Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENYAKIT AKIBAT KERJA

“Penyakit Akibat Kerja di Berbagai Tempat Kerja Informal”

OLEH

KELOMPOK 5

1. MICHAELIS DIANA ANGGRIANI (1807010012)


2. JANWAR DAUD NAMO (1807010372)
3. MARTHA SAMORIA O. LODEN (1807010263)
4. MARIA BELLANIA JEGADUT (1807010171)
5. BENDELINA PLAITUKA (1807010011)
6. ANGGIE ELZHA YULINDRI WELKIS (1807010190)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-Nya
sehingga kelompok dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang membahas
tentang Penyakit Akibat Kerja (PAK).

Dalam pembuatan makalah ini, kelompok pun sering menemukan berbagai


kesulitan. Sebagai makhluk sosial, kelompok mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak yang dengan kerendahan hati bersedia membantu. Oleh sebab itu, kelompok
mengucapkan limpah terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam
pembuatan tugas ini baik secara material maupun nonmaterial.

Kelompok pun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu, kelompok mengharapkan adanya kritikan, saran, dan tanggapan dari
para pembaca yang bersifat membangun bagi makalah ini agar dapat berguna bagi
kita semua.

Kupang, September 2020

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah2

1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Akibat Kerja 3

2.2 Penyakit Akibat Kerja di Beberapa Tempat Kerja Informal .....3

BAB III. PENUTUP

3 .1 Kesimpulan 11

3.2 Saran..........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan,


yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Sebuah ungkapan mengatakan “Health
is created in everyday live”, bahwa kesehatan itu dibentuk atau dihasilkan
dari kehidupan manusia sehari-hari.

Kehidupan manusia adalah berada dalam lingkungan dimana manusia


hidup sehari-hari, mulai dari lahir sampai meninggal dunia. Pada usia bayi
sampai balita hampir dikatakan manusia hidup dilingkungan keluarga atau
rumah tangga saja. Tetapi pada usia sekolah sampai mahasiswa, sebagian
besar waktu manusia dihabiskan di lingkungan keluarga dan sekolah atau
kampus. Sedangkan pada usia dewasa, lepas dari pendidikan manusia
cenderung menghabiskan waktunya di dalam keluarga dan di tempat kerja.
Oleh sebab itu lingkungan kerja mempunyai peranan yang penting juga dalam
membentuk atau mempengaruhi kesehatan seseorang.

Lingkungan mempunyai risiko yang besar terhadap terjadinya


penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja ialah penyakit yang diakibatkan
oleh pekerjaan dan lingkungan kerja dan berisiko mengganggu kesehatan
manusia. Mengingat pentingnya faktor lingkungan kerja sebagai faktor risiko
bagi kesehatan masyarakat, utamanya bagi pekerja, maka dari itulah perlu
dipelajari dan dipahami tentang upaya kesehatan kerja.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa itu penyakit akibat kerja ?
2. Bagaimana kejadian penyakit akibat kerja di beberapa tempat kerja
informal ?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat diperoleh tujuan penulisan
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tentang penyakit akibat kerja.
2. Untuk mengetahui tentang kejadian penyakit akibat kerja di
beberapa tempat kerja informal.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Akibat Kerja

Menurut Suma’mur (1985) penyakit akibat kerja adalah setiap


penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Terdapat
tiga istilah yang digunakan untuk mendefinisikan penyakit akibat kerja yaitu
penyakit yang timbul karena hubungan kerja, penyakit yang disebabkan
karena pekerjaan atau lingkungan kerja, dan penyakit akibat kerja. Ketiga
istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama dan masing-masing
memiliki dasar hukum dan perundang-undangan yang menjadi landasannya.
Penyakit akibat kerja yaitu penyakit yang penyebabnya adalah pekerjaan dan
atau lingkungan kerja.

2.2 Penyakit Akibat Kerja Di Beberapa Tempat Kerja Informal

2.2.1 Penyakit Akibat Kerja di Pabrik Alas Kaki


A. Kondisi Kerja
Kondisi kerja di pabrik alas kaki tidak luput dari beberapa
tahapan utama yang meliputi penyiapan bahan, pembuatan
pola/desain alas kaki, pemotongan bahan bagian atas maupun
bawah yang nantinya dilanjutkan dengan proses penyatuan bagian
atas dan bawah hingga akhirnya pada pengemasan.
B. Resiko Penyakit Akibat Kerja
1. Debu

3
Mesin gerinda alas kaki menghasilkan banyak debu kulit,
plastik, dan kain. Debu juga dihasilkan oleh proses kerja
lainnya seperti proses penyisitan dan pemotongan. Semua
debu berbahaya, debu dapat mengakibatkan iritasi atau
merusak paru-paru.
2. Kebisingan
Tingkat kebisingan tinggi yang dimunculkan oleh mesin dapat
merusak pendengaran. Hal tersebut dapat mempengaruhi
kesehatan pekerja pula.
3. Pencahayaan
Pencahayaan yang memadai dapat meningkatkan kenyamanan
dan prestasi pekerja, juga membuat tempat kerja menjadi
menyenangkan. Pencahayaan juga mengurangi kesalahan
kerja, sehingga akhirnya meningkatkan kualitas. Tempat yang
gelap atau redup dapat mengakibatkan kecelakaan, khususnya
kala bahan dipindahkan.
4. Bahan-bahan kimia
Bahan kimia alas kaki memiliki dampak kesehatan jangka
panjang yang serius.
C. Upaya Pencegahan
Untuk bahaya-bahaya yang tidak dapat dihilangkan atau dikurangi
oleh kontrol rekayasa atau kontrol administratif, maka pemilik
usaha tersebut mengharuskan para pekerja agar dapat
menggunakan Alat Pelindung Diri. Alat Pelindung Diri yang
disiapkan oleh perusahaan antara lain: kacamata pelindung,
pelindung wajah, masker, tutup telinga, pelindung jari.
D. Upaya Pengendalian
Pemilik usaha memberikan keringanan kepada pekerja yang
mengalami resiko PAK yaitu tidak lembur kerja, dan

4
mendapatkan perawatan yang sesuai dengan PAK yang dialami
oleh pekerja (ILO, 2003).

2.2.2 Penyakit Akibat Kerja Pada Sebuah Pabrik Semen di Tuban


A. Kondisi Tempat Kerja
PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. merupakan perusahaan
yang bergerak di bidang persemenan. PT. Semen Indonesia
(Persero) Tbk. memiliki pabrik pemroduksi semen yang
terletak di Tuban, Jawa Timur. Seperti perusahaan yang
lainnya, PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. juga memiliki
risiko yang harus dihadapi ketika melaksanakan kegiatan
produksinya.
B. Resiko Penyakit Akibat Kerja
Risiko penyakit akibat kerja yang dapat ditimbulkan ialah
getaran, rasa bosan, kebisingan, dan juga debu.
1. Getaran
Bila pekerja terpapar getaran secara terus-menerus dapat
memengaruhi konsentrasi kerja dan mempercepat kelelahan
kerja.
2. Rasa bosan
Bila pekerja terus-menerus merasa bosan, dapat
menyebabkan ketidaknyamanan saat bekerja sehingga tentu
dapat mempengaruhi konsentrasi dan produktivitas kerja.
3. Kebisingan
Kebisingan tentu saja dapat mempengaruhi pendengaran
pekerja. Apabila bunyi yang dihasilkan sudah melewati
ambang batas maka dapat menimbulkan berbagai gangguan

5
pada pekerja misalnya stress saat kerja, hingga gangguan
indera pendengaran.
4. Debu
Paparan debu dapat mengganggu pernapasan para pekerja.
C. Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Akibat
Kerja
1. Getaran
Penanggulangan yang dapat dilakukan antara lain dengan
melaksanakan pemeliharaan mesin secara berkala,
pemberian bantalan peredam getaran, pengaturan shift
kerja, dan pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala.
2. Rasa Bosan
Kebosanan dapat dikurangi dengan menambahkan aktifitas
tertentu sehingga tidak monoton. Aktifitas tersebut salah
satunya adalah stretching atau peregangan. Untuk
pekerjaan yang monoton sebaiknya stretching dilakukan
secara singkat dan ringan namun berkala. Untuk
memudahkan pekerja melakukan peregangan dapat
dipasang poster yang berisi panduan peregangan ringan dan
singkat.
3. Kebisingan
Rekomendasi pengendalian yang dapat dilakukan
diantaranya adalah dengan melakukan pengukuran tingkat
kebisingan di area kerja secara berkala, mengisolasi sumber
bunyi apabila dimungkinkan, penggunaan earplug atau
earmuff, menyediakan ruang pemulihan setelah paparan,
dan pemeriksaan berkala.
4. Debu

6
Rekomendasi pengendalian yang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan pengukuran ambang batas secara
berkala, perawatan peralatan secara rutin sesuai dengan
jadwal, penggunaan masker dan safety glasses(Umamah et
al., 2015)

2.2.3 Penyakit Akibat Kerja Pada Sebuah Bengkel Reparasi


Elektronik
A. Kondisi Tempat Kerja
Bengkel reparasi alat elektronik X ini bertempat di Kecamatan
Pedurungan Kota Semarang. Hanya menggunakan area kosong
yang tidak terpakai untuk penyimpanan material. Area yang
sempit tentunya sangat mengganggu dan berisiko terjadiya
kecelakaan kerja.
B. Resiko Penyakit Akibat Kerja
1. Pengamanan Mesin
Tidak adanya pengaman/pengikat pada tabung gas las, tidak
ada pengaman di area penyolderan, tempat untuk memanasi
solder belum ada tanda pengaman, belum adanya petunjuk
pemakaian pada mesin-mesin tertentu, mesin-mesin belum
tertata dengan rapi.
2. Pencahayaan
Pencahayaan yang kurang merata, kaca jendela dan kaca
lampu tidak bersih sehingga mengganggu intensitas cahaya
yang masuk, pencahayaan dari luar yang kurang maksimal,
dan penyolderan yang kurang terang.
3. Suasana Kerja

7
sistem ventilasi yang belum maksimal dan penanganan
sampah yang tidak maksimal sehingga menimbulkan bau, dan
tidak berfungsinya penghisap asap.
4. Fasilitas Kerja
Fasilitas minum dekat dengan area penyolderan atau
pengelasan, tidak adanya area cuci tangan yang memadai,
tidak ada tanda untuk area yang memerlukan APD khusus,
alat pelindung diri tidak digunakan dengan baik, beberapa
APD sudah rusak dan tidak terawat.
C. Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Akibat Kerja
1. Pengamanan Mesin
Pengendalian bahaya untuk tidak adanya pengaman di area
penyolderan yaitu dengan memasang sekat atau pembatas
pada area penyolderan. Pengendalian bahaya untuk tidak
adanya pengikat pada tabung gas dapat diatasi dengan
memasang rantai pengikat atau menggunakan pengaman pada
tabung gas. Tempat untuk memanasi solder juga harus diberi
tanda pengaman dan memindahkan mesin tersebut ke tempat
yang aman. Pemberian lembar SOP pada mesin-mesin tertentu
yang belum ada petunjuk pemakaian pada mesin-mesin
tertentu tersebut. Pengendalian bahaya untuk mesin-mesin
yang belum tertata dengan rapi yaitu dengan memastikan
penempatan mesin-mesin agar tertata dengan rapi.
2. Pencahayaan
Pengendalian bahaya untuk pencahayaan dari luar yang
kurang maksimal dapat dilakukan dengan membersihkan kaca
jendela dan langit-langit yang kotor. Jendela yang tidak bersih
akan mengurangi intensitas cahaya yang masuk. Sedangkan
tempat kerja yang kurang terang dapat diatasi dengan

8
memasang lampu dan merekayasa sistem pencahayaan seperti
mengaktifkan lagi jendela di tempat kerja. Pengendalian
bahaya untuk bilik penyolderan yang kurang terang,
pencahayaan yang tidak merata dapat dilakukan dengan
menambahkan lampu yang sesuai agar pencahayaan di area
kerja dapat merata dan nyaman untuk bekerja.
3. Suasana Kerja
Penghisap asap pada area kerja yang tidak berfungsi dapat
diatasi dengan cara memperbaiki penghisap asap tersebut dan
menyediakan penghisap asap di area kerja atau mengganti
sistem penghisap asap yang baru.
4. Fasilitas Kerja
Pengendalian untuk fasilitas umum yang dekat dengan area
penyolderan atau pengelasan dapat dilakukan dengan
memindahkannya ke area yang jauh dari area kerja. Hal ini
untuk menghindari air minum terkontaminasi debu dan asap
hasil penyolderan atau pengelasan. Pengendalian lain
mengenai APD yang rusak dan tidak dipergunakan sesuai
prosedur dapat dilakukan dengan mengganti APD yang sudah
rusak sekaligus memberikan pelatihan penggunaan APD
dengan benar serta memastikan pekerja agar selalu memakai
APD di area kerja. Tidak adanya rambu untuk area dengan
APD khusus dapat diatasi dengan memberikan tanda atau
informasi mengenai area tersebut dan memberikan info APD
apa saja yang harus digunakan di area tersebut(Atmojo, 2019).

2.2.4 Penyakit Akibat Kerja Pada Pekerja Armada Mobil Sampah


Tangkasaki di Kota Makassar

9
A. Kondisi Kerja
Pekerja pengangkut sampah atau kolektor sampah mengacu
pada pekerja yang menggunakan truk pengangkut sampah
untuk mengumpulkan sampah dari rute yang ditetapkan hingga
ke titik akhir pembuangan. Kegiatan mobil tersebut adalah
penanggulangan masalah sampah, mulai dari kegiatan
pengangkutan, pengang-kutan, hingga pembuangan ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA).
B. Resiko Penyakit Akibat Kerja
Pekerja tersebut berisiko terjadi penyakit akibat kerja dan
kecelakaan kerja karena sampah sangat beragam jenisnya,
sehingga berisiko kecelakaan kerja seperti tertusuk benda
tajam, terinfeksi penyakit dll. Resiko tinggi yang dapat dialami
para pekerja meliputi rentan terhadap penyakit kulit/elergi,
rentan tertusuk benda/sampah tajam seperti pecahan kaca,
rentan terkena diare, sakit demam serta flu, rentan mengalami
cacingan, rentan asma juga bronkitis akut, keseleo, nyeri otot,
nyeri punggung, terpeleset hingga patah tulang.
C. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Pengawasan penggunaan alat pelindung diri bagi para pekerja
pengangkut sampah dalam rangka melindungi pekerja dari
potensi risiko bahaya kesehatan akibat penyakit kerja. Hal ini
dikaitkan dengan upaya-upaya meminimalkan potensi bahaya
yang akan dapat terjadi bagi para pekerja. Seperti penggunaan
sepatu khusus bagi pekerja. Para pekerja sangat rentan tertusuk
oleh benda-benda tajam yang ada didalam sampah yang dapat
mendorong terjadinya penyakit tetanus. Pekerja diharapkan
agar lebih menjaga kondisi tubuh dan sesekali meregangkan

10
otot disela waktu bekerjanya agar tidak merasakan kelelahan
otot yang berlebihan(Mallapiang et al., 2018)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh


pekerjaan atau lingkungan kerja. Setiap pekerjaan memiliki resiko terhadap
terjadinya penyakit akibat kerja yang bervariasi tergantung jenis pekerjaan
dan lingkungan kerjanya masing-masing. Namun, dengan mengetahui tentang
penyakit akibat kerja maka dapat dilakukan tindakan pencegahan dan
pengendalian sehingga pekerja memperoleh derajat kesehatan yang memadai,
terhindar dari penyakit akibat kerja, dan dapat meningkatkan produktivitas
kerja pula.

3.2 Saran
3.2.1 Bagi Pekerja
Diharapkan agar lebih mematuhi peraturan yang menjamin kesehatan
dan keselamatan kerjanya sehingga terhindar dari penyakit akibat kerja
yang membahayakan dirinya. Selain itu, pekerja juga diharapkan agar
menambah pengetahuan terkait penyakit akibat kerja sehingga dapat
meminimalisir bahaya di tempat kerja dan mempersiapkan hal-hal
yang dibutuhkan.
3.2.2 Bagi Pemilik Tempat Kerja

11
Diharapkan agar dapat menyediakan fasilitas-faslitas dan berbagai alat
yang diperlukan untuk dapat meminimalisir penyakit akibat kerja.
3.2.3 Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat menerapkan pengetahuan terkait
penyakit akibat kerja yang sudah dipahami sehingga dapat bermanfaat
bagi diri sendiri dan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Atmojo, B. (2019). GAMBARAN POTENSI BAHAYA KESELAMATAN DAN


KESEHATAN KERJA DI BENGKEL REPARASI ELEKTRONIK (Studi Kasus di
Perusahaan Sektor Informal. https://lib.unnes.ac.id/35754/

ILO. (2003). Meningkatkan Keselamatan , Kesehatan dan Lingkungan Kerja di


Sektor Informal Alas Kaki.
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_120633.pdf

Mallapiang, F., Amansyah, M., & Thaha, A. I. (2018). Gambaran Kecelakaan Kerja,
Penyakit Akibat Kerja Dan Postur Janggal Pada Pekerja Armada Mobil Sampah
Tangkasaki’ Di Kota Makassar. Public Health, 10, 48–62.

Umamah, A., Denny, H., & Kurniawan, B. (2015). Analisis Upaya Pencegahan Dan
Pengendalian Kecelakaan Kerja Pada Sebuah Pabrik Semen Di Tuban. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 3(3), 285–295.

12
13

Anda mungkin juga menyukai