PENDAHULUAN
1
perlu segera dievaluasi sehingga memerlukan konsultasi segera dengan internist atau
kardiolog. Manajemen CRAO terdiri atas manajemen akut dan pencegahan sekunder
untuk mencegah kejadian iskemik. Kurang dari 10% pasien yang mengalami
perbaikan visus yang berarti, dan jarang pasien memiliki perbaikan spontan yang
komplit. Terapi konvensional dapat berupa masase okular, mengurangi tekanan
intraokuler, meningkatkan aliran darah retina, vasodilatasi pembuluh darah retina,
menurunkan edema retina, menjaga oksigenasi sampai reperfusi spontan, dan
mengatasi trombus dengan trombolitik. Sampai saat ini, belum ada pengobatan yang
terbuki efektif untuk memperbaiki tajam penglihatan yang signifikan pada kasus
CRAO. Diagnosis yang tepat, cepat dan akurat, serta penanganan segera sangat
dianjurkan karena CRAO bukan hanya mengancam penglihatan tetapi penyakit
sistemik penyertanya juga mengancam jiwa pasien bila tidak dilakukan upaya
pencegahan.1,2,4,7
Pada makalah ini akan dibahas mengenai anatomi retina, patofisiologi dan
penatalaksanaan CRAO.
2
BAB II
ANATOMI RETINA DAN PATOFISIOLOGI CRAO
Retina merupakan lapisan sel yang menyelubungi bagian dalam bola mata.
Retina melapisi sekitar 72% permukaan dalam bola mata dengan diameter 22 mm,
membentang dari saraf optik sampai ke ora serata. Retina merupakan bagian yang
berfungsi menerima rangsangan cahaya dan merubahnya menjadi impuls saraf yang
diteruskan ke kortek cerebri. 1,2,4
Retina berkembang dari invaginasi vesikel optik yang membentuk lapisan luar,
berupa epitel pigmen retina dan lapisan dalam yaitu neurosensori retina. Lapisan
terluar berbatasan dengan koroid, dan lapisan paling dalam berhubungan dengan
vitreous. Lapisan retina dari luar ke dalam adalah epitel pigmen retina beserta lamina
basal, sel kerucut dan batang, membran limitans eksterna, lapisan inti luar, lapisan
3
pleksiform luar, lapisan inti dalam, lapisan pleksiform dalam, lapisan sel ganglion,
lapisan serabut saraf dan membran limitans interna.2,3,4
Retina mendapat suplai darah dari dua sumber, suplai pertama dari cabang arteri
retina sentral, yang mengalirkan darah ke bagian dalam retina, dan suplai ke dua dari
koriokapilaris koroid, yang memperdarahi bagian luar retina. Oklusi pada arteri retina
sentral hanya berpengaruh terhadap bagian dalam retina yang diperdarahinya, yaitu
membran limitans interna, lapisan serabut saraf, lapisan sel ganglion, lapisan
pleksiform dalam dan lapisan inti dalam.2,4,5
4
Gambar 3. Vaskularisasi Retina
A= Arachnoid, C = koroid, CRA = arteri retina sentralis, Col. Br. = cabang kolateral, CRV = vena
retina sentralis, D = duramater, LC = lamina kribrosa, ON = nervus optikus, PCA = arteri siliaris
posterior, PR = daerah prelaminar, R = retina,
S = sklera; SAS = ruang subarachnoid.2
Arteri retina sentral merupakan cabang pertama dan salah satu cabang terkecil
dari arteri oftalmikus. Arteri oftalmikus adalah pembuluh darah mayor yang
memperdarahi orbita yang merupakan cabang pertama dari arteri karotis interna.
Arteri retina sentral menembus bagian medial inferior selubung saraf optikus, kira-
kira 12 mm posterior bola mata. Kemudian berlanjut ke diskus optikus dan bercabang
dua menjadi cabang papiler superior dan inferior. Pada tempat arteri ini melewati
lamina kribrosa, dinding pembuluh darah menjadi lebih tipis karena lamella elastika
interna menghilang dan lapisan pembungkus otot medial menjadi berkurang. Cabang
papiler superior dan inferior dari arteri retina sentral kemudian masing-masing
bercabang lagi membentuk cabang nasal dan temporal. Cabang nasal berjalan
langsung ke perifer dan cabang temporal mengitari fovea sentral sebelum menuju ke
perifer.5,6,7
Pembuluh darah kapiler retina membentuk jaringan kapiler superfisial pada
lapisan serabut saraf dan jaringan kapiler intraretina pada lapisan nukleus dalam.
Jaringan kapiler intraretina memperoleh suplai darah dari arteriol yang terdapat pada
5
lapisan serabut saraf. Pembuluh darah retina merupakan end vessels yang secara
normal tidak beranastomosis.4,6,7
Arteri silioretina terdapat pada kira-kira 14% populasi dan sebanyak 25%
penderita oklusi arteri retina sentral memiliki arteri silioretina. Cabang-cabang arteri
silioretina yang berasal dari arteri siliaris posterior pendek ikut memperdarahi makula
melalui peredaran darah koroid. Arteri siliaris posterior yang memperdarahi koroid
ini berasal dari bagian distal arteri oftalmikus.5,6,8
Distribusi vena-vena pada retina mengikuti distribusi dari arteri. Pembuluh vena
mempunyai lapisan endotel yang mengandung sedikit jaringan ikat. Vena retina
sentral keluar dari selubung saraf optik pada tempat masuknya arteri retina sentral.5,6
Pada CRAO, oklusi disebabkan oleh emboli yang berasal dari arteri carotis,
emboli trombosit-fibrin dihubungkan dengan aterosklerosis pada pembuluh darah
besar dan emboli calcific berasal dari penyakit katup jantung. Disamping itu CRAO
juga dihubungkan dengan trauma, kelainan koagulasi, dan pemakaian kontrasepsi
oral.7,8,9
CRAO disebabkan oleh atherosclerosis-related thrombosis, tetapi pada
beberapa kasus merupakan akibat embolisasi. Fenomena emboli dalam area distribusi
6
carotis bisa meliputi transient ischemic attack pada sirkulasi retina, merupakan
penyebab amaurosis fugax yang paling sering.9,10
7
Gambar 6. Funduskopi mata kiri dengan non arteritic CRAO dengan paten arteri cilioretinal 6
8
Gambar 7. Funduskopi transient non arteritic CRAO 6
4. Arteritic CRAO
Arteritic CRAO hanya terdapat pada 5% kasus CRAO. Giant cell arteritis
(GCA) merupakan penyebab utama arteritic CRAO. GCA juga dihubungkan
dengan terjadinya anterior arteritic iskemic optic neuropathy (AAION).
Hilangnya penglihatan pada tipe ini terjadi akibat iskemia akut baik dari retina
maupun papil nervus optikus. Pada fundus fotografi ditemukan gambaran klasik
CRAO, dengan atau tanpa edem papil akibat AAION. Pada FFA ditemukan
CRAO dan oklusi arteri siliaris posterior.6,11,12
9
lapisan dalam retina akibat sumbatan arteri retina sentralis yang merupakan
cabang intra orbita pertama dari arteri oftalmika (cabang pertama arteri carotis
interna).12,13,15
Oklusi oleh karena emboli merupakan mekanisme yang paling sering terjadi
pada CRAO. Aterosklerosis sistem karotis merupakan sumber utama emboli
endogen retina dengan 80% dikaitkan dengan penyakit arteri karotis. Munculnya
plak ulseratif pada arteri karotis bahkan dengan stenosis minimal cenderung
menyebabkan emboli dibandingkan oklusi luas arteri karotis. Penyakit arteri
karotis dapat dievaluasi dengan ultrasonografi, arteriografi, dan CT angiografi.
5,10,11
Jantung dan pembuluh darah besar merupakan sumber penting lain emboli
yang harus dipertimbangkan ketika melakukan evaluasi pada pasien CRAO.
Penyakit katup jantung, myxoma, dan pembentukan trombus di atrium kiri
sekunder akibat atrial fibrilasi, dapat menyebabkan terbentuknya emboli dan
oklusi vaskular. Disamping itu, right to left shunt seperti patent foramen ovale,
dapat menyebabkan emboli dari penyakit trombosis vena bisa mencapai sirkulasi
arteri. Sumber emboli endogen lain yang pernah dilaporkan diantaranya emboli
lemak akibat patah tulang, dan emboli cairan amnion saat melahirkan. 5,10,11
Emboli eksogen juga dapat mencapai sirkulasi retina dan menyebabkan
oklusi, seperti emboli akibat pemberian obat intravena, emboli dari injeksi steroid
dari daerah nasal atau periorbita, atau emboli yang berkaitan dengan produk darah
seperti emboli platelet selama transfusi. 16,17
Emboli pada sirkulasi retina 20%-30% dapat dilihat dengan oflamoskop,
Umumnya emboli dapat disebabkan oleh kolesterol, fibrin pletelet, dan emboli
calcific. Emboli kolesterol disebut juga hollenhorst plaque, biasanya kecil,
berwarna kuning terang, dan sering pada bifucation. Paling sering timbul dari plak
aterosklerosis arteri karotis. Emboli pletelet fibrin tampak abu-abu putih, lebih
besar, dan panjang dibanding emboli kolesterol, serta tampak melewati pembuluh
darah retina. Emboli calsific berukuran lebih besar, berwarna abu-abu putih, dan
10
dikaitkan dengan obstruksi lokal yang lebih berat. Emboli calcific lebih
disebabkan oleh penyakit katup jantung.10,11,18
CRAO menyebabkan edema intraselular pada lapisan dalam retina dan
piknosis nuclei sel ganglion. Akibatnya timbul nekrosis, iskemik retina menjadi
pucat dan tampak berwarna putih kekuningan. Polus posterior terlihat paling
pucat sebagai akibat penebalan lapisan serabut saraf dan lapisan ganglion.
Foveola menunjukkan gambaran “cherry red spot” yang disebabkan adanya
lapisan epitel pigmen retina dan koroid yang utuh dibawahnya dan tetap adanya
suplai darah dari lapisan koriokapilaris. Gambaran cherry red spot dapat timbul
30 menit setelah serangan CRAO akut, tetapi pada beberapa kasus dilaporkan
timbul 12-36 jam setelah serangan akut. Pucat pada retina ditemukan setelah 15
menit hingga beberapa jam dan akan berangsur hilang setelah 4-6 minggu.
Kerusakan lapisan-lapisan dalam retina dapat berlanjut dengan menyempitnya
arteriol retina dan pucatnya saraf optik. Lapisan epitel pigmen umumnya tidak
mengalami gangguan. Gambaran ‘boxcar” atau “cattle trucking” dapat terlihat
pada arteri dan vena retina yang merupakan tanda obstruksi berat. 6,7,9
Trombosis merupakan mekanisme lain yang dapat menyebabkan oklusi
arteri retina sentralis. Trias klasik Virchow’s mengenai patogenesis trombosis
diantaranya abnormalitas dinding pembuluh darah, stasis aliran darah, dan
perubahan komponen darah (hiperkoagulasi). Terjadinya salah satu trias ini
ataupun kombinasi dari ketiganya dapat menyebabkan trombosis dan secara
signifikan meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit pada trombosis arteri.
Abnormalitas struktur pembuluh darah seperti prepapillary arterial loop dapat
menyebabkan turbulensi dan statis aliran darah sehingga berkontribusi
menyebabkan trombosis dan mengakibatkan oklusi arteri. Trombofilia
merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi yang secara
genetik meningkatkan kemungkinan terjadinya trombosis pembuluh darah.
Kondisi ini diperberat jika terjadi bersamaan dengan faktor resiko hiperkoagulasi
lain seperti trauma, malignansi, kehamilan, penggunaan alat kontrasepsi oral,
penyakit autoimun, dan merokok. Perubahan pada komponen darah seperti
11
defisiensi human antithrombin (AT), protein C dan protein S dapat menyebabkan
tendensi pembentukan trombus dan menyebabkan CRAO. 5,15
GCA merupakan salah satu penyebab CRAO melalui mekanisme
vaskulitis dan trombosis. Pasien CRAO yang terjadi pada usia lebih dari 50
tahun dengan gejala nyeri pada mata, sakit kepala, nyeri pada kulit kepala, jaw
claudication, malaise, anoreksia, demam, dan penurunan berat badan, harus
dicurigai untuk kemungkinan GCA. Vaskulitis sitemik lain yang berhubungan
dengan penyakit vaskular kolagen, dapat menyebabkan CRAO, seperti vasculitis
rheumatoid dan systemic lupus erythematosus (SLE). 5,15,18
Vasospasme merupakan salah satu penyebab CRAO yang jarang terjadi.
Gass melaporkan bahwa beberapa derajat refleks spasme bisa berperan sebagai
penyebab oklusi arteri retina yang bisa disebabkan oleh migrain, penyakit
kolagen vaskuler, dan sickle cell hemoglobinopathies.(dikutip dari kepustakaan 15)
Kondisi lokal di mata yang dikaitkan dengan oklusi pembuluh darah retina
diantaranya kondisi anomali struktur peripapillary arterial loop, drusen pada
papil saraf optik dan benda asing intra okuler. Peningkatan tekanan intraokuler
sekunder akibat glaukoma sudut tertutup, kompresi arteri oftalmika atau arteri
retina sentralis yang disebabkan oleh selulitis orbita, abses orbita, trombosis
sinus kavernosus, dan neoplasma dapat mencetuskan terjadinya CRAO. 5,15,29
12
BAB III
PENATALAKSANAAN
13
miokard dan infark serebri) setelah CRAO, melakukan evaluasi sistemik dan
melakukan regulasi terhadap segala resiko. 1,2,16,20
14
arteri retina. Belum ada data yang yang dapat membuktikan bahwa dengan
menggunakan obat penurun tekanan intraokuler dapat meningkatkan tajam
penglihatan yang signifikan setelah serangan akut CRAO. 1, 2, 8,10
15
Obat sistemik seperti isosorbit dinitrate (ISDN) sublingual dan
pentoxifylline, juga dapat digunakan untuk pengobatan CRAO. ISDN dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah retina dan sedikit dapat menurunkan
tekanan intraokuler, serta meningkatkan tekanan perfusi arteri retina. Mirip
dengan efek obat penurun tekanan intraokuler, carbogen, dan pijat mata,
penggunaan ISDN belum menunjukkan peningkatan tajam penglihatan pada
CRAO. Pentoxifylline merupakan obat oral yang telah menunjukkan
peningkatan fleksibilitas sel darah merah, mengurangi viskositas darah, dan
meningkatkan perfusi jaringan. Pada penelitan yang dilakukan oleh Incandela
dkk, pemberian pentoxifylline setelah CRAO menunjukkan peningkatan
signifikan aliran darah arteri retina sentralis. 2, 14
3.8. Trombolitik
16
efikasinya pada iskemik serebri akut. Obat ini dapat mengkonversi plasminogen
menjadi plasmin dan menyebabkan disolusi gumpalan fibrin, yang dianggap
sebagai penyebab utama bekuan pada CRAO. Karena belum ada standar
pengobatan yang pasti untuk penggunaan trombolitik pada CRAO, kebanyakan
klinisi menggunakannya berdasarkan stroke yang telah ditetapkan. Sayangnya,
pada beberapa uji klinis, penggunaan trombolitik belum terbukti meningkatkan
tajam penglihatan pada pasien CRAO. Kebanyakan studi memberikan
trombolitik 12 jam setelah hilangnya tajam penglihatan, sehingga hal ini dapat
menjelaskan mengapa rendahnya perbaikan tajam penglihatan pada pasien
CRAO. 16, 19, 20
3.9. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid dilakukan pada kasus arteritic CRAO yang
dicurigai akibat GCA berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan didukung oleh
pemeriksaan laboratorium darah. Protokol pemberian kortikosteroid yang
direkomendasikan adalah metilprednisolon IV 15 mg/KgBB/hari kemudian
dilanjutkan dengan pemberian oral 1 mg/KgBB/hari. Pemberian kortikosteroid
dosis tinggi diberikan sebagai terapi inisial, diharapkan dengan menurunnya
inflamasi, retina yang ischemic mengalami reperfusi. Pemberian kortikosteroid
juga belum memberikan hasil yang memuaskan hingga saat ini.5
17
BAB IV
KESIMPULAN
18
3. Penatalaksanaan CRAO yang perlu diperhatikan adalah penanganan akut
CRAO dan pencegahan sekunder terhadap iskemik sirkulasi retina.
4. Terapi yang dilakukan pada CRAO antara lain masase okular, Tindakan
operasi laser embolektomi, medikamentosa untuk peningkatan perfusi
arteri retina, parasentesis COA, inhalasi carbogen, agen vasodilator,
hiperbarik oksigen, terapi trombolitik dan kortikosteroid. Semua tindakan
di atas dipilih berdasarkan penyakit sistemik yang berkaitan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Osborne NN, Casson JB. Retinal Ischemia Mechanisms of Damage and Potential
Therapeutic Stratgies. In Progress in Retinal and Eye Research. Elsevier.
Netherlands. 2018: 92-132
2. Skuta GL, Cantor BL, Weiss JS. Basic and Clinical Science Course. Fundamentals
and Principles of Ophthalmology. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology. Section 2: 2019-2020: 76-92
3. Choi JS, Kim AK. Inhibition of Cyclooxigenase-2 Expression by Zinc-Chelator In
Ischemia Retina. In Vision Research. Elsevier. Japan. 2016: 2723-2726
19
4. Ryan SJ. Functional Anatomy of the Mammalian Retina. In Retina Fourth Edition.
Elsevier Mosby. USA. 2016: 43-83
5. Eva PR, Mhauter JP. Anatomy & Embriology of the Eye. In Vaughan & Asbury’s
General Ophthalmology Seventeenth Edition. Lange Medical Books/Mc Graw-Hill.
New York. 2016: 50-61
6. Hayreh SS, Zimmerman MB. Central retinal artery occlusion : visual out come.
American journal of ophthalmology vol 14 No 3. Elsevier; 2005. p. 376e1-e18.
7. Salmon JF. Retinal vascular disease. In : Kanski’s clinical ophthalmology a systemic
approach Ed 9. Elsevier; 2020. p. 527-531.
8. Cantor L, Rapuano CJ, McCannel C. The eye. In : Fundamentals and Principles of
Ophthalmology. American Academy of Ophthalmology. San Francisco; 2019. p. 119-
140.
9. Chronopplous A, Schutz JS. Central retinal artery occlusion a new provisional
treatment approach. In: Survey of ophthalmology; 2019. P. 1-32.
10. Kumar A, Agarwal D, Balaji A. Commentary a cluster of retinal artery occlusion
following cataract surgery. Indian journal ophthalmology; 2019. p. 635.
11. Russel JF, Scott NL, Haddock LJ et al. Central retinal artery occlusion on post
operative one day after vitreoretinal surgery. In : American journal of
apohthalmology case report. Elsevier; 2018.p. 93-96.
12. Lavin P, Patrylo M, Hollar M, et al. Stroke and risk factor with central retinal artery
occlusion. In : American journal of apohthalmology. Elsevier; 2018. p. 1-9.
13. Limaye K, Wall M, Uwaydat S, et al. Is management of central retinal artery
occlusion the next frontier in cerebral disease?. In : journal of stroke and
cerebrovascular disease; 2018. p. 1-11.
14. Lu N, Wang NL, Wang Gl, et al. Vitreous surgery with direct central retinal artery
massage for central retinal artery occlusion. In : Eye Journal; 2009. p. 867-872.
15. Tang P, Engel K, Parke DW. Early onset of ocular neovascularization after
hyperbaric oxygen therapy in a patient with central retinal artery occlusion. In :
Ophthalmol Ther .Springerlink; 2016. p. 1-7.
20
16. Hakim N, Hakim J. Intra arterial thrombolysis for central retinal artery occlusion. In :
Clinical ophthalmology. 2019. p. 2489-2509.
17. Fouda AY, Eidahshan CRAO, Narayanan SP, et al. Arginase pathway in acute retina
and brain injury : therapeutic opportunities and unexplored avenues. In : Frontier in
pharmacology; 2020. p. 1-7.
18. Berman ER. Glia ( Muller Cells). In Biochemistry of the Eye. Plenum Press. New
York and London.2013:410-411
19. Miller RF. The Physiology and Morphology of the Vertebrate Retina. In Retina
Fourth Edition Ryan SJ. Elsevier Mosby. USA. 2017: 127-204
20. Brown CG. Arterial Occlusive Disease. In Vitreoretinal Desease the Essentials.
Thieme. New York. 2015: 97-114
21