1
Fundus Floresensi Angiografi
Bahan1,3,4,7,9,11,12,16,17,18
Sodium floresensi ( C 20H10Na2 ) adalah suatu bahan larut dalam air yang
merupakan molekul organik kompleks dengan berat molekul 376,27 daltons. Eksitasi
floresens muncul jika terpapar sinar biru dengan panjang gelombang antara 465 dan 490
nm, menghasilkan emisi sinar kuning-hijau dengan panjang gelombang 520-530 nm.
Dalam aliran darah floresens dieksitasi oleh cahaya dengan panjang gelombang 465nm,
dan dipancarkan pada panjang gelombang 525 nm.
Sodium floresensi merupakan kristal hidrokarbon berwarna orange-merah dan
dapat menyebar melalui aliran-aliran dalam tubuh dan melalui choriocapilaris, tetapi
tidak dapat menyebar melalui pembuluh darah endotel retina atau pigmen epithelium.
Sodium floresens dapat dikeluarkan melalui hepar dan ginjal dalam waktu 24 jam.
Larutan mengandung 500 mg floresensi tersedia dalam vial: 10 ml dalam 5%
floresensi atau 5 ml dalam 10 % floresensi, juga tersedia 3 ml dalam 25 % floresensi
(750 mg). Biasanya digunakan 5 ml dalam 10 % floresensi (500 mg floresensi). Larutan
floresensi disuntikkan melalui pembuluh darah vena antekubiti sebanyak 5-10 cc.
Kulit dan konjungtiva akan berwarna kekuningan 6 sampai 12 jam setelah
penyuntikan dan urine berwarna kuning-orange 24 sampai 36 jam setelah penyuntikan.
Efek samping lainnya dapat berupa:1
2
Mual, muntah atau reaksi vasovagal kira-kira 10 % kasus; reaksi
vasovagal berat meliputi bradikardi, hipotensi, shock dan sinkop jarang
ditemukan
Ekstravasasi dengan granuloma, toksik neuritis atau nekrosis jaringan
lokal ( jarang ditemukan)
Reaksi urtikaria kira-kira 1 % kasus
Reaksi anafilaktik ( 1 dalam 100.000 injeksi)
Teknik 3,7,9,16,17,18,19
3
Gambar 1. Injeksi flouresens melalui vena antecubiti dan alirannya. Dikutip dari
kepustakaan 11
4
Pada floresensi angiografi normal, floresens pertama kali terlihat pada khoroid
sekitar 10-12 detik setelah injeksi pada pasien muda, 12-15 detik pada pasien tua dan 8
detik pada pasien yang sangat muda. Biasanya khoroid akan mulai berfloresensi 1atau 2
detik sebelum pengisian awal arteri retina sentralis. Floresensi khoroid awal adalah pucat,
berbercak dan menyebar tidak sempurna pada fundus posterior. Hal ini diinterpretasikan
sebagai scatterted islands dari pengisian fluoresens yang terlambat. Fase awal ini
dikenal sebagai Choroidal flush.
Dalam 10 detik ( kira-kira 20-25 detik setelah injeksi ) angiogram menjadi sangat
terang selama 5 detik, karena floresensi khoroid. Floresensi khoroid tidak kelihatan pada
makula oleh karena terdapat pigmen epitel yang lebih gelap pada fovea. Makula terlihat
gelap pada angiogram.
Dalam 1 sampai 3 detik setelah floresensi khoroid atau sekitar 10-15 detik setelah
injeksi, arteri retina sentralis mulai berfloresensi. Setelah terjadi pengisian arteri retina
sentralis, fluorensensi mulai mengalir kedalam arteri retina, kemudian ke arteriol-arteriol
prekapiler, kapiler, venula postkapiler dan terakhir ke dalam vena retina.
Pada 5-10 detik berikutnya , floresensi dari dua lamina paralel sepanjang dinding
pembuluh darah vena retina akan mulai menebal. Apabila pengisian floresensi
meningkat dalam vena, lamina akan membesar dan menyatu, dan selanjutnya
menghasilkan floresensi komplit dari vena retina.
Lebih kurang 30 detik setelah penyuntikan, floresensi konsentrasi tinggi yang
pertama akan mulai mengosong dari sirkulasi khoroid dan retina. Fase resirkulasi akan
berlanjut.
Terakhir, 3-5 menit setelah penyuntikan, secara lambat akan terjadi pengosongan
vaskularisasi khoroid dan retina, dan pembuluh darah berwarna abu-abu. Pembuluh darah
akan mengalami pengosongan komplit selama 10 menit. Ekstravasasi floresensi akan
berdifusi melalui jaringan khoroid, membran Bruch dan sklera.
5
Gambar 3. Floresensi angiografi normal. A. Fase choroidal. B.Fase pengisian arteri. C.
Fase artei-vena. D. Permulaan fase pengisian vena. E. Fase akhir. Dikutip dari
kepustakaan 11
Floresensi angiografi abnormal 1,3,4,7,9,11,12,16,17,18,19
6
Gambaran floresensi ini dikatakan abnormal apabila terdapat peningkatan
(hiperfloresensi) atau penurunan (hipofloresensi) dibandingkan floresensi biasa yang
dianggap normal.
Hiperfloresensi adalah area terang abnormal pada angiogram. Ada 4 penyebab
hiperfloresensi abnormal yaitu: preinjection flourescence, transmitted
flourescence, abnormal vessel dan leakage.
Preinjection flourescence: hiperfloresensi yang dapat terlihat sebelum larutan
floresensi disuntikkan dan disebabkan oleh autofloresensi atau pseudofloresensi
Transmitted flourescence: muncul jika floresensi mengisi khoriokapilaris normal,
tetapi lebih terlihat jika terdapat penurunan pigmen epithelium atau kehilangan
pigmen epithelium retina.
Abnormal vessel: jika adanya kerusakan pada retina, disc dan pembuluh darah
khoroid akan terlihat pengisian floresensi
Leakage: hiperfloresens yang disebabkan leakage, terlihat pada fase akhir atau
ekstravaskuler.
Retinopati diabetika
7
Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati yang mempengaruhi arteriol
prekapiler retina, kapiler dan vena-vena. Kerusakan disebabkan oleh kebocoran
mikrovaskuler dari pembuluh darah dan oklusi mikrovaskuler.13,20
8
o Komplikasi lanjut: perdarahan vitreous, proliferasi fibrovascular diatas
retina, traksi pada neovaskularisasi, ablasio retina karena Traksion Retinal
Detachment ( TRD )
4 . Diabetic Maculopathy atau Diabetic macular edema dapat terjadi pada stadium
NPDR maupun PDR. Perubahan pada macula dapat berupa:
o Edema makula dengan penebalan retina
o Eksudat keras makula
o Edema macula cystoid
9
o IRMA
Floresensi angiografi: gambaran hiperfloresensi dan kebocoran Floresensi
akibat dilatasi pembuluh darah
o Neovaskularisasi
Floresensi angiografi: gambaran hiperfloresensi hot spot
10
o Sebagai petunjuk dalam mengidentifikasi area-area neovaskularisasi atau
kebocoran kapiler
o untuk membedakan edema makula cystoid yang disebabkan afakia/pseudofakia
dengan edema makula cystoid diabetika.
11
KEPUSTAKAAN
1. American Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreous. BCSC section
12. The Foundation of AAO. San Fransisco: 2001-2002; 15-18
2. American Academy of Ophthalmology. Retinal Vascular Disease. In: retina
and Vitreous. BCSC section 12. The foundation of AAO. San Fransisco: 2001-
2002; 91-99c
3. Anagnoste SR, Mandava N. Fundus Angiography In: Vitreoretinal Disease
The Essentials. Chapt 5, Regillo CD, Brown GC, Flynn HW (ED).Thieme
Medical Publishers Inc. New York: 1999; 51-58
4. Berkow JW, Orth DH, Kelley JS. Ophthalmology Monographs Fluorescein
angiography Technique and Interpretation. American Academy of
Ophthalmology. San Fransisco; 2001-2002; 1-27
5. Bresnick GH. Background Diabetic Retinopathy. basic principles and
interpretation. In: Retina, Ryan S (Ed). Chap 71. The CV Mosby
Company.St.Louis:1989;328-341
6. Ciulla TA, Amador AG, Zinman B. Diabetic Retinopathy and Diabetic
Macular Edema Pathophysiolgy, screening and novel therapies. Diabetes Care
26. 2003: 2653-2664
7. Federman JL, Maguire JI. Intravenous Fluorescein Angiography. In: Duanes
Clinical Ophthalmology. Vol 3, Chapt 4. Lippincottt William & Wilkins.
Philadelphia: 2001; 1-37
8. Fong DS et al. Retinopathy in Diabetes. Diabetes Care 27. 2004
9. Friberg TR. Examination of the Retina: Principle of Fluorescein Angiography.
In: Principles and Practise of Ophthalmology. Albert D, Jakobiec F (Ed). WB
Saunders Company. Philadelphia: 1994; 697- 707
10. Kadarisman RS, Elvioza, Azhar Z, Victor AA, Taim H. Fotokoagulasi laser
pada Retinopati diabetic. In understanding Ocular Diabetics, Kadarisman RS
9 (ED). Cooperation with Perdami Jaya. Jakarta: 1999; 41-42
11. Kanski JJ, Milewski SA, Damato BE. Fundus Angiography. In: Diseases of
Ocular Fundus. Elsevier Mosby. Philadelphia: 2005; 14-19
12
12. Kanski JJ. Acquired Macular Disorder. In: Clinical Ophthalmology A
Systemic Approach. Chap 10.Butterworth Heinemann: Oxford; 1999; 399
13. Kanski JJ. Retinal Vascular Disease. In: Clinical Ophthalmology A Systemic
Approach. Chap 12. Butterworth Heinemann: Oxford;1999:465-476
14. Kim JW, Everet. Diabetic Retinopathy. In: Vitreoretinal Disease The
Essentials. Chapt 5, Regillo CD, Brown GC, Flynn HW (ED).Thieme Medical
Publishers Inc. New York: 1999; 133-153
15. Kumar TV. Fundal Flourescein Angiography in Diabetic Retinopathy.In:
Understanding Ocular Diabetics, Kadarisman RS 9 (ED).Coorperation with
Perdami Jaya. Jakarta: 1999;73-74
16. Rahman K. Floresensi Angiografi Fundus Okuli ( Teknik dan Interpretasi ).
Dalam Kumpulan Makalah Retina
17. Richard G. Fluorescein Angiography Texbook and Atlas. Thieme Medical
Publisher. New York: 1990;1-23
18. Schatz H. Fluorescein Angiography: basic principles and interpretation. In:
Retina, Ryan S (Ed). Chap 57. The CV Mosby Company.St.Louis:1989; 3-46
19. Sowka J. Fluorescein Angiography. Diakses dari
www.nova.edu/~jsowka/course
20. Watkins PJ. Clinical Review ABC of Diabetes Retinopathy. BMJ. 2003
13
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
WENI HELVINDA
SUBBAGIAN RETINA
2006
14