Anda di halaman 1dari 17

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN

PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARISASI LARUTAN

Oleh:

Nama : Rohinoor Intan Berliana

NIM : 201910601038

Kelas/Kelompok : B/4

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK

PRODI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JEMBER

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 TUJUAN PERCOBAAN

Memahami prosedur pembuatan larutan standar HCL 0,1 M dan standarisasi


larutan HCl 0,1 M.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MATERIAL SAFETY DATA SHEET

2.1.1 Asam Klorida (HCl)

Asam klorida atau asam hidroklorik merupakan zat kimia yang berbentuk
cair, berwarna kekuning-kuningan, bersifat asam, memiliki titik lebur 108,58 0C
dan titik didih -62,250C. Bersifat larut pada air hangat, air dingin dan dietil eter,
memiliki gravitasi spesifik sebesar 1,1-1,19, tekanan uap 16 kPa dan berbau
tajam. Zat ini cenderung bersifat stabil, namun bersifat korosif terutama terhadap
bahan-bahan yang mengandung aluminium, tembaga, hingga stainless steel.
Apabila terjadi kontak dengan kulit dapat menyebabkan korosi, iritasi dan rasa
terbakar. Kontak dengan mata dapat menyebabkan iritasi akut, rasa terbakar, dan
nekrosis kornea. Apabila terhirup langsung dapat menyebabkan hidung,
tenggorokan, dan laring terasa seperti terbakar, batuk,bersin, rasa tersedak, rasa
sesak di dada dan dapat menimbulkan gangguan pada system urin bila sampai
terminum. Apabila terjadi kontak langsung pada mata dan kulit langsung bilas
dengan air mengalir ±15 menit. Beri krim anti-bakteri apabila terjadi kontak serius
dengan kulit. Pergilah ke ruang terbuka apabila terhirup langsung dan apabila
tertelan jangan langsung dimuntahkan, langsung hubungi pihak medis terkait
(Sciencelab, 2020).

2.1.2 Indikator Phenolphtalein

Indikator Phenolphtalein atau Phenolphatalein, ACS, adalah zat berwarna


kekuning-kuningan padat yang tidak berbau yang memiliki titik leleh 263 0C dan
titik didih >4500C. Dengan massa jenis 1277 kg/m3, massa molekul 318.33 g/mol.
Phneolphatelin tidak dapat larut dalam air namun bersifat larut dalam ethanol,
aseton, toluene dan senyawa basa lainnya. Bersifat tidak stabil di bawah paparan
sinar, dan jauhkan dari zat yang mudah teroksidasi. Zat ini bersifat berbahaya
karena dapat menimbulkan kanker. Indikator Phenolphatelin atau Phenolphatelin
ACS dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada kulit dan mata apabila terjadi
kontak, bilas dengan air dan sabun bila terjadi kontak dengan kulit. Apabila
tertelan dapat menyebabkan diare dan gangguan pencernaan. Apabila terhirup
langsung segera pergi ke ruang terbuka karena dapat menyebabkan gangguan
pernafasan seperti batuk dan iritasi tenggorokan (Labchem, 2020).

2.1.3 Metil Orange

Memiliki nama MSDS lain Xylene cyanole solutions atau dikenal sebagai
Methyl orange-Xylene cyanol. Memiliki tampilan larutan berwarna hijau keabu-
abuan, bersifat stabil pada suhu dan tekanan normal, tidak berbau, massa jenis 1.0,
titik didih 1000C dan titik leleh 00C. Kontak langsung dengan metil orange dapat
menyebabkan iritasi pada kulit dan mata, gangguan pencernaan apabila tertelan
dan ganggua pernafasan apabila terhirup langsung. Bilas mata dan kulit dengan air
selama ±15 menit, beri penanganan pertama apabila tertelan, beri oksigen bila
diperlukan dan pergi ke ruangan terbuka apabila terhirup langsung (Labchem,
2018).

2.1.4 Boraks

Boraks atau Sodium tetraborate, Decahydrate tergolong senyawa


berbahaya karena dapat menyebabkan kecacatan pada janin oleh karena itu zat ini
hanya disarankan untuk penggunaan laboratoriu dan manufaktur. Memiliki bentuk
zat yang padat, tidak berwarna, titik leleh 75 0C, titik didih 3200C dan pH 9.5 pada
suhu 250C. Boraks bersifat larut dalam air dan gliserol. Kontak langsung dengan
boraks terhadap kulit, mata terhirup langsung dan tertelan dapat menyebabkan
iritasi. Penanganna terhadap kontak dengan mata dan kulit adalah bilas dengan air
mengalir, khusus untuk kulit gunakan sabun dan bilas dengan air hangat. Apabila
tertelan langsung hindari untuk berusaha muntah dan minum air secukupnya.
Pergilah ke ruang terbuka apabila terhirup langsung (Labchem, 2018).
2.2 DASAR TEORI

Analisis kimia merupakan suatu proses untuk menentukan komposisi


kualitatif an kuantitatif suatu materi. Konstituen yang di uji dapat berupa unsur,
gugus fungsi, senyawa, hingga fase. Pengujian dilakukan secara teliti terhadap
suatu komponendengan memperhatikan pengaturan secara seksama seperti Ph,
tingkat oksidasi hingga komplektisitas. Umumnya, analisis kimia kualitatif
dilaksanakan sebelum analisis kuantitatif (Khopkar, 2010).

Analisis kuantitatif berkaitan dengan penetapan komposisi zat tertentu


yang terkandung dalam sampel yang diamati. Zat yang akan ditetapkan seringkali
dinyatakan dengan analit atau konstituen yang menyusun sebagian kecil atau
sebagian besar komposisi sampel yang tengah dianalisis. Analit tersebut dapat
disebut sebagai konstituen utama apabila menyusun sampel lebih dari 1% kadar
sampel keseluruhan. Analit disebut konstituen minor apabila kadarnya berkisar
antara 0.01% hingga 1% dari kadar sampel keseluruhan. Sementara analit dengan
kadar <0.01% disebut konstituen pelarut (Day, 1998).

Konsentrasi larutan adalah total zat trelarut yang terdapat dalam


suatu larutan. Konsentarsi larutan dapat dinyatakan dalam beragam cara, Namun
konsentrasi yang umum diguanakan salah satunya adalah Molaritas (M).
Molaritas atau konsentrasi molar adalah sifat intensif suatu zat yang terlarut dalam
satu liter larutan. Volume larutan dan kuantitas senyawa yangdiketahui dapat
dihitung molaritasnya dengan menyiapakan larutan yang telah diketahui
molaritasnya, salah satuya sengan cara sebagai berikut : pertama-tama, tentukan
massa zat terlarut secara rinci dengan timbangan analitik. Lalu, masukkan ke
dalam labu ukur dan ditambahkan dengan akuades. Goyangkan labu ukur supaya
larutan menjadi homogeny. Molaritas larutan dapat diketahui dari volume larutan
dan kuantitas senyawa yang diketahui (Chang, 2004).

Metode analisis kimia titrimetri dan gravimetri merupakan metode


analisis tertua di dunia yang masih digunakan hingga saat ini. Metode titrimetri
merupakan metode yang menghitung volume dari reagen yang bereaksi secara
stokiometri dengan analit. Berbeda dengan metode gravimetri, perkembangan dan
penggunaan metode titrimetri menyediakan pemahaman yang lebih mendalam
mengenai stoikiometri, termodinamika, dan kesetimbangan kimia. keakuratan dan
nilai presisi yang didapatkan dari metode ini menjadikan titrimetri lebih diterima
dalam metode analitik (Harvey, 2000).

Titrimetri adalah metode analisis kimia dengan penambahan


volume larutan standar ke dalam lartan yang belum diketahui konsentrasinya.
Larutan standar merupakan larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara
pasti. Berdasarkan kemurniannya, larutan standard dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Larutan standard primer : larutan dengan tingkat konsentrasi tinggi.


2. Larutan standard sekunder : larutan dengan tingkat kemmurnian
rendah dan dapat diketahui konsentrasinya melalui hasil standarisasi
(Underwood,1999).

Standarisasi larutan adalah proses untuk mendapatkan konsentrasi suatu


larutan standar sekunder dengan cara mentitrasinya dengan larutan standar primer
(Kenkel, 2003). Dalam suatu proses titrasi, terdapat dua zat yang masing-masing
berfungsi sebagai titran dan titrat. Zat titran atau titren merupakan larutan yang
digunakan untuk menintrasi, biasanya zat ini telah diketahui konsentrasinya secara
pasti. Titrat merupakan larutan yang dikenakan titrasi untuk diketahui
konsentrasinya. Dalam proses titrasi, terdapat titiik ekivalen, yang merupakan
indikator utuk mengetahui perbandingan banyak analit dan zat titran yang
diketahui.

Dalam proses titrasi, untuk mendapatkan hasil yang akurat kita


harus menggunakan jumlah ekivalen stoikiometri suatu titrant ke dalam larutan
yang mengandung analit. Kita dapat menyebut campuran stoikiometri ini dengan
titik ekivalen. Berbeda dengan gravimetri presipitasi, volume pasti dari zat titran
berperan penting untuk mencapai titik ekivalen. Dengan mengetahui stoikiometri
dari reaksi titrasi, kita dapat menentukan nilai mol dari suatu analit . Dimana :
Sayangnya, metode titrasi ini tidak memiliki nilai ekivalen yang pasti. Hal ini
dikarenakan, proses titrasi ini bergantung dari perubahan warna yang diperoleh
saat kita telah mencapai nilai ekivalen. Perbedaan antara nilai volume akhir degan
nilai volume ekivalen seringkali diasosiasikan sebagai eror metode, atau yang
biasa disebut dengan eror titrasi (Harvey, 2000).

Hampir seluruh reaksi kimia dapat dianalisis dengan metode titrimetri


apabila memenuhi tiga kondisi, yaitu :

1. Stoikiometri reaksi antara titran dan analit harus diketahui lebih dahulu.
Jika tidak, kita tidak dapat mengetahui jumlah mol dari titran untuk
mencapai titik ekivalen.
2. Reaksi titrasi harus dilaksakan secara cepat. Apabila kita menambahkan
zat titran terlalu cepat, maka dapat mempengaruhi nilai titik ekivalen
secara signifikan.
3. Namun, apabila titrasi terlalu lambat reaksi titrasi atau perubahan indikator
tidak akan berlangsung. Sehingga, perlunya penggunaan strategi titrasi
yang tepat (Harvey, 2000).

Kesalahan titrasi dapat terjadi apabila titik akhir titrasi tidak sama dengan
titik ekivalen (sebesar ≤ 0.1%). Hal tersebut dapat disebabkan oleh faktor seperti
zat titran yang berlebih, tidak terjadi reaksi antara indikator dengan titran, atau
titran tidak berekasi dengan analit. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut
dengan penambahan larutan blanko pada proses titrasi. Larutan blanko merupakan
larutan yang terdiri atas seuruh pereaksi kecuali analit. Untuk mengetahui nilai
ekivalen secara eksperimental,biasanya dibuatlah kurva titrasi yang menyatakan
hubungan antara –log [H+], –log [H-], atau E (volt) dengan volume (Haryadi,
1990).

Indikator asam-basa merupakan zat yang dapat memproduksi perubahan


warna akibat dari perubahan pH yang terjadi. Suatu indikator dapat digunakan
untuk mennunjukkan titik akhir titrasi apabila trayek indikatornya mencakup pH
pada titik ekivalen titrasi. Indikator dapat bereaksi dengan analit dan titran, dan
penggunannya cukup dengan meneteskan beberapa tetes indikator ke dalam
campuran analit dan titran. Namun, dengan asumsi bahwa mol indikator dapat
diabaikan atau bernilai sangat kecil jika dibandingkan dengan mo; analit dan
cukup unutk menunjukkan perubahan warna (Alauhdin, 2020).
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 ALAT DAN BAHAN

3.1.1 Alat

1. Labu ukur
2. Gelas Beaker
3. Pipet Volumetrik
4. Buret
5. Erlenmeyer
6. Standart / Statif

3.1.2 Bahan

1. HCl 0,1 N
2. Indikator Phenolpthalein
3. metil orange
4. Boraks (Na2B4O7.10H2O)

3.2 SKEMA KERJA

3.2.1 Prosedur Kerja

Pembuatan larutan standar HCl Pembuatan larutan standar


Natrium Tetraborat

50 mL HCl 0.5 N Natrium Tetraborat 1.9 gr

Masukkan ke
Larutkan dalam akuades
Masukkan ke dalam gelas
Labu ukur 250 mL
beaker

Tambahkan akuades Aduk hingga larut


(hingga tanda batas)

Masukkan ke dalam labu ukur


Kocok larutan 100 mL
hingga homogen

Tambah akuades
Masukkan larutan
HCl ke dalam buret
Kocok hingga homogen

Masukkan Natrium tetraborat ke dalam erlenmeyer,


masing-masing sebanyak 10 mL.

Masukkan indikator metil orange sebanyak 3 tetes


ke dalam masing-masing erlenmeyer

Amati perubahanwarna yang terjadi

Titrasi larutan Natrium tetraborat dengan HCl 0.1 N

Teteskan HCl hingga terjadi perubahan warna


menjadi merah pada Natrium tetraborat

Catat volume HCl yang dibutuhkan dalam proses


titrasi
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Hasil


Pengulangan Volume HCl Konsentrasi Na Borat
1 11.5 mL 0.115 N
2 10 mL 0.1 N
3 9.5 mL 0.095 N

4.2 Pembahasan
Standarisasi larutan dapat dilakukan dengan metode titrasi. Prinsip titrasi
sendiri ialah menentukan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikannya
dengan larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar). Dalam
proses titrasi, reaktan atan zat titran ditempatkan pada biuret berskala
milimeter dan zat titrat ditempatkan pada erlenmeyer. Zat titran ditambahkan
sedikit demi sedikit hingga tercapai titik ekivalen, dimana secara
stoikiometri zat titran dan zat titrat tepat habis bereaksi. Saat titik ekivalen
telah tercapai, proses titrasidihentikan, lalu mencatat volume dari titran yang
dipakai. Dari data yang didapat dapat ditentukan kadar titran yang sedang
dicari (Shochichah, 2010).
Untuk menentukan titik ekivalen pada suatu titrasi asam-basa, terdapat dua
cara umum. Yang pertama, dengan caramenggunakan pH meter selama
proses titrasi berlangsung, dan membuat plot-plot antara pH meter dengan
volume titran untuk mendapat kurva titrasi.nantinya titik tengah dari kurva
yang didapat itulah yang digunakan sebagai titik ekivalen. Cara kedua
dengan menggunakan indikator asam-basa yang ditambahkan saat titrasi
berlangsung. Indikator ini dapat menunjukkan perubahan warna saat titik
ekivalen telah tercapai, dan menjadi indikator untuk menghentikan proses
titrasi (Scohichah, 2010).
Larutan standar merupakan larutan yang telah diketahui nilai
konsentrasinya. Terdapat dua jenis larutan standar, yaitu larutan primer dan
larutan sekunder. Larutan primer merupakan larutan dengan konsentrasi
yang didapatkan dengan menghitung berat dari zat terlarut secara teliti.
Larutan ini didapatkan dari hasil penimbangan dengan neraca analitik yang
nantinya dilarutkan dalam labu ukur. Bahan yang digunakan untuk larutan
standar primer harus memiliki syarat, seperti dalam keadaan murni, stabil
secara kimiawi, berat ekivalennya besar (untuk meminimalisir galat dari
proses penimbangan). Sementara larutan standar sekunder ialah larutan yang
didapatkan konsentrasinya melalui cara titrasi dengan larutan standar primer
(Rhacarhiatra, 2013).
Pada praktikum kali ini, digunakan Asam klorida (HCl) 0.5 M sebagai
larutan standar primer. Hal pertama yang dilakukan dengan membuat larutan
standar Asam klorida 0.5 M menjadi konsentrasi 0.1 M. dengan cara
mengambil 50 mL Asam klorida ke dalam labu ukur 250 mL, lalu
ditambahkan Akuades hingga tanda batas yang telah ditentukan dan kocok
hingga larutan menjadi homogen.
Langkah kedua adalah pembuatan larutan standar sekunder Natrium
tetraborat. Digunakan 1.9 gr Natrium tetraborat ke dalam Akuades dan
diasuk dengan batang pengaduk hingga larutan larut sempurna. Larutan yang
telah tercampur tersebut, lalu dituangkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
dikocok hingga larutan menjadi homogen. Kemudian disiapkanlah Asam
klorida atau HCl 0.1 M ke dalam buret. Sementara itu, Natrium tetraborat
dimasukkan ke dalam tiga buah labu erlenmeyer sebanyak 10 mL di masing-
masing labu erlenmeyer. Lalu ditambahkan indikator metil orange sebanyak
tiga tetes ke dalam masing-masing erlenmeyer dan amatari perubahan warna
yang terjadi.
Gambar 4.1 larutan
Natrium tetraborat sebelum
ditabahkan indikator metil
orange

Gambar 4.2 kondisi larutan


Natrium tetraborat sesudah
penambahan metil orange
sebanyak tiga tetes.

Langkah selanjutnya, dengan proses titrasi Natrium tetraborat yang telah


ditetesi Metil orange tadi dengan HCl 0.1 M hingga terjadi perubahan warna
menjadi merah, hal ini dapat terjadi karena telah tercapainya titik ekivalen
antara larutan standar primer dengan larutan standar sekunder. Hentikan
titrasi dan catat volume HCl yang dibutuhkan. Pada percobaan kali ini,
dilakukan pengamatan sebanyak tiga kali, hal ini dilakukan sebagai
pembanding volume HCl yang digunakan setiap dilakukannya titrasi.
Berdasar hasil pengamatan, volume HCl yang digunakan pada masing-
masing erlenmeyer I, II, dan III berturut-turut adalah 11,5 mL, 10 mL dan
9.5 mL.

Gambar 4.3 Kondisi larutan


Natrium tetraborat setelah
dilakukan titrasi dengan
larutan HCl
Pada proses pembuatan larutan standar HCl dilakukan proses pengenceran
larutan HC l 0.5 M menjadi HCl 0.1 M dengan cara penambahan Akuades.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh volume akhir yang lebih
besar (Khopkar, 1990). Rumus yang digunakan pada proses pengenceran
menurut John (2011), adalah sebagai berikut :
M1 × V1 = M2 × V2
Dimana :
M1 = Molaritas larutan sebelum pelarutan
V1 = Volume larutan sebelum pelarutan
M2 = Molaritas larutan setelah pelarutan
V2 = Volume molaritas larutan setelah pelarutan.
Penambahan indikator metil orange sebagai penunjuk telah
dicapainya titik akhir dari titrasi yang ditandai dengan perubahan warna
menjadi merah akibat kesetaraan antara zat titran dengan titrat telah bereaksi
secara stoikiometri. Titik ekivalen, dicapai terlebih dahulu lalu dilanjut
dengan titik akhir titrasi. Hasil analisis pada percobaan kali ini sangat
dipengaruhi oleh ketelititian dalam menentukan titik akhir titrasi
(Schochihah, 2010).
Reaksi yang terjadi pada saat titrasi adalah :
Na2B4O7.10H2O + 2 HCl  4B(OH)3 + 2NaCl + 5H2O
HCl merupakan larutan standar yang bersifat asam dan Natrium tetraborat
bersifat basa dan berlaku sebagai larutan standar sekunder. Perbedaan titik
ekivalen dan titik akhir ialah perbedaan hasil titrasi, dimana titik ekivalen
merupakan jumlah titran yang diidentifikasi sama dengan jumlah titratnya.
Sedang titik akhir titrasi merupakan kondisi dimana ketika titrat diberi
indikator akan terjadi perubahan warna dan apabila dikocok menjadi
homogen.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Prosedur pembuatan larutan standar HCl 0.1 M dilakukan dengan
pengenceran dengan menggunakan akuades yang kemudian dikocok hingga
larutan menjadi homogen. Sementara larutan standard natrium tetraborat
didapat dengan melarutkan padatannya ke dalam akuades untuk kemudian
dikocok hingga larutan menjadi larut seutuhnya. Natrium tetraborat
dituangkan ke dalam erlenmeyer untuk kemudian ditetesi indikator metil
orange yang berguna sebagai penunjuk tercapainya titik titraasi saat proses
titrasi dengan HCl. Proses titrasi dilakukan dengan penambahan HCl setetes
demi setetes hingga titik ekivalen tercapai.
Dilalukan tiga kali percobaan dari masing-masing 10 mL dari tiap
erlenmeyer. Hasil dari percobaan I, 2 dan 3 masing-masing 11.5 mL, 10 mL,
dan 9.5 mL. Dengan hasil perubahan warna larutan menjadi warna merah
yang menunjukkan titik ekivalen telah tercapai.
Praktikan diharapkan lebih teliti dalam melakukan proses kalibrasi dan
titrasi supaya diperoleh titik ekivalen yang tepat. Kemudian cuci peralatan
laboratorium hingga bersih supaya terhindar dari kontaminasi zat kimia lain.
Lakukan pembacaan volume pada biuret secara teliti supaya data yang
dihasilkan berupa data yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Alauhdin, M. 2020. Buku Ajar Kimia Analitik Dasar. Semarang : Unnes Press.

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.

Harvey, David. 2000. Analisi Kimia Modern. USA : The McGraw-Hill


companies.

JR., R.A. Day dan Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam. Jakarta : Erlangga.

Kenke, John. 2003. Analytical Chemistry for Technicians. Washington : Lewis

publisher.

Labchem. 2013. Material Safety Data sheet of Methyl Orange . [Serial online].
www.Labchem.com/MethylOrange.html.

Labchem. 2020. Material Safety Data Sheet of Sodium Tetraborate, Decahydrate.


[Serialonline]. www.Labchem.com/SodiumTetraborateDecahydrate.html.

Labchem. 2020. Material Safety Data Sheet of Phenolphtalein, ACS. [Serial


online]. www.Sciencelab.com/PhenolphtaleinACS.html.

Padmaningrum, Regina Tutik. 2006. Pelatihan Bagi Laboratorium IPA SMA :


Titrasi Asidimetri. 2(1). 1-6.

Rhaca, Rhiatra. 2013. Pembuatan NaOh 0.1 M dan standarisasi. [Serial online].
http://Rhacarhiatra.academia.edu.

Sciencelab. 2020. Material Safety data of HCl. [Serial online].


www.sciencelab.com/HCl.html.

Shochichah. 2010.Standarisasi Larutan NaOh dan Pengenceran Asam Cuka.


[Serial online]. http://shochichah.academia.edu.
W, Haryadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai