Disusun Oleh :
Elesia Santa Yohana - 112021082
Pembimbing :
dr. Michael Indra Lesmana, Sp. M
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah yang Maha
Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Secondary Cataracts” dengan baik dan tepat waktu. Referat ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacama periode 13 September – 13
Oktober 2021.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada dr. Michael Indra Lesmana, Sp. M. selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, kritik, dan saran yang
membangun selama pembuatan referat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat dengan sebaik mungkin.
Penulis menyadari bahwa referat ini tidak luput dari kekurangan dan masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya masukan kritik
maupun saran yang membangun sehingga referat ini dapat menjadi lebih baik. Akhir
kata, penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, para
pembaca, dan masyarakat umum.
Jakarta, 2021
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................…ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum....................................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................................2
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti........................................................................................3
1.4.2 Manfaat bagi Rumah Sakit................................................................................3
1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat...................................................................................3
iii
3.3 Subjek Penelitian...............................................................................................19
3.4 Sampel................................................................................................................19
3.6 Pengumpulan Data.............................................................................................19
3.6.1 Alat dan Bahan Penelitian......................................................................19
3.6.2 Cara Pengambilan Data..........................................................................20
3.7 Definisi Operasional...........................................................................................21
3.7.1 Penyakit Diabetik retinopati...................................................................21
3.7.2 Umur......................................................................................................21
3.7.3 Jenis Kelamin.........................................................................................21
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu indera pada manusia yang berfungsi dalam
penglihatan. Lebih dari setengah reseptor sensorik yang ada dalam tubuh manusia
terletak di mata. Reseptor sensorik pada mata terdapat pada retina. Retina merupakan
suatu struktur yang sangat kompleks dan sangat terorganisasi, dengan kemampuan
untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut
ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks visual.1
Beberapa gangguan dapat terjadi pada retina, salah satunya adalah retinopati.
2
Retinopati adalah kelainan pada retina yang tidak disebabkan radang. Dalam
makalah ini akan dibahas beberapa macam retinopati yang sering terjadi, antara lain
retinopati diabetes.
1
2013 didapatkan 2,6% penduduk Indonesia (kira-kira 6,5 juta) menyandang
diabetes.1,2
2
2. Diharapan agar dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
peneliti dalam melakukan penelitian.
3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
informasi dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Mata
Bola mata dapat dipandang sebagai suatu sistem dua bola yang berlainan
volume, di mana bola yang lebih kecil terletak di dalam bola yang lebih besar. Bagian
depan dari bola kecil membentuk segmen anterior mata, sedangkan sebagian besar
bola abu-abu membentuk segmen posterior mata. Segmen anterior dibatasi oleh
kornea yang jernih di depan, serta lensa dan penggantung lensa di belakang.
Sedangkan segmen posterior terletak di belakang lensa. Segmen anterior sendiri
terbagi dua, yang terletak di antara lensa dan iris disebut sebagai kamera okuli
posterior, dan yang di antara iris dan kornea disebut kamera okuli anterior. Karena
lebih kecilnya jari-jari bola kecil, maka dapat dipahami bahwa kornea memiliki
kelengkungan yang lebih besar daripada sklera. Sifat ini amat menentukan status
refraksi suatu mata. Kelengkungan yang lebih besar dari normal akan membuat
indeks bias kornea meningkat, sehingga bayangan benda yang dilihat jatuh di depan
retina. Sedangkan kornea yang kurang lengkung akan menyebabkan bayangan jatuh
di belakang retina. Keduanya akan dipersepsi sebagai suatu kekaburan.
4
Gambar 1. Anatomi Mata
Sistem dua bola ini merupakan satu kesatuan, kornea merupakan kelanjutan
dari sklera. Hanya saja, akibat perbedaan susunan protein strukturnya, kornea tampak
tembus pandang sedangkan sklera tampak putih dan tak tembus pandang. Dari luar,
batas pertemuan antara kornea dan sklera memiliki jarak tertentu dari titik pusat
kornea. Namun demikian sklera ternyata "maju" lebih sedikit dan meng-overlap iris.
Keadaan ini menyebabkan terbentuknya sudut antara sklera dan iris. Walaupun sudut
ini terbentuk karena pertemuan sklera dan iris, secara umum meskipun kurang tepat,
sudut ini disebut sebagai sudut iridokorneal. Limbus kornea dan sudut pertemuan
antara iris dan sklera ini berjarak antara 0,5 sampai 1 mm.
B. Fisiologi Retina
Retina merupakan suatu struktur yang kompleks. Retina berfungsi sebagai
fotoreseptor dengan tersusun oleh sel batang dan sel kerucut yang berfungsi untuk
menangkap cahaya dan mengubah rangsangan cahaya menjadi menjadi impuls saraf
untuk kemudian dilanjutkan ke saraf optik ke korteks visual. Fotoreseptor memiliki
susunan kerapatan sel kerucut meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang
ke perifer, dan kerapatan sel batang meningkat di perifer. Fotoreseptor kerucut dan
batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang avaskular dan merupakan
tempat berlangsungnya reaksi kimia yang menjadi awal proses penglihatan.3
Vaskularisasi retina terdiri atas arteri, kapiler, dan vena. Pada arteri terbagi
menjadi dua, yaitu arteri retina sentral dan retina arteriol. Arteri retina sentral
merupakan memiliki beberapa lapisan, yaitu lapisan intima, lapisan internal elastik
5
lamina, lapisan medial, lapisan adventisia. Retina arteriol merupakan cabang dari
arteri sentral. Kapiler retina memiliki otot polos, sel endotel, basemant mebrant, dan
perisit. Pembuluh darah vena pada retina terbagi atas venula kecil, venula besar, dan
vena.4
Adanya struktur 9 lapis secara histologis ini disebabkan oleh lelak sel-sel dan
serabul saraf yang membentuk relina sensoris; yailu sel sel foloreseptor, sel-sel
bipolar, sel sel Muller, dan sel-sel horizontal. Dalam gambar diperihalkan lapisan sel
6
sel secara histologis dan gambar skematis komponen sel-sel yang membentuk lapisan
ladi.
Bagian retina yang mengandung sel-sel epilel dan retina sensoris disebut pars
opltika retina yang arlnya bagian yang bertungsi uluk penglilatan. Bagian reltina yang
mengandung sel-sel epilel pigmen yang meluas dari ora senala hingga lepi belakang
pupil disebut selbagal pars seka relina yang berarti bagian "buta', dan hal ini harus
dibedakan dengan "bintik buta".
Pada retina lerdapat daerah yang penting unluk diskininasi visual yang disebut
tiakudla lialea (birik kuning, alau disebut sebagai ioveca, yaung larietk 3.5 mm di
temporal papil N l. Makula lutea mempunyai serabut sarat yang sangat banyak yang
menuju ke papil N i, sehingga makula lebih terlindung dari kerusakan yang mungkin
terjadi pada retina. Berkas serabut saraf dari makula ke papil disebut sebagai berkas
papilomakular,
Retina berfungsi menerima cahaya dam merubahnya jadi sinyal
elektrokimiavi. untuk selanjutnya meneruskan sinyal tersebut ke otak. Retina lerdiri
dari 3 macam sel saraf (neuron) yang bereslafet dalam meneruskan impuls
penglihatan. Sel-sel tersebut adalah sel sel foloresoptor (konus dan basilus), sel
horizontal dan sel bipolar, serta sel ganglion.
Retina mendapat vaskularissasi dari larina koriokapilaris koroid dan arteri
retina sentralis. Lamina koriokapilaris koroid merberi makan lapisan epitel pigmen
retina dan sel-sel fotoreseptor. Pembuluh darahrya mempunyai endotel berjendela
(fenestraled) yang menyebabkan dapat bocornya protein serum.
Arteri retina sentralis memberi makan neuron ordo I1 (sel horizontal dan
bipolar) dan neuron ordo III (sel sel ganglion), Pembuiltuh darah arteri ii mempunyai
endotel yang ersustin rapat (berperan sehagai sawar dalam darah-retina) dan vasa-
vasa cabangnya terlelak di lapisan serabut sarat relina. Arteri retina sentralis masuk
bersama dengan n. optikus di daerah yang disebul sebagai papil nervus optikus atau
diskus optikus (wamnanya lebih terang dari daerah sekilarnya pada oftalmoskopi).
Dari sini, arteri tersebut bercabang-cabang.
7
Gambar 2. Pembagian vaskularisasi retina1
Pada retina terdapat dua macam reseptor, yaitu sel konus (sel kerucut) dan sel
basilus (sel batang alau tongkat). Pada segmen luar sel konus terdapat turmpukan
sakulus, sedangkan pada sel basilus terdapat cakram. Sakulus dan cakram
mengandung pigmen fotosensitit. Segmen dalam sel konus dan basilus kaya akan
mitokondria. Segmen luar basilus diperbarui dengan pembentukan cakram baru pada
tepi dalam segmen dan cakrarm lama akan difagositosis oleh sel epilel pigmen retina.
Pada Retinitis Pigmentosa proses fagositosis ini mengalami gangquan (cacat)
sehingga lapisan debris tertimbun. diantara reseptor dan epitel pigmen. Dengan
berlalunya waklu pasien akan mengalami penyempiltan lapangan pandang. Proses
pembaruan sel-sel kerucut lebih difus.
Makula merupakan daerah yang lebih gelap di sentral retina. Seperti yang
sudah diutarakan di atas, daerah makula mengandung pigmen yang lebith banyak,
jadi terilihat lebih gelap. Lapisan retina pada makula tidak selengkap di daerah lain
(perifer), di sini lebih tipis. Ini memungkinkan sinar yang dalang bisa langsung
ditangkap oleh sel-sel fotoreseptor. Daerah macula merupakan daerah yang paling
banyak mengandung foloreseptor, sel yang dominan yaitu sel konus. Di lengah
8
makula ada daerah depresi kecl yang disebul fovela. Fovea mengadung banyak sel
konus dan tdak mengandung basilus.
Sel konus penting untuk menerima rangsang cahaya kuat dan rangsang warna.
Sel konus mengandung 3 macam pigmen: pigmen yang sensif terhadap gelombang
panjang (570 nm), merupakan pigmen yang peka terhadap sinar merah; pigmen yang
peka terhadap gelombang menengah (540 nm), merupakan pigmen yang peka
terhadap sinar hjau; dan pigmen yang sensilif lerhadap gelombang pendek (440 nm),
merupakan pigmen yang peka terhadap sinar biru. Rodopsin merupakan protein
majemuk gabungan anlara retinen (vitamin A) dan opsin (suatu protein). Rodopsin
tadi terdiri dari rhodopsin untuk warna merah, warna hijau, dan warna biru. Dari
kombinasi kerje ketiga macam reseptor ini kila dapat menerima berbagai persepsi
warna. Kalau salah satu reseptor (terganggu fungsinya, misalnya gangguan reseplor
merah, maka warna merah masinh bisa diterima oleh reseptur hijau dan blu, telapt
ldak semerah kalau dilerina oleh reseptor merah. Kerusakan resepilor merah disebut
scbagal protanopia (bula warnd merah), sedangkan kelemalan reseplor merah discbut
selbagal protanomal. Kerusakan reseptor hjau disebut juga douteranopia (bula wama
hijau) sedangkan kelemahan reseplor hijau disebut sebagai deuteranonal. Kerusakan
reseplor biu disebut sebagal uilanopiatbuta wara biru), sedangkan kelemahannya
disebut sebagai tritanomali.
Di bagian retina lain (perifer) sel yang dominan adalah basilus, mengandung 6
juta sel konus, 120 juta sel basilus dengan 1,2 juta serabut saraf dalam tiap nervus
optikus. Konvergensi keseluruhan reseptor melalui sel Bipolar pada sel Ganglion
105 : 1. Sel basilus mengandung pigmen rodopsin, yang terdiri dari retinal dan opsin.
Basilus sangat sensitif terhadap cahaya dan merupakan reseptor untuk penglihatan
malam (penglihatan skotopik), tetapi tidak mampu memisahkan perincian dan batas
objek atau menentukan warna.
Pada keadaan gelap, akan terjadi kenaikan cGMP intrasel sehingga saluran
Nat terbuka dan Nat masuk. Ini menyebabkan neurotransmiter terus dikeluarkan, dan
rangsang diteruskan. Pada keadaan terang sebaliknya. Konus merupakan reseptor
penglihatan didalar cahaya terang (penglihatan fotopik) dan untuk penglihatan warna.
9
Proses melihat di retina menyangkut perubahan reseptor (rodopsin) baik di konus
maupun basilus menjadi retinen dan opsin tadi menjadi rodopsin kembali.
C. Vaskularisasi Retina
Lapisan serebral relina mendapat darah dari a. retina sentral, yang merupakan
cabang a, oflalmika. Arleri retina sentral menembus saraf optik dan bercabang cabang
pada papil N II menjadi 4 cabang utarna, yaitu retina terporal superior dan inferior;
serta retina nasal superior dan inferior. Arteri rctina temporal superior dan inferior
mempunyai cabang ke makula. Sebenarnya arteri yang disebutkan tadi merupakan
arteriola.
Epitel pigmen dan lapisan fotoreseptor mendapat darah dari koriokapiler.
Dengan demikian bila a. retina sentral tersumbat, maka lapisan serebral tidak akan
mendapat arah sehingga terjadi kebutaan walaupun sel fotoreseptor masih mendapat
pasokan darah dari koriokapiler, Demikian pula sebaliknya bila terjadi ablasi relina
juga akan terjadi kebutaan karena sel fotoreseptor tidak mendapat darah koriokapiler
walaupun lapisan serebral masih mendapat pasokan darah dari a.retina sentral yang
utuh.
2. Retinopati diabetik
3. Etiologi
10
terkait dengan diabetes melitus juga hipertensi. Komplikasi ini terjadi karena
hiperglikemia pada pembuluh darah dalam jangka waktu yang lama.1
4. Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan pada poliklinik ilmu kesehatan mata BLU RSU
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Juni 2012-Mei 2013 dan Oktober 2013
didapatkan hasil dari 498 sampel, didapat 219 orang (44%) terdiagnosa retinopati
diabetik. Dan lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki – laki, dan
berusia 45 – 64 tahun.3
11
5. Patogenesis
12
Gambar 3. Perbedaan retina normal dan retinopati diabetik6
13
Gambar 4. Retinopati diabetika non proliferatif sedang1
14
7. Gejala dan tanda
Gejala yang dapat dirasakan yaitu bintik-bintik gelap yang mengambang pada
penglihatan, floaters, kesulitan membaca, penglihatan menjadi kabur, kesulitan
dengan persepsi warna, fluktuasi dan kehilangan daya pengelihatan. Kelainan yang
ditemukan pada retinopati diabetika bisa berupa:9
8. Pemeriksaan Penunjang
15
9. Tatalaksana Retinopati Diabetika
Penanganan sistemik
Penatalaksanaan
Fotokoagulasi laser untuk retinopati diabeltika ada 3 jenis yaitu fokal, grid
(kisi), dan panrelinal. Fotokoagulasi fokal ditujukan langsung pada daerah
mikoaneurisma atau kebocoran kapiler yang lokal yang bertujuan untuk mengurang
atau menghilangkan edema makula. Fotokoagulasi grid merupakan tindakan laser
berbentukkisi mengeilingi daerah edema retina akibat kebocoran kapiler yang difus.
Fotokoagulasi panreltina diakukan untuk mencegah lerbentuknya zat -zat vasoakill
terutama VEGF dan menghilangkannya sehingga dapat mencegah timbulnya serta
16
mengakibatkan regresi pembuluh darah baru. Sebenarnya, neovaskularisasi inilah
komplikasi yang paling ditakuti karena dapat menyebabkan glaukoma dan atau
perdarahan vitreous. Fotokoagulasi pada retinopali yang dilakukan tepat waktu serta
diberikan secara adekuat dapat mengurangi kebutaan sampai 90%. Apabila lerjadi
keadaan yang lebih parah, seperti terjadinya perdarahan vitreous masif atau ablasi
retina tarikan, maka diperlukan tindakan bedah berupa vitrektomni.
10. Komplikasi
b. Glaukoma neovascular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi
akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan
anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat
meningkatkan tekanan intra okuler, Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada
tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane
fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris
melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga
menghambat pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan
keadaan sudut masih terbuka.11
17
intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior,
atau keseluruhan badan vitreous.11
d. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari
lapisan pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa
menyebabkan gambaran bentuk- bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan
cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.11
BAB III
18
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Mata Dr. Yap, yang terletak di Jl.
Cik Dik Tiro No.5, Terban, Gondokusuman, Yogyakarta. Waktu penelitian
dilaksanakan bulan Maret 2020 sampai dengan April 2020.
19
3.4.2 Alat Penelitian
Rekam medis yang berisi data medis lengkap rawat jalan dan
rawat inap penderita penyakit diabetik retinopati di Rumah Sakit Mata
dr Yap, Yogyakarta pada periode 1 Januari 2019 – 31 Desember 2019.
20
3.3 Definisi Operasional
BAB IV
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Laki-laki Perempuan
Usia Total
(Tahun
n %
)
<30 81 1.0
30-39 291 3.5
140
40-49 16.9
8
370
50-59 44.4
4
239
60-69 28.8
8
70-79 414 5.0
≥80 44 0.5
834 100.
Total
0 0
23
Tabel 3. Distribusi Penderita Penyakit Diabetik Retinopati di RS Mata Dr Yap
Menurut Jenis Kelamin
Perempua
Laki-laki TOTAL
Bulan n
n % n % n %
55. 157
JAN-FEB 694 44.2 876 18.8
8 0
52. 158
MAR-APR 750 47.3 834 19.0
7 4
58. 145
MEI-JUNI 609 41.9 843 17.4
1 2
JULI- 56. 131
565 43.1 747 15.7
AGUS 9 2
56. 127
SEP-OKT 560 43.8 718 15.3
2 8
57. 114
NOV-DES 491 42.9 653 13.7
1 4
366 56. 834 100.
TOTAL 44.0 4671
9 0 0 0
24
4.2.4 Distribusi Penderita Penyakit Diabetik retinopati Menurut Usia dan Jenis
Kelamin di RS Mata Dr Yap pada Tahun 2019.
Berdasarkan hasil penelitian dari rekam medis di Rumah Sakit Mata dr Yap
periode bulan Januari 2019 hingga Desember 2019 ditemukan sebanyak 8340 kasus
yang digunakan untuk penelitian ini. Didapatkan frekuensi tertinggi bagi penyakit
diabetik retinopati adalah pada periode Maret - April 2019 yaitu 19%. Kasus penyakit
diabetik retinopati ini dibagi menurut distribusi berdasarkan bulan, usia, dan jenis
kelamin.
25
Berdasarkan diagram proporsi penyakit diabetik retinopati menurut bulan
(gambar 6), didapatkan jumlah kasus penyakit diabetik retinopati paling tinggi adalah
pada bulan Maret – April (19%) dan paling rendah adalah pada bulan September –
Oktober (15,3%). Berdasarkan teori sebelumnya, pada tahun 2013 didapatkan 2,6%
penduduk Indonesia (kira-kira 6,5 juta) menyandang diabetes, dan ketika diagnosis
ditegakan, 20% diantara ditemukan menderita diabetik retinopati.12 Penelitian yang
dilakukan pada poliklinik ilmu kesehatan mata BLU RSU Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Periode Juni 2012-Mei 2013 dan Oktober 2013 didapatkan hasil dari 498
sampe, didapat 219 orang (44%) terdiagnosa retinopati diabetik. 13 Diabetik retinopati
merupakan suatu komplikasi mikrovaskular dari diabetes yang menyerang retina dan
bersifat kronik progresif. Hal ini didukung dengan data dari Infodatin tahun 2018,
dimana Yogyakarta menempati urutan kedua provinsi dengan angka diabetes
terbanyak di Indonesia sebesar 2,4% dari seluruh penduduk di Yogyakarta segala
usia.14 Diabetes mellitus terjadi akibat adanya resistensi insulin yang secara tidak
langsung dipicu oleh intake glukosa yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pola
konsumsi masyarakat Yogyakarta yang cederung menyukai makanan yang manis.
26
4.3.4 Distribusi Penderita Penyakit Diabetik Retinopati Menurut Jenis Kelamin
di RS Mata Dr Yap pada Periode Januari – Desember 2019.
4.3.5. Distribusi Penderita Penyakit Diabetik Retinopati Menurut Usia dan Jenis
Kelamin di RS Mata Dr Yap pada Periode Januari – Desember 2019.
27
Hasil yang diperoleh berdasarkan usia dan jenis kelamin diperoleh data perempuan
berusia 50-59 tahun memiliki proporsi terbanyak dari penderita diabetik retinopati
sebesar 26,1% dari total keseluruhan popoulasi, kemudian diikuti oleh kelompok pria
berusia 50-59 tahun dengan proporsi 18,3%. Hal in mendukung beberapa teori yang
menyatakan bahwa usia >40 tahun memiliki metabolisme sel yang melambat dan sel
sel dalam tubuhnya akan lebih sulit beradaptasi.
BAB V
28
5.1 Kesimpulan
1. Jenis retinopati diabetik yang terbatas didapatkan dari data sehingga tidak
dapat menunjukkan prevalensi diabetik retinopati yang lebih spesifik.
2. Keterbatasan sumber-sumber informasi yang ada sehingga hanya bisa
menuliskan kajian sederhana dalam penelitian ini.
29
1. Bagi mahasiswa selanjutnya dapat mengembangkan konsep atau melakukan
penelitian dengan lebih lanjut dengan menambah variable yang lain sehingga
didapatkan hasil penelitian yang lebih baik.
2. Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian dengan mengali
informasi mengenai pengaruh terhadap kadar glukosa darah dan BMI
penderita retinopati diabetic untuk dapat memperkaya data sehingga
karaterikstik penderita dapat dikenali dengan lebih baik lagi
DAFTAR PUSTAKA
30
1. Suhardjo, SU, Angela NA. Refraksi dalam: Ilmu Penyakit Mata. Suhardjo, Hartono
(eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM. 2017. H.160-6
2. Bailey C, Chakravarthy U, Cohen S, Dodson P, Gibson J, Menon G, dkk. Diabetic
Retinopathy Guidelines. The royal college of opthakmologists. 2012; 6-9, 56-64
3. Ilyas Sidarta. Mata Tenang Penglihatan Menurun, dalam : Penuntun Ilmu Penyakit
Mata. Edisi ke tiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2008; h.
142-143.
4. Suyono,dkk. Diabetes Melitus di Indonesia, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi keempat jilid III. Balai Penerbit FK UI,Jakarta.2006.
5. Tiara Ilery, Vera Sumual, Laya Rares. Prevalensi retinopati diabetik pada poliklinik
ilmu kesehatan mata selang satu tahun. Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado. 2013
6. Chew EY, Benson WE, Blodi BA, Boldt HC, Murray TG, Olsen TW, dkk. Diabetic
Retinopathy. Preferred practice pattern. 2012;4:4-15.
7. Mitchell P, Foran S, Wong TY, Chua B, Patel I, Ojaimi E. Guidelines for the
management of diabetic retinopathu. Government: National Health and Medical
Research Council (NHRMC). 2008; 22-4, 30-6.
8. Antonetti DA, Klein R, Gardner TW. Mechanisms of disease diabetic retinopathy.
The New England Journal of Medicine. 2012; 366; 1227-39.
9. Kumar KPS, Bhowmik D, Harish G, Duraivel S, Kumar BP. Diabetic retinopathy –
symptoms, causes, risk factors and treatment. The Pharma Innovation. 2012; 1(8):7-
13.
10. Riordan-Eva P, Whietcer JP. Retina. In: Susanto D (eds.) Vaughan & Asbury:
Oftalmologi Umum. 17th ed. Jakarta: EGC; 2012. H. 185-93
11. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2014. H. 2365-6
12. Manullang YR, Rares L, Sumual V. Prevalensi Retinopati Diabetik pada Penderita
Diabetes Melitus di Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Propinsi Sulawesi
Utara Periode Januari–Juli 2014. e-CliniC. 2016;4(1).
31
13. Ilery T, Sumual V, Rares L. Prevalensi retinopati diabetik pada poliklinik ilmu
kesehatan mata selang satu tahun. e-CliniC. 2014;2(1).
14. Kementerian Kesehatan, R. (2018). INFODATIN Pusat Data Dan Informasi (Situasi
Dan Analisis Diabetes). Dipetik Maret 14, 2021, dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
diabetes.pdf
15. Setyoputri NT, Soelistijo SA, Sasono W. Prevalensi dan Karakteristik Pasien
Retinopati Diabetik di Poli Mata RSUD Dr. Soetomo. JUXTA: Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kedokteran Universitas Airlangga. 2017 Jul 31;9(1):20-5.
16. Robles-Rivera RR, Castellanos-González JA, Olvera-Montaño C, Flores-Martin RA,
López-Contreras AK, Arevalo-Simental DE, Cardona-Muñoz EG, Roman-Pintos
LM, Rodríguez-Carrizalez AD. Adjuvant therapies in diabetic retinopathy as an early
approach to delay its progression: the importance of oxidative stress and
inflammation. Oxidative medicine and cellular longevity. 2020 Mar 11;2020.
17. Sánchez-Jiménez F, Pérez-Pérez A, de la Cruz-Merino L, Sánchez-Margalet V.
Obesity and breast cancer: role of leptin. Frontiers in oncology. 2019 Jul 18;9:596.
18. Dewi PN, Fadrian F, Vitresia H. Profil Tingkat Keparahan Retinopati Diabetik
Dengan Atau Tanpa Hipertensi pada di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2019 May 14;8(2):204-10.
19. Semeraro F, Parrinello G, Cancarini A, Pasquini L, Zarra E, Cimino AEA. Predicitng
The risk of diabetic retinopathy in type 2 diabetic patients. Journal of Diabetes and Its
Complication. 2011 February; 292-7.
32