah ini cukup untuk merangsang bayi bernafas
spontan dan teratur. Langkah tersebut meliputi:
1) Jaga beyi tetap hangat
 Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu.
 Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap terbuka,
potong tali pusat.
 Pindahkan bayi ke atas kain di tempat resusitasi yang datar, rata,
keras, bersih, kering dan hangat.
 Jaga bayi tetap diselimuti dan di bawah pemancar panas.
2) Atur posisi bayi
 Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong.
 Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu dengan
menempatkan ganjal bahu sehinggal kepala sedikit ekstensi.

40
3) Isap lendir
Gunakan alat penghisap lendir DeLee dengan cara sebagai berikut:
 Isap lendir mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung.
 Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, TIDAK
pada waktu memasukkan.
 Jangan lakukan penghisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm
ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam hidung), hal itu
dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi
tiba-tiba berhenti bernafas.
Bila dengan balon karet lakukan dengan cara sebagai berikut:
 Takan bola di luar mulut.
 Masukkan ujung penghisapan di rongga mulut dan lepaskan
(lendir akan terhisap).
 Untuk hidung, masukkan di lubang hidung.
4) Keringkan dan rangsangan bayi
 Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat membantu BBL
mulai bernafas.
 Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini:
- Menepuk/menyentil telapak kaki ATAU
- Menggosok punggung/perut/dada/tungkai bayi dengan
telapak tangan
5) Atur kembali posisi kepala bayi dan selimut bayi
 Ganti kain yang telah basah dengan kain kering di bawahnya.

41
 Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka
dan dada agar bisa memantau pernafasan bayi.
 Atur kembali posisi kepala bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
Lakukan penilaian bayi :
 Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas
atau megap-megap.
- Bila bayi bernafas normal: lakukan asuhan pasca
resusitasi.
- Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas: mulai
lakukan ventilasi bayi.
b. TAHAP 2 : VENTILASI
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah
volume udara ke dalam paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru
agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur.
Langkah-langkah :
1) Pasang sungkup:
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.

2) Ventilasi 2 kali
(a) Lakukan tiupan/pemompaan dengan tekanan 30 cm air
Tiup awal tabung-sungkup/pemompaan awal balon-sungkup
sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai
bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.

42
(b) Lihat apakah dada bayi mengembang Saat melakukan
tiupan/pemompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang,
 Bila tidak mengembang
- Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada
udara yang bocor.
- Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah
menghidu
- Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir
atau cairan lakukan pengisapan.
- Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air
(ulangan), bila dada mengembang, lakukan
tahapan berikutnya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah
kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisik bertujuan utnuk mengumpulkan data

43
tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat
pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi
pelaksanaan tindakan yang telah diberikan. Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik
dasar yang perlu dipahami, antara lain inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (ketukan),
dan auskultasi (mendengar).

Pemeriksaan fisik bisa dilakukan pada seluruh bagian dari tubuh. Mulai dari kepala sampai
kaki untuk mengetahui adanya ketidaknormalan pada bayi dan anak.

B. Saran
Jika dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangn dan kesalahan, kami mohon maaf.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar kami dapat
membuat makalah yang lebih baik dikemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Oktarina M. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta :
Deepublish, Juni 2016
44
Dwienda R, Octa,dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan Anak
Prasekolah untuk Para Bidan. Yogyakarta : Deepublish, September 2014
Widiastini L P. 2018. Buku Ajar ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DAN BAYI
BARU LAHIR. Bogor : IN MEDIA
Muslihatun, Wafi Nur 2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Balita Yogyakarta: Fitramaya.

Damayanti, Ika Putri, dkk. 2014. Buku ajar asuhan kebidanan komprehensif pada ibu bersalin
dan bayi baru lahir. Yogyakarta : Deepublish, September 2014.

45

Anda mungkin juga menyukai