Anda di halaman 1dari 25

FILSAFAT PENDIDIKAN MARIA MONTESSORI DENGAN

TEORI BELAJAR PROGRESIVISME DALAM


PENDIDIKAN AUD

Ani Oktarina, Maemonah

Program Magister PIAUD, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan


Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta
E-mail : oktarinamuhyins21@gmail.com

ABSTRAK
Tulisan ini berusaha menjelaskan pendidikan Islam dari sudut pandang Maria
Montessori, yang merupakan tokoh pendidikan anak yang mencurahkan hampir
keseluruhan hidupnya untuk anak-anak. Maria Montessori memiliki prinsip dasar
mengenai metode montessori ini, yang sangat memfokuskan anak sebagai childern
center dan orang dewasa sebagai pembimbing. Menurutnya, suatu fase kehidupan di
awal sangat berpengaruh terhadap faserase kehidupan selanjutnya artinya bahwa
pengalaman-pengalaman yang dialami oleh seorang anak di awal kehidupannya sangat
berpengaruh terhadap kedewasaannya kelak begitu juga perlakuan yang di dapatkan
anak sejak kecil akan sangat berpengaruh terhadap perkembang an anak selanjutnya.
Kemudiaan sebagai umat Islam, sudah menjadi kewajiban bagi orang tua dan pendidik
untuk menanamkan nilai-nilai ke-Islaman pada anak-anaknya. Dan agar nilai-nilai ke-
Islaman tersebut dapat terserap dengan sempurna, maka harus diajarkan sejak anak-anak
usia dini juga. Rasulullah telah menegaskan tentang tanggung jawab orang tua terhadap
anak-anak dalam sabdanya.

Kata Kunci : Maria Montessori; Progresivisme; PAUD

ABSTRACT

This paper tries to explain Islamic education from the perspective of Maria Montessori, who is a
figure of children's education who devotes almost her entire life to children. Maria Montessori has
a basic principle regarding this montessori method, which is very focused on children as childern
centers and adults as guides. According to him, a phase of life at the beginning is very influential
on the phases of the next life which means that the experiences experienced by a child early in life
are very influential on their maturity as well as the treatment that children get from childhood will
greatly affect the subsequent development of children. Youth as Muslims, it has become an
obligation for parents and educators to instill Islamic values in their children. And so that these
Islamic values can be absorbed perfectly, it must be taught from an early age as well. Rasulullah
has emphasized the responsibility of parents towards children in their sayings.

Keywords: Maria Montessori; Progressivism; PAUD

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│64


A. PENDAHULUAN
Berbicara Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), kita tidak bisa lepas dari
tokoh yang satu ini Maria Montessori. Dimana peran dan gagasannya yang telah
mewarnai corak PAUD di dunia. Namun kita juga patut menafsirkan dengan
mengadaptasi tidak sekedar mengadopsi gagasan Maria Montessori tersebut
ketika akan diterapkan dalam PAUD di Indonesia.
Untuk menjangkau audien yang lebih luas, Montessori menggunakan dua
cara utama untuk menyebarkan metodenya: ceramah dan penerbitan. Sebagai
seorang profesor Montessori menjadi dosen yang ahli dan dia menggunakan
ceramah didepan umum untuk menyebarkan metodenya. Montessori juga ahli
dalam menggunakan penerbitan untuk menyebarkan ide-idenya baik kepada
kalangan pendidik maupun kepada kalangan publik.
Pada prinsipnya secara umum gagasan beliau adalah, bahwa anak dilihat
sebagai individu yang harus dilakukan seoptimal mungkin dalam lingkungan si
anak. Kita sebagai orang dewasa tidak bisa menyepelekan dan meremehkan
kemampuan anak. sehingga anak memilki hak untuk belajar sesuai dengan cara
dan metode yang diinginkannya.

B. Pembahasan
1. Biografi Maria Montessori
Seorang perempuan berkebangsaan Italia yang memiliki nama lengkap
Maria Montessori dilahirkan pada tanggal 31 Agustus 1870 di kota Chiaravalle,
provinsi Ancona, Italia Utara. Ayah Maria Alessandro Montessori adalah tentara
pejuang yang mendukung persatuan Italia dan memiliki pemikiran sangat
tradisional serta militan. Renilde Stoppani, ibu Maria Montessori berasal dari
keluarga kaya dan berpendidikan tinggi. Menururt Kramer sebagaimana dikutip

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│65


oleh Agustina Prasetyo Magini, Renilde Stoppani disebut sebagai “wanita dalam
era transisi”.1

Selepas dari militer, Alessandro menjadi pegawai negeri. Setelah berhasil


membantu persatuan Italia, Alessandro diangkat sebagai karyawan kepausan dan
bekerja sebagai akuntan di departermen keuangan. Namun pada tahun 1853,
Alessandro mengundurkan diri dan memilih menjadi pengawas atau “inspektur”
perusahaan garam dan tembakau “Comachio e Cervia” yang masih berada
dibawah kantor kementrian keuangan. Sebagai inspektur, Alessandro sering
ditugaskan ke berbagai tempat. Pada tahun 1865 Alessandro ditugaskan di
Chiaravalle, yang kemudian pada saat itulah ia bertemu dengan Renilde Stoppani
seorang wanita cantik keturunan bangsawan.

Alessandro dan Renilde menikah pada musim semi tahun 1866. Saat itu
Alessandro berusia 33 tahun, tetapi sudah memiliki pekerjaan dengan jabatan
tinggi. Setelah menikah Alessandro ditugaskan ke Venice. Pada tahun 1869,
mereka kembali Chiarvalle. Setahun kemudian, lahirlah Maria. Mengingat jasa
alessandro Montessori yang sangat besar terhadap pemerintah Italia, ia
mendapatkan anugerah jasa “Cavaliere” yang setingkat dengan gelar
kebangsawanan dari kerajaan Inggris pada tahun 1880. Saat itu maria masih
berusia 10 tahun dan Alessandro berusia 48 tahun.

Renilde stoppani, meskipun mengikuti pola hidup tradisional dengan


mendedikasikan hidupnya sebagai ibu rumah tangga, namun ia tetap mendukung
ambisi dan keinginan anaknya dalam melawan arus stereotipe wanita pada masa
itu. Renilde sangat liberal dan mengagumi sepupunya, Antonio Stoppani. 2 Dia
adalah pakar di bidang ilmu Bumi dan Paleontologi (Ilmu Fosil). Sumbangan
Antonio adalah pandangan positif tentang ilmu bumi dan fosil yang saat itu sedikit
bertentangan dengan dogma gereja.

1 Agustina Prasetyo Magini, Sejarah pendekatan Montessori, (Yogyakarta: KANISIUS,


2013), 9.
2 Antonio Stoppani adalah sepupu Renilde, seorang pastor ilmuwan yang menjadi

dosen di Universitas Pavia dan Fakultas Politeknik Milan.

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│66


Maria tumbuh dan berkembang diantara orang-orang berjiwa patriotik dan
sangat terbuka terhadap kemajuan. Namun jika ia sendiri tidak memiliki krakter
istimewa dari dalam dirinya, tentu ia tidak akan memiliki kepekaan terhadap
problematika sosial yang ada saat itu. Maria dibesarkan dalam pola keluarga
tradisional, yaitu ayah bekerja dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Maria hidup
dalam keluarga yang terbuka, demokratis, dan disiplin.

Maria sejak kecil diwajibkan oleh ibunya untuk merenda dan membuat
sesuatu untuk dibagikan kepada orang-orang miskin. Pengalaman inilah menjadi
pembelajaran tentang kepekaan sosial yang ditanamkan oleh ibunya kepada maria.
Selain itu, Maria kecil diwajibkan ibunya untuk membantu membersihkan lantai.
Pengalaman ini yang kemudian dijadikan Maria sebagai dasar pembelajaran
“kehidupan sehari-hari” dalam pendekatannya. 3

2. Karya-Karya
a. The Montessori Method : The Origin of an Educational Innovation :
Including an Abridged and Annotated Edition of Maria Montessori’s
The Montessori Method
b. ll metode della pedagogia scientific (1909)
c. Antropologia Pedagogica (1910)
d. Dr. Montessori own handbook, 1914
e. L’autoeducazione nelle scuole elementarii (1916)
f. The Child in the church (1929)
g. ll segreto dell’infazia (1938)
h. Formazione dell’Uomo (1949)
i. The absorbent mind (1949; Bahasa Italia :La mante del bambino
(1952)
j. L’Educazione e Pace (1949, 1972)

3 Ibid., 10.

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│67


3. Pandangan Montessori Tentang Anak dengan Teori Progresivisme
Aliran filsafat progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di
dunia pendidikan pada abad ke-20, di mana telah meletakkan dasar-dasar
kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebebasan
baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan
kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang
dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu filsafat progressivisme tidak menyetujui
pendidikan yang otoriter, sebab pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas
para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi
pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis
anak didik.

Pandangan Montessori tentang anak tidak terasumsi dari pengaruh


pemikiran Rouseau, Pestalozzi dan Froebel yang menekankan pentingnya kondisi
lingkungan yang bebas dan penuh kasih sayang untuk dapat berkembangnya
potensi bawaan anak.

Menurutnya, suatu fase kehidupan di awal sangat berpengaruh terhadap


faserase kehidupan selanjutnya artinya bahwa pengalaman-pengalaman yang
dialami oleh seorang anak di awal kehidupannya sangat berpengaruh terhadap
kedewasaannya kelak begitu juga perlakuan yang di dapatkan anak sejak kecil
akan sangat berpengaruh terhadap perkembang an anak selanjutnya.4

Pandangan Montessori tentang anak dapat difahami melalui konsep-


konsepnya

a. Anak mengkonstruksi sendiri perkembangan jiwanya (Child's


Selfconstruction)
b. Masa-masa sensitif (Sensitive Periodes)
c. Jiwa Penyerap (Absorben mind)

4 Elizabeth G. Hainstock. Metode Pengajaran Montessori Untuk Anak Prasekolah,


(Jakarta : Pustaka Delapratasa, 1999), Hal.35

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│68


d. Hukum-hukum perkembangan ( The natural laws governing the
child's psychic growth)
Seperti telah diungkapkan di atas bahwa Montessori meyakini bahwa anak
secara bawaan telah memiliki suatu pola perkembang psikis. Selain itu, anak juga
memiliki motif yang kuat ke arah pembentukan sendiri jiwanya (self
construction).
Dengan dorongan ini anak secara spontan berupaya mengembang kan dan
membentuk dirinya melalui pemahaman terhadap lingkungan. Beliau pun
mengungkapkan bahwa meskipun anak sudah memiliki pola psikis bawaan dan
dorongan vital untuk mencapainya, tidak berarti bahwa ia membawa model-model
perilakunya sudah jadi. Dengan demikian anak mengembangkan pola-pola
perkembangan dan kekuatan nya itu sejak lahir melalui pengalaman-pengalaman
interaksional pendidikan. Ada dua kondisi yang diperlukan dalam perkembangan
anak yakni pertama adalah adanya suatu interaksi yang terpadu antara anak
dengan lingkungannya (baik benda maupun orang) dan ke dua adalah adanya
kebebasan bagi anak.5
Montessori yakin bahwa dalam tahun-tahun awal seorang anak
mempunyai apa yang dia sebut sebagai "sensitive periods" artinya selama masa ini
seorang individu mudah menerima stimulus-stimulus tertentu.
Masa-masa sensitif yang diungkapkan Montessori yaitu :
a. Lahir - 3 tahun Pikiran dapat menyerap Pengalaman -
pengalaman sensoris
b. 1,5 – 3 tahun Perkembangan bahasa
c. 1,5 – 4 tahun Koordinasi dan perkembangan otot Minat pada
benda-benda kecil
d. 2 – 4 tahun Peneguhan gerakan Minat pada kebenaran dan
realitas Menyadari urutan dalam waktu dan ruang
e. 2,5 – 6 tahun Peneguhan sensoris
f. 3 – 6 tahun Rawan pengaruh orang dewasa

5 Solehudin , Konsep Dasar Pendidikan Anak Prasekolah , (Bandung: FIP UPI, 2002),
Hal.134

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│69


g. 3,5 – 4,5 tahun Menulis
h. 4 – 4,5 tahun Kepekaan indera
i. 4,5 – 5,5 tahun Membaca
Selain itu, montessori meyakini bahwa jiwa anak masih belum terbentuk.
Dengan pengetahuan yang dimilikinya, orang dewasa dapat membangun
pengetahuan-pengetahuan lainnya. Gejala psikis yang memungkinkan anak untuk
membangun pengetahuan nya itu dikenal dengan konsep absorbent mind. Dengan
gejala psikis ini anak dapat melakukan penyerapan tak sadar terhadap lingkungan.
Kemudian anak menggabungkan pengetahuan secara langsung ke dalam
kehidupan psikisnya. Kesan-kesan yang diperolehnya melalui proses ini tidak
semata-mata memasuki jiwa anak, tetapi juga membentuknya. Proses tak sadar
tersebut selanjutnya diganti secara berangsur-angsur oleh proses atau aktivitas
jiwa yang disadari.

4. Pandangan Progressivisme dan Penerapannya di Bidang


Pendidikan
Aliran filsafat progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di
dunia pendidikan pada abad ke-20, di mana telah meletakkan dasar-dasar
kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebebasan
baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan
kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang
dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu filsafat progressivisme tidak menyetujui
pendidikan yang otoriter, sebab pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas
para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi
pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis
anak didik.

Adapun filsafat progresivisme memandang tentang kebudayaan bahwa


budaya sebagai hasil budi manusia, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik
manusia yang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan berubah. Untuk itu
pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│70


haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhimya akan dapat
memberikan warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan sehingga
keluaran yang dihasilkan (anak didik) adalah manusia-manusia yang berkualitas
unggul, berkompetitif, insiatif, adaptif dan kreatif sanggup menjawab tantangan
zamannya.

Penerapan aliran progressivisme dalam dunia pendidikan memerlukan


kurikulum yang berpusat pada pengalaman atau kurikulum eksperimental, yaitu
kurikulum yang menekannkan bahwa apa yang diperoleh anak didik selama di
sekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyatanya. Dengan metode
pendidikan "Belajar Sambil Berbuat" (Learning by doing) dan pemecahan
masalah (Problem solving) dengan langkah-langkah menghadapi problem,
mengajukan hipotesa. Dengan berpijak dari pandangan di atas maka sangat jelas
sekali bahwa filsafat progresivisme bermaksud menjadikan anak didik yang
memiliki kualitas dan terus maju (progress) sebagai generasi yang akan menjawab
tantangan zaman peradaban baru.

Menurut aliran progressivisme sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi
pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Artinya sekolah adalah
bagian dari masyarakat. Untuk itu sekolah harus dapat mengupayakan pelestarian
karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana
sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan
program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik tentang
apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Perlu diketahui bahwa
sekolah bukan hanya berfungsi sebagai transfer of knowledge (pemindahan
pengetahuan) akan tetapi sekolah juga berfungsi sebagai transfer of value atau
pemindahan nila nilai, sehingga anak menjadi trampil dan berintelektual baik
secara fisik maupun psikis.

Sekolah sebagai wiyata mandala (lingkungan pendidikan) sebagai wadah


pembinaan dalam pendidikan anak-anak didik dalam rangka menumbuh
kembangkan segenap potensi-potensi baik itu bakat, minat dan kemampuan-

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│71


kemampuan lain agar berkembang secara maksimal. Guru sebagai pendidik
bertanggung jawab akan tugas pendidikannya. Seluruh aktivitas-aktivitas yang
dijalankan guru harus diperuntukkan untuk kepentingan anak didik.

Dari uraian di atas, dapatlah diambil suatu konklusi asas progresivisme


dalam belajar bertitik tolak dari asumsi bahwa anak didik bukan manusia kecil,
tetapi manusia seutuhnya yang mempunyai potensi untuk berkembang, setiap
anak didik berbeda kemampuannya, individu atau anak didik adalah insan yang
aktif kreatif dan dinamis dan anak didik punya motivasi untuk memenuhi
kebutuhannya.

5. Model Kurikulum Montessori


Pembelajaran model Montessori menggabungkan anak dari berbagai usia
dan kemampuan menjadi satu kelas. Lingkungan pembelajaran diatur sesuai
ukuran tubuh anak, materi bermain yang berurut dari sederhana menuju komplek,
menyiapkan pengalaman langsung dalam setiap aktivitas anak dengan melibatkan
anak secara aktif, dan guru bertindak membimbing dan mengamati proses
perkembangan anak daripada memberikan instruksi. Pembelajaran menurut model
Montessori lebih diorganisasi secara individualis daripada kelompok. Sekolah
Montessori melaksanakan pembelajaran yang lebih bersifat individu pada anak
dan tidak direncanakan untuk kegiatan kelompok. Anak berpindah dan berganti
materi permainan dengan bebas di seluruh ruangan.6 Model Montessori
menjabarkan tiga konsep sebagai kunci pembelajarannya, yaitu:7

a. Anak belajar jika melakukan aktivitas secara langsung


b. Anak bebas memilih apa yang dibutuhkannya untuk
mengembangkan kompetensinya.

6 Faneey, Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini. (Jakarta :


Puskur,2007), Hal.77
7 Brewer, Jo Ann. 2007. Introduction To Earlychildhood Education. (USA: Pearson

Education, Inc, 2007), Hal.52

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│72


c. Guru tidak boleh mendiktekan tujuan belajar kepada anak agar
anak dapat memilih kegiatan dengan bebas sehingga tercipta
suasana belajar yang menyenangkan.
6. Pandangan Montessori Tentang Proses Pendidikan Anak Usia
Dini
Pemikiran Maria Montessori telah memberikan kontribusi yang besar
terhadap revolusi pendidikan dewasa ini. Anak makhluk yang konstruktif yang
memerlukan bantuan orang dewasa agar perkembangannya optimal. Pendidikan
yang selama itu terjadi dalam pandangan Montessori, telah membelenggu
perkembangan anak. Guru dan orang dewasa yang egosentris, otoriter, dan
berperan sebagai ahli adalah merupakan kekeliruan besar.

Hal tersebut di atas menyebabkan ia menekankan perlunya pola pendidikan


baru, yaitu sistem pendidikan sejak usia dini yang sesuai dengan perkembangan
anak dimana peran orang dewasa sangat penting dalam membantu perkembangan
mereka secara optimal. Berikut adalah pokok-pokok pikiran (asumsi) Maria
Montessori yang menegaskan perlunya pendidikan pola baru tersebut. Antara lain,
sebagai berikut;

a. Pendidikan yang Memfokuskan pada Anak dan Peran Orang Tua


Masalah utama dalam pendidikan adalah bukan pendidikannya itu sendiri,
tapi masalah hubungan antara anak dengan orang dewasa. Menurut Maria
Montessori “Anak adalah anak, bukan miniatur orang dewasa. Anak juga bukan
layaknya bagaikan sesuatu benda kosong, dimana orang dewasa harus mengisinya
dengan sesuatu.”8 Maria Montessori memandang bahwa pendidikan adalah kunci
utama untuk regenerasi kehidupan manusia. Kegagalan sistem pendidikan yang
tidak mampu membangun masyarakat pada masa itu disebabkan karena terdapat
adanya kekeliruan sistem pendidikan yang tidak memfokuskan pada masalah
pendidikan sejak anak usia dini.

8 Maria Montessori, The Absorbent Mind. (Yogyakarta : Pustaka Belajar,2008). Hal.250

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│73


Namun, Montessori juga menegaskan bahwa pendidikan saja tidak cukup
jika orang tua dan guru (sebagai orang dewasa) memiliki asumsi yang salah
terhadap anak. Orang dewasa harus meninggalkan anggapannya bahwa anak
bagaikan benda kosong yang menunggu untuk diisi dengan pengetahuan dan
pengalaman orang dewasa. Mengapa? Karena penting untuk dipahami bahwa
anak memiliki potensinya masing-masing.

Disamping itu, Montessori menegaskan pula pentingnya orang dewasa


(guru dan orang tua) untuk menghilangkan egosentris dan keotoriterannya
terhadap anak. Orang dewasa harus berperan sebagai orang kedua yang
memperlakukan anak dengan lemah lembut untuk membantu tahapan
perkembangan nya dengan baik.

b. Pendidikan yang Membebaskan Anak dari Ketergantungan


terhadap Orang Dewasa
Setiap orang dewasa berasal dari seorang anak dulunya, Jadi, anaklah yang
membntuk dirinya menjadi dewasa. Anak menyerap pengalaman apapun yang ia
alami di dunia dan pengalaman tersebut berpengaruh terhadap perkembanganya
ketika dewasa kelak. Berdasrkan asumsi ini, Monetssori menegaskan pentingya
untuk membebaskan anak dari peran ketergantungannya terhadap orang dewasa,
jika anak tersebut kita inginkan agar menjadi orang yang benar-benar mandiri
kelak.

c. Pendidikan Anak yang Memberikan Peluang untuk Mengoptimal


kan Kekuatan Unik pada Dirinya untuk Mengembangkan Diri
Montessori menyatakan pentingnya orang dewasa menyadari bahwa
kapasitas belajar anak sangat berbeda dengan orang dewasa, ia memiliki kekuatan
unik untuk mengembangkan dirinya. Beberapa hasil observasi Montessori
menunjukkan sebagai berikut:

Anak menggunakan lingkungannya untuk menyempu rnakan dirinya,


sementara orang dewasa memanfaatkan dirinya untuk menyempurnakan
lingkungannya. Orang dewasa adalah maklhuk yang tidak lagi berkembang, tetapi

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│74


anak adalah makhluk sedang dalam keadaan senantiasa berkembang secara
konstan. Ia berinteraksi dengan lingkungannya dan menyerap semua kesan yang
dialaminya dan berpengaruh terhadap perkembangan dirinya.

Tujuan anak melakukan sesuatu (bekerja) bersifat internal bukan eksternal


seperti halnya orang dewasa. Orang dewasa melakukan sesuatu (bekerja) untuk
menyelesaikan aktifitasnya, tapi anak melakukan aktifitas untuk
perkembangannya. Melalui aktifitas kerjanya ia mengemba ngkan konsentrasi,
mengembang kan perkembangan motorik, membangun kebiasaan, dan lebih
penting lagi membangun konsep diri. Anak lebih tertarik pada proses dalam
melakukan aktifitas, sedangkan orang dewasa lebih tertarik pada hasil dari
aktifitasnya.

Anak mengikuti hukum usaha maksimum. Agar berhasil melakukan


sesuatu ia meningkatkan usahanya. Dengan demikian agar berkembang optimal, ia
harus melakukannya sendiri dan tak ada seorang pun yang dapat melakukannya
untuk dirinya (tak dapat diwakilkan). Segala bantuan yang diberikan kepadanya
justeru menghambat perkembangan optimal mereka.

Ritme aktifitas anak dalam melakukan sesuatu berbeda dengan orang


dewasa. Sebagai contoh, anak umur 3,5 tahun yang harus membawa 10 benda ke
suatu tempat maka ia akan melakukan pengambilan dan menempatkannya
sebanyak sepuluh kali. Sedangkan, orang dewasa, karena kematangan kemampuan
strateginya, mungkin cukup sekali. Kesimpulannya, anak memiliki pola
perkembangan yang bertahap untuk dapat menguasai atau mahir dalam melakukan
sesuatu.

d. Pendidikan Anak yang memberikan Peluang kepada Mereka untuk


Berinteraksi dengan Lingkungannya secara Bebas dengan penuh
Kesabaran, Simpati, Kehangatan dan Kasih Sayang
Anak memiliki potensi, Montessori menyebutnya sebagai ”ruhnya
anak/spiritual embryo”, yang tidak disadari oleh dirinya. Implikasinya, agar anak
(sebagai calon orang dewasa masa depan) akan membangun dunia yang lebih baik

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│75


jika diberikan kesabaran, simpati, kehangatan dan kasih sayang untuk
berkembang. Untuk itu diperlukan dua kondisi. Pertama, anak perlu berinteraksi
dengan lingkungan untuk dapat memahami alamnya. Kedua, ia perlu kebebasan
untuk menemukan dirinya. Jika dua kondisi ini hilang, maka perkembangannya
tidak optimal.

e. Pendidikan Anak yang Mampu Memberikan Kondisi dan


Perlakuan (Bantuan) yang Tepat
Montessori menyatakan bahwa berbeda dengan orang dewasa, anak
memiliki intelijensi kreatif yang ada dalam tahap mental bawah sadar mereka.
Saat itu adalah saat sensitif (sensitive periode) bagi anak. Interaksi dengan
lingkungannya akan membantu perkembangan mereka. Oleh karena itu, orang
dewasa (guru/orang tua) perlu diberikan kondisi lingkungan plus perlakuan yang
tepat atau sesuai agar semua aspek perkembangan mereka berkembang secara
optimal.

7. Prinsip-Prinsip Metode Montessori


Maria Montessori memiliki prinsip dasar mengenai metode montessori ini,
yang sangat memfokuskan anak sebagai childern center dan orang dewasa sebagai
pembimbing. Terdapat 4 prinsip dasar metode montessori, diantaranya

a. Kebebasan
Metotode montessori dilandaskan pada kebebasan, yaitu kebebasan yang
disiplin, bebas tetapi disiplin. Kebebasan yang sepertinya belum dipahami dengan
baik di seluruh dunia, pada dasarnya manusia memiliki kekuatan untuk merasakan
naluri esensi dari kebebasan ini. Seperti halnya seekor burung yang terbang bebas
di udara untuk mencari makan, seekor burung akan lebih senang di luar bebas,
dibandingkan ketika seekor burung berada disangkar dan di beri makan oleh
manusia, karena keberadaannya di sangkar tidaklah suatu hal membahagiakan,
justru akan membuatnya merasa terpenjara dan besar kemungkinan akan terjadi
kematian. Dalam konteks anak, kebebasan disini adalah kebutuhan untuk
menyempurna kan gerakan-gerakan yang lebih kompleks yang membutuhkan

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│76


organisasi otot lebih baik.9 Maka, kebebasan apa saja yang harus diberikan
pembimbing kepada anak dalam lingkungan, yaitu:

1) Kebebasan Bergerak
Anak diberi kebebasan untuk bergerak kemana saja baik di
dalam ruangan maupun dilingkungan luar
2) Kebebasan Memilih
Anak bebas untuk memilih aktifitasnya sendiri dalam kelas
3) Kebebasan Berbicara
Anak bebas berbicara dengan siapapun yang ia mau
4) Kebebasan untuk Tumbuh
Anak memiliki kebebasan untuk tumbuh dan mengembang
kan kemampuan mental dalam lingkungannya
5) Bebas untuk Menyayangi dan di Sayangi
6) Bebas dari Bahaya
Anak diberi pengetahuan melalui pelatihan, bagaimana
membawa barang mainan dengan cara yang benar, yang jika tidak
demikian, maka akan membahayakan dirinya.
7) Bebas dari Persaingan
Tidak ada kompetisi, hadiah atau hukuman dalam metode
montessori. Keberhasilan anak tidak dinilai menurut sudut pandang
orang dewasa. Motivasi instrinsik merekalah yang mendorong
dirinya untuk melakukan aktifitas terbaik. Kepuasan mereka adalah
berhasilnya kegiatan yang sudah terselesaikan secara tuntas.
8) Bebas dari Tekanan
Anak tidak dipaksa untuk melakukan hal yang tidak
disukainya, atau suatu hal yang belum sesuai dengan usianya, anak
diberi tugas sesuai perkembangan diri dan kecepatan dirinya. Anak
tidak diharuskan dapat mencapai sesuatu dengan sempurana dan
tidak diharuskan untuk mncapai sesuatu yang disamakan dengan

9Maria Montessori. Metode Montessori Panduan Wajib Untuk Guru Dan Orang Tua
Didik PAUD, (Trjmh Ahmad Lintang Lazuardi. Yogyakarta, 2014), Hal.7

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│77


teman lainnya.10 Meskipun anak diberi kebebasan, namun ada
batasan, ataupun arahan dalam pemberian aktivitas pada anak,
diantaranya sebagai berikut:
a) Anak bebas untuk melakukan aktivitas apapun selagi tidak
melanggar dan merampas hak orang lain, anak harus bisa
menghormati orang lain.
b) Mengormati barang mainan atau alat peraga. Anak dapat
melakukan alat peraga sejauh untuk melakukan aktivitas yang
terpenting tidak merusak barang/alat perga yang sudah
disediakan, anak seyogyanya bisa menjaga alat perga tersebut,
namun tetap atas dasar pengawasan dan bimbingan dari orang
dewasa.
c) Menghormati lingkungan, baik lingkungan sosial maupun
lingkungan alam. Anak di bimbing untuk saling menyayangi
sesama temannya, menghormati pembimbing, orang tua dan
orang-orang disekitarnya dengan berlaku sopan dan penuh
penghargaan. Intinya anak diarhkan untuk dapat
memperlakukan sebua objek dengan penuh kasih sayang,
perhatian dan penghargaan.
d) Menghormati diri sendiri, anak diarahkan dapat menghormati
dirinya, tidak hanya menghormati lingkungan eksternalnya,
yaitu dengan dirahkan bahwa setiap diri individu harus
menjaga diri dengan baik, baik secara fisik maupun psikis.
Dan hal ini tidak lepas dari pengarahan pembimbing dan orang
tuanya.11

10 Preschool Dengan Metode Montessori.


http://www.uniquegrowingmind.com/index. php/montessori, diakses pada 02 Mei
2016 pukul 13.23.
11 Miming Ratna Wulansari. Sekolah Montessori di Solo Baru dengan Penerapan

Pendidikan Montessori Kedalam Desain Bangunan. (Skripsi. Universitas Sebelas Maret


Fakultas Teknik Jurusan Teknik Arsitektur,2013), Hal.xix

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│78


Pilihan-pilihan bebas yang dipilih oleh anak-anak memungkin kan
pembimbing untuk mengamati kebutuhan kebutuhan dan kecenderungan -
kecenderungan psikis anak.12 Prinsip kebebasan ini tidak hanya memungkinkan
anak untuk tumbuh dan berkembang secara bebas, tetapi memungkinkannya
berkembang secara khas menurut ciri kepribadiannya. Anak tidak menyerahkan
dirinya pada kekuatan luar yang hendak memaksa dan membentuknya dari luar
sebagai sebuah kekuatan luar yang memandunya. Kebebasan akan menunjang
anak memiliki kekuatan secara mental dan spiritual, tidak hanya kekuatan secara
fisik. Faktor jasmani sesungguhnya merupakan faktor sekunder, karena jasmani
yang lebih kuat dan lebih sempurna akan menuntut sebuah pertumbuhan yang
seimbang dari jiwa dan kecerdasan. Maka faktor yang utama adalah bahwa
manusia memiliki didalam jasmaninya sebuah pikiran dan jiwa yang dapat
mencapai kemajuan peradaban.13 Inilah jiwa-jiwa yang akan dibutuhkan di masa
depan, karena secara umum anak selalu difasilitasi bagaimana menemukan ciri
khas dan potensi yang dimiliki seorang anak. Kebebasan dalam belajar bisa
didapatkan anak saat sedang berada di kelas montessori. Namun, kebebasan
tersebut tidak selalu bisa ia dapatkan di dunia luar, terutama saat ia dewasa.
Beberapa anak yang terlalu terbiasa dengan kebebasan, malah akhirnya sulit
bekerjasama dalam tim serta mengikuti instruksi aturan yang agak sedikit kaku.
Maka dari itu kebebasan disini adalah kebebasan yang masih ada batasannya.

b. Kemandirian
Kemandirian adalah segala sesuatu yang di kerjakan oleh diri sendiri.
Seorang bisa benjadi bebas, karena ia mandiri, karenanya, manifestasi-manifestasi
aktif pertama dari kemerdekaan individu anak harus dipandu dengan baik,
sehingga melalui kegiatan ini anak dapat mencapai kemandirian. Misal, seorang
anak yang disapih, tidak lain adalah usaha untuk menjadikan anak tumbuh
mandiri, tidak bergantung pada ASI yang di berikan oleh ibunya, melainkan anak
bisa memilih beragam makanan lainnya, memilih makanan yang disukainya.

12 Maria Montessori. Ibid, Hal,181-198


13 Maria Montessori. Ibid, Hal,416

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│79


Meskipun demikian, anak belum cukup mandiri secara keseluruhan, karena ada
hal lain, seperti ia belum mampu berjalan dengan baik dan karenanya belum dapat
mandi dan mengenakan pakaian sendiri, belum bisa meminta sesuatu dengan
bahasa yang jelas. Dalam periode ini ia masih bergantung dengan orang-orang
disekitarnya. Akan tetapi pada usia tiga tahun, anak harus mampu lebih mandiri
dan bebas.

Pada masa peradaban dimana ada pelayan-pelayan, konsep tentang


kemandirian tidak dapat berkembang dengan bebas dan memahami landasan dari
kemandirian. Sudah dijelaskan diatas bahawa kemandirian adalah melakukan
sesuatu dengan sendiri, selama masih bisa dilakukan oleh sendiri. Misal, pada
seorang majikan yang bergantung pada pelayan, sebenarnya pelayan bukanlah
orang-orang yang bergantung kepada majikannya, yang bergantung justru seorang
majikan kepada pelayan. Maka dari itu pelayan sebenarnya lebih mandiri dan
merdeka disbanding kan majikannya.

Setiap tindakan agar mampu mengarahkan anak, harus cenderung


membantu anak-anak untuk meniti jalan menuju kemandirian. Pembimbing
hendaknya membantu anak untuk belajar berjalan tanpa dibantu, berlari, menaiki
dan menuruni tangga, mengambil benda-benda yang jatuh, mengenakan dan
melepas pakaian sendiri, mandi sendiri, berbicara dengan jelas, dan
menyampaikan kebutuhan-kebutuhan mereka dengan jelas.

Ketika terbiasa melyanai anak-anak, ini bukan hanya sebuah tindakan


budak terhadap mereka, tetapi ini juga berbahaya, karena hal ini cenderung
menghalangi aktivitas yang spontan dan berguna bagi mereka. Dengan demikian
secara tidak langsung, berarti orang dewasa atau orang tua menganggap
anakanaknya seperti boneka. Tugas orang dewasa atau pembimbing disini adalah
membantunya dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut sehingga anak mampu
menguasai keterampilan-keterampilan secara alami. memang, mengajari
kemandirian pada anak lebih sulit dibandingkan dengan hanya melayani anak.
Tetapi meskipun hal itu lebih mudah, namun efeknya sangat berbahaya bagi anak,

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│80


karena ia menutup jalan dan memberikan penghalang tembok yang tinggi di jalur
kehidupan yang ditempuh oleh anak.14

Metode montessori memelihara kemandirian ini melalui dua cara.


Pertama, dalam jangka pendek, maksudnya memberikan kebebasan dan
kemandirian dalam belajar. Kedua, dalam jangka panjang, metode ini membantu
anak untuk memperoleh perangkat yang dibituhkan dalam hidup, yaitu
keterampilan dan kemampuan yang mampu memperluas pilihan hidup seseorang,
serta membuatnya bebas dari ketergantungan terhadap orang lain. Saat anak masih
terbilang baru dilingkungan montessori, pembimbing atau orang tua akan
menawarkan pilihan mudah secara verbal antara dua pengalaman yang jelas
berlawanan, misalnya pilihan antara aktivitas tenang seperti bermain “bingkai
baju” dan satu aktivitas energik seperti membersiha kan permulaan seluruh meja
didalam ruangan. Untuk membantu anak menangkap gagasan bahwa pengambilan
keputusan yang matang perlu melibatkan evaluasi diri, penting bagi pembimbing
untuk memberikan aktivitas-aktivitas awal yang jelas berbeda, menyajikan suatu
kontras yang bisa dengan mudah dipahami oleh anak.

Jenis kemandirian selanjutnya, yang dipelihara oleh lingkungan


montessori adalah ditanamkannya berbagai keterampilan dan ilmu pengetahuan
yang dapat membantu seseorang untuk hidup mandiri, seperti kemampuan
menulis, membaca, berhitung, geografi, sopan santun, keluwesan jasmani dan
keterampilan rumah tangga.

Montessori menandai pertumbuhan anak secara bertahap menjuju


kemandirian sebagai suatu pembebasan yang berkelanjutan menjuju ruang baru
yang lebih besar untuk beradaptasi. Dalam lingkungan montessori, ada baiknya
pembimbing untuk memahami kemajuan anak melalui kerangka ini. Hal ini
menandakan bahwa orang dewasa (guru, orang tua), selaku pembimbing, dapat
membekali anak untuk mengatasi setiap adaptasi dengan ruang kecerdasan
bawaan, kemudian secara bertahap menuntutnya untuk muncul dan keluar

14 Maria Montessori. Ibid, Hal.181-198

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│81


mengahadapi ruang lebih luas dengan berbagai peluang dan tantangan yang
baru.15

c. Penghapusan Hadiah dan Bentuk-bentuk Hukuman Luar


Metode montessori tidak menggunakan bentuk hadiah ketika anak
mendapatkan keberhasilan dalam aktivitasnya, karena menurut Maria Montessori
hadiah-hadiah dan bentuk-bentuk hukuman akan menyusul secara alami. Manusia
yang didisiplinkan melalui kemerdekaan, mulai menginginkan kesejatian dan
satu-satunya hadiah adalah kemunculan kekuatan dan kemerdekaan manusia di
dalam jiwanya yang menjadi sumber daya bagai aktivitas-aktivitasnya. Ketika
diaplikasikan kepada anak-anak maka pengarhaaannya berupa memberikan
kebebasan agar anak berkativitas, saat anak melakukan kesalahan maka anak
menyadarinya dan memperbaiki kesalahan, kesalahan tersebut dijadikan sebgai
proses pembelajaran dalam hidupnya hal ini merupakan motivasi instrinsik yang
akan tertanam dalam memori anak lebih lama jiga dibandigkan dengan hadiah
ekstrinsik yang hanya terasa sesaat. Maka menurut Montessori menumbuhakan
motivasi anak secara tepat yaitu menggunakan kendali, kesalahan, pengulangan
dan pengevaluasian, bukan dengan hadiah ekstrinsik.

d. Disiplin
Disiplin harus muncul melalui kemerdekaan. Kemerdekaan adalah
kegiatan. Ini adalah sebuah prinsip besar. Jika disiplin dilandaskan pada
kemerdekaan atau kebebasan, maka disiplin itu sendiri harus bersifat aktif.
Disiplin itu bukan ketika seseorang dibuat diam seperti orang bisu dan dibuat tak
bergerak seperti orang lumpuh. Cara seperti itu bukan arti disiplin dan
mendisiplinkan, tetapi menihilkan. Prinsip-prinsip semacam ini harus ditempatkan
di sekolah dan di rumah, karena hal ini bermanfaat untuk anak-anak yang sedang
memperlihat kan manifestasi psikis pertama dalam kehidupan mereka. Maka agar
setiap tindakan pembimbing dapat mujarab, maka tindakan itu haruslah yang
15 David Gettman,. Metode Pengajaran Montessori Tingkat Dasar (Aktivitas belajar untuk
anak balita), (terjemahan Annisa Nuriowandari. Dari Basic Montessori, Learning Activities
For UnderFive. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2015), Hal 52-56

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│82


cenderung membantu menuju penjabaran yang utuh dari kehidupan. Agar menjadi
berguna, harus dihindari kegiatan yang menghalangi gerakan-gerakan yang
spontan dan pembebanan tugas-tugas secara sewenang-wenang. Pembimbingpun
tentunya paham bagaimana mendisiplinkan anak-anak. Gerakan anak-anak dari
keadaan ketertiban menjadi lebih terkoordinasi dan sempurna seiring perjalanan
waktu, bahkan mereka belajar untuk bercermin pada tindakan-tindakan mereka
sendiri.16

e. Menghargai Anak (Respect for the Child)


Menghargai anak adalah pondasi dari seluruh prinsip Montessori. Guru
menghormati anak saat mereka membantu mereka melakukan sesuatu dan belajar
untuk dirinya. Saat anak memilih, mereka bisa mengembangkan keterampilan dan
kemampuan untuk kemandirian, belajar efektif, dan menemukan konsep diri yang
positif.

f. Practical Life
Mengajarkan pada anak bagaimana mempraktikkan kehidupan sehari-hari,
anak mulai mengembangkan ketrampilan dan kecenderung an yang akan
mendukung pembelajaran terfokus dalam semua upaya lain di kelas.

g. Periode Sensori Motorik Anak


Bagi pertumbuhan fisik, anak usia ini masih memerlukan aktivitas yang
banyak. Kebutuhan anak untuk melakukan berbagai aktivitas sangat diperlukan,
baik untuk pengembangan otot-otot kecil maupun otot-otot besar. Gerakan-gerak
fisik ini tidak sekedar penting untuk mengembangkan keterampilan fisik saja,
tetapi juga dapat berpengaruh positif terhadap penumbuhan rasa harga diri anak
dan bahkan perkembangan kognisi. Keberhasilan anak dalam menguasai
keterampilan-keterampilan motorik dapat membuat anak bangga akan dirinya.

h. Mempersiapkan Lingkungan (Prepared Environment)

16 Maria Montessori. Ibid, hal 173-180

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│83


Dalam pandangan montesori anak adalah penanya konstan yang
“menyerap lingkungannya, mengambil semua hal dari lingkungan itu, dan
mewujudkannya dalam dirinya. Oleh karena itu, lingkungan pembelajaran
Montessori yang sudah disiapkan bersifat fisik dan psikologis. Lingkungan fisik
dibuat agar berurutan dan sesuai dengan ukuran anak-anak, menarik dari estetika,
dan selaras dalam hal visual.

i. Belajar sendiri (Inner directed learning)


Anak mengajari dirinya sendiri melalui kegiatan dan bahan yang
diinginkan anak. Dengan begitu sekolah menyiapkan bahan atau alat-alat untuk
pembelajaran anak

j. Pengalaman pada anak


Anak dapat merasakan atau mengalami sendiri hal-hal yang dipelajarinya,
karena dengan keterlibatan langsung anak-anak dapat memperdalam konsentrasi
dan langsung bertindak pada situasi lain juga.17

8. Karakteristik Kurikulum Montessori


Montessori menyatakan bahwa kurikulum harus didasarkan pada sebuah
ilmu pengetahuan pendidikan yang sejati, yang melibatkan informasi dari ilmu-
ilmu kedokteran antropologi dan pengamatan klinis terhadap anak-anak.
Montessori merancang kurikulum dasarnya agar dapat digunakan secara tepat dan
efektif, kurikulum tersebut pada sebuah lingkungan yang terstruktur. Anak-anak
di dalam lingkungan ini bebas melakukan eksplorasi dan memilih bahan-bahan
yang akan digunakan dalam kegiatan mereka. Dalam lingkungan yang disiapkan
tersebut, bahan-bahan dan kegiatan-kegiatan dari kurikulum tersebut adalah yang
terkait dengan ketrampilan hidup sehari-hari; pelatihan indra, bahasa dan
matematika; perkembangan fisik, social dan budaya secara umum.

a. Ketrampilan Praktik sehari-hari

17 Jaipaul L. R dan james E. J, “ Pendidikan Anak Usia Dini; dalam berbagai pendekatan”
(Jakarta: Prenada Media Group, 2011), Hal.385-393

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│84


Tujuan penting dari filosofi Montessori adalah agar anak-anak
memperoleh kebebasan yang mereka butuhkan bagi perkembangan diri mereka
sendiri. Bagi anak-anak kebebasan ini berarti bahwa mereka akan memperoleh
pengetahuan dan ketrampilan hidup yang didasarkan pada kesiapan dan tahap
perkembangan mereka untuk melatih ketrampilan praktis sehari-hari. Ketrampilan
praktis ini mencakup kegiatan-kegiatan diantaranya membasuh wajah, menyikat
gigi, mengancingkan baju dan lain sebagainya.

b. Ketrampilan indra
Bahan-bahan dan kegiatan di rancang untuk membangun ketajaman dan
kemampuan indra. Dengan menggunakan alat-alat bahan-bahan yang dirancang
secara khusus, anak-anak belajar menata, mengelompokkan, dan membandingkan
kesan-kesan yang didapat dari indra dengan menyentuh, melihat, membau,
merasa, mendengar, dan meraba sifat-sifat fisik dari benda-benda di lingkungan.

c. Ketrampilan bahasa
Montessori meyakini bahasa, sebagai instrumen pemikiran kolektif
manusia adalah kekuatan manusia yang menstranformasi lingkungan mentah
menjadi peradaban. Pengembangan bahasa, yang oleh Montessori tidak
memandang bahasa tertentu yang digunakan dalam kebudayaan anak,
perkembangan bahasa mengikuti pola-pola yang sama untuk semua anak.

d. Ketrampilan fisik, sosial, dan budaya


Ketrampilan fisik, sosial, dan kebudayaan yang sifatnya lebih umum
diperoleh melalui kegiatankegiatan fisik secara individu, melalui kegiatan
bersama memelihara hewan dan merawat tanaman melalui pengembang an sikap
menghargai karya sendiri dan karya rang lain.

e. Pembentukan nilai dan pendidikan karakter


Menurut Montessori jauh dalam watak alami manusia terdapat daya, yaitu
sebuah kecenderungan yang menggerakkan manusia untuk mencari nilai-nilai
spiritual yang lebih tinggi. Daya ini, melekat dalam watak manusia, mendorong

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│85


manusia untuk mengusahakan peningkatan spiritual. Pendidikan moral yang
murni mengikuti rangkaian yang alami dengan mengikuti tahap-tahap
perkembangan dari anak-anak.18

9. Tujuan Pendidikan Montessori


Tujuan utama pendidikan Montessori adalah mempersiapkan anak
mengarungi kehidupan dengan menekankan pada proses perkembangan anak
secara normal dan maksimal. Pendidikan Montessori berlandaskan kondisi alami
penyerapan otak dan perkembangan spontanitas periode sensitif anak untuk
menunjang perkembangan fisik dan psikis, serta mengarahkan anak untuk sehat
dan bebas.19

Montessori berpendapat bahwa alamlah yang sangat berpengaruh dan


menentukan perkembangan anak, dari alam pulahlah yang menjadi tujuan
pendidikan Montessori yaitu mengembangkan potensi anak secara optimal.
Pendekatan dalam pendidikan Montessori memperlakukan anak sebagai individu
unik. Pendekatan pendidikan seperti ini bersifat fleksibel dan berubah sesuai
dengan perubahan anak dalam minat dan keinginan, bukan memaksa anak sesuai
dengan program yang seragam sesuai dengan sistem pendidikan yang
dilaksanakan saat ini.20

C. SIMPULAN
Pendidikan Montessori berlandaskan kondisi alami penyerapan otak dan
perkembangan spontanitas periode sensitif anak untuk menunjang perkemban gan
fisik dan psikis, serta mengarahkan anak untuk sehat dan bebas.

Menurutnya, suatu fase kehidupan di awal sangat berpengaruh terhadap


fase-fase kehidupan selanjutnya. Artinya bahwa pengalaman-pengalaman yang
dialami oleh seorang anak di awal kehidupannya sangat berpengaruh terhadap

18 Maria Montessori, Metode Montessori Panduan Wajib Untuk Guru Dan Orang Tua
Didik PAUD, (Trjmh Ahmad Lintang Lazuardi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar 2013), Hal.83
19 Elizabeth, Kenapa? Montessori, Keunggulan Metode Montessori Bagi Tumbuh Kembang

Anak, (Jakarta: Mitra Media, 2008), Hal.31


20 Ibid., Hal. 32.

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│86


kedewasaannya kelak begitu juga perlakuan yang di dapatkan anak sejak kecil
akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya. Sejalan
dengan aliran filsafat progresivisme dalam dunia pendidikan.

Aliran filsafat progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di


dunia pendidikan pada abad ke-20, di mana telah meletakkan dasar-dasar
kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebebasan
baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan
kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang
dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu filsafat progressivisme tidak menyetujui
pendidikan yang otoriter, sebab pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas
para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi
pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis
anak didik.

Pada prinsipnya secara umum gagasan maria montessori adalah, bahwa


anak dilihat sebagai individu yang harus dilakukan seoptimal mungkin dalam
lingkungan si anak. Kita sebagai orang dewasa tidak bisa menyepelekan dan
meremehkan kemampuan anak. sehingga anak memilki hak untuk belajar sesuai
dengan cara dan metode yang diinginkannya.

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│87


REFERENSI

Agustina Prasetyo Magini, 2013 Sejarah pendekatan Montessori, Yogyakarta:


KANISIUS.
David Gettman. 2015, Metode Pengajaran Montessori Tingkat Dasar (Aktivitas
belajar untuk anak balita), terjemahan Annisa Nuriowandari. Dari Basic
Montessori, Learning Activities For UnderFive. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Elizabeth G. Hainstock 1999, Metode Pengajaran Montessori Untuk Anak
Prasekolah, Jakarta : Pustaka Delapratasa.
Elizabeth. 2008, Kenapa? Montessori, Keunggulan Metode Montessori Bagi
Tumbuh Kembang Anak, Jakarta: Mitra Media.
Jaipaul L. R dan james E. J. 2011, “ Pendidikan Anak Usia Dini; dalam berbagai
pendekatan” Jakarta: Prenada Media Group.
Maria Montessori. 2008, The Absorbent Mind. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Maria Montessori. 2014, Metode Montessori Panduan Wajib Untuk Guru Dan
Orang Tua Didik PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Trjmh Ahmad
Lintang Lazuardi. Yogyakarta.
Miming Ratna Wulansari. 2013, Sekolah Montessori di Solo Baru dengan
Penerapan Pendidikan Montessori Kedalam Desain Bangunan. Skripsi.
Universitas Sebelas Maret Fakultas Teknik Jurusan Teknik Arsitektur.
Preschool Dengan Metode Montessori.
http://www.uniquegrowingmind.com/index. php/montessori, diakses pada
02 Mei 2016 pukul 13.23.
Solehudin .2002, Konsep Dasar Pendidikan Anak Prasekolah , (Bandung: FIP
UPI.

Volume VI. Nomor 2. Juli-Desember 2019│88

Anda mungkin juga menyukai