Anda di halaman 1dari 8

REFLEKSI KASUS

SKIZOFRENIA HEBEFRENIK (F.20.1)

Identitas Pasien
Nama pasien : Tn. G

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 42 tahun

Agama : Islam

Alamat : Desa Surumana

Suku : Jawa

Pendidikan terakhir : SD

Status pernikahan : Belum Menikah

Tanggal pemeriksaan : Senin, 03 September 2018

Tempat pemeriksaan : Poli Jiwa RSU. Anutapura

Diagnosis Sementara: Skizofrenia Hebefrenik

A. Deskripsi
Seorang laki-laki 42 tahun MRS karena keluar malam dan tidak pulang ke
rumah sejak 1 hari yang lalu. Saat ini pasien terlihat diam dan tidak mau bicara.
Menurut keluarga pasien bahwa pasien ini sering menyendiri dan diam serta sulit
tidur. Pasien mengalami hal ini sejak tidak naik kelas 3 SMP. Sejak tidak naik
kelas tersebut, pasien sudah mulai menyendiri dan lama kelamaan sudah mulai
parah seperti pergi ke hutan sendiri dan pernah memanjat tower. Sejak saat itu
juga, pasien tidak bisa diam seperti mengelilingi rumah, mengatur kursi dan
gorden walaupun sudah rapi, sering bertanya berulang-ulang dan jika pasien
mandi maka akan menyita waktu yang lama karena pasien menghabiskan sabun
mandi. Menurut keluarga pasien bahwa dari keluarganya ada yang menderita
seperti itu. Pada saat wawancara, perilaku dan aktivitas psikomotor: tenang,
pembicaraan: sulit dinilai. Sikap terhadap pemeriksa: tidak kooperatif, mood:
labil, afek: inapropriate, empati: tidak dapat dirabarasakan, halusinasi dan waham
tidak ditemukan, norma sosial dan uji daya nilai sulit dinilai serta penilaian
realitas terganggu, tilikan I.

B. Emosi yang terkait


Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien merupakan pasien lama
yang selalu kambuh.

C. Evaluasi
 Pengalaman baik :
Selama proses anamnesis, keluarga pasien cukup kooperatif dan bersedia
menjawab semua pertanyaan yang diajukan.

 Pengalaman buruk :

Pasien hanya diam sehingga sulit untuk dianamnesis.

D. Analisis

Penegakan diagnosa skizofrenia didasarkan pada pedoman penggolongan


diagnosa gangguan jiwa (PPDGJ III) yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang
jelas):
a) Thought echo: isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) , dan isi pikiran ulangan,
walaupun isi sama, namun kualitasnya berbeda; atau Thought
insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar
oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan Thought
broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
b) Delusion of control: waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau Delusion of influence:
waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu
dari luar; atau Delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan tertentu dari luar;
(tentang “dirinya“ = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan
khusus); Delusional perception: pengalaman inderawi yang tak
wajar, yang bermakna, sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat
mistik atau mukjizat;
c) Halusinasi auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara
terus menerus terhadap perilaku pasien, atau- mendiskusikan
perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara
yang berbicara), atau- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari
salah satu bagian tubuh.
d) Waham – waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing
dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas.
e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh
ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan- bulan
terus menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang
tidak relevan atau neologisme.
g) Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor.
h) Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial,
tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neureptika.

3. Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun


waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal);
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.

Pada kasus ini, pasien memenuhi kriteria 2 gejala yaitu terdapat perilaku
katatonik yaitu gaduh gelisah dan gejala negatif, yaitu bicara sangat jarang dan
respon emosional yang tumpul dan tidak wajar. Dua gejala tersebut telah
berlangsung lebih dari satu bulan serta adanya suatu perubahan yang konsisten
dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi,
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri, dan penarikan diri secara sosial.
Pada pasien didiagnosis sebagai skizofrenia hebefrenik karena sesuai
pedoman penatalaksanaan diagnostik gangguan jiwa (PPDGJ) III pada diagnostik
skizofrenia hebefrenik:
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Ditegakkan pertama kali pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya
mulai 15-25 tahun)
3. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis
4. Untuk diagnosis skizofrenia hebefrenik yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas berikut ini memenag benar bertahan:
 Perilaku yang tidak bertanggungjawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme, ada kecendrungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan
 Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inapropriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfield),
senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh sikap tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara
bersenda gurau (prank), keluhan hipokondriakal, dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases).
 Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.
5. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak
menonjol (fleeting and fragmentary delusions and halucinations). Dorongan
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of puspose). Adanya
suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,
filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan
pikiran pasien.
Pada pasien ini sesuai dengan pedoman diatas adalah terjadi pada usia antara
15-25 tahun yaitu < 20 tahun, perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak
dapat diramalkan, kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), afek pasien
dangkal (shallow) dan tidak wajar (inapropriate), mennerisme, serta ungkapan
kata yang diulang-ulang.

E. Penatalaksanaan
Dalam kondisi pasien, penanganan yang dapat diberikan yaitu Antipsikotik
atipikal golongan benzixosazole yaitu Risperidone 2 mg (2 x 1). Selain itu, pasien
ini diberikan Heximer 1 mg (2 x 1) dan Chlorpromazine 25 mg (2 x 1).

 Psikoterapi suportif 

 Ventilasi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati
dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.

 Persuasi:  Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu kontrol


dan minum obat dengan rutin.
 Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat
sembuh (penyakit terkontrol).
 Desensitisasi: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di dalam
lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri.

 Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya
sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk
membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan
berkala.
FOLLOW UP

Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta


menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan
munculnya efek samping obat yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan & Sadock. 2010.  Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed.2. Jakarta: EGC.
2. Elvira, S.D., Hadisukanto G. 2010.  Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
3. Maslim, R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya.
4. Maslim, R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
Edisi 3. Jakarta: Bagian ilmu kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya.

Anda mungkin juga menyukai