YOGI PRATAMA
WENI HELVINDA
KHALILUL RAHMAN
TAHAP III
SUBBAGIAN VITREORETINA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
PROGRAM STUDI OPHTHALMOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
perlu segera dievaluasi sehingga memerlukan konsultasi segera dengan internist atau
kardiolog. Manajemen CRAO terdiri atas manajemen akut dan pencegahan sekunder
untuk mencegah kejadian iskemik. Kurang dari 10% pasien yang mengalami
perbaikan visus yang berarti, dan jarang pasien memiliki perbaikan spontan yang
komplit. Terapi konvensional dapat berupa pijat mata, mengurangi tekanan
intraokuler, meningkatkan aliran darah retina, vasodilatasi suplai darah retina,
menurunkan edema retina, menjaga oksigenasi sampai reperfusi spontan, dan
mengatasi trombus dengan trombolitik. Sampai saat ini, belum ada pengobatan yang
terbuki efektif untuk memperbaiki tajam penglihatan yang signifikan pada kasus
CRAO. Diagnosis yang tepat, cepat dan akurat, serta penanganan segera sangat
dianjurkan karena CRAO bukan hanya mengancam penglihatan tetapi penyakit
sistemik penyertanya juga mengancam jiwa pasien bila tidak dilakukan upaya
pencegahan. 1,2,4,7
Pada makalah ini akan dibahas mengenai anatomi retina, patofisiologi dan
penatalaksanaan CRAO.
3
BAB II
Retina merupakan lapisan sel yang menyelubungi bagian dalam bola mata.
Retina melapisi sekitar 72% permukaan dalam bola mata dengan diameter 22 mm,
membentang dari saraf optik sampai ke ora serata. Retina merupakan bagian yang
berfungsi menerima rangsangan cahaya dan merubahnya menjadi impuls saraf yang
diteruskan ke kortek cerebri. 1,2,4
Retina berkembang dari invaginasi vesikel optik yang membentuk lapisan luar,
berupa epitel pigmen retina dan lapisan dalam yaitu neurosensori retina. Lapisan
terluar berbatasan dengan koroid, dan lapisan paling dalam berhubungan dengan
vitreous. Lapisan retina dari luar ke dalam adalah epitel pigmen retina beserta lamina
basal, sel kerucut dan batang, membran limitans eksterna, lapisan inti luar, lapisan
4
pleksiform luar, lapisan inti dalam, lapisan pleksiform dalam, lapisan sel ganglion,
lapisan serabut saraf dan membran limitans interna.2,3,4
Retina mendapat suplai darah dari dua sumber, suplai pertama dari cabang arteri
retina sentral, yang mengalirkan darah ke bagian dalam retina, dan suplai ke dua dari
koriokapilaris koroid, yang memperdarahi bagian luar retina. Oklusi pada arteri retina
sentral hanya berpengaruh terhadap bagian dalam retina yang diperdarahinya, yaitu
membran limitans interna, lapisan serabut saraf, lapisan sel ganglion, lapisan
pleksiform dalam dan lapisan inti dalam.2,4,5
5
Gambar 3. Vaskularisasi Retina
A= Arachnoid, C = koroid, CRA = arteri retina sentralis, Col. Br. = cabang kolateral, CRV = vena
retina sentralis, D = duramater, LC = lamina kribrosa, ON = nervus optikus, PCA = arteri siliaris
posterior, PR = daerah prelaminar, R = retina,
S = sklera; SAS = ruang subarachnoid.2
Arteri retina sentral merupakan cabang pertama dan salah satu cabang terkecil
dari arteri oftalmikus. Arteri oftalmikus adalah pembuluh darah mayor yang
memperdarahi orbita yang merupakan cabang pertama dari arteri karotis interna.
Arteri retina sentral menembus bagian medial inferior selubung saraf optikus, kira-
kira 12 mm posterior bola mata. Kemudian berlanjut ke diskus optikus dan bercabang
dua menjadi cabang papiler superior dan inferior. Pada tempat arteri ini melewati
lamina kribrosa, dinding pembuluh darah menjadi lebih tipis karena lamella elastis
interna menghilang dan lapisan pembungkus otot medial menjadi berkurang. Cabang
papiler superior dan inferior dari arteri retina sentral kemudian masing-masing
bercabang lagi membentuk cabang nasal dan temporal. Cabang nasal berjalan
langsung ke perifer dan cabang temporal mengitari fovea sentral sebelum menuju ke
perifer.5,6,7
Pembuluh darah kapiler retina membentuk jaringan kapiler superfisial pada
lapisan serabut saraf dan jaringan kapiler intraretina pada lapisan nukleus dalam.
Jaringan kapiler intraretina memperoleh suplai darah dari arteriol yang terdapat pada
6
lapisan serabut saraf. Pembuluh darah retina merupakan end vessels yang secara
normal tidak beranastomosis.4,6,7
Arteri silioretina terdapat pada kira-kira 14% populasi dan sebanyak 25%
penderita oklusi arteri retina sentral memiliki arteri silioretina. Cabang-cabang arteri
silioretina yang berasal dari arteri siliaris posterior pendek ikut memperdarahi makula
melalui peredaran darah koroid. Arteri siliaris posterior yang memperdarahi koroid
ini berasal dari bagian distal arteri oftalmikus.5,6,8
Distribusi vena-vena pada retina mengikuti distribusi dari arteri. Pembuluh vena
mempunyai lapisan endotel yang mengandung sedikit jaringan ikat. Vena retina
sentral keluar dari selubung saraf optik pada tempat masuknya arteri retina sentral.5,6
Pada CRAO, oklusi disebabkan oleh emboli yang berasal dari arteri carotis,
emboli trombosit-fibrin dihubungkan dengan aterosklerosis pada pembuluh darah
besar dan emboli calcific berasal dari penyakit katup jantung. Disamping itu CRAO
juga dihubungkan dengan trauma, kelainan koagulasi, dan pemakaian kontrasepsi
oral.7,8,9
CRAO disebabkan oleh atherosclerosis-related thrombosis, tetapi pada
beberapa kasus merupakan akibat embolisasi. Fenomena emboli dalam area distribusi
7
carotis bisa meliputi transient ischemic attack pada sirkulasi retina, merupakan
penyebab amaurosis fugax yang paling sering.9,10
8
Gambar 6. Funduskopi mata kiri dengan non arteritic CRAO dengan paten arteri cilioretinal 6
9
4. Arteritic CRAO
Arteritic CRAO hanya terdapat pada 5% kasus CRAO. Giant cell arteritis
(GCA) merupakan penyebab utama arteritic CRAO. GCA juga dihubungkan
dengan terjadinya anterior arteritic iskemic optic neuropathy (AAION).
Hilangnya penglihatan pada tipe ini terjadi akibat iskemia akut baik dari retina
maupun papil nervus optikus. Pada fundus fotografi ditemukan gambaran klasik
CRAO, dengan atau tanpa edem papil akibat AAION. Pada FFA ditemukan
CRAO dan oklusi arteri siliaris posterior.6,11,12
10
karotis dapat dievaluasi dengan ultrasonografi, arteriografi, dan CT angiografi.
5,10,11
Jantung dan pembuluh darah besar merupakan sumber penting lain emboli
yang harus dipertimbangkan ketika melakukan evaluasi pada pasien CRAO.
Penyakit katup jantung, myxoma, dan pembentukan trombus di atrium kiri
sekunder akibat atrial fibrilasi, dapat menyebabkan terbentuknya emboli dan
oklusi vaskular. Disamping itu, right to left shunt seperti patent foramen ovale,
dapat menyebabkan emboli dari penyakit trombosis vena bisa mencapai sirkulasi
arteri. Sumber emboli endogen lain yang pernah dilaporkan diantaranya emboli
lemak akibat patah tulang, dan emboli cairan amnion saat melahirkan. 5,10,11
Emboli eksogen juga dapat mencapai sirkulasi retina dan menyebabkan
oklusi, seperti emboli akibat pemberian obat intravena, emboli dari injeksi steroid
dari daerah nasal atau periorbita, atau emboli yang berkaitan dengan produk darah
seperti emboli platelet selama transfusi. 16,17
Emboli pada sirkulasi retina 20%-30% dapat dilihat dengan oflamoskop,
Umumnya emboli dapat disebabkan oleh kolesterol, fibrin pletelet, dan emboli
calcific. Emboli kolesterol disebut juga hollenhorst plaque, biasanya kecil,
berwarna kuning terang, dan sering pada bifucation. Paling sering timbul dari plak
aterosklerosis arteri karotis. Emboli pletelet fibrin tampak abu-abu putih, lebih
besar, dan panjang dibanding emboli kolesterol, serta tampak melewati pembuluh
darah retina. Emboli calsific berukuran lebih besar, berwarna abu-abu putih, dan
dikaitkan dengan obstruksi lokal yang lebih berat. Emboli calcific lebih
disebabkan oleh penyakit katup jantung.10,11,18
CRAO menyebabkan edema intraselular pada lapisan dalam retina dan
piknosis nuclei sel ganglion. Akibatnya timbul nekrosis, iskemik retina menjadi
pucat dan tampak berwarna putih kekuningan. Polus posterior terlihat paling
pucat sebagai akibat penebalan lapisan serabut saraf dan lapisan ganglion.
Foveola menunjukkan gambaran “cherry red spot” yang disebabkan adanya
lapisan epitel pigmen retina dan koroid yang utuh dibawahnya dan tetap adanya
suplai darah dari lapisan koriokapilaris. Gambaran cherry red spot dapat timbul
11
30 menit setelah serangan CRAO akut, tetapi pada beberapa kasus dilaporkan
timbul 12-36 jam setelah serangan akut. Pucat pada retina ditemukan setelah 15
menit hingga beberapa jam dan akan berangsur hilang setelah 4-6 minggu.
Kerusakan lapisan-lapisan dalam retina dapat berlanjut dengan menyempitnya
arteriol retina dan pucatnya saraf optik. Lapisan epitel pigmen umumnya tidak
mengalami gangguan. Gambaran ‘boxcar” atau “cattle trucking” dapat terlihat
pada arteri dan vena retina yang merupakan tanda obstruksi berat. 6,7,9
12
signifikan meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit pada trombosis arteri.
Abnormalitas struktur pembuluh darah seperti prepapillary arterial loop dapat
menyebabkan turbulensi dan statis aliran darah sehingga berkontribusi
menyebabkan trombosis dan mengakibatkan oklusi arteri. Trombofilia
merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi yang secara
genetik meningkatkan kemungkinan terjadinya trombosis pembuluh darah.
Kondisi ini diperberat jika terjadi bersamaan dengan faktor resiko hiperkoagulasi
lain seperti trauma, malignansi, kehamilan, penggunaan alat kontrasepsi oral,
penyakit autoimun, dan merokok. Perubahan pada komponen darah seperti
defisiensi human antithrombin (AT), protein C dan protein S dapat menyebabkan
tendensi pembentukan trombus dan menyebabkan CRAO. 5,15
GCA merupakan salah satu penyebab CRAO melalui mekanisme
vaskulitis dan trombosis. Pasien CRAO yang terjadi pada usia lebih dari 50
tahun dengan gejala nyeri pada mata, sakit kepala, nyeri pada kulit kepala, jaw
claudication, malaise, anoreksia, demam, dan penurunan berat badan, harus
dicurigai untuk kemungkinan GCA. Vaskulitis sitemik lain yang berhubungan
dengan penyakit vaskular kolagen, dapat menyebabkan CRAO, seperti
vasculitis rheumatoid dan systemic lupus erythematosus (SLE). 5,15,18
Vasospasme merupakan salah satu penyebab CRAO yang jarang terjadi.
Gass melaporkan bahwa beberapa derajat refleks spasme bisa berperan sebagai
penyebab oklusi arteri retina yang bisa disebabkan oleh migrain, penyakit
kolagen vaskuler, dan sickle cell hemoglobinopathies.14,15
Kondisi lokal di mata yang dikaitkan dengan oklusi pembuluh darah retina
diantaranya kondisi anomali struktur peripapillary arterial loop, drusen pada
papil saraf optik dan benda asing intra okuler. Peningkatan tekanan intraokuler
sekunder akibat glaukoma sudut tertutup, kompresi arteri oftalmika atau arteri
retina sentralis yang disebabkan oleh selulitis orbita, abses orbita, trombosis
sinus kavernosus, dan neoplasma dapat mencetuskan terjadinya CRAO. 5,15,29
13
BAB III
PENATALAKSANAAN CRAO
14
atau kombinasi dengan obat untuk mengurangi tekanan intraokuler belum
menunjukkan secara signifikan memperbaiki CRAO. 2,6, 14, 17
15
terbukti dapat meningkatkan tajam penglihatan signifikan pada pasien dengan
CRAO. 1, 2, 14
16
3.7 Hiperbarik Oksigen
3.8 Trombolitik
3.9 Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid dilakukan pada kasus arteritic CRAO yang
dicurigai akibat GCA berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan didukung oleh
17
pemeriksaan laboratorium darah. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi
diberikan sebagai terapi inisial. 5
CRAO dikaitkan dengan tingginya derajat morbiditas dan mortalitas karena
komplikasinya yaitu kehilangan penglihatan yang berat dan permanen, serta
resiko sistemik. Selain menyebabkan penurunan penglihatan yang berat, CRAO
juga dapat menyebabkan berkurangnya lapangan pandang sehingga dapat
menyebabkan turunnya kemandirian dan kualitas hidup. Pasien CRAO
memerlukan pengawasan oftalmologi yang ketat tentang perkembangan
neovaskularisasi segmen anterior akibat iskemik okuler kronis. Kondisi ini
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler akibat neovaskuler, yang
memberikan gejala nyeri dan penurunan tajam penglihatan yang memburuk
dengan cepat. Neovaskularisasi di segmen posterior dapat menyebabkan
perdarahan vitreus dan ablasio retina. 2, 21
Disfungsi visual yang semakin buruk meningkatkan resiko jatuh dan patah
tulang, yang akhirnya semakin mengurangi kemandirian dan kualitas hidup.
CRAO juga dikaitkan dengan adanya kondisi iskemik sebelumnya seperti infark
miokard atau infark serebri, dan juga CRAO dapat meningkatkan insiden infark
miokard dan infark serebri berikutnya. Hal ini pernah dilaporkan pada EAGLE
trial, dari 77 pasien dengan CRAO, 15 pasien (19,5%) mengalami stroke atau
transient ischemic attact (TIA) dimana 5 pasien mengalami stroke dalam 1
bulan sejak terdiagnosis CRAO, 4 dari 5 pasien ditemukan stenosis arteri karotis
ipsilateral terhadap CRAO nya. Studi yang dilakukan di Taiwan melaporkan
bahwa tingkat stroke 2,7 kali lipat lebih tinggi dalam 3 tahun pertama pada
pasien CRAO dibandingkan dengan insiden stroke tertinggi terjadi dalam bulan
pertama setelah terdiagnosis CRAO. Peningkatan resiko stroke dapat bertahan
hingga 10 tahun setelah CRAO.2
Resiko kardiovaskular juga tinggi pada pasien CRAO. Beberapa penelitian
menunjukkan kejadian iskemik kardiovaskular terjadi lebih sering dan menjadi
penyebab lebih tingginya mortalitas pada pasien CRAO dibandingkan stroke.
18
Studi kohort yang dilakukan Hankey dkk melaporakan 98 pasien dengan
CRAO atau BRAO, 29 pasien meninggal selama follow up (4,2 tahun), dimana
1 orang meninggal karena iskemik serebral, dan lebih dari separuh kematian
(59%) disebabkan oleh penyakit. Resiko kematian dalam 5 tahun akibat
penyakit setelah CRAO adalah 24%, sedangkan akibat iskemik serebral sekitar
11,7%. 6
Dapat disimpulkan bahwa CRAO merupakan manifestasi awal dari
penyakit sistemik yang mendasarinya, sehingga menempatkan pasien menjadi
lebih beresiko untuk selanjutnya menderita kondisi iskemik seperti infark
miokard dan infark serebri, yang akhirnya dapat menurunkan kemandirian dan
kualitas hidup serta meningkatkan mortalitas pasien.2, 13
19
BAB IV
KESIMPULAN
20
5. Penatalaksanaan CRAO bertujuan untuk memperbaiki perfusi arteri retina
sentralis, mengatasi oklusi emboli, menurunkan TIO dan vasodilatasi
arteriol retina.
DAFTAR PUSTAKA
1. Osborne NN, Casson JB. Retinal Ischemia Mechanisms of Damage and Potential
Therapeutic Stratgies. In Progress in Retinal and Eye Research. Elsevier.
Netherlands. 2018: 92-132
2. Skuta GL, Cantor BL, Weiss JS. Basic and Clinical Science Course. Fundamentals
and Principles of Ophthalmology. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology. Section 2: 2019-2020: 76-92
3. Choi JS, Kim AK. Inhibition of Cyclooxigenase-2 Expression by Zinc-Chelator In
Ischemia Retina. In Vision Research. Elsevier. Japan. 2016: 2723-2726
4. Ryan SJ. Functional Anatomy of the Mammalian Retina. In Retina Fourth Edition.
Elsevier Mosby. USA. 2016: 43-83
5. Eva PR, Mhauter JP. Anatomy & Embriology of the Eye. In Vaughan & Asbury’s
General Ophthalmology Seventeenth Edition. Lange Medical Books/Mc Graw-Hill.
New York. 2016: 50-61
21
6. Hayreh SS, Zimmerman MB. Central retinal artery occlusion : visual out come.
American journal of ophthalmology vol 14 No 3. Elsevier; 2005. p. 376e1-e18.
7. Salmon JF. Retinal vascular disease. In : Kanski’s clinical ophthalmology a systemic
approach Ed 9. Elsevier; 2020. p. 527-531.
8. Cantor L, Rapuano CJ, McCannel C. The eye. In : Fundamentals and Principles of
Ophthalmology. American Academy of Ophthalmology. San Francisco; 2019. p. 119-
140.
9. Chronopplous A, Schutz JS. Central retinal artery occlusion a new provisional
treatment approach. In: Survey of ophthalmology; 2019. P. 1-32.
10. Kumar A, Agarwal D, Balaji A. Commentary a cluster of retinal artery occlusion
following cataract surgery. Indian journal ophthalmology; 2019. p. 635.
11. Russel JF, Scott NL, Haddock LJ et al. Central retinal artery occlusion on post
operative one day after vitreoretinal surgery. In : American journal of
apohthalmology case report. Elsevier; 2018.p. 93-96.
12. Lavin P, Patrylo M, Hollar M, et al. Stroke and risk factor with central retinal artery
occlusion. In : American journal of apohthalmology. Elsevier; 2018. p. 1-9.
13. Limaye K, Wall M, Uwaydat S, et al. Is management of central retinal artery
occlusion the next frontier in cerebral disease?. In : journal of stroke and
cerebrovascular disease; 2018. p. 1-11.
14. Lu N, Wang NL, Wang Gl, et al. Vitreous surgery with direct central retinal artery
massage for central retinal artery occlusion. In : Eye Journal; 2009. p. 867-872.
15. Tang P, Engel K, Parke DW. Early onset of ocular neovascularization after
hyperbaric oxygen therapy in a patient with central retinal artery occlusion. In :
Ophthalmol Ther .Springerlink; 2016. p. 1-7.
16. Hakim N, Hakim J. Intra arterial thrombolysis for central retinal artery occlusion. In :
Clinical ophthalmology. 2019. p. 2489-2509.
17. Fouda AY, Eidahshan CRAO, Narayanan SP, et al. Arginase pathway in acute retina
and brain injury : therapeutic opportunities and unexplored avenues. In : Frontier in
pharmacology; 2020. p. 1-7.
22
18. Berman ER. Glia ( Muller Cells). In Biochemistry of the Eye. Plenum Press. New
York and London.2013:410-411
19. Miller RF. The Physiology and Morphology of the Vertebrate Retina. In Retina
Fourth Edition Ryan SJ. Elsevier Mosby. USA. 2017: 127-204
20. Brown CG. Arterial Occlusive Disease. In Vitreoretinal Desease the Essentials.
Thieme. New York. 2015: 97-114
23