Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Syok adalah keadaan kegagalan sirkulasi akut yang menyebabkan penurunan


perfusi organ, dengan pengiriman darah beroksigen ke jaringan yang tidak memadai
dan disfungsi organ akhir. Sementara banyak yang diketahui tentang perawatan
kembali pasien dengan syok, beberapa kontroversi berlanjut dalam literatur. Penilaian
dimulai dengan mengidentifikasi perlunya intervensi kritis seperti intubasi, ventilasi
mekanik, atau mendapatkan akses vaskular. Pemeriksaan segera harus dimulai
dengan pengujian laboratorium (terutama kadar laktat serum) dan pencitraan.
Menentukan status volume intravaskular pasien dalam syok sangat penting dan
membantu dalam mengkategorikan dan menginformasikan keputusan pengobatan.
Mematuhi perawatan berbasis bukti dari penyebab spesifik syok dapat
mengoptimalkan peluang pasien untuk selamat dari kondisi yang mengancam jiwa
ini.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Syok

Syok paling sering didefinisikan sebagai kegagalan pengiriman oksigen yang


cukup yang mengancam jiwa ke jaringan dan mungkin disebabkan oleh penurunan
perfusi jaringan, saturasi oksigen darah yang tidak memadai, atau peningkatan
kebutuhan oksigen dari jaringan yang mengakibatkan penurunan oksigenasi organ.
Jika tidak diobati, syok menyebabkan disfungsi multipel organ berkelanjutan, dan
kerusakan organ akhir dengan kemungkinan kematian.2

B. Klasifikasi Syok

1. Syok Hipovolemik
a. Definisi
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari
volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi
akibat perdarahan yang massif atau kehilangan plasma darah.3

b. Etiologi

Penyebab Syok Hipovolemik


Perdarahan
Luka bakar
Muntah
Non perdarahan
Diare
Polyuria

c. Patofisiologi

Penurunan 2
volume vaskuler
Curah jantung

Perembesan cairan Pelepasan


vinterstisial katekolamin
Volume

Aldosteron, ADH Preload, stroke volume


dan HR

Curah jantung

Kehilangan cairan
berlanjut

Curah jantung

Perfusi jaringan

Kerusakan
metabolisme sel

d. Manifestasi klinis
- Hipotensi

3
- Takikardi
- Oligouri
- Akral dingin
- Takipnea
- Penurunan kesadaran. 2,3

e. Klasifikasi dan Penilaian terhadap syok hipovolemik yang diakibatkan oleh


perdarahan (hemorrhagik) :3,4

Parameter Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV


Jumlah perdarahan (%) <15 15-30 30-40 >40
Jumlah perdarahan (ml) <750 750-1500 1500-2000 >2000
Denyut jantung <100 >100 >120 >140
(Jumlah denyutan
dalam 1 menit)
Tekanan Darah Normal Normal 70-90/50-60 <60
(mmHg)
Tekanan Nadi (mmHg) 36 30 20-30 10-20
Laju Pernapasan (laju 14-20 20-30 30-40 >40
pernafasan dalam 1
menit )
Jumlah urine (ml/jam) >30 20-30 5-15 Tidak ada
Status mental Gelisah Gelisah sedang Gelisah dan Bingung dan
ringan bingung letargi
Cairan pengganti (3:1) Kristaloid Kristaloid, Kristaloid, Kristaloid,
koloid koloid, darah koloid, darah

- Rumus 3:1 maksudnya untuk mengganti darah dengan kristaloid, diberikan 2-4
kali volume darah (karena hanya 1/3 volume yang teringgal di intravascular,
sisanya 2/3 volume ke interstisial).

4
- Sedangkan untuk koloid rumus 1:1 (sama dengan volume darah yang diperlukan)
karena semuanya tertinggal di intravaskuler).
- Hitung Estimasi Blood Volume (EBV): 70xBB dalam kg (missal BB 50 kg maka
EBV 3.500 ml). Contoh kehilangan darah 0-20% EBV (700 ml): Kristaloid 2-4
kali (1.400-2.800)
- Cairan kristaloid yang dapat diberikan antara lain NaCl 0,9%, Ringer Laktat,
Ringer Asetat
- Cairan koloid yang dapat diberikan antara lain albumin, dextran, gelatin, HES
- Transfusi darah
- Packed Red Cell (PRC)
- Bila Hb <7mg.dL (Ht <21%)

f. Penanganan awal pada penderita luka bakar


1) Airway: bebaskan jalan napas, nilai adanya trauma inhalasi, intubasi bila
terdapat indikasi
2) Breathing: berikan O2, kenali dan atasi keracunan CO
3) Circulation: pantau tekanan darah dan nadi, resusitasi cairan
Rumus sedehana untuk resusitasi cairan pada luka bakar:
Rumus Baxter= 4 cc x % luas luka bakar x berat badan (kg)
50% dari total cairan diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya 50%
dari total cairan diberikan dalam 16 jam berikutnya.
4) Disability: nilai GCS
5) Environment: lepaskan pakaian penderita, periksa luas luka bakar, periksa
adanya trauma penyerta lain.

g. Resusitasi cairan pada dehidrasi


Rumus: derajat dehidrasi x berat badan (kg)

5
50% dari total cairan diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya 50% dari
total cairan diberikan dalam 16 jam berikutnya. 3,5

2. Syok Sepsis

a. Definisi
Syok sepsis berhubungan dengan SIRS (Systemic Inflamatory
Response Syndrome). SIRS adalah respon sistemik terhadap adanya
infeksi (inflamasi). Syok sepsis adalah sepsis dengan hipotensi (SBP <90
mmHg) meskipun telah resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan
vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.7
b. Penyebab Infeksi
Bakteri, virus, parasite, jamur
c. Tanda SIRS
- Suhu > 38oC atau < 36oC
- Nadi > 90 x/menit (takikardi)
- Pernapasan >22 x/menit (takipnea)
- Leukosit > 12.000/mm3 atau < 4000/mm3

d. Manifestasi klinis
- Hipotensi (tekanan darah sistolik <90mmHg)
- Takikardi (>90 kali per menit)
- Takipnea (>22 kali per menit)
- Demam
- Mual, muntah
- Penurunan kesadaran

e. Patofisiologi

6
f. Tatalaksana
Penelitian yang dilakukan Rivers dengan membandingkan tatalaksana
yang disebut early goal directed treatment dengan terapi standar. Inti
dari tatalaksana ini bahwa terapi mencakup penyesuaian beban jantung
preload, afterload dan kontraktilitas dengan oksigen delivery dan
demand. Protokol tersebut mencakup pemberian cairan kristaloid dan
koloid bolus 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan vena sentral
(CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65
mmHg, diberikan vasopressor (dopamin dengan dosis >8 microgram

7
(mcg)/kg/menit, norepinefrin 0,03- 1,5 mcg/ kg/ menit, fenileferin 0,5- 8
mcg/ kg/ menit atau epinefrin 0,1- 0,5 mcg/kg/ menit) hingga MAP > 65
mmHg. Dilakukan evaluasi saturasi oksigen vena sentral (scvO2); bila
scvO2 <70% dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30%. Setelah
CVP, MAP dan hematokrit optimal namun scvO2 <70% dimulai
pemberian inotropic. Sebagai inotropik yang dapat digunakan dobutamin
dosis 2- 28 mcg/kg/ menit, dopamin 3-8 mcg/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5
mcg/kg/menit. Inotropik diturunkan bila MAP <65 mmHg atau frekuensi
jantung >120 kali/ menit.
Antimikroba empiric diberikan sesuai dengan tempat infeksi, dugaan
kuman penyebab, profil antimikroba. 7, 8

3. Syok Spinal
a. Definisi
Syok spinal didefinisikan sebagai fenomena fisiologis dan anatomi dari
lesi medula spinalis yang mengakibatkan menurun atau hilangnya hampir
semua refleks spinal dibawah tingkat lesi dengan pemulihan refleks secara
berangsur. Syok tulang belakang sebenarnya adalah kombinasi dari
berbagai masalah refleks, neurologis dan disfungsi otonom.11
b. Etiologi
Cedera medula spinalis
Cedera medula spinalis primer mungkin karena transeksi, cedera
mekanis, tembakan, abses dan penyakit metastasis. Cedera ini biasanya
berhubungan dengan dislokasi dan/atau fraktur pada badan
vertebra. Cedera medula spinalis sekunder mungkin karena oklusi atau
gangguan suplai darah arteri.11
c. Patofisiologi
Syok spinal biasanya disebabkan oleh trauma dan atau sebab lain yang
mendadak, yang kemudian diikuti dengan perbaikan dalam beberapa jam-

8
minggu. Patomekanisme syok spinal belum dapat dijelaskan secara pasti.
Sherrington menjelaskan bahwa penurunan reflek di bawah tingkat lesi
transeksi disebabkan karena hilangnya pengaruh fasilitasi secara
mendadak pada jaras supraspinal descendens, fenomena ini
mengakibatkan gangguan transmisi pada sinaps sehingga proses konduksi
interneuronal terganggu atau bahkan menghilang. Secara ideal, yang
biasanya terjadi pada trauma medula spinalis komplet, terdapat empat fase
syok spinal yang dibagi berdasarkan gejala klinis dan patofisiologinya.

Fase-fase tersebut dijabarkan sebgai berikut :

1) fase 1 : arefleksia / hiporefleksia (hari ke 0-1) Ditandai dengan


hilangnya atau melemahnya semua refleks dibawah tingkat lesi.
Terjadi jejas pada medulla spinalis yang mempengaruhi neuron yang
berfungsi sebagi lengkung refleks sehingga input neural dari otak
menjadi hiperpolarisasi dan tidak responsif

2) fase 2 : munculnya refleks inisial (hari ke 1-3) Beberapa refleks


kembali, refleks yang kembali paling awal adalah refleks
bublbocavernosus. Hal ini terjadi karena terjadi hipersensitivitas 5 otot
refleks karena terjadi denervasi. Muncul neurotransmitter yang lebih
banyak dan menyebabkan lebih mudah distimulasi.

9
3) fase 3 : hiperrefleks awal (hari ke 4 – bulan ke 1) Ditandai dengan
munculnya hiperrefleksia. Fase 3 dan fase 4 memiliki mekanisme
dasar yang sama, yaitu neuron dibawah lesi berusaha membangun
kembali sinaps-sinapsnya, maka dari itu muncul hiperrefleks.

4) fase 4 : spastisitas / hiperrefleks (bulan ke 1-12) ditandai dengan


spastisitas / hiperrefleks. Regenerasi sinaps dibawah lesi ini
berlangsung dalam jangka waktu minggu sampai ber bulan bulan.
Pembentukan kembali sinaps dapat berasal dari interneuron maupun
dari afferen segmental. 11,12,13

d. Manifestasi klinis
1) Paralisis flacid
2) Hilangnya sensibilitas yang bersifat sementara
3) Hiporefleksia/arefleksia
4) Atoni lengkap pada otot polos kandung kemih sehingga urin tertahan
(retensi urin)
5) Hilangnya refleks anus yang bersifat sementara13

e. Tatalaksana
Tatalaksana syok spinal di Indonesia mengacu pada Konsensus Nasional
PERDOSSI : Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma spinal 2006 yang
meliputi :

1) Konsensus Manajemen Pre Hospital Untuk mendukung tujuan


penyembuhan yang optimal, maka perlu diperhatikan tatalaksana
disaat pre hospital, yaitu :
- Stabilisai manual

10
- Membatasi fleksi dan gerakan-gerakan lain
- Penanganan imobilitas vertebra dengan kolar leher dan
vertebral brace

2) Konsensus Manajamen Di Instalasi Gawat Darurat, tindakan


mengacu pada :
- A (AIRWAY): Menjaga jalan nafas tetap lapang
- B (BREATHING): Mengatasi gangguan pernafasan, jika
perlu lakukan intubasi endotrakheal (pada cedera medulla
spinalis servical atas) dan pemasangan alat bantu nafas
supaya oksigenasi adekuat.
- C (CIRCULATION): Memperhatikan tanda-tanda
hipotensi, terjadi karena pengaruh pada sistem saraf
ortosimpatis. Harus dibedakan antara :
 Syok hipovolemik (hipotensi, tachycardia,
ekstremitas dingin/basah). Tindakan : diberikan
cairan kritaloid ( NaCl 0.9% / Ringer laktat). Kalau
perlu dengan koloid ( misal : Albumin 5%)
 Syok neurogenik (hipotensi, bradikardia,
ekstremitas hangat/kering), maka harus diberi
vasopressor
- Selanjutnya pasang foley catheter untuk memonitor hasil
urine dan cegah retensi urine
- Pemeriksan Umum dan Neurologis khusus
Jika terdapat fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis :
 servikal : pasang kerah fiksasi leher, jangan
dimanipulasi dan disamping kiri-kanan leher
ditaruh bantal pasir.
 Torakal : lakukan fiksasi (torakolumbal brace)

11
 Lumbal : fiksasi dengan korset lumbal
- Pemeriksan Penunjang
 Foto vertebra posisi AP/Lat/Odontoid dengan
sesuai letak lesi
 CT scan / MRI jika dengan foto konvensional
masih meragukan atau bila akan dilakukan
tindakan operasi
- Pemberian Steroid
Bila diagnosis ditegakkan < 3 jam pasca trauma berikan :
Methylprednisolon 30 mg/KgBB i.v bolus selama 15
menit, ditunggu 45 menit (tidak diberikan
Methylprednislon dalam kurun waktu ini), selanjutnya
diberikan infus Methylprednislon terus menerus selama 23
jam dengan dosis 5.4 mg/KgBB/Jam Bila 3- 8 jam,
Methylprednisolon 30 mg/KgBB i.v bolus selama 15
menit, ditunggu 45 menit (tidak diberikan
Methylprednislon dalam kurun waktu ini), selanjutnya
diberikan infus Methylprednislon terus menerus untuk 47
jam dengan dosis 5.4 mg/KgBB/Jam

3) Konsensus Manajemen Di Ruang Rawat


- Perawatan Umum
Lanjutkan A, B, C sesuai indikasi
- Pemeriksaan Neurofisiologi Klinik (SSEP)
- Medikamentosa
 Lanjutkan pemberian methylprednisolon (mencegah
proses sekunder)
 Analgetik

12
 Mencegah dekubitus, kalau perlu pakai kasur khusus
 Terapi obat lain sesuai indikasi, seperti antibiotik bila
ada infeksi, dll
- Operasi
Waktu operasi antara 24 jam sampai dengan 3 minggu.
Tindakan operatif awal (< 24 jam) lebih bermakna
menurunkan perburukan neurologis, komplikasi, dan
keluaran skor motorik satu tahun paska trauma.
Indikasi operatif :
 Jika ada fraktur, pecahan tulang menekan medula
spinalis
 Gambaran neurologis progresif memburuk
 Fraktur, dislokasi yang labil
 Terjadi herniasi diskus intervertebralis yang menekan
medula spinalis

4) Konsensus Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi


Tujuan :
- Memberikan penerangan dan pendidikan kepada pasien
dan keluarga mengenai trauma medulla spinalis.
- Memaksimalkan kemampuan mobilisai dan self care
(latihan mandiri) dan atau latih langsung jika diperlukan
- Mencegah komorbiditas
Tindakan meliputi :
(1) Fisioterapi
(2) Terapi okupasi
(3) Latihan miksi dan defekasi rutin
(4) Terapi Psikologis. 14
4. Syok Neurogenik

13
a. Definisi
Syok neurogenik adalah perubahan hemodinamik, salah satu
komponen otonom selama fase akut cedera medulla spinalis, yang
disebabkan oleh hilangnya tonus simpatis dan fungsi parasimpatis,
menyebabkan hipotensi dan bradikardia. Hal ini biasa terlihat ketika kadar
cedera di atas T6.10

b. Etiologi
- Trauma medulla spinalis
- Obat anestesi spinal
- Trauma capitis (terdapat gangguan pada pusat otonom)5,10,11
c. Tanda dan gejala
- Hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mmHg)
- Bradikardia (<60 kali per menit)
- Kulit kemerahan dan hangat. 4

d. Patofisiologi

14
Cedera spinal

Kehilangan tonus
simpatis

Dilatasi arteriol venula

Tekanan darah

Venous return

Stroke volume

Curah jantung

Suplai oksigen seluler

Perfusi jaringan

Kerusakan
metabolisme sel

e. Tatalaksana

15
1) Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
2) Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen. Pada pasien
dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan
endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah
ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika
terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat
menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan
penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
3) Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan
resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus
dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor
kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
4) Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-
obat vasopressor
- Dopamin dengan dosis >8 microgram (mcg)/kg/menit
- Norepinefrin 0,03- 1,5 mcg/ kg/ menit
- Epinefrin 0,1- 0,5 mcg/kg/ menit
5. Syok Anafilaktik
a. Definisi
Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinik dari
anafilaksis yang ditandai dengan adanya hipotensi yang nyata dan kolaps
sirkulasi darah. Istilah syok anafilaktik menunjukkan derajat kegawatan,
tetapi terlalu sempit untuk menggambarkan anafilaksis secara
keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat terjadi tanpa adanya
hipotensi dimana obstruksi saluran nafas merupakan gejala utamanya.9

b. Faktor pencetus

16
Antibiotik (penisilin, sefalosporin)
Ekstrak allergen (bisa tawon, polen)
Anafilaksis (melalui IgE) Obat (glukokortikoid, thiopental,
suksinilkolin)
Cairan hipertonik (media
radiokontras, manitol)
Obat (opiat, vankomisin, kurare)
Anafilaktoid (tidak melalui IgE) Protein manusia (immunoglobulin
dan produk darah lainnya)
Asam asetilsalisilat
Antiinflamasi nonsteroid

c. Patofisiologi

Antigen (allergen)

17
Antibodi (IgE)

Histamin, kinin,
leukotrin dan
prostaglandin

Permeabilitas kapiler Vasodilatasi perifer Konstriksi otot polos


(spaseme bronkus,
laring)

Ekstravasasi cairan Tahanan pembuluh


intravaskuler darah perifer

Edema Hipovolemi relatif

Cardiac output

Perfusi jaringan

Gangguan
metabolisme seluler

d. Gejala dan Tanda Anafilaksis Berdasarkan Organ Sasaran

Gejala dan Tanda Anafilaksis Berdasarkan Organ Sasaran

18
Sistem Gejala dan tanda
Umum Lesu, lemah, rasa tidak enak yang sulit
Prodromal dijelaskan di dada dan perut
Pernapasan
Hidung Hidung gatal, bersin dan tersumbat
Laring Rasa tercekik, suara serak, sesak napas,
stridor, edema, spasme
Lidah Edema
Bronkus Batuk, sesak, mengi, spasme
Kardiovaskular Palpitasi, takikardia, hipotensi sampai syok.
Kelainan EKG
Gastrointestinal Disfagia, mual, muntah, kolik, diare yang
kadang-kadang disertai darah
Kulit Urtika, angioedema di bibir, wajah atau
ekstremitas
Mata Gatal, lakrimasi
Susunan saraf pusat Gelisah, kejang

e. Tatalaksana
1) Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat
akan membantu menaikkan venous return sehingga tekanan darah ikut
meningkat.
2) Pemberian oksigen 3-5 liter/menit
3) Adrenalin 0,3-0,5 ml dari larutan 1:1000 diberikan secara
intramuscular yang dapat diulangi 5-10 menit. Dosis ulangan
umumnya diperlukan mengingat lama kerja adrenalin cukup singkat.
Jika respon pemberian secara intramuscular kurang efektif, dapat
diberikan secara intravenous setelah 0,1-0,2 ml adrenalin dilarutkan
dalam spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis, diberikan perlahan-lahan.
4) Pemasangan infus. Cairan plasma (Dextran) merupakan pilihan utama
guna dapat mengisi volume intravascular secepatnya. Jika cairan
tersebut tidak tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat

19
dipakai sebagai cairan pengganti, dapat diberikan 5-10 ml/kgBB pada
5-10 menit pertama.
5) Aminofilin dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila
bronkospasme belum hilang dengan pemberian adrenalin. 250 mg
aminofilin diberikan perlahan-lahan selama 10 menit intravena. Dapat
dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus bila dianggap perlu.
6) Antihistamin dan kostikosteroid. Antihistamin yang biasa digunakan
adalah difenhidramin HCL 5-20 mg IV dan untuk golongan
kortikosteroid dapat digunakan dexamethasone 5-10 mg IV atau
hidrokortison 100-250 mg IV.8,9

6. Syok Kardiogenik
a. Definisi
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah
jantung sistemik pada keadaan volume intravascular yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan.6
b. Etiologi
Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan
terjadinya syok. Di antara komplikasi tersebut adalah: rupture septal
ventrikel, rupture atau disfungsi otot papillaris dan rupture miokard yang
keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya syok kardiogenik tersebut.
Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi
ventrikel kiri pun dapat menyebabkan terjadinya syok.
Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah
takiaritmia atau bradiaritmia yang rekuren, dimana biasanya terjadi akibat
disfungsi ventrikel kiri, dan dapat timbul bersamaan dengan aritmia
supraventricular atau ventricular.

20
Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi tahap akhir dari
disfungsi miokard yang progresif, termasuk akibat penyakit jantung iskemia,
maupun kardiomiopati hipertrofik dan restriktif.5,6

c. Patofisiologi

Kontraktilitas
miokardium

Curah jantung

Kompensai Volume darah adekuat Resistensi Kompensasi


aldosteron, ADH vaskuler sistemik pelepasan
katekolamin
Edema sistemik & Preload, stroke volume
pulmonal dan HR

Dispnea Kebutuhan oksigen


miokard

Curah jantung

Perfusi jaringan

Iskemia
21
Kerusakan
metabolisme sel

Disfungsi miokard

d. Manifestasi Klinis
- Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi terjadinya syok
kardiogenik tersebut.
- Pasien infark miokard akut datang dengan keluhan nyeri dada tipikal
yang akut, dan kemungkinan sudah mempunyai riwayat penyakit
jantung koroner sebelumnya.
- Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adalnya palpitasi, presinkop,
sinkop atau merasakan irama jantung yang berhenti sejenak. Kemudian
pasien akan merasakn letargi akibat berkurangnya perfusi ke sistem
saraf pusat.
- Tekanan darah sistolik yang menurun sampai <90 mmHg
- Denyut jantung biasanya cenderung meningkat (>100 kali per menit)
sebagai akibat stimulasi simpatis
- Frekuensi pernapasan yang biasanya meningkat sebagai akibat
kongesti di paru.
- Akral dingin
- Oligouri (<0,5 ml/kgBB/jam)
- Hepatosplenomegali
- Edema pada ekstremitas bawah

22
- Peningkatan JVP (>7 mmHg atau >9 cmH2O)
- Edema pulmonal. 2,5,6

23
e. Tatalaksana

Tanda Klinis

Edema paru akut Hipovolemia Low output: syok kardiogenik

Pemberian Pemberian

-Furosemid IV 0,5-1,0 -Cairan


mg/kg Periksa tekanan darah
-Vasopresor
-Morfin IV 2-4 mg

-Oksigen bila diperlukan

TDS>100
Nitrogliserin TDSDobutamin
70-100 mmHg TDS 70-100 mmHg dan TDS < 70 mmHg dan
2-20 dan Dopamin 5-15 Norepinefrin 0,05-1
mmHg
10-20 tanda/gejala syokIV(-) tanda/gejala syok (+) tanda/gejala syok (+)
mcg/kg/menit mcg/kg/menit IV mcg/kg/menit IV
mcg/menit
IV

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Richards JB, Wilcox SR. Diagnosis And Management Of Shock In The


Emergency Department. EB Medicine. 2014
2. Sjamsuhidajat R, Jong WD, editors. Syok. In: Buku Ajar Ilmu Bedah. 4th ed.
EGC: Jakarta; 2017. p. 152-67.
3. Wijaya IP. 2017. Syok Hipovolemik. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5 th
Ed. InternaPublishing: Jakarta. p. 4124-26
4. Anggara. SHOCK. Via webinar pada tanggal 17 September 2020
5. Oswari J, editor. 2012. Homeostasis dan Syok. In: Buku Ajar Bedah Bagian 1.
EGC:Jakarta. p. 12-35
6. Alwi I, Nasution SA. 2017. Syok Kardiogenik. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam 5th Ed. InternaPublishing: Jakarta. p. 4117-22
7. Chen K, Pohan HT. 2017. Penatalaksanaan Syok Septik. In: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam 5th Ed. InternaPublishing: Jakarta. p. 4127-30
8. Johnson JE. SHOCK. In : Anaesthetic Management. 2012
9. Rengganis I, Sundaru H, Sukmana N, Mahdi D. 2017. Renjatan Anafilaktik.
In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th Ed. InternaPublishing: Jakarta. p.
4132-6
10. Dave S, Cho JJ. Neurogenic Shock. 2020
11. Davenport M. Cervical Spine Fracture Evaluation Clinical Presentation. 2017.
12. Ziu E, Mesfin FB. Spinal Shock. 2020.
13. Atkinson PP, Atkinson JL. Spinal Shock. 2020
14. Hamidi BL. Syok Spinal. 2016

25

Anda mungkin juga menyukai