Anda di halaman 1dari 14

/Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSUD Madani Palu


Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

REFLEKSI KASUS

DISUSUN OLEH:

Aliyah Rezky Fahira Jayadi


N 111 20 025

PEMBIMBING:
dr. Patmawati P, M.Kes., Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSUD MADANI PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021

REFLEKSI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Kasoloang
Tanggal masuk RS : 17 Februari 2021
Tanggal pemeriksaan : 13 Maret 2021

I. Deskripsi Umum
Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke RSUD Madani Palu diantar oleh
keluarganya dengan keluhan mengamuk, gelisah, berteriak- teriak, sulit tidur, bicara
tidak nyambung dan putus obat (+) kurang lebih sejak 2 tahun yang lalu dan
memberat sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengatakan ia dibawa ke madani
dikarenakan tetangganya marah karena bunga miliknya di angkat dan di rusak oleh
pasien. Pasien juga mengatakan sering melihat bayangan yang tidak dikenal. Menurut
keterangan keluarga pasien sering mengamuk, dan mengancam orang sekitar. Pasien
memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan lingkungan, tetapi hubungan
pasien dengan istri tidak harmonis karena pasien mengamuk sehingga pasien
tinggalkan oleh istrinya. Pasien juga marah apabila keluarga mengingatkan untuk
minum obat dan beristirahat.

II. Emosi yang Terlibat


Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien kooperatif dapat menjelaskan
masalahnya sehingga informasi yang dibutuhkan terkait untuk mendiagnosis
gangguan dapat dikumpulkan.
1. Apa saja klasifikasi skizofrenia?
2. Apa saja kriteria diagnostik skizofrenia YTT?
3. Apa saja terapi dan tatalaksana yang digunakan ?
4. Bagaimana prognosis dari kasus?

III. Evaluasi
a. Pengalaman Baik
Saat dilakukan wawancara pasien kooperatif dan dengan cepat menjawab
pertanyaan yang diberikan, sehingga didapatkan hasil wawancara sesuai yang
diharapkan.
b. Pengalaman Buruk
Tidak ada

IV. Analisis
Diagnosis skizofrenia ditegakkan saat pasien mengalami 2 gejala dari gejala 1
sampai 5 dari kriteria A pada table (e.g. bicara kacau), kriteria B mensyaratkan
adanya hendaya fungsi, gejala harus bertahan selama minimal 6 bulan, dan diagnosis
dari gangguan skizoafektif atau gangguan mood harus ditepis.

Berikut Kriteria Diagnostik Skizofrenia yang lengkap dalam DSM-IV :


1) Karakteristik Gejala
Terdapat 2 atau lebih dari kriteria dibawah ini, masing-masing terjadi dalam
kurun waktu yang signifikan selama periode 1 bulan (atau kurang bila telah berhasil
diobati). Paling tidak salah satunya harus (1), (2), atau (3):
a. Delusi/Waham
b. Halusinasi
c. Bicara Kacau (sering melantur atau inkoherensi)
d. Perilaku yang sangat kacau atau katatonik
e. Gejala negatif, (ekspresi emosi yang berkurang atau kehilangan minat)
2) Disfungsi Sosial/Pekerjaan
Selama kurun waktu yang signifikan sejak awitan gangguan, terdapat satu atau
lebih disfungsi pada area fungsi utama; seperti pekerjaan, hubungan interpersonal,
atau perawatan diri, yang berada jauh di bawah tingkat yang dicapai sebelum awitan
(atau jika awitan pada masa anak-anak atau remaja, ada kegagalan untuk mencapai
beberapa tingkat pencapaian hubungan interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang
diharapkan).
3) Durasi
Tanda kontinu gangguan berlangsung selama setidaknya 6 bulan. Periode 6 bulan
ini harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala (atau kurang bila telah berhasil
diobati) yang memenuhi kriteria A (gejala fase aktif) dan dapat mencakup periode
gejala prodromal atau residual. Selama periode gejala prodromal atau residual ini,
tanda gangguan dapat bermanifestasi sebagai gejala negatif saja atau 2 atau lebih
gejala yang terdaftar dalam kriteria A yang muncul dalam bentuk yang lebih lemah
(keyakinan aneh, pengalaman perseptual yang tidak lazim).
4) Eksklusi gangguan mood dan skizoafektif
Gangguan skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah
disingkirkan baik karena
a. Tidak ada episode depresif, manik, atau campuran mayor yang terjadi bersamaan
dengan gejala fase aktif, maupun
b. Jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya relatif singkat
dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
5) Eksklusi kondisi medis umum/zat
Gangguan tersebut tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (obat yang
disalahgunakan, obat medis) atau kondisi medis umum.
6) Hubungan dengan keterlambatan perkembangan pervasif
Jika terdapat riwayat gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif
lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia hanya dibuat bila waham atau halusinasi
yang prominen juga terdapat selama setidaknya satu bulan (atau kurang bila telah
berhasil diobati).
Kriteria Skizofrenia tipe Paranoid DSM-IV :
a. Preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau halusinasi auditorik yang sering
b. Tidak ada hal berikut ini yang dominan : bicara kacau, perilaku kacau atau
katatonik, atau afek datar atau tidak sesuai

Kriteria Skizofrenia tipe Hebefrenik DSM-IV :


Semua hal di bawah ini prominen (menonjol) dan tidak memenuhi kriteria tipe
katatonik :
a. Bicara kacau
b. Perilaku kacau
c. Afek datar atau tidak sesuai

Kriteria Skizofrenia tipe Katatonik DSM-IV :


Gambaran klinis didominasi setidaknya 2 hal berikut:
a. Imobilitas motorik sebagaimana dibuktikan dengan katalepsi (termasuk
fleksibilitas serea) atau stupor
b. Aktivitas motorik yang berlebihan (tampak tidak bertujuan dan tidak
dipengaruhi stimulus eksternal)
c. Negativisme ekstrem (resistensi yang tampaknya tak bermotif terhadap semua
instruksi atau dipertahankannya suatu postur rigid dari usaha menggerakkan)
atau mutisme
d. Keanehan gerakan volunter sebagaimana diperlihatkan oleh pembentukan
postur (secara volunter menempatkan diri dalam postur yang tidak sesuai atau
bizar), gerakan stereotipi, manerisme prominen, atau menyeringai secara
prominen
e. Ekolalia atau ekopraksia

Kriteria Skizofrenia tipe Tak Terdiferensiasi DSM-IV :


Memenuhi kriteria A gejala skizofrenia, namun tidak memenuhi kriteria tipe
paranoid, hebefrenik atau katatonik

Kriteria Skizofrenia tipe Residual DSM-IV :


a. Tidak ada waham, halusinasi, bicara kacau yang prominen, serta perilaku
sangat kacau atau katatonik
b. Terdapat bukti kontinu adanya gangguan, sebagaimana diindikasikan oleh
adanya gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang tercantum pada kriteria A
untuk skizofrenia, yang tampak dalam bentuk yang lebih lemah (keyakinan
aneh, pengalaman perseptual yang tak lazim).

Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia diperlukan pedoman diagnostik sebagai


berikut:
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
A. Thought
- Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isi
sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar
masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya.
B. Delusion
- Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya“ : secara
jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan, atau penginderaan khusus);
- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna, sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
C. Halusinasi auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
D. Waham-waham menetap jenis lainnya
Waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama
atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
A. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau yang apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
B. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
C. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme
dan stupor;
D. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal);
4. Harus ada suatu perbuatan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.

Adapun menurut PPDGJ III, skizofrenia dibagi menjadi :


1. Skizofrenia Paranoid (F20.0)
a) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
b) Sebagai tambahan :
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi
tawa (laughing);
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol;
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “passivity” (delusion of passivity) dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
2. Skizofrenia Hebefrenik (F20.1)
a) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
b) Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
c) Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis.
d) Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk
memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar
bertahan:
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,
serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri
(solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa
perasaan;
- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate),
sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri
(self-satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh
sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-ulang
(reiterated-phrases);
- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak
menentu (rambling) serta inkoheren.
e) Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi
biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan
(determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku
penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu
preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,
filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memahami jalan pikiran pasien.
3. Skizofrenia Katatonik (F20.2)
a) Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
b) Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya:
- Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan
dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak
berbicara);
- Gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,
yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal);
- Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil
dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau
aneh);
- Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau
pergerakan kearah yang berlawanan);
- Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk
melawan upaya menggerakkan dirinya);
- Fleksibilitas cerea/waxy flexibility (mempertahankan anggota
gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
- Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan
secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata
serta kalimat-kalimat.
c) Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda
sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala
lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan
petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat
dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan
obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
4. Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated) (F20.3)
a) Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofernia.
b) Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
hebefrenik, atau katatonik;
c) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi
pasca-skizofrenia.
5. Depresi Pasca-skizofrenia (F20.4)
a) Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:
- Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria
umum diagnosis skizofernia) selama 12 bulan terakhir ini;
- Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya); dan
- Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi
paling sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-), dan telah
ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
b) Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis
menjadi episode depresif (F32.-). Bila gejala skizofrenia masih jelas
dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia
yang sesuai (F20.0 - F20.3).

6. Skizofrenia Residual (F20.5)


a) Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua:
- Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya
perlambatan psikomotorik, aktivitas yang menurun, afek yang
menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam
kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang
buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara,
dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
- Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia;
- Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan
halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul
sindrom “negatif” dari skizofrenia;
- Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik
lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan
disabilitas negatif tersebut.
7. Skizofrenia Simpleks (F20.6)
a) Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan
dan progresif dari:
- Gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa
didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari
episode psikotik, dan
- Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang
bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
b) Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe
skizofrenia lainnya.
8. Skizofrenia Lainnya (F20.8)
Termasuk skizofrenia chenesthopathic (terdapat suatu perasaan yang tidak
nyaman, tidak enak, tidak sehat pada bagian tubuh tertentu), gangguan
skizofreniform YTT, skizofrenia siklik, skizofrenia laten, gangguan lir-
skizofrenia akut.
9. Skizofrenia Yang Tak Tergolongkan (F20.9)
Merupakan tipe skizofrenia yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam tipe
yang telah disebutkan.
Terapi/tatalaksana :
A. Farmakologi
Antipsikosis Golongan 1 (Antipsikosis Tipikal): Haloperidol 5 mg tab 1-0-1

B. Non-farmakologi
Psikoterapi yang digunakan dapat berupa :
 Cognitive-Behavior Therapy (CBT) yaitu membatu merubah pola pikiran
negatif dan kebiasaan pasien yang berhubungan dengan gangguan
depresinya dengan mengajarkan bagaimana menghindari kebiasaan yang
berhubungan dengan peyakitnya. Keberhasilan terapi ini dengan
berubahnya pola pikiran negatif pasien.
 Interpersonal Therapy (IPT) berfokus terhadap hubungan pribadi pasien
terhadap orang lain yaitu terapi mengajarkan cara berinteraksi kepada
orang lain dan lebih peduli terhadap orang lain serta diri sendiri.
Pada psikoedukasi pasien diajarkan tentang bagaimana penyakitnya, cara
pengobatannya, tanda dan gejala kemungkinan kambuh kembali, dan
memberitahu pasien pentingnya pengobatan sebelum penyakit kambuh lagi
atau memburuk. Pada kasus ini dimana pasien perlu melakukan kegiatan atau
meningkatkan aktivitas, serta hindari melamun.

Prognosis dari Kasus


Prognosis pada kasus ini adalah Dubia et boman apabila pasien dengan rutin
mengkonsumsi obat antipsikosis dan melaksanakan terapi non farmakologi lainnya.
Pasien yang menghentikan pengobatan disebutkan 60-70% akan mengalami
kekambuhan dalam satu tahun, dan 85% dalam 2 tahun, dibandingkan dengan pasien
yang tetap aktif melaksanakan pengobatan yaitu 10-30%.

DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan
DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2013.
2. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Jakarta:
EGC; 2010.
3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Psikiatri. Ed. 2. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
4. Ninaprilia.Z., Rohmani.C.B.2015. Gangguan Mood Episode Depresi Sedang. J Medula
Unila. 4(2). Viewed 10 maret 2021. From http:// juke.kedokteran.unila.ac.id

Anda mungkin juga menyukai