Anda di halaman 1dari 27

REFERAT Mei 2021

ASMA BRONKIAL

Nama : Aliyah Rezky Fahira


No. Stambuk : N 111 20 025
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp. A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2021

i
Nama : Aliyah Rezky Fahira

No. Stambuk : N 111 20 025

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Universitas : Tadulako

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Judul Refarat : Asma Bronkial

Bagian Ilmu Kesehatan Anak


RSUD UNDATA
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, Mei 2021

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Dokter Muda

dr. Suldiah, Sp. A Aliyah Rezky Fahira

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 4
1.1 Latar Belakang...................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 6
2.1 Definisi................................................................................. 6
2.2 Epidemiologi........................................................................ 6
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko................................................... 6
2.4 Patogenesis........................................................................... 8
2.5 Patofisiologi.......................................................................... 9
2.6 Klasifikasi............................................................................. 10
2.7 Penegakkan diagnosis........................................................... 13
2.8 Penatalaksanaan.................................................................... 17
2.9 Komplikasi........................................................................... 23
2.10 Prognosis.............................................................................. 24
BAB III PENUTUP..................................................................................... 25
3.1 Kesimpulan........................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai


adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran
napas, asma sering dijumpai pada anak maupun dewasa di negara berkembang
maupun negara maju. pada pasien dan/atau keluarganya.1,2
Asma dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu genetik dan lingkungan. Mengingat
patogenesisnya tidak jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit
inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus
terhadap berbagai rangsangan, dengan gejala episodik berulang berupa batuk,
sesak napas, mengi, dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari,
yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.3
Menurut WHO3 (World Health Organization) tahun 2011, 235 juta orang di
seluruh dunia menderita asma dengan angka kematian lebih dari 8% di negara-
negara berkembang yang sebenarnya dapat dicegah. National Center for Health
Statistics (NCHS) pada tahun 2011, mengatakan bahwa prevalensi asma menurut
usia sebesar 9,5% pada anak dan 8,2% pada dewasa, sedangkan menurut jenis
kelamin 7,2% laki-laki dan 9,7% perempuan.3
Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur
adalah 4,5%, dengan prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), Sulawesi
Selatan (6,7%), untuk Jawa Tengah memiliki prevalensi asma sebesar 4,3 %.3
Asma merupakan diagnosis masuk yang paling sering dikeluhkan di rumah
sakit anak dan mengakibatkan kehilangan 5-7 hari sekolah secara

4
nasional/tahun/anak. Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10% anak perempuan
dapat menderita asma pada suatu waktu selama masa kanak-kanak.3
Secara klinis asma dibagi menjadi 4 derajat penyakit, yaitu asma episodik
intermiten, persisten (ringan), asma persisten (sedang), dan asma persisten (berat).
Berbagai faktor dapat menjadi pencetus timbulnya serangan asma, antara lain
adalah olahraga (exercise), alergen, infeksi, perubahan suhu udara yang mendadak,
atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok dan lain-lain. 4
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan
tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan
frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah
menghindari faktor penyebab.5

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, yang menimbulkan gejala episodik
berulang dan mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
malam atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan
napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan.6

2.2. Epidemiologi
Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013, angka kejadian asma pada anak usia 0 – 14 tahun adalah 9,2%. Di
seluruh dunia, diperkirakan terdapat 300 juta orang sakit asma. Di Indonesia,
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mendapatkan
hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur adalah 4,5%,
dengan prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti
Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), Sulawesi Selatan
(6,7%), untuk Jawa Tengah memiliki prevalensi asma sebesar 4,3 %.3,6

2.3. Etiologi dan Faktor Resiko


Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai
teori sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya
gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis

6
(blok pada reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa
adrenergik).7
Berdasarkan penyebabnya dan faktor resikonya, asma bronkhial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :7

1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti asap rokok, debu, serbuk bunga, bulu
binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Selain
itu, makanan yang mengandung pewarna buatan (tartazine), pengawet
(metabisulfit), vetsin (monsodium glutamat-MSG) juga dapat memicu
asma hingga reaksi anafilaksis. Asma ekstrinsik sering dihubungkan
dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena
itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di
atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh Olahraga yang intensitasnya berat,
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi seperti stress. Serangan
asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya
waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.6

7
2.4. Patogenesis Asma Bronkial
Pada dasarnya, konsep patogenesis asma bronkial merupakan proses
inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding saluran respiratori,
peningkatan reaktivitas saluran respiratori dan menyebabkan terbatasnya
aliran udara.6

1. Mekanisme Imunologis inflamasi saluran respiratori

Sel dendritik adalah antigen presenting cells (apc) yang


merepresentasikan antigen dan akan pindah ke daerah yang banyak
mengandung mengandung limfosit T, sehingga sel dendritik akan
mendorong polarisasi Lim T naif (Th-0), akan menuju TH-2 bila IL-12
tidak ada atau dengan Interleukin-12 yang sudah ada akan menuju T-
helper 1 (Th1) yang memproduksi IFN-γ, IL-2 dan TNF-β/limfotoksin
yang akan memberikan respon TH-2 dengan menonaktifkan IL-2, serta
Th-2 tidak dihambat oleh Sel T Regulator sehingga respon Th-2 yang
bertanggung jawab dengan terjadinya hipersensivitas, karena
memproduksi sitoksin yang terlibat asma seperti IL-4 dan IL-13 yang
mengaktivasi Imunoglobulin-E (IgE). Ig-E yang dibantu oleh IL-9 dan
IL-4 yang akan memproduksi sel mast yang akan melepaskan mediator
bronkokonstriksi (Histamin, protasglandin, dll). sel mast dan IL-3 akan
menghasilkan basofil, dan basofil yang dibantu IL-3,IL-5, dan GM-CSF/
Faktor stimulasi koloni makrofaga granulosit yang akan menghasilkan
eosinofil yang berfungsi melepaskan protein dasar yang akan merusak
sel epitel saluran respiratori dan kembali untuk merangsang
pembentukan sel mast kembali, sehingga Sel mast, basofil dan eosinofil
akan terus bertambah dan merangsang banyaknya mediator inflmasi
yang akan membuat hiperresponsensivitas bronkus & obstruksi jalan
napas, sehingga menimbulkan gejala gejala asma.6

8
2. Remodeling saluran respiratori

Remodeling saluran respiratori yang akan berdampak pada deposisi


jaringan dan mengubah sturktur dari saluran pernapasan. Hal ini
dipengaruhi oleh kerusakan epitel, sehingga terjadi pertubuhan
profibrotik/transforming growth factors (TGF-β), dan proliferasi serta
diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas, sehingga hal ini akan
memperbanyak neovaskulrisasi dan hal ini akan menimbulkan obstruksi
jalan napas dan juga akan terjadi penebalan suara napas seperti
wheezing (ekspirasi memanjang).6

2.5. Patofiologi Asma Bronkial


1. Obstruksi jalan napas
Perubahan yang khas pada asma adalah sesak, batuk, wheezing, dan
hiperreaktivitas saluran respiratori, hal ini didukung oleh faktor resiko
dari luar tubuh/lingkungan ataupun dari dalam seperti genetik serta
adanya hipersensivitas saluran respiratori yang diperberat karena
kerusakan epitel saluran inspirasi.6
Dan obstruksi jalan napas, akan membuat sel menjadi sembuh yang
tidak sempurna (sebagian).6

2. Hiperreaktivitas saluran respiratori


Terjadinya hiperaktivitas bronkus bila dilakukan pemeriksaan
dengan cara pemberian histamin akan mengalami penurunan FEV-1
(besar udara yang dikeluarkan dalam 1 detik yang 20% pada konsentrasi
histamin kurang dari 8mg.6

9
2.6. Klasifikasi

A. Derjaat berdasarkan kekerapan timbulnya gejala6

Menurut Global Inititive of asthma (GINA), asma dibagi sesuai


dengan derajatnya (kekerapan timbulnya gejala) digunakan utnuk asar
penilaian awal pasien, yang dibagi 4 (empat), yaitu :

Derajat Intermiten Persisten ringan Persisten Persisten


(= Episodik (= Episodik sedang berat
jarang PNAA Sering PNAA (= Persisten (= Persisten
2004) 2004) PNAA PNAA 2004)
2004)
Frekuensi <1x/ minggu >1x/minggu tapi  Gejala setiap hari
Serangan <1x/ hari
(Gejala)
Lama Singkat Menggangu aktivitas dan tidur Sering terjadi
Serangan
(Gejala)
Gejala <= 2 kali/bulan > 2x/bulan >1x/minggu Sering terjadi
nokturnal
Evaluasi
Fungsi
Paru :

>= 80% (prediksi) atau >= 80% 60- 80% <=60%


1.
nilai terbaik individu (prediksi) (prediksi) atau
FEV1/PEF
atau <= 60% nilai
60- 80% terbaik
nilai terbaik

10
individu individu

2. <20% <20% - 30% <30%


Varibilitas
PEF atau
Fev--1

Keterangan :
Klasifikasi berdasarkan kekerapakan gejala dibuat sebagai
diagnosis kerja asma dan tatalaksan umum (pengendalian lingkungan
dan penghidari faktor pencetus selama 6 minggu) serta acuan awal
penetapan tatalaksana jangka panjang.

B. Berdasarakan Keadaan saat ini/serangan10


Penilaian derajat serangan asma dapat dibedakan menjadi asma
serangan ringan-sedang, asma serangan berat dan serangan asma
dengan ancaman henti nafas.

Asma serangan ringan Asma serangan berat Serangan asma dengan


sedang ancaman henti napas
1. Bicara dalam kalimat 1. Bicara dalam kata 1. Mengantuk/latergi
2. Lebih senang duduk 2. Duduk bertopang lengan 2. Suara napas tak
daripada berbaring 3. Gelisah terdengar
3. Tidak gelisah 4. Frekuensi napas
4. Frekuensi napas meningkat
meningkat 5. Frekuensi nadi meningkat
5. Frekuensi nadi 6. Retraksi jelas
meningkat 7. SpO2 (udara kamar):

11
6. Retraksi minimal <90%
7. SpO2 (udara kamar): 8. PEF ≤ 50% prediksi
90-95% terbaik
8. PEF > 50%

C. Derajat Kendali6
Tujuannya dari tatalsana untuk mengetahui terkendalinya
penyakit asma setelah 6-8 minggu menjalani tatalaksana panjang.

Manifestasi klinis terkendali penuh (well terkendali sebagian Tidak terkendali


controlled)* (partly controlled) (uncontrolled)

Gejala Siang Hari Tidak pernah (<= >2x/minggu 3/ lebih kriteria


2x/minggu) terkendali sebagian
Aktivitas terbatas Tidak ada Ada
Terbangun malam Tidak ada Ada
hari karena asma
Pemekaian pereda Tidak ada >2x/minggu
(<=2x/minggu)
* ket :
- Tanpa obat pengendali : pada asma intermiten
- Dengan obat pengendali : pada asma persisten (ringan/sedang/berat)
2.7. Penegakkan Diagnosis Asma Pada Anak usia > 5 Tahun

Anamnesis6

 Terdapat wheezing dan batuk episodik/berulang


 Terdapat sesak napas, ‘rasa dada tertekan’, dan memproduksi
dahak/sputum.
 Terdapat faktor pencetus, seperti: iritan (asap rokok, makanan &
minuman yang memicu reaksi alergi, suhu dingin, dll), alergen (tungau
debu rumah, serbuk sari tanaman, bulu dari rontokan hewan), infeksi

12
repiratori akut karena virus, common cold, rinofaringitis & selesma
(Pilek), dan aktivitas fisik (lari, berteriak, menangis, dll).
 Riwayat alergi pasein/ keluarganya.
 Variabilitas/ perbedaan gejala secara intensive dalam 24 jam (gejela
lebih berat pada malam hari)
 Reversibel/ gejala membaik dengan pemberian respons terhadap
bronkodilator

Pemeriksaan fisik6

 wheezing pada saat ekspirasi


 hipersonor pada perkusi
 hiperinflasi dada
 crackles/ronki pada auskultasi.
 Terdapat gejala alergi lain seperti: allergic shiners atau
geographictongue.

Pemeriksaan penunjang6.

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk


membantu menegakkan diagnosis asma bronkhial adalah : 12

 Pemeriksaan fungsi paru


Forced expiratory volume 1 second (FEV1) dan vital capacity (CV)
dengan alat spirometer serta pengukuran peak expiratory flow (PEV)
atau arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak flow meter.
Pada Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, untuk mendukung
diagnosis asma maka dipakai batas berikut:
1. Variabilitas PEF atau FEV ≥15%

13
2. Kenaikan PEV atau FEV ≥15% setelah pemeberian inhalasi
bronkodilator
3. Penurunan PEF atau FEV ≥20% setelah provokasi bronkus.
 Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran nafas
Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakoliin, latihan/olahraga,
udara kering atau dingin, atau denga salin hipertonik sangat menunjang
diagnosis.
 Pemeriksaan Analisis gas Darah
Pada AGD dapatdijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya
PO2 (hipoksemia).
Pemeriksaan penunjang untuk menunjukkan variabilitas gangguan
aliran nafas akibat obstruksi, hiperreaktivitas, dan inflamasi saluran
respiratori, atau adanya atopi pada pasien.
 Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan untuk
menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan pemeriksaan
peak flow meter.
 Uji cukit kulit (skin prick test), eosinophil total darah, pemeriksaan IgE
spesifik.
 Uji inflamasi saluran respiratori: FeNO (fractional exhaled nitric oxide),
eosinofil sputum.
 Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin atau larutan salin
hipertonik.

Diagnosa Banding
Diagnosis banding dari asma bronkial adalah penyakit yang memiliki
suara paru whizzing/mengi (ekspirasi memanjang), seperti: bronkiolitis, benda
asing, Wheezing berkaitan dengan batuk dan pilek (hay fever/alergi serbuk
bunga, eksem, rinitis alergika) dan pneumonia.8

14
DIAGNOSIS GEJALA

 Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan


dengan batuk dan pilek

Asma  Hiperinflasi dinding dada


 Ekspirasi memanjang
 Berespons baik terhadap bronkodilator

 Episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun


 Hiperinflasi dinding dada
Bronkiolitis  Ekspirasi memanjang
 Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
 Respons kurang/tidak ada respons dengan bronkodilator

 Wheezing selalu berkaitan dengan batuk dan pilek

Wheezing berkaitan  Tidak ada riwayat keluarga dengan asma/eksem/hay fever


dengan batuk dan pilek  Ekspirasi memanjang
(hay fever, eksem,  Cenderung lebih ringan dibandingkan
rinitis alergika) dengan wheezing akibat asma
 Berespons baik terhadap bronkodilator

 Riwayat tersedak atau wheezing tiba-tiba


 Wheezing umumnya unilateral
Benda asing  Air trapping dengan hipersonor dan pergeseran
mediastinum
 Tanda kolaps paru

Pneumonia  Batuk dengan napas cepat


 Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
 Demam

15
 Crackles/ ronki
 Pernapasan cuping hidung
 Merintih/grunting

2.8. Penatalaksanaan
A. Medikasmentosa
Alur tatalaksana serangan asma anak >5 Tahun

16
17
18
Pilihan terapi yang digunakan untuk penangannan asma pada anak adalah10 :
A) Obat Pengontrol
1. SABA (Short Acting Beta Agonis)
A. Salbutamol
- Nebule : 2,5mg/2,5ml (4x/Hari)
- Oral : 0,05 - 0,1 mg/KgBB/X (3-4x/hari)
- salbutamol 2,5 mg + ipratorium bromida : 2,5mg (4x/hari)
B.Fenotero(Nebulisasi)
- < 6h : 50mcg/KgBB/Dosis (3x/hari)
- 6-12 th : 0,25 - 1,5 ml (4x/hari)
- >12 th : 0,5 - 2 ml (4x/hari)
C. Terbutaline
- Nebule : BB >25 kg (5mg, 2-4x/hari)
- Oral : 0,05 - 0,1 mg/KgBB/x
2. LABA (Long Acting Beta Agonis)
A.Formoterol
- 5 - 12 tahun : 12 mcg, 2x/hari (Max : 24 mcg/ hirup)
B. Salmetrol
- 5- 12 tahun : 50mcg, 2x/hari
3. LTRA (Leukotrine reseptor antagonis)
A. Montelukast
- >12 th : 10 mg oral 1x/hari
- 6 - 14 th : 5mg oral 1x/hari
- 2-5 th : 4mg oral 1x/hari
B. Zafirlukast
- ≥ 12 th : 20 mg oral 2x/hari
- 5 - 11 tahun : 10 mg oral 2x/hari

19
B) Obat Pengendali
1. ICS (Inhaled corticosteroid)
A. Fluticasone
- Nebule : >16th : 500 - 2000mcg, 2x/hari
: 4-16 th : 1000 mcg, 2x/hari
B.Budesonide
(awal)
- Nebule : >12 th : 1-2 mg, 2x/hari
: 3 bln - 12th : 0,5-1mg, 2x/hari
- DPI : 200 - 1200mcg/hari (dibagi 2-4 dosis)
(Rumatan/pertahan)
- Nebule : >12 th : 0,5-1 mg, 2x/hari
: 3 bln - 12th : 0,25-0,5mg, 2x/hari
- DPI : 200 - 400mcg/hari, 2x/hari

Adapun pilihan obat steroid sistemik yang digunakan hanya untuk serangan
asma adalah:

Nama Generik Sediaan Dosis


Methilprednisolon Tab 4mg, 8mg 1-2 mg/KgBB/Hari, tiap 6 jam

Methilprednisolon Vial 125mg, 500mg 1-2 mg/KgBB/2x12 jam, tidak lebih


suksinat injeksi 60mg/hari
Predison 5mg 1-2 mg/KgBB/2x12jam
Hidrokortison suksinal Vial 100mg 2-4mg/KgBB/kali tiap 6 jam
Dexametasone injeksi Amp 4mg/ml ; 10mg/ml 0,5-1mg/kgBB - bolus, lanjutkan
1mg/kgBB/hari berikan 6-8 jam
Betametasone injeksi Amp 6 mg/ml 0,05 - 0,1mg/kgBB, tiap 6 jam

Alur tatalaksana jangka panjang asma anak >5 Tahun

20
Keterangan:
- jenjang dinaikan bila asma tidak terkendali penuh selama 6-8 minggu dan
bila dalam 8-12 minggu asma sudah terkendali, maka jenjang dapat diturunkan
perlahan
- bila pada jenjang 4 tidak bekerja maksimal, maka dapat diberikan
omalizumab.

21
B. Non-Medikamentosa
1. Program komunikasi, edukasi , dan informasi (KIE)

22
2. Rencana Aksi Asma (RAA) - Asthma Action Plan (AAP)
Mencapai kemandirian program KIE -> Catatan harian gejala dan
penilaian PFM (Peak Flow Meter) diisi anak atau orang tua
RAA berisi :
- Instruksi kapan, bagaimana cara, dan lamanya meningkatkan dosis
pengobatan
- Penentuan kapan harus mencari pertolongan medis.

2.9. Komplikasi
Komplikasi akut asma bila tidak ditangani dapat menyebaban asisdosis
respiratorik yang mengancam nyawa karna membuat gagal bernapas dan asma
berat bisa menjadi pneumothoraks dan emfisema subkutan dan juga asma
yang tidak terkontrol dengan baik yang terjadi terus menerus dan berulang

23
akan menyebabkan PPOK/ Penyakit paru obstruksif kronis. Dan secara tidak
langsung akan memperngaruhi sistem kardiovaskular, pencernaan dan skeletal
(penurunan masa tulang). 11

2.10. Prognosis
Dubia ad bonam bila dilakukan terapi non-medika mentosa dan
medikamentosa dan Dubia ad malam atau kematian akan terjadi pada usia
dibwah 5 tahun/ balita dan Pasien anak dengan asthma yang masuk rumah
sakit empat kali atau lebih dalam tahun pertama sejak didiagnosis asthma
cenderung mengalami asthma persisten. 11

24
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Asma didefinisikan sebagai penyakit heterogen berupa gangguan inflamasi
kronik saluran nafas. Penyakit ini didefinisikan dengan gejala berupa mengi,
sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang bervariasi serta keterbatasan aliran
udara yang bervariasi. Patofisiologi asma berupa hiperresponsivitas saluran napas,
obstruksi saluran napas dan hipersekresi saluran napas.
Klasifikasi menurut GINA/Global Initiative of asthma adalah asma episodic
jarang, asma episodic sering dan asma persisten. Sedangkan derajat serangan
asma terdiri dari ringan, sedang, berat dan ancaman henti napas.
Tatalaksana asma secara garis besar terdiri dari obat pereda dan obat
pengendali. Obat pereda digunakan saat serangan asma dan obat pengendali saat
di luar serangan asma.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Rampengan, T, H. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak ed. 2. Jakarta: EGC,


2010.
2. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta:
Sagung Seto. 2011.
3. Imaniar, E. Asma Bronkial Pada Anak. J Agromed Unila. 2015 ; Vol 2 (4) :
360-364
4. Ashkenazi, S, Cleary, TG, Infeksi Salmonella, in: Nelson (Ed), Ilmu
Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Volume II. Jakarta: EGC, 2007 : 965-73.
5. Kartasasmita CB. Epidemiologi Asma Anak Buku Ajar Respirologi Anak. edisi
pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2012. h.71-83.
6. UKK Respilorogi PP IDAI. Pedoman nasional asma anak ed 2. Indonesia:
badan penerbit ikatan dokter anak indonesia, 2016.
7. Menteri kesehatan RI. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia
nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008. Indonesia: Menteri kesehatan RI, 2008.
8. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit.Switzerland : Geneva; 2010.
9. Ducharme FM, Tse SM, Chauhan B. Diagnosis, management, and prognosis
of preschool wheeze. Lancet. 2014 Apr 21;383(9928):1593–604.
10. Pusponegoro HD, HadinegotoSRS, Firmanda D, Pujiadi AH,Kosem MS,
Rusmil K,dkk, penyunting.Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Jakarta:Badan Penerbit IDAI; 2005
11. Daus, Izma; Mauriefle, Alfian; Yanti, Eka Damai. Hubungan Tingkat
Kecemasan Dengan Kejadian Asma Pada Pasien Asma Bronkial Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin. Dinamika Kesehatan, 2017.
12. Arief, M. Hadriyan Akbar. Hubungan Rhinitis Alergi dengan Kejadian Asma
Bronkial. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sand I Husada, 2020, 11.1: 353-357.

26
27

Anda mungkin juga menyukai