Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

Gagal Jantung Kongestif (CHF)

Oleh:
Syela Leatemia
112019208

Pembimbing :

dr. Hendra Dwi Kurniawan, Sp.PD

KEPANITRERAAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

PERIODE 19 OKTOBER SD 21 NOVEMBER 2020


Daftar isi

Halaman

Definisi ................................................................................................ 1

Fisiologi Jantung ……………………………………………………………… 2

Epidemiologi ............................................................................................... . 3

Etiologi ................................................................................................ 3

Patofisiologi ................................................................................................. 4

Manifestasi Klinis ............................................................................................... . 5

Daiagnosis dan pemriksaan penunjang …………………………………………….. 7

Tatalaksana ................................................................................................ 10

Prognosis ………………………………………………………………. 12

Daftar Pustaka ....................................................................................... . 14


Pengertian Gagal Jantung (CHF)
Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada, yaitu diantara paru.
Perikardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan: lapisan luar dan dalam. Kedua
lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas, yang mengurangi gesekan
akibat gerakan pemompaan jantung. Disfungsi mekanisme jantung memiliki spektrum luas
yang berkisar dari gagal jantung ringan terkompensasi sampai syok kardiogenik. Gagal
jantung kongestif merupakan suatu sindrom klinis (tanda dan gejala) yang disebabkan oleh
kelainan structural dan fungsi jantung dimana jantung tidak mampu/gagal memompa darah
secara adekuat sesuai dengan kebutuhan metabolisme jaringan.dan atau peningkatan tekanan
pengisian diastolik pada ventrikel kiri sehingga tekanan kapiler paru meningkat. 1 Gagal
jantung susah dikenali secara klinis karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik
serta hanya sedikit tanda – tanda klinis pada tahap awal penyakit.
Gagal jantung umumnya didapatkan pada populasi usia tua, serta pada orang-orang
yang selamat dari infrak miokard dengan kerusakan otot jantung persisten. Faktor risiko
terjadinya gagal jantung adalah di usia tua. Gagal jantung lebih sering terjadi pada orang-
orang dengan riwayat diabetes melitus, hipertensi, riwayat merokok yang bertahun-tahun, dan
lain sebagainya. Dewasa ini, pengaruh dari makanan dan kebiasaan yang buruk sangat
mempengaruhi terserangnya gagal jantung. Ada beberapa klasifikasi gagal jantung seperti
gagal jantung akut dan gagal jantung kronik. Acute heart failure merupakan uatu kondisi
kegagalan jantung akut yang cepat dan progresif dalam memompa darah sedangkan Chronic
heart failure adalah suatu kondisi kegagalan jantung yang relatif stabil namun umumnya
memberikan gejala klinis ringan sampai berat. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah sehingga curah jantung menurun dan gagal jantung diastolic
merupakan Ganguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel dengan kemampuan
ventrikel kiri yang normal/ mendekati normal. Sementara pada gagal jantung kiri: secara
klinis ditunjukan pada kegagalan jantung kiri untuk memompa darah yang ditandai dengan
gejala peningkatan tekanan dan kongesti dari vena capillary pulmonalis, edema paru dan
orthopneu dan pada gagal jantung kanan: secara klinis ditujukan pada kegagalan jantung
kanan untu memompa darah yang ditandai dengan gejala peningkatan tekanan dan kongesti
dari vena jugularis dan vena sistemik. Dan pada low output (Hipertensi, dilatasi
kardiomiopati, kelainan katup dan pericard) dan high output (Hipertiroid, anemia, septikemi)
untuk kedua jenis ini sulit dibedakan oleh klinis.
Fisiologi jantung
Berdasarkan anatomi jantung yang terbagi menjadi paruh kanan dan paru kiri serta
mempunyai empat rongga. Rongga atas, atrium menerima darah dari yang kembali ke jantung
dan diteruskan ke bagian rongga bawah yaitu ventrikel yang memompa darah dari jantung.
Pembuluh darah yang mengembalikan darah dari jaringan menuju atrium yaitu vena, dan
yang membawa darah menuju jaringan dengan menjauhi ventrikel yaitu arteri. Kedua paruh
jantung ini dipisahkan oleh septum yang sangat penting yang merupakan suatu partisi berotot
kontinu yang mencegah percampuran darah dari kedua sisi jantung karena separuh kanan
jantung menerima dan memompa darah yang miskin akan O2, dan pada sisi kiri jantung
menerima dan memompa darah yang kaya akan O2. 2,3
Seperti yang telah dijelaskan sistem sirkulasi terbagi menjadi yaitu sitem paru yang
membawa darah antara jantung dan paru sementara yang sistemik membawa darah antara
jantung dan sistem organ. Ketika darah yang kembali ke sirkulasi sistemik akan masuk ke
dalam atrium kanan melalui dua vena besar yaitu vena cava superior dan inferior. Darah yang
masuk ke dalam atrium adalah darah yang telah kembali dari jaringan tubuh, tempat O2 telah
diambil dan CO2 ditambahkan kedalamnya. Darah yang terdeoksigenasi parsial ini akan
mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan dan memompanya keluar melalui arteri
pulmonalis, arteri ini akan membentuk dua cabang yang masing akna berjalan dari kedua sisi,
sisi kanan jantung inilah yang menerima darah dari sirkulasi sistemik dan akan dipompa
kedalam sirkulasi paru.9 Di dalam paru ini darah yang tadi kekurangan O2 ini menyerap
pasokan O2 sebelum dikembalikna ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Darah yang kaya
akan O2 ini akan kembali ke atrium kiri dan selanjutnya akan mengalir ke dalam ventrikel
kiri yang akan membawa darah ke seluruh tubuh dan arteri yang membawa darah menjauhi
ventrikel menuju seluruh tubuh yaitu aorta yang merupakan arteri besar. 2,3
Berdasarkan sistem sirkulasi, sistem sirkulasi paru adalah sistem bertekanan rendah
dan bersistensi rendah, sedangkan sistem sirkulasi sistemik adalah sistem yang bertekanan
tinggi dan bersistensi tinggi. Tekanan adalah adalah gaya yang ditimbulkan oleh dinding
pembuluh oleh darah yang dipompa ke dalam pembuluh darah jantung dan resistensi
merupakan oposisi terhadap aliran darah terutama disebabkan oleh gesekan antara pembuluh
darah dan darah yang mengalir. Meskipun sisi kanan dan sisi kiri jantung memompa darah
dalam jumlah yang sama, namun sisi kiri jantung melakukan kerja lebih besar karena
memompa darah pada tekanan yang lebih tinggi ke dalam sistem yang lebih panjang dengan
resistensi lebih tinggi. Sehingga dari itu otot jantung pada sisi kiri lebih tebal dibandingkan
sisi kanan. 3
Epidemiologi
Data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) tahun 2016
menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terdapat 23 juta atau sekitar 54% dari total kematian
disebabkan oleh Congestive Heart Failure (CHF). Penelitian yang telah dilakukandi Amerika
Serikat menunjukkan bahwa resiko berkembangnya Congestive Heart Failure (CHF) adalah
20% untuk usia ≥ 40 tahun dengan kejadian > 650.000 kasus baru yang diagnosis Congestive
Heart Failure (CHF) selama beberapa dekade terakhir. Congestive Heart Failure (CHF) telah
meningkat dan menjadi peringkat pertama sebagai penyebab utama kematian di Indonesia.
Prevalensi Congestive Heart Failure (CHF) di Indonesia menurut Riskesdas (2016) sebesar
0,3% dari total jumlah penduduk di Indonesia. Prevalensi Congestive Heart Failure (CHF) di
Nusa Tenggara Barat mencapai (0,4%) untuk yang terdiagnosis dan (0,14%) untuk prevalensi
gejala. Penyakit Congestive Heart Failure (CHF) meningkat seiring dengan bertambahnya
umur, tertinggi pada umur 65-74 tahun (0,5%) untuk yang terdiagnosis, menurun sedikit pada
umur ≥ 75 tahun (0,4%) tetapi untuk gejala tertinggi pada umur ≥ 75 tahun (1,1%)
(Riskesdas, 2016). Berdasarkan data RSUP Mataram, sebanyak 3.820 pasien dengan keluhan
jantung dan penyakit pembuluh darah lainnya yang datang berkunjung pada tahun 2018.
Jumlah ini cenderung meningkat setiap tahunnya antara sekitar 5-15% (RSUP NTB, 2018).
RSUP Mataram pada tahun 2018 memiliki 1.174 pasien dengan kasus penyakit jantung dan
pembuluh darah. Pada ruangan khusus penyakit jantung (poli jantung dan ICU), jumlah
pasien jantung setiap tahunnya semakin meningkat dimana pada tahun 2017 sebanyak 470
orang dan tahun 2018 jumlah pasien jantung meningkat kembali menjadi 522 orang. Jumlah
pasien Congestive Heart Failure (CHF) pada tahun 2017 menempati urutan pertama pada
kasus penyakit jantung dengan jumlah sebanyak 149 orang dan lebih dari 75% pasien
Congestive Heart Failure (CHF) tersebut mengalami rawat inap ulang (kekambuhan). 4

Etiologi
Gagal jantung kongestif (CHF) memiliki berbagai penyebab antara lain seperti
coronary artery disease ( iskemia dan infark), hipertensi juga menjadi penyebab dari gagal
jantung, kardiomiopati antara lain seperti dilatasi kardiomiopati, hipertrofi/ obstruktif
kardiomiopati, restrictive seperti amyloidosis, sarcoidosis dan hemochromatosis, selain itu
yang menjadi penyebab gagal jantung yaitu adanya kelainan katup dan penyakit jantung
kongenital seperti penyakit katup mitral dan penyakit katup aorta sementara pada penyakit
jantung kongenita seperti atrial septal defect, ventricular septal defect. Penyebab gagal
jantung juga disebabkan oleh gangguan irama jantung seperti takikardi , bradikardi, dan atrial
fibrilasi. Selain itu juga penyebab gagal jantung bisa disebabkan oleh alkahol dan obat-
obatan. Namun dari berbagai penyebab yang menjadi penyebab sering dari gagal ginjal
kongestif (CHF) yaitu acute coronary disease, hipertensi dan kelainan katup. 5

Disritmia berupa bradikardi ataupun takikardi, dan kontraksi prematur yang sering dapat
menurunkan curah jantung. Malfungsi katup, dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh
kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang, seperti stenosis
katup aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukan
peningkatan volume darah ke ventrikel kiri. Sedangkan abnormalitas otot jantung,
menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark miokard, fibrosis miokard luas (biasanya
dari aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit
miokard primer (kardiomiopati). 5
Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa
penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi
ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta
memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan
perkembangan gagal jantung.5
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut
maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang
berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik).
Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan
gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung.
Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat
menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung. Disfungsi
miokard akibat penyakit jantung koroner.5

Patofisiologi
Mekanisme terjadinya gagal jantung dikarenakan jantung yang gagal
mengkompensasi kelainan yang dialaminya untuk menyesuaikan kebutuhan supply darah dan
Oksigen bagi tubuh. kelainan atau kerusakan apapun pada jantung mengakibatkan kerja yang
berlebih pada ventrikel. Ketika ventrikel mendapatkan kerja yang berlebih dari biasanya, ia
akan memompa lebih keras untuk mengusahakan tercapainya kebutuhan supply tubuh.
kondisi yang terus-menerus ini akan mengakibatkan ventrikel jantung semakin membesar
sebagai kompensasi kerja yang berlebih. Namun kerja yang berlebih ini seringkali tidak
mencukupi kebutuhan supply tubuh , sehingga sistem saraf simpatis diaktifkan menyebabkan
takikardi. Diharapkan kenaikan frekuensi dapat mengkompensasi keadaan yang abnormal ini.
Begitu simpatis diaktifkan akan merangsang pengaktifan sistem RAA yang memberikan efek
pengaktifan aldosteron dan ADH. Pengaktifan ini akan memberikan efek retensi natrium dan
air yang semakin memperbanyak filling jantung sehingga kerjanya semakin berat. Ketika
jantung mendapatkan porsi kerja yang semakin besar ditambah dengan kelainan yang
dimilikinya , proses progresif ini akan mengakibatkan jantung tidak dapat lagi bekerja. Gejala
klinis yang ditimbulkan merupakan akibat dari gagalnya ventrikel memompa sehingga
menyebabkan hipoperfusi pada ginjal yang mengakibatkan gagal ginjal, oedem paru karena
aliran darah terbendung di paru serta oedem jaringan. 6

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari gagal jantung kongestif dapat muncul sebagai kombinasi dari
gagal jantung kanan dan kiri. Adapun gejala pada gagal jantung kanan adalah edema perifer
baik di ekstremitas, organ maupun peritoneum.7,8 Sekalipun kegagalan ventrikel kanan dapat
timbul karena penyakit paru, seperti PPOK, tetapi penyebab utama biasanya adalah
kegagalan jantung kiri. Oleh karena itu, kegagalan ventrikel kanan jarang terjadi sendirian,
biasanya disertai dengan gagal ventrikel kiri. Pada kegagalan ventrikel kanan, ventrikel ini
mengadakan kompensasi sebagai respons terhadap peningkatan tekanan dari arteria
pulmonal. Jantung menjadi kurang efektif dan tidak mampu mempertahankan curahnya yang
cukup terhadap tahanan yang meningkat. Akibatnya, darah terbendung dan kembali ke dalam
sirkulasi sistemis dan menimbulkan edema pitting perifer.7,8

Edema pitting ini timbul pada bagian-bagian tubuh, seperti kedua kaki dan bagian
sacrum. Mulai dari kedua kaki, edema dapat sampai ke kedua paha, genitalia eksterna, dan
tubuh bagian bawah. Edema yang berat ini dapat membuat cairan merembes melalui kulit
yang retak dan disebut weeping edema. Hati juga membesar karena menahan banyak
cairan.Pasien merasa nyeri pada abdomen atas kanan. Semakin berat stasis darah vena,
tekanan pada sistem portal juga makin meningkat dan cairan terkumpul dalam rongga
abdomen. Rongga abdomen dapat terisi sampai 10liter cairan yang menekan diafragma.
Tekanan pada diafragma akan membuat pasien menjadi sulit dan dapat timbul gawat napas.7,8

Sementara itu pada gagal jantung kiri, biasanya terjadi edema paru yang menyebabkan
gangguan pernapasan ataupun infeksi saluran pernapasan karena ventrikel kiri tidak dapat
memompakan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dalam volume yang volume yang
diperlukan tubuh.Gejala-gejala yang timbul adalah akibat dari kongesti pulmonal ketika
cairan masuk ke dalam jaringan paru-paru dan mengakibatkan edema pulmonal atau efusi
pleura. Kelebihan cairan juga terdapat dalam kantong alveoli dan bronkiale. Gejala dan tanda
yang dapat muncul adalah dispnea, ortopnea, batuk dan kelelahan. Dispnea adalah gejala
pertama yang dirasakan pasien, akibat terganggunya pertukaran oksigen dan karbon dioksida
dalam alveoli yang berisi cairan. Dispnea akan diperberat dengan melakukan aktivitas, seperti
naik tangga dan mengangkat barang yang berat. 7,8

Ortopnea adalah kesulitan bernapas apabila berbaring terlentang. Pasien ini tidur
dengan tiga bantal atau setengah duduk. Kadang-kadang ortopnea timbul beberapa jam
setelah pasien tidur dan membuatnya terbangun dengan rasa panik karena ia merasa seperti
mau tenggelam. Rasa mau tenggelam disertai dengan dispnea berat dan batuk. Dispnea yang
timbul secara tiba-tiba waktu pasien tidur disebut dispnea nocturnal paroksimal terjadi karena
akumulasi cairan dalam paru ketika pasien tidur. Batuk yang tidak mau hilang berupa batuk
produktif dengan banyak sputum yang berbuih, kadang-kadang bercampur sedikit darah.
Batuk ini disebabkan oleh kongesti cairan yang mengadakan rangsangan pada bronki. Pada
pasien dengan PND, gejala menetap walau dengan posisi duduk tegak. Depresi pusat
pernafasan selama tidur menurunkan ventilasi yang cukup untuk mengurangi tegangan
oksigen arteri, terutama pada pasien dengan edema paru interstisial dan berkurangnya
kelenturan paru. Fungsi ventrikel juga mungkin terganggu lebih lanjut pada malam hari
karena berkurangnya rangsangan adrenergic pada fungsi miokard. Pada auskultasi terdapat
krekels atau rales pada akhir inspirasi. Pasien ini juga merasa lelah melakukan kegiatan yang
biasanya tidak membuatnya lelah. Kelelahan ini disebabkan otot-otot tidak menerima cukup
darah karena curah jantung yang kurang. 7,8
New York Heart Association (NYHA) membuat sistem klasifikasi untuk CHF yang
digunakan sebagai metode untuk mengukur tingkat keparahan gejala. Sistem klasifikasi
NYHA merupakan prediktor mortalitas yang baik dan dapat digunakan untuk diagnosis dan
monitor respon terapi. Sistem klasifikasi NYHA mengkategorikan gagal jantung kronik
dengan skala I sampai IV. 9

Gambar 1. Klasifikasi NYHA9

Diagnosis dan Pemeriksaan penunjang


Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi, dimana terdapat kegagalan jantung
memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Suatu definisi objektif yang
sederhana untuk menentukkan batasan gagal jantung kronis hampir tidak mungkin dibuat
karena tidak terdapat nilai batas yang tegas pada disfungsi ventrikel. Guna kepentingan
praktis, gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang
disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan,
edema, tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani, elektrokardiografi/foto
toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi seperti terlihat pada tabel dibawah ini.
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.5
Gambar 2. Kriteria Framingham 10
Pemeriksaan Penunjang

1. Elektrokardiografi (EKG)
EKG merupakan alat yang dapat merekam aktivitas dan aliran impuls jantung serta memberi
informasi tentang fungsi & struktur jantung. Gambaran EKG pada pasien miokard infark
biasanya terdapat gelombang Q patologis. Namun gelombang Q patologis ini tidak dapat
membedakan antara kasus akut atau yang sudah pernah terjadi beberapa minggu/tahun yang
11
lalu. Pada pasien gagal jantung sering ditemukan gambaran ekg seperti adanya Sinus
takikardi, sinus rradikardi, Atrial fibrilasi, miokard/infark, aritmia ventrikel, hipertrofi
ventrikel kiri (LVH), dan blok AV.9

2. Rontgen thorax

Chest X-ray berguna untuk melihat ukuran ruang jantung dan keadaan sistem pulmonal
sebagai konsekuensi dari penyakit jantung namun bukan merupakan pemeriksaan yang
spesifik untuk gagal jantung kronik. Gambaran rontgen thorax yang dapat ditemukan pada
pasien gagal jantung yaitu gambaran cranialisasi pembuluh darah, edema interstitial sebagai
akibat adanya peningkatan pengisian pada ventrikel kiri, kardiomegali yang sebabkan akibat
dilatasi ventrikel kiri, ventrikel kanan, atria, dan efusi perikard, adanya gambaran efusi pleura
karena gagal jantung dengan peningkatan tekanan pengisian jika efusi bilateral Infeksi paru,
pasca bedah/ keganasan, adanya hipertrofi ventrikel sebagai akibat dari Hipertensi, stenosis
aorta, kardiomiopati hipertrofi, aadanya garis kerley B sebagai akibat dari peningkatan
tekanan limfatik, adanya area paru hiperlusen karena adanya emboli paru atau emfisema,
adanya infeksi paru karena Pneumonia sekunder akibat kongesti paru, adanya infiltrate paru
akibat penyakit sistemik.9
Gambar 3. Kardiomegali. 12 Gambar 4. Karley B.12

Gambar 5. Edem intertitial. 12 Gambar 6. Efusi Pleural .12

3. Echocardiography
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan penunjang pada penyakit jantung
yang non-infasif, aman dan tidak terlalu mahal. Pada ekokardiografi kita dapat
melihat ukuran dan fungsi ventrikel serta ada tidaknya abnormalitas pada dinding
maupun katup jantung. Hasil ekokardiografi yang dapat dilihat pada pasien miokard
infark beserta komplikasinya yaitu pergerakan dinding ventrikel yang abnormal,
thrombus di ventrikel kiri, aneurisma dinding ventrikel, ruptur septum (aliran Doppler
abnormal), dan ruptur musculus papillaris.13

4. NT pro BNP
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil darah pasien dengan serum
darah. Umur dan jenis kelamin pasien harus diperhatikan karena kadarnya tinggi pada
orang tua dan perempuan. Natriuretic peptides adalah molekul protein yang
disekresikan oleh otot ventrikel sebagai respon dari kelebihan tekanan atau volume.
BNP adalah molekul protein yang di produksi dari prekusor proBNP yang ada di
dalam otot ventrikel. Setelah kelebihan volume dan tekanan, otot ventrikel akan
mengsekresi pre-proBNP yang akan menjadi BNP aktif dan NT-proBP inert. 11 kadar
normal untuk BNP adalah < 100 pg/mL dan untuk NT pro BNP adalah < 300 pg/mL.

5. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mengetahui faktor resiko yaitu Gula
Darah Sewaktu (GDS) dan HbA1c untuk medeteksi faktor resiko diabetes, selain itu
dapat melakukan pemeriksaan Hb, serum kreatinin, natrium, kalium, albumin,
urinalisis selain itu dapat melakukan pemeriksaan enzim jantung troponin T. 9

Tatalaksana
Tujuan dilakukannya pengobatan yaitu untuk menurunkan prognosi dengan
menurunkan mortalitas, sementara untuk morbiditas dengan meringankan gejala dan tanda,
memperbaiki kualitas hidup, menghilangkan edema dan retensi cairan, meningkatkan
kapasitas aktifitas fisik, mengurangi kelelahan dan sesak nafas, mengurangi kebutuhan rawat
inap, menyediakan perawatan akhir hayat dan pada pencegahannya untuk mencegah
timbulnya kerusakan miokard, perburukan kerusakan miokard, remodelling miokard dan
mencegah timbul kembali gejala dan akumulasi cairan. 9

Tatalaksana medika mentosa untuk pasien gagal jantung menurut ESC guidelines adalah
Gambar 6. Obat umum pasien CHF. 9
ACE inhibitor memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka
kelangsungan hidup. Indikasi dari pemberian ACEI jika fraksi ejeksi ≤ 40% dengan atau
tanpa gejala. Kontra indikasi dari ACEI apabila ada riwayat angioderma, srenosis renal
bilateral, kadar kalium serum > 5,0 mmol/L, serum kreatinin > 2,5% mg/dL dan stenosis
aorta berat. ACE inhibitor kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemi,
hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang). Oleh sebab itu ACE inhibitor hanya
diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal. 9
Β-blocker di indikasikan untuk pasien dengan gejala ringan sampai berat (NYHA
kelas II-IV), sudah diberikan ACE inhibitor/ARB, stabil secara klinis (tidak ada perubahan
dosis diuretic, tidak ada kebutuhan inotropic iv dan tidak ada retensi cairan berat). Β-blocker
di kontraindikasikan pada pasien asma, sick sinus syndrome, blok AV (Atrio Ventikular)
derajat 2 & 3, sinus bradikardia.< 50. 9
Penambahan obat antagonis aldosterone harus dipertimbangkan pada pasien gagal
jantung simtomatik berat (NYHA kelas III-IV) tanpa hiperkalemi & gangguan fungsi ginjal
berat. Kontra indikasi dari pemberian obat ini yaitu kadar kalium serum > 5,0 mmol/L, serum
kreatinin > 2,5% mg/dL, kombinasi ACEI dan ARB. Selain itu antagonis aldosterone juga
diindikasikan pada pasien yang sudah diberikan dosis optimal β-blocker dan ACE
inhibitor/ARB.9
ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung yang tetap simtomatik walaupun
sudah diberikan ACE inhibitor dan β-blocker dosis optimal (kecuali juga medapat antagonis
aldosterone). ARB juga direkomendasikan sebagai pilihan alternative pada pasien dengan
gejala ringan-berat (NYHA kelas II-IV) yang intoleran ACE inhibitor. ARB memiliki efek
samping sama dengan ACE inhibitor tetapi ARB tidak menyebabkan batuk.
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat meskipun obat lain seperti β-blocker lebih
diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik dengan irama sinus, digoksin dapat
mengurangi gejala tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan hidup.
Digoksin di kontraindikasikan pada pasien blok AV derajat 2&3, sick sinus syndrome, pre-
eksitasi syndrome, riwayat intoleransi digoksin. 9
Diuretic direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala
kongesti. Tujuan pemberian diuretic adalah untuk mencapat status warn and dry dengan dosis
serendah mungkin - harus diatur sesuai kebutuhan pasien untuk menghindari
resistensi/dehidrasi.

Gambar 8. Obat diuretic pasien CHF. 9

Tatalaksana non-farmakologis

Manajemen perawatan mandiri memilki peran dalam keberhasilan pengobatan gagal


jantung dan dapat memberi dampak yang bermakna dalam perbaikan akan gejala gagal
jantung, baik kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis penyakit ini.
Manajemen perawatan mandiri dapat diartikan sebagai tindakan-tindakan yang memili tujuan
untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan
mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung. Ketaatan pasien untuk berobat dapat
mempengaruhi morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya
20 - 60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi. 9

Sementara pemantauan berat badan mandiri pasien harus bisa memantau berat badan
rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus
menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter. Asupan cairan Restriksi cairan 1,5 - 2
Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat yang disertai
hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang
tidak memberikan keuntungan klinis. Sementara pada pengurangan berat badan pasien
obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung sangat perlu dipertimbangkan untuk
mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
Latihan fisik Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik
stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau
di rumah. 9

Prognosis
Prognosis gagal jantung tergantung secara primer pada sifat penyakit jantung yang
mendasari dan pada ada atau tidaknya factor pencetus yang dapat diobati. Apabila factor
pencetus diketahui dan dapat diobati, maka prognosis akan lebih baik daripada pada gagal
jantung yang tidak terlihat factor pencetusnya. Pada gagal jantung yang terjadi tanpa factor
pencetus yang dapat terlihat, kelangsungan hidup biasanya berkisar antara 6 bulan sampai 4
tahun, tergantung keparahan gagal jantung. Prognosis juga dapat dinilai hanya dengan
melihat hasil terapi. Jika perbaikan klinis terjadi hanya dengan pembatasan sedang garam
dalam diet dan digitalis atau diuretic dosis kecil, hasilnya akan jauh lebih baik. jika
pengobatan diperlukan tambahan berupa diuretic intensif .

Edukasi
Tidur dengan posisi kepala yang lebih tinggi, dan hindari infus untuk mencegah
bertambahnya akumulasi cairan. Mengontrol retensi cairan, pengurangan asupan natrium.
Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul
keluhan, dan dasar pengobatan. Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas
seksual, serta rehabilitasi. Menghentikan gaya hidup tidak sehat seperti merokok, atau minum
alkohol. Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan badan yang tiba-tiba.

Daftar Pustaka
1. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipti EA. Kapita Selekta Kedokteran essentials of
medicine. Edisi IV. Media Aesculapius. 2014. h.742

2.Wylie L. Esensial Anatomi & Fisiologi dalam Asuhan Meternitas. Edisi 2. Jakarta:
EGC; 2011. h.80-1
3.Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sel. Edisi 8. Jakarta: EGC; 2016. h.326-35
4.Rispawati BH. Pengaruh Konseling Diet Jantung Terhadap Pengetahuan Diet Jantung
Pasien Congestive Heart Failure (CHF). RNJ: 2019; 2(2)
5. Panggabean MM. Gagal jantung. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi ke-
5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 1583-5.
6.Cheitlin Melvin D, sokolow Maurice, McIlory Malcolm B. clinical cardiology, 6 th
edition. USA: prentice-Hall international Inc; 1995.pg 320-354.
7. Mubin H. Kedaruratan penyakit dalam: diagnosis dan terapi. Jakarta: EGC; 2009.
h.53-66.
8.Manurung D. Gagal jantung akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi ke-
5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 1586-8.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana Gagal
Jantung. Edisi I. 2015.
http://www.inaheart.org/upload/image/Pedoman_TataLaksana_Gagal_Jantung_2015.pd
f
10. Macedo EDA, Rosa MLG, Jorge AJL, Leite AR, Santos LHS, Vieira JS. Increased
Left Atrial Volume and Its Relationship to Vitamin D in Primary Care. International
Journal of Cardiovascular Sciences: 2019;32(5)
11. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. Philadelphia : Wolters Kluwer; 2016
12. Cremers S, Bradshaw J, Herfkens S. Radiographic signs of congestive heart failure on
the chest X-ray. 2019. https://radiologyassistant.nl/chest/chest-x-ray/heart-failure
13. Plessis VD, Weerakkody Y. congestive cardiac failure. Radiopaedia [seri online].
available from: https://radiopaedia.org/articles/congestive-cardiac-failure

Anda mungkin juga menyukai