PENDAHULUAN
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai prinsip dasar pemeriksaan FA, teknik
pengambilan gambar dan interpretasi hasil.
BAB II
ANATOMI
2.1 Retina
Retina merupakan lapisan tipis jaringan saraf dengan struktur semitransparan dan
multilapis yang berkembang dari lapisan dalam dan lapisan luar optik cup. Melapisi dua
pertiga posterior dinding bola mata yang membentang ke arah anterior dan berakhir di ora
serrata yang merupakan pertemuan antara retina dan pars plana iris. Pada potongan melintang
mulai dari lapisan paling dalam terdiri dari:5,6
Suplai darah menuju retina bagian dalam disuplai oleh arteri retina sentralis yang
masuk kedalam bola mata sekitar 10-12mm di belakang papil saraf optik. Arteri retina
sentralis keluar dari dalam optic disc dan membentuk empat cabang utama, yaitu: arteri
superior nasal, arteri inferior nasal, arteri superior temporal dan arteri inferior temporal yang
mensuplai semua kuadran retina.7,8
Sirkulasi arteri retina adalah suatu end artery yaitu merupakan suatu sistem terminal
tanpa adanya anastomose arteriovenosa atau hubungan dengan sistem arteri lainnya. Yang
berarti suplai darah ke suatu kuadran retina adalah spesifik untuk kuadran tersebut.7,8
Arteri dan vena retina berjalan pada lapisan nerve fiber layer yang mensuplai semua
lapisan neuroretina kecuali fotoreseptor. Semua darah dari kapiler retina mengalir melalui
venula retina yang setelah meninggalkan saraf optik menuju vena oftalmika atau langsung
menuju sinus kavernosus.9,10
Suplai darah untuk retina luar, termasuk lapisan pleksiform luar, lapisan inti luar,
Retinal Pigment Epithelium (RPE) dan lapisan fotoreseptor bergantung dari aliran darah dari
koroid yang berada dibawahnya. Sirkulasi koroid menerima darah dari arteri oftalmika
melalui arteri siliaris posterior yang bercabang menjadi arteri siliaris posterior longus dan
arteri siliaris posterior brevis.7,8
Arteri siliaris posterior longus mendarahi koroid bagian anterior, korpus siliaris dan
iris. Sedangkan arteri siliaris posterior brevis mendarahi koroid bagian belakang dan masuk
kedalam bola mata di sekeliling saraf optik. Arteri ini berkontribusi membentuk lingkaran
Haller dan Zinn tetapi mayoritas membentuk koriokapilaris yang merupakan lapisan tipis
kapilaris koroidal yang berada tepat diluar membran Bruchs.9,10
Susunan pembuluh darah koroid berbentuk lobulus, mirip dengan glomerulus ginjal.
Dinding koriokapilaris yang mengarah ke membran Bruchs berfenestrasi yang
memungkinkan lintasan makromolekul dan cairan ke basal RPE. Aliran pasif makromolekul
dan cairan ini dihambat untuk memasuki ruang subretina oleh zonula occludens junction yang
membentuk barier dekat batas apikal RPE. Oleh karena itu RPE dapat menghambat gerakan
pasif dari makromolekul dan cairan dari koroid sehingga RPE berfungsi sebagai bagian luar
dari blood-retinal barrier.7,8
Pembuluh vena yang berasal dari koriokapilaris meninggalkan mata melalui vena
vortikosa. Lalu vena vortikosa dikosongkan kedalam vena oftalmika superior dan inferior.
Lalu meninggalkan rongga orbita dan masuk ke sinus kavernosus.9,10
BAB III
FLUORESCEIN ANGIOGRAFI
Sodium fluorescein berdifusi melalui aliran darah dan koriokapilaris tetapi tidak
berdifusi pada endotel pembuluh darah retina atau pada Retinal Pigmen Epitelium (RPE).
Larutan ini akan dieliminasi oleh hepar dan ginjal dalam waktu 24 jam walaupun pada
beberapa kasus dapat ditemukan pada tubuh hingga 1 minggu setelah injeksi. Oleh karena itu
diperlukan pemeriksaan fungsi hati dan ginjal sebelum melakukan pemeriksaan FA. Juga
akan terjadi perubahan warna kulit dan urin pada hari pertama setelah injeksi.11,12
Setelah itu siapkan alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan, diantaranya:
larutan sodium flourescein 10% dalam 5 ml, wing needle yang dianjurkan adalah yang
mempunyai ukuran 23, spuit dan kamera fundus.1,2,11
Gambar 3. Sodium Fluorescein 10% dalam 5 ml dan wing needle no.23(dikutip dari kepustakaan no.11)
Kemudian masukkan vein needle yang sudah terhubung dengan spuit yang berisi
larutan sodium fluorescein melalui pembuluh darah vena antekubiti. Saat injeksi dimulai
perhitungan waktu segera dilakukan dengan penunjuk waktu pada alat angiografi dihidupkan.
Injeksi dilakukan secara cepat dalam waktu 2-3 detik dengan lengan dibiarkan tetap dalam
keadaan lurus untuk mencegah gangguan aliran vena sehingga waktu sirkulasi lengan ke
retina dapat diukur.11,14
Lalu dengan kamera fundus dapat dilakukan pengambilan foto sesudah 2-3 detik
setelah injeksi. Biasanya larutan sodium fluorescein akan muncul di retina dalam waktu 8-15
detik. Waktu ini dikenal dengan waktu sirkulasi lengan ke retina lalu lakukan pengambilan
foto seri dengan selang waktu 1,5-2 detik.11,12,14
Gambar 5. Posisi pasien dengan arm rest (dikutip dari kepustakaan no.11)
Gambar 6. Posisi tangan saat penyuntikan larutan Sodium Fluorescein (dikutip dari kepustakaan no.11)
3.3 Prinsip Kerja
Gambar 7.Filter biru dan kuning hijau diletakkan pada lensa kamera fundus(dikutip dari kepustakaan
no.13)
Gambaran yang terbentuk direkam oleh film 35 mm hitam putih atau berwarna. Film
ini menghasilkan gambaran pembuluh darah dan koroid yang beresolusi tinggi dan dalam
bentuk stereoskopik. Dalam sistem digital terbaru kontras dan pencahayaan dapat diatur
untuk memperjelas detail gambar sehingga fokus dapat disesuaikan selama pemeriksaan. Dan
dalam sistem digital ini gambar dapat disimpan dan dilihat kembali setiap saat untuk
keperluan diagnosis dan terapi.11,20
Penggunaan sodium fluorescein secara umum aman, tetapi terdapat efek samping
yang dilaporkan akibat penggunaannya. Efek samping yang ringan biasanya tidak
membutuhkan pengobatan seperti: gatal, mual dan muntah yang dilaporkan pada 3-15%
pasien. Reaksi yang lebih berat seperti: urticaria, syncope, pyrexia dan nekrosis jaringan
lokal dilaporkan pada 1-2% pasien. Biasanya pemberian difenhidramin oral atau
intramuskular dapat menghilangkan gejala ini. 11,12,
Sedangkan reaksi yang lebih serius seperti: anafilaktik, kejang, shock dan infark
miokard dilaporkan pada 0,05% pasien. Karena alasan ini maka perlengkapan resusitasi harus
tersedia. Kematian akibat penyuntikan sodium fluorescein mempunyai perbandingan
1:221.781. Walaupun tidak pernah dilaporkan efek penggunaan sodium fluorescein pada
wanita hamil tetapi disarankan untuk tidak digunakan pada wanita hamil terutama pada
trimester pertama.11,12
3.5 Interpretasi
Terdapat 2 daerah penting yang memberikan gambaran spesifik dari fundus, yaitu:
makula dan papil nervus optikus. Pada angiogram normal regio makula memberikan
gambaran khas berupa zona yang gelap (dark zone) sadangkan papil nervus optikus
memberikan gambaran yang sama dengan koroid.2,11
Pada fluorescein angiogram normal, waktu mulainya fluorescein terlihat pada koroid
kira-kira 10-12 detik setelah injeksi pada pasien yang muda dan 12-15 detik pada pasien yang
lebih tua. Keadaan ini tergantung dari beberapa faktor diantaranya: ukuran vena kubiti,
kecepatan injeksi, tekanan darah dan cardiac output.3,18
Fluorescein pertama kali akan muncul di koroid yang akan terisi 1-2 detik sebelum
muncul di arteri retina sentralis. Gambaran yang muncul pertama kali adalah sedikit, tidak
sempurna dan iregular, diselingi bagian yang belum terisi sama sekali berbentuk pulau-pulau
(scattered islands) karena pengisian fluorescein yang terlambat, gambaran ini disebut
choroidal flush. Bila gambaran antara area koroid yang terisi fluorescein dan yang tidak terisi
fluorescein terlihat jelas di tempat yang berdekatan, gambaran ini disebut patchy choroidal
filling. Dalam 10 detik kemudian (20-25 detik setelah injeksi) pengisian koroid menjadi
sempurna dengan gambaran angiogram sangat terang selama 5 detik.3,11,12,
Sedangkan pada saat fluorescein mengisi arteri retina sentralis, maka gambaran
fluorescein angiogram dibagi menjadi: fase arteri, fase arteriovenosus, fase venous, dan fase
resirkulasi.2,4,11,16
Fase Arteri
Setelah 1-3 detik fluorescein mencapai koroid maka fluorescein akan mengisi arteri
retina sentralis. Waktu normal pengisian arteri adalah kira-kira 12 detik setelah injeksi. Bila
terdapat arteri cilioretina maka akan terisi lebih dulu dan terlihat di retina bersama dengan
pengisian koroid.3,11,12
Fase Arteriovenous
Setelah fluorescein mengisi arteri retina maka fluorescein akan menuju ke arteriol
prekapiler, kapiler, venula post kapiler dan ke vena retina. Pada awal fase arteriovenous akan
terlihat fluorescein hanya tipis mengisi dinding vena yang besar, terlihat seperti 3 lapisan
yang mengisi vena..13,11,12
Gambar 9. Fase arteriovenous(Dikutip dari kepustakaan no.11)
Fase Venous
Puncak fase ini terjadi 5-10 detik setelah fase venous dimana seluruh lumen vena
terisi. Hal ini terjadi pada 20-25 detik setelah injeksi, dimana konsentrasi maksimal
fluorescein pada retina dan koroid. Pada fase ini kapiler perifoveal akan terlihat jelas dan
foveal avascular zone pada sentral retina dimana tidak mengandung pembuluh darah.3,11,12
Fase Resirkulasi
Tiga puluh detik setelah injeksi aliran fluorescein konsentrasi tinggi yang pertama
sudah kembali ke jantung dan konsentrasinya di retina mulai menghilang. Fase resirkulasi
akan berlanjut. Setelah 10 menit fluorescein sudah tidak terlihat lagi pada sirkulasi retina dan
koroid.3,11,12
Gambar 11. Fase Resirkulasi(Dikutip dari kepustakaan no.11)
Pertama yang harus kita tentukan adalah menentukan area fluorescein yang abnormal.
Kemudian tentukan gambarannya apakah hipofluorescein dimana berkurangnya atau
hilangnya gambaran fluorescein normal atau hiperfluorescein dimana gabaran flurescein
berlebihan dari normal.1,3,11,12
Hipofluorescein
Merupakan area yang gelap pada angiogram yang dapat disebabkan oleh: block
fluorescein dan vascular filling defect. Pada block fluorescein terjadi bila aliran fluorescein
ada tetapi tidak dapat dilihat karena adanya hambatan penglihatan ke sirkulasi retina dan
koroid. Terhambatnya fluorescein ini terjadi ketika visualisasi fluorescein dihambat oleh
jaringan fibrous atau barier lainnya seperti pigmen atau darah. Sebagai contoh adanya darah
pada vitreus atau adanya lapisan darah didepan retina dapat menghambat penglihatan pada
sirkulasi retina dan koroid. Block fluorescein dapat dibedakan menjadi block retinal
fluorescein dan block choroidal fluorescein.1,3,11,12
Sedangkan vascular filling defect terjadi bila pembuluh darah retina dan koroid tidak
terisi dengan baik, sehingga aliran fluorescein tidak ada ke daerah tersebut. Vascular filling
defect dapat dibedakan menjadi retinal vascular filling defect, disc, choroidal vascular filling
defect. Dapat dibedakan antara block fuorescein dan vascular filling defect dengan cara
pemeriksaan oftalmoskop, bila block fluorescein biasanya akan tampak barier di anterior
sirkulasi retina atau koroid sedangkan pada vascular filling defect akan akan terlihat
normal.1,3,11,12
Hiperfluorescein
Pada transmitted fluorescein juga dikenal dengan window defect yang muncul jika
fluorescein mengisi koriokapilaris normal, tetapi lebih terlihat pada penurunan pigmen
epithelium atau kehilangan pigmen epithelium retina. Biasanya terjadi jika fluorescein dari
sirkulasi koroid terlihat dan terang karena pigmen epitel hilang seperti pada atrofi RPE.
1,3,11,12
Pada abnormal vessel dapat terjadi karena kelainan pembuluh darah retina dan disc
atau kelainan pembuluh darah koroid. Bila terjadi kelainan pembuluh darah di retina maka
dengan mudah dapat dibedakan pada fase dini angiografi, dimana secara morfologis dapat
dikategorikan kedalam 6 kelas, yaitu: tortuositas dan dilatasi, anastomosis, aneurisma,
neovaskularisasi, telangiektasis, dan pembuluh darah tumor. Sedangkan kelainan pembuluh
darah koroid dapat berupa neovaskularisasi di subretina dan pembuluh darah tumor. 1,3,11,12
Sedangkan pada leakage dapat dibagi menjadi vitreus leakage, retinal leakage dan
choroidal leakage. Vitreus leakage merupakan kebocoran fluorescein ke vitreus yang akan
memberikan gambaran kekeruhan putih difus atau lokal dan dispersi pada fase late. Pada
retinal leakage merupakan kebocoran fluorescein di pembuluh darah halus dan pembuluh
darah besar. Dan pada choroidal leakage akan memberikan gambaran pooling dan staining.
1,3,11,12
Gambar 11. Skema Fluorescein Angiografi Abnormal(dikutip dari kepustakaan no.11)
BAB IV
KESIMPULAN
1. Qullen DA, Blodi BA. Ancillary Testing for Retinal and Choroidal Disseases in
Clinical Retina. America. AMA Press; 2002
2. Evangelos S, DAmico DJ, Gragaudas ES. Retina and Vitreous in: Berson E,
DAmico D, Gragaudas ES, Schepens CL (eds.) Principles and Practice of
Ophthalmology. Vol.2.Pennsylvania: Saunders Company; 1994. pp.697-711
3. Regillo CD, Brown GC, Flynn HW. Diagnostic Techniques in Vitreoretinal Disease
The Essentials. Italy. Thieme Medical Publisher; 1999
4. Heimann H, Wolf S in A Practical Guide to Fluorescein Angiography in Joussen
AM, Gardner TW, Kirchof B, Ryan SJ (eds.) Retinal Vascular Disease. New York:
Springer; 2007. pp.193-204
5. Skuta GL, Cantor BL, Weis. Cioffi GA. Fundamentals and Principles of
Ophthalmology. San Fransisco : American Academy of Ophthalmology. Section 2 :
2013-2014
6. Skuta GL, Cantor BL, Weis. Cioffi GA. Retina and Vitreous. San Fransisco :
American Academy of Ophthalmology. Section 12 : 2013-2014
7. Hildebrand GD, Fielder AR. Anatomy and Physiology of the Retina. In Pediatric
retina. Berlin: Springer, 2011
8. Apte BA, Hollyfield JG. Developmental Anatomy of the Retinal and Choroidal
Vasculature. In The Retina and Its Disorders.USA; Elsevier, 2010
9. Haris A, Bingaman D. Retinal and Choroidal Blood Flow in health and Disease. In
Retina, Ryan S (ed). Ed 4. Elseiver Mosby. Los Angeles. vol I. 1989. pp.83-97
10. SchmettererL, Garhofer G in Retinal Blood Flow in Joussen AM, Gardner TW,
Kirchof B, Ryan SJ (eds.) Retinal Vascular Disease. New York: Springer; 2007.
pp.167-174
11. Johnson RN, Fu AD, Donald RM, Jumper MJ, et all Fluorescein Angiography: Basic
Principles and Interpretation. In Optical Imaging Technologies, Ryan SJ (eds)
12. Howard F, Jonathan F in Fluorescein Angiography in Holz FG, Spaide R (eds.)
Medical Retina . New York: Springer, 2010. pp. 19-25
13. Lang GK. Retinas. In Ophthalmology.New York. Thieme. 2000: 307-311
14. Khurana AK. Clinical Methods in Ophthalmology. In Comprehensive
Ophthalmology. Fourth Edition. New Delhi : New Age International (P) Limited,
Publisher. 2007 : 487-489.
15. Ditmar S, Holz FG. The Technical Fundamentals of Fluorescence Angiography. Hart
WM. German: Springer; 2008
16. Ditmar S, Holz FG. Normal Fluorescein Angiography and General Pathological
Fluorescein Phenomena. Hart WM. German: Springer; 2008
17. Olver J, Cassidy L. Retinal and Choroidal Anatomy and Imaging in Ophthalmology at
a Glance. India. Blackwell; 2005
18. Crick RP, Khaw PT. Cardiovascular Conditions. In Textbook of Clinical
Ophthalmology. 3rd edition.London : World Scientific Publishing Co Pte Ltd. 2003 :
289 295.
19. Fundus Fluorescein Angiography (FFA). [online] Available from:
http://www.union.org/ne/consent_form_files/EYE-05e.pdf [ diunduh 12 Juni 2014 ]
20. Allen L. Fundus Photography Reading Center. In: Procedures for Standart Field Color
Fundus Images Using Film and Digital Imaging. University of Wisconsin School of
Medicine and Public Health. Department of Ophthalmology and Visual Sciences. Jan
2007. pp. 1-36
Tinjauan Pustaka Kepada Yth
Rencana Dibacakan
A PRACTICAL GUIDE TO
FLUORESCEIN ANGIOGRAPHY
DESSY ARIYENI
WENI HELVINDA
KHALILUL RAHMAN
TAHAP II
SUB BAGIAN VITREORETINA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
Tinjauan Pustaka Telah Dibacakan
A PRACTICAL GUIDE TO
FLUORESCEIN ANGIOGRAPHY
DESSY ARIYENI
WENI HELVINDA
KHALILUL RAHMAN
TAHAP II
SUB BAGIAN VITREORETINA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
Tinjauan Pustaka
A PRACTICAL GUIDE TO
FLUORESCEIN ANGIOGRAPHY
DESSY ARIYENI
WENI HELVINDA
TAHAP II
SUB BAGIAN VITREORETINA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
Tinjauan Pustaka
A PRACTICAL GUIDE TO
FLUORESCEIN ANGIOGRAPHY
DESSY ARIYENI
KHALILUL RAHMAN
TAHAP II
SUB BAGIAN VITREORETINA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014