SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH KETERAMPILAN KEWIRAUSAHAAN
TERHADAP KINERJA USAHA PERTANIAN ORGANIK
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Sains Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Burhanuddin, MMDr Ir Drajat
Martianto, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
limpahan rahmat dan kasih sayangNya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini
dengan judul “Pengaruh Keterampilan Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha
Pertanian Organik”. Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak dapat diselesaikan
dengan baik tanpa dukungan banyak pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr Ir Rachmat Pambudy, MS dan Ibu Dr Ir Dwi Rachmina, M Si
selaku komisi pembimbing atas kontribusi yang sangat besar dan arahan yang
sangat berharga selama penyusunan tesis ini.
2. Bapak Dr Ir Nunung Kusnadi, MS selaku dosen evaluator pada pelaksanaan
kolokium proposal penelitian atas segala arahan dan masukan dalam
pelaksanaan awal penelitian.
3. Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM dan Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku
dosen penguji utama dan penguji wakil program studi pada sidang tesis yang
telah disusun atas segala kritik dan saran dalam penyempurnaan tesis ini.
4. Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku ketua program studi dan Bapak
Dr Ir Suharno, MAdev selaku wakil ketua program studi sains agribisnis yang
terus memberikan arahan serta dukungan moril kepada penulis.
5. Ibu Indah Kusuma Wardhani, SPt M Si selaku ketua Bappeda Kabupaten
Ngawi dan Bapak Kastam, SP selaku penanggung jawab Komunitas Ngawi
Organik Center beserta staf yang telah membantu selama pengumpulan data.
6. Yuni Sulistiyawati, S AB, Dewi Matiawaty Utami, S Pi dan Yusuf selaku
staff kependidikan sains agribisnis yang telah membantu administrasi penulis
dalam menyelesaikan tesis ini .
7. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang telah memberikan
bantuan dana pendidikan selama menempuh sekolah pascasarjana IPB.
8. Ayu Anisa Amir, Yuniati Malik, Muhammad Arna Ramadhan dan Siswanto
atas waktu, dukungan dan kerjasamanya yang telah diberikan selama
pengumpulan data, pengolahan data hingga tahap penyelesaian tesis.
9. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua atas segala doa,
kesabaran juga kasih sayangnya serta keluarga yang selama ini mendukung
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
10. Seluruh teman-teman Pondok Putri Jayawijaya, White House, MSA 7, Kost
PCH, Mentoring Pasca IPB yang selalu memberikan dukungan dan semangat
dalam proses penyelesaian tesis ini.
11. Pihak-pihak lain yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,
namun telah banyak turut memberikan sumbangan saran dan bantuan serta
doa selama penulis kuliah di IPB.
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 6
Ruang Lingkup Penelitian 6
2 TINJAUAN PUSTAKA 7
Pertanian Konvensional dan Pertanian Organik 7
Keterampilan Kewirausahaan 8
Pengaruh Keterampilan Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha 9
3 KERANGKA PEMIKIRAN 11
Kerangka Pemikiran Teoritis 11
Konsep Keterampilan Kewirausahaan 12
Konsep Kinerja Usaha 16
Keterampilan Kewirausahaan dan Kinerja Usaha 17
Konsep Pertanian Organik 18
Hipotesis Penelitian 21
Kerangka Pemikiran Operasional 21
4 METODE PENELITIAN 23
Lokasi dan Waktu Penelitian 23
Metode Pengumpulan Data 24
Metode Penentuan Sampel 24
Metode Analisis Data 24
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 34
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 34
Agribisnis Pertanian Organik di KNOC 35
Karakteristik Responden 37
Karakteristik Usahatani 39
Keterampilan Kewirausahaan Petani Organik 41
Kinerja Usaha Pertanian Organik 49
Indikator Keterampilan Kewirausahaan 55
Indikator pada Faktor Individu dan Faktor Lingkungan 58
Indikator Kinerja Usaha Pertanian Organik 61
Pengaruh Faktor Individu, Faktor Lingkungan, dan Keterampilan
Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha 62
Pengaruh Faktor Individu terhadap Keterampilan Kewirausahaan 66
Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Faktor Individu 67
Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Keterampilan Kewirausahaan 67
Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Kinerja Usaha 68
Pengaruh Keterampilan Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha 69
6 KESIMPULAN DAN SARAN 70
Kesimpulan 70
Saran 71
DAFTAR PUSTAKA 71
LAMPIRAN 78
RIWAYAT HIDUP 90
DAFTAR TABEL
1 Perbandingan luas area organik menurut status sertifikasi tahun 2015 3
2 Kategori dan indikator entrepreneurial skills 14
3 Standar nasional Indonesia untuk sistem pangan organik 18
4 Tujuan utama dan persyaratan rinci dari the common objectives and
requirements of organic standards 19
5 Penentuan kategori jumlah skor berdasarkan persentase kategori
jawaban responden 23
6 Perbandingan dasar penggunaan SEM-lisrel dan SEM-PLS 27
7 Variabel laten eksogen dan endogen 29
8 Jenis beras yang dijual KNOC berdasarkan berat dan harga tahun 2018 36
9 Karakteristik petani responden berdasarkan usia 37
10 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan 38
11 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani
organik 38
12 Karakteristik usahatani responden berdasarkan luas penguasaan lahan
organik 39
13 Karakteristik usahatani responden berdasarkan kepemilikan lahan
organik 40
14 Karakteristik usahatani responden berdasarkan gagasan penanaman 40
15 Tingkat keterampilan profesi petani organik 41
16 Tingkat keterampilan manajemen petani organik 42
17 Tingkat keterampilan peluang petani organik 43
18 Tingkat keterampilan jaringan petani organik 44
19 Tingkat keterampilan strategi petani organik 45
20 Tingkat keterampilan kewirausahaan petani organik 46
21 Tingkat penerapan pertanian organik 49
22 Tingkat produktivitas usahatani padi organik per musim 50
23 Hasil penjualan per hektar per musim usahatani padi organik KNOC
tahun 2017-2018 (dalam ribuan) 51
24 Biaya per hektar per musim usahatani padi organik tahun 2017-2018 52
25 Rata-rata produksi dan penerimaan per hektar per musim pada
usahatani padi organik tahun 2017-2018 (dalam ribuan) 53
26 Variabel reflektif manifest yang tidak valid berdasarkan nilai loading
factor 63
27 Evaluasi uji reliabilitas dan validitas model pengukuran variabel laten
pada pertanian organik 64
28 Nilai R2 variabel laten endogen 64
29 Nilai t statistik pada uji bootstrap 65
DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan area pertanian organik di Indonesia tahun 2012-2015 3
2 Lima konsep dasar entrepreneurial skills of farmer 14
3 Model umum dari perilaku kewirausahaan dan kinerja bisnis 17
4 Kerangka pemikiran operasional penelitian 23
5 Model PLS pengaruh keterampilan kewirausahaan terhadap kinerja
usaha pertanian organik 33
6 Hasil analisis model awal PLS 62
7 Hasil analisis model akhir PLS 63
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner penelitian keterampilan kewirausahaan 78
2 Nilai produktivitas, penjualan, dan keuntungan usaha padi organik 84
3 Hasil uji validasi variabel manifest berdasarkan nilai loading factor 84
4 Diagram path model t-value 86
5 Syntax R pengaruh keterampilan kewirausahaan terhadap kinerja usaha
pertanian organik 87
6 Dokumentasi penelitian 88
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
140
120 119.379
100
Luas Area (Ha)
80 77.570 72.320
65.840
60
40
20
0
2012 2013 2014 2015
Tahun
Tabel 1 Perbandingan luas area organik menurut status sertifikasi tahun 2015
Tipe Area Pertanian Organik Luas (Ha) Persen (%)
Area disertifikasi 79 833.83 30.57
Area dalam proses sertifikasi 31 381.44 12.02
Area dengan sertifikasi PAMOR 36.00 0.01
Area tanpa sertifikasi 149 896.03 57.39
Total 261 147.30 100.00
Sumber: Aliansi Organis Indonesia 2016
4
Perumusan Masalah
tersebut bukan lagi berada pada tataran bertani sebagai unit usaha, namun sudah
meluas ke persoalan sosial, dan kebudayaan bertani itu sendiri. Pertanian organik
memberi insentif dalam melestarikan dan membangun pengetahuan petani
tradisional/pribumi tentang pertanian dan ekosistem lokal. Penerapan langkah-
langkah inovatif ini tidak merugikan petani, seringkali karena petani terlebih
dahulu harus berinvestasi dalam proses belajar. Dengan kapasitas inovasi yang
rendah, petani harus meluangkan waktu untuk mempelajari keragaman praktik
yang lebih banyak (UNEP dan UNCTAD 2008). Proses pembelajaran tersebut
terbentuk dari interaksi keterampilan yang dimiliki petani. Interaksi skill dapat
menunjang pengembangan keterampilan kewirausahaan. Petani mengembangkan
keterampilan kewirausahaan mereka terutama melalui proses belajar sambil
melakukan aktivitas usahatani karena rendahnya pendidikan formal yang dimiliki
petani. Perubahan perspektif sangat penting untuk dipelajari dan hal itu akan
terjadi ketika petani mengubah perspektif mereka setelah terpapar dengan gagasan
baru dan berbagai cara untuk melakukan sesuatu (Vesala dan Pyysiäinen 2008).
Sistem pertanian organik adalah suatu bentuk sistem usahatani yang inovatif
dimana diperlukan keterampilan yang berbeda dari sistem usaha konvensional.
Petani harus mampu menerapkan keterampilan kewirausahaan di setiap aktivitas
usahatani organik yang sesuai dengan standar pertanian organik. Standar organik
tersebut sebagai acuan dalam aktivitas usahatani organik dan memudahkan petani
untuk mengidentifikasi keterampilan kewirausahaan apa saja yang dibutuhkan
dalam mengelola pertanian organik.
Salah satu kendala dalam pengembangan kewirausahaan adalah lemahnya
kualitas sumberdaya manusia yang berkaitan dengan keterampilan kewirausahaan.
Seharusnya, dengan adanya pertanian organik dapat dijadikan peluang
penumbuhan wirausahatani yang potensial di pedesaan. Lebih dari 35 juta tenaga
kerja nasional atau 26.14 juta rumah tangga masih menggantungkan hidupnya
pada sektor pertanian (Renstra 2015). Hal ini menjadi potensi tenaga kerja
pertanian sehingga aktivitas kewirausahaan pertanian yang banyak dilakukan pada
skala pedesaan atau rural entrepreneur menjadi penting (Henderson 2006;
McElwee 2005; Pichardo et al. 2012). Sumberdaya petani tersedia dalam jumlah
yang sangat memadai, namun demikian kuantitas petani tersebut belum diimbangi
dengan kualitas kewirausahaan yang dimiliki. Masih banyak usaha pertanian
rakyat yang motif usahanya belum sesuai dengan paradigma bisnis modern, tidak
sedikit petani melakukan kegiatan usahataninya masih berorientasi semi komersial,
bahkan beberapa diantaranya bersifat subsisten. Hal ini menunjukkan bahwa
petani masih belum benar-benar memandang pertanian sebagai bisnis. Proses
transformasi petani dari yang semula memiliki orientasi dalam usaha dengan
motif usaha tradisional (semi komersial atau subsisten) menjadi paradigma bisnis
modern (komersial) atau memiliki jiwa wirausaha, memerlukan kesadaran dan
kesukarelaan dari petani itu sendiri.
Usaha pertanian organik memiliki hubungan dengan kewirausahaan melalui
aktivitas usahatani yang dilakukan dalam satu proses siklus (teknik usahatani,
produksi, pengolahan, pemasaran). Proses siklus tersebut membutuhkan
keterampilan kewirausahaan yang nantinya akan meningkatkan kinerja usaha.
Kemampuan keterampilan kewirausahaan seorang petani menjadi elemen bagi
cepat lambatnya proses pembelajaran kewirausahaan yang dilakukan seorang
petani. Inovasi yang dilakukan pada setiap aktivitas usahataninya juga memiliki
6
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Keterampilan Kewirausahaan
3 KERANGKA PEMIKIRAN
awal semacam ini bukanlah yang paling umum dalam studi kewirausahaan,
namun memiliki keuntungan dalam memperkenalkan perubahan dan pembelajaran
dalam kewirausahaan seseorang.
Penelitian ini berfokus pada keterampilan kewirausahaan “entrepreneurial
skills” sebagai kebutuhan dalam kepribadian kewirausahaan. Entrepreneurial
skills dapat dibedakan kedalam dua grup; (1) personal attitudes dan karakteristik,
dan (2) skills yang berhubungan dengan basic farm management, business
development dan strategic farm planning management. Bastia dalam de Wolf dan
Schoorlemmer (2009) mengatakan bahwa skills secara spesifik dibutuhkan untuk
setiap personal dan karakteristik bisnis yang berbeda, sehingga dibutuhkan skill
tertentu dalam pengembangan kewirausahaan bagi pertanian dan petani. Skills
didefinisikan menurut de Wolf et al. (2007) dalam dua kalimat: “(1) Skills are
related to task and activities. For example, a farmer need certain skills to be able
to...deal with customers/...grow crops/...identify business opportunities etc. (2)
Skills can be developed by learning and experience, exluding traits and
personality characteristics”.
Kegiatan wirausaha membutuhkan beragam keterampilan. Ada empat
kategori keterampilan kewirausahaan menurut Lichtenstein dan Lyons (2001),
Lyons (2002), (2003). Keempat kategori tersebut adalah technical skills,
managerial skills, entrepreneurial skills, dan personal maturity skills.
Lichtenstein dan Lyons (2001) telah mengembangkan sebuah sistem dan metode
untuk mengelola pengembangan perusahaan regional dan pengusaha yang disebut
sebagai Entrepreneurial Development System (EDS). Smith (2005) menggunakan
sistem ini sebagai dasar untuk memilih sistem pengembangan wirausaha di
lingkungan menengah Amerika. Sistem ini dibangun berdasarkan tiga dasar
pemikiran: 1) kesuksesan tertinggi dalam berwirausaha membutuhkan penguasaan
seperangkat keterampilan; 2) keterampilan ini dapat dikembangkan dan 3)
pengusaha tidak semua terjun ke kewirausahaan pada tingkat keterampilan yang
sama (Lyons dan Lyons 2002). Konsep keterampilan kewirausahaan tersebut,
umumnya digunakan pada perusahaan atau ventures.
Konsep keterampilan kewirausahaan merupakan turunan dari elemen
kapasitas kewirausahaan yang dikembangkan oleh Argyle (1990) dalam Varga
(2010), de Wolf dan Schoorlemmer dalam Rudmann (2008). Konsep ini
merupakan hasil penelitian-penelitian dari program ESoF (Entrepreneur Skill of
Farmer) (EC 2006). Konsep ini menitikberatkan pada pemahaman keterampilan
kewirausahaan yang dimiliki oleh seorang petani untuk menjadi seorang
wirausaha (McElwee 2005). Perkembangan teori ini dilakukan berdasarkan pada
hasil penelitian-penelitian yang dilakukan pada program ESoF
“Developing the Entrepreneurial Skills of Farmers” di European Union pada
tahun 2005-2008. Konsep entrepreneurial skills berdasarkan research project
ESoF oleh de Wolf dan Schoorlemmer (2007) dijelaskan pada Gambar 2.
14
Kompleks, keterampilan
tingkat tinggi:
Keterampilan Mendirikan, menjalankan +
Peluang mengembangkan keuntungan
bisnis
(contoh: menemukan pasar
Keterampilan kewirausahaan
untuk produknya sendiri atau
Keterampilan Keterampilan mengembangkan produk
Strategi Jaringan baru untuk pasar yang ada)
Keterampilan tingkat
rendah:
Keterampilan dasar “melakukan” pertanian
Keterampilan Keterampilan
Manajemen profesi (contoh: memerah
susu sapi, manajemen
keuangan)
2. Produktivitas
Produktivitas merupakan istilah dalam kegiatan produksi sebagai
perbandingan antara luaran (output) dengan masukan (input). Produktivitas dapat
digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu usaha dalam menghasilkan
produk. Sehingga semakin tinggi perbandingannya, berarti semakin tinggi produk
yang dihasilkan.
3. Penjualan
Penjualan adalah jumlah hasil panen yang dijual kepada konsumen.
Penjualan ini menunjukkan seberapa besar petani menjual hasil panen kepada
konsumen.
4. Keuntungan
Keuntungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penerimaan
dikurangi dengan biaya tetap dan biaya variabel selama satu kali panen.
Keuntungan sering juga diartikan sebagai pendapatan usahatani yang diterima
oleh petani.
Delmar (1996) menggambarkan model umum perilaku kewirausahaan dan
kinerja usaha yang dapat dilihat pada Gambar 3. Pada model ini terdapat empat
komponen utama yaitu individu, lingkungan, kewirausahaan dan kinerja. Kinerja
ditentukan oleh perilaku wirausaha dan respons dari lingkungan, karena bisnis
akan berjalan apabila terdapat permintaan akan barang dan jasa yang ditawarkan
oleh perusahaan.
Individu
Perilaku
Kinerja Bisnis
Kewirausahaan
Lingkungan
tidak lagi hanya diukur melalui teknik budidaya saja (Dumasari 2014). Menurut
Krisnamurthi (2001) kewirausahaan dipandang bukan hanya sekedar sebagai
pengetahuan praktis, tetapi lebih cenderung pada suatu gaya hidup dan prinsip-
prinsip tertentu yang akan mempengaruhi kinerja usaha, jika konsep ini dimiliki
oleh semua pelaku pertanian, maka dapat dipastikan pertanian akan lebih
berkembang dan tumbuh dengan pesat.
Peningkatan kinerja petani dalam usaha integrasi tanaman dan ternak
dipengaruhi oleh faktor sumberdaya manusia (SDM), sebagaimana yang
diungkapkan oleh Pambudy dan Dabukke (2010) pengembangan SDM pertanian
atau pengusahatani (wirausaha-agribisnis) merupakan prioritas yang perlu
diperhatikan, sebab SDM pertanian tersebut yang merencanakan, melaksanakan
dan menanggung risiko produksi, juga memutuskan untuk mengadopsi atau
menunda penerapan suatu teknologi untuk mendapatkan nilai tambah. Selain itu
pentingnya peran sumberdaya manusia dalam pencapaian keunggulan kompetitif
juga diungkapkan oleh Krisnamurthi (2001), yaitu faktor manusia menjadi faktor
yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian keunggulan kompetitif, karena
pada manusia akan diperoleh kreativitas dan inovasi, pada manusia juga melekat
kemampuan dan keberanian serta sikap memanfaatkan peluang dan mengatasi
kesulitan. Penguasaan dan pemanfaatan teknologi serta inovasi juga akan terletak
pada manusia, disamping kemampuan untuk mendapatkan modal, informasi dan
jaringan usaha.
SDM yang berkualitas dan terampil sangat dibutuhkan dalam menjalankan
usaha. SDM tersebut berupa keterampilan kewirausahaan yang berpengaruh
terhadap kinerja bisnis. Hal ini dikemukakan oleh de Wolf dan Schoommer dalam
Rudmann (2008) yang membedakan antara keterampilan kewirausahaan tinggi
dan rendah. Keterampilan kewirausahaan yang kompleks/tinggi dapat mendirikan,
menjalankan dan mengembangkan bisnis yang menguntungkan seperti
menemukan pasar untuk produknya atau mengembangkan produk baru untuk
pasar yang telah tersedia. Sedangkan keterampilan kewirausahaan yang
basic/rendah hanya mampu melakukan usahatani seperti memerah susu sapi,
mengatur keuangan.
Standar organik juga diatur oleh badan standar organik internasional yaitu
Federasi Internasional Gerakan Pertanian Organik (IFOAM) merupakan
organisasi internasional yang memberikan dukungan penuh terhadap sistem
pertanian organik dan demokratis. IFOAM mendukung gerakan pertanian dunia
dengan mengimplementasikan standar pertanian organik pada organisasi petani
dan badan-badan sertifikasi multinasional, memastikan kredibilitas dan
kelangsungan sistem pertanian organik, keberlanjutan ekonomi dan sosial. Norma
IFOAM adalah dasar Sistem Jaminan Organik IFOAM terdiri dari tiga dokumen:
The Common Objectives and Requirements of Organic Standards (COROS) -
IFOAM Standards Requirements; The IFOAM Standard for Organic Production
and Processing; dan The IFOAM Accreditation Requirements for Bodies
Certifying Organic Production and Processing. Adapun standar yang berlaku saat
ini berdasarkan pada norma IFOAM tahun 2014 ditunjukkan pada Tabel 4.
21
Tabel 4 Tujuan utama dan persyaratan rinci dari the common objectives and
requirements of organic standards
No. The Common Objectives and Requirements of Organic Standards
1. Pengelolaan Organik bersifat Jangka Panjang, Ekologis dan Berbasis
Sistem
2. Kesuburan Tanah Bersifat Jangka Panjang dan Berbasis Biologis
3. Masukan Sintetis pada semua Tahap Rantai Produk Organik terhadap
Bahan Kimia Berbahaya yang Terus-Menerus Dihindari/Diminimalkan
4. Pencemaran dan Degradasi Unit Produksi/Pengolahan dan Lingkungan
Sekitar dari Kegiatan Produksi/Pengolahan Diminimalkan
5. Teknologi Tertentu yang Tidak Terbukti, Tidak Wajar dan Berbahaya
Dikeluarkan dari Sistem
6. Integritas Organik Dipertahankan Sepanjang Rantai Pasok
7. Identitas Organik Disediakan dalam Rantai Pasok
Sumber : IFOAM 2014
Hipotesis Penelitian
Status kewirausahaan petani masih dalam tahap juru tani dan manajer
usahatani
1. Keterampilan profesi
Tingkat dasar atau
2. Keterampilan manajemen tingkat tinggi/
3. Keterampilan peluang entrepreneurial skills
4. Keterampilan jaringan/kerjasama
5. Keterampilan strategi
Kinerja Usaha:
4 METODE PENELITIAN
Populasi dari penelitian ini adalah semua petani padi organik yang ada di
Komunitas Ngawi Organik Center (KNOC). Sampel responden yang digunakan
dalam penelitian ini adalah petani padi organik yang diambil dengan teknik sensus.
Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini 30 petani padi organik. Untuk
analisis Partial Least Square (PLS) besar sampel minimal yang direkomendasikan
berkisar antara dari 30-100 (Ghozali 2014).
Data dan informasi yang diperoleh selanjutnya akan diolah untuk dilakukan
analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan
dengan analisis non parametik deskriptif untuk mendeskripsikan keterampilan
kewirausahaan dan sistem pertanian organik. Sedangkan data kuantitatif
menggunakan pembobotan dengan menurunkan indikator dari lima variabel
keterampilan kewirausahaan dan analisis usahatani pertanian organik. Data
tersebut diolah dengan bantuan program microsoft excel 2010 dan dianalisis
dengan analisis Structural Equation Modelling (SEM) pendekatan Partial Least
Square (PLS) dengan bantuan program software R untuk mengetahui pengaruh
keterampilan kewirausahaan terhadap kinerja usaha pertanian organik.
Total skor
Persentase skor keterampilan kewirausahaan = x 100%
Total skor maksimum
25
Dimana:
Total skor = ∑ (b x r)
Total skor maksimum = (bm x r x jk)
Keterangan:
b = bobot (1-4)
r = responden (30 orang)
bm = bobot maksimum (4)
jk = jumlah masing-masing indikator keterampilan kewirausahaan
Total skor
Persentase skor penerapan pertanian organik = x 100%
Total skor maksimum
Dimana,
Total skor = ∑ (b x r)
Total skor maksimum = (bm x r x jk)
Keterangan:
b = bobot (1-4)
r = responden (30 orang)
bm = bobot maksimum (4)
jk = jumlah masing-masing indikator penerapan pertanian organik
26
TR = Py.Y
Keterangan:
TR = Total Penerimaan (Rupiah)
Py = Harga output (Rupiah/kg)
Y = Jumlah output (kg)
TC = Ctunai + Cnon-tunai
Keterangan:
TC = Biaya Total (Rupiah)
Ctunai = Biaya tunai (Rupiah)
C non-tunai = Biaya diperhitungkan (Rupiah)
Dari penerimaan total dan total biaya akan diperoleh keuntungan, dimana
keuntungan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang
dikeluarkan, atau dengan kata lain pendapatan usahatani meliputi pendapatan
kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor/penerimaan
total adalah nilai produksi keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi.
Keuntungan ekonomis (economic profit atau pure profit) diperoleh ketika
penerimaan usahatani melebihi jumlah total explicit dan implict (opportunity) cost.
Konsep keuntungan ini selanjutnya disebut keuntungan normal (normal profits)
karena setiap sumberdaya usahatani dihargai sebagai opportunity cost. Sehingga
keuntungan selanjutnya usaha dapat dirumuskan sebagai berikut:
π = TR-TC
Keterangan:
π = Keuntungan (Rupiah)
TR = Total Penerimaan (Rupiah)
TC = Biaya Total (Rupiah)
Penerimaan Total
R/C rasio =
Total iaya
excel 2013 dan dianalisis dengan Structural Equation Model (SEM) menggunakan
pendekatan PLS. Alat analisis ini diperkenalkan oleh Herman Wold yang sering
disebut soft modeling. PLS merupakan metode analisis yang powerfull karena
dapat diterapkan pada semua skala data tidak membutuhkan banyak asumsi. Data
tidak harus berdistribusi normal (indikator dengan skala kategori, ordinal, interval
sampai ratio dapat digunakan pada model yang sama) dan ukuran
sampel tidak harus besar. PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori
juga dapat digunakan untuk membangun hubungan yang belum ada landasan
teorinya atau untuk pengujian proposisi.
Pemodelan PLS merupakan teknik statistik untuk menguji dan
mengestimasi hubungan kausal dengan menggunakan kombinasi data statistik dan
asumsi kausal yang memiliki kemampuan untuk menganalisis pola hubungan
antara variabel laten dan variabel manifestnya, variabel laten yang satu dengan
lainnya serta kesalahan pengukuran secara langsung. Variabel laten merupakan
variabel yang tidak dapat diukur secara langsung, diperlukan adanya variabel
manifest dalam pengukurannya. Sedangkan variabel manifest merupakan variabel
yang dapat diukur secara langsung. Penggunaan analisis PLS memungkinkan
untuk melakukan konfirmasi maupun eksploratori model, sehingga dapat
digunakan untuk tujuan penelitian pengujian teori maupun pengembangan teori.
PLS juga dapat digunakan untuk pemodelan struktural dengan manifest yang
bersifat reflektif ataupun formatif. Model reflektif dikembangkan berdasarkan
pada classical test theory yang mengasumsikan bahwa variasi skor pengukuran
laten merupakan fungsi dari true score ditambah error. Ciri-ciri model indikator
reflektif adalah:
1. Arah hubungan kausalitas seolah-olah dari konstruk ke indikator
2. Antar indikator diharapkan saling berkorelasi (memiliki internal
consitency reliability)
3. Menghilangkan satu indikator dari model pengukuran tidak akan merubah
model
Sedangkan konstruk dengan indikator formatif dapat dinyatakan tepat
bahwa jika η menggambarkan suatu variabel laten dan x adalah indikator, maka
η= x. Oleh karena itu, pada model formatif, variabel laten seolah-olah dipengaruhi
(ditentukan) oleh indikatornya. Jadi arah hubungan kausalitas seolah-olah dari
indikator ke variabel laten. Ciri-ciri model indikator formatif adalah:
1. Arah hubungan kausalitas seolah-olah dari indikator ke konstruk
2. Antar indikator diasumsikan tidak berkorelasi (tidak diperlukan uji
konsistensi internal atau alpha cronbach)
3. Menghilangkan satu indikator berakibat merubah makna dari konstruk
4. Kesalahan pengukuran diletakkan pada tingkat konstruk (zeta)
Metode SEM-PLS sudah terdapat dalam program komputer seperti R,
SmartPLS, XLSTAT PLS-PM dan Visual PLS. Penelitian ini menggunakan
software R. R adalah suatu sistem untuk analisis data yang termasuk kelompok
software statistik tidak memerlukan lisensi yang dikenal dengan freeware.
Kelebihan dari R menurut Rosadi (2016) adalah:
1. Protability. Jika user pernah mempelajari software ini, mereka bebas untuk
mempelajari dan menggunakannya sampai waktu kapanpun (berbeda
misalnya dengan lisensi software yang bersifat student version).
29
Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan konsep yang memiliki nilai dan dapat diukur.
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian terdiri dari variabel laten dan
variabel manifest sebagai indikator laten. Pengukuran atas variabel dilakukan
berdasarkan teori yang telah terbukti secara empiris dan penelitian terdahulu,
sehingga dapat diimplementasikan di lapangan serta mampu diukur dengan baik.
Kewirausahaan adalah kemampuan seseorang untuk mengubah gagasan
menjadi tindakan. Ini mencakup kreativitas, inovasi dan pengambilan risiko, serta
kemampuan untuk merencanakan dan mengelola usaha untuk mencapai tujuan.
Hal ini dipandang penting untuk mendorong inovasi, daya saing dan pertumbuhan
ekonomi. Membina semangat kewirausahaan mendukung terciptanya usaha baru
dan pertumbuhan usaha. Keterampilan kewirausahaan memberi manfaat terlepas
dalam melihat masa depan dalam memulai usaha. Keterampilan kewirausahaan
berhubungan dengan karakteristik atau sifat kewirausahaan petani yang
dituangkan dalam mengelola usaha.
Kinerja dapat dijadikan sebagai ukuran tingkat keberhasilan dalam
melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai, salah satunya
dalam kegiatan usahatani. Kinerja usaha dapat diukur melalui penerapan pertanian
organik, produktivitas, penjualan, dan keuntungan. Kinerja usaha yang digunakan
dalam mengukur pengaruh keterampilan kewirausahaan terhadap kinerja usaha
pertanian organik tidak menggunakan penerapan pertanian organik. Hal ini
dikarenakan penerapan pertanian organik termasuk di dalam keterampilan
kewirausahaan petani organik.
31
pekerjaan di KNOC. Proses pasca panen padi hingga penjualan beras organik ke
konsumen yang dilakukan oleh KNOC adalah beli, jemur, giling, grading, kemas
dan jual. Pihak KNOC menjual beras dalam kemasan 1 kg dan 2 kg. Adapun
rincian beras yang dijual dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8 Jenis beras yang dijual KNOC berdasarkan berat dan harga tahun 2018
Jenis Beras Berat (kg) Harga (Rp)
Beras merah 1 17 500
Beras merah 2 34 000
Beras putih 1 16 500
Beras putih 2 33 000
Beras hitam 1 25 000
Beras brown 1 18 500
Beras mixed 1 18 500
Pemasaran yang dilakukan oleh KNOC yaitu offline dan online. Untuk jenis
offline dipasarkan ke kios, swalayan, pedagang besar, pameran, dan konsumen
perorangan. Sedangkan untuk jenis online melalui e-commerce (Bukalapak dan
Tokopedia) dan media sosial dengan merek cap ratu agung.
(4) Subsistem jasa layanan pendukung seperti perkreditan, asuransi,
transportasi, pergudangan, penyuluhan, kebijakan pemerintah, dan lain-lain.
KNOC mendapatkan dukungan dari pemerintah setempat dan juga mendapatkan
bantuan keuangan dan transportasi pemasaran dari BI (Bank Indonesia). Saat ini
KNOC juga sebagai pusat pelatihan pertanian dan perdesaan swadaya (P4S).
Karakteristik Responden
Usia
Usia petani akan berpengaruh terhadap kemampuan fisik dalam mengelola
usaha yang ditekuninya. Kemampuan kerja seorang petani akan bertambah sampai
pada tingkat umur tertentu, kemudian akan menurun. Badan Pusat Statistik (BPS)
membedakan usia produktif menjadi dua kategori yaitu usia sangat produktif 15
sampai 49 tahun dan usia produktif 50 sampai 64 tahun. Sedangkan usia
nonproduktif berada pada usia lebih dari 64 tahun. Usia produktif petani akan
38
mempengaruhi proses adopsi suatu inovasi baru serta keaktifan mencari informasi.
Petani pada umur nonproduktif akan cenderung sulit menerima inovasi,
sebaliknya seseorang dengan usia produktif akan lebih mudah dan cepat
menerima inovasi. Petani padi organik berdasarkan kategori usia dapat dilihat
pada Tabel 9.
Petani responden pada penelitian ini masih tergolong pada kelompok usia
produktif. Tabel 9 menunjukkan bahwa sebaran usia petani organik didominasi
petani dengan usia 50 sampai 64 tahun dengan presentase 43.33 persen. Begitupun
dengan usia sangat produktif juga berkontribusi dalam pertanian organik sebesar
33.33 persen. Berdasarkan hasil wawancara, petani organik usia muda mulai
tertarik dan turut melakukan usahatani organik.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan akan memengaruhi kemampuan petani dalam
mengambil keputusan dan menyerap pengetahuan. Pendidikan dapat
mempengaruhi petani mengembangkan keterampilan dalam hal keterampilan
presentasi, teknik berdiskusi dan keterampilan analisis. Pendidikan memberikan
dasar teori yang membantu dalam praktek di lapangan (Wolf dan Schoorlemmer,
2007). Petani padi organik berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 10.
Karakteristik Usahatani
Kepemilikan Lahan
Kepemilikan lahan adalah hak milik atas lahan untuk menggunakannya,
mengolahnya dan memanfaatkan bagian-bagian tertentu di permukaan tanah.
Status kepemilikan lahan bagi petani pemilik akan membayar biaya pajak setiap
tahun, sedangkan bagi petani dengan status sewa harus membayar tunai secara
sewa. Petani dengan status bagi hasil harus membagi hasil panen dengan pemilik
sawah dengan proporsi 1:3, dimana satu bagian untuk pemilik dan tiga bagian
untuk petani penggarap. Berikut adalah tabel karakteristik responden berdasarkan
kepemilikan lahan.
Gagasan Penanaman
Gagasan penanaman merupakan alasan petani melakukan penanaman
pertanian organik. Keinginan petani organik menanam padi organik didasari oleh
keinginan sendiri, melihat petani lain, melihat media massa baik koran, TV
maupun internet, dan program pemerintah. Tabel 14 menunjukkan gagasan
penanaman petani padi organik.
Keterampilan Profesi
Keterampilan profesi berhubungan dengan keterampilan petani dalam
memahami proses biologi tanaman dalam hal memproduksi tanaman secara
organik. Namun juga, petani perlu memahami keterampilan teknis dalam
penerapan teknologi modern dan informasi dan teknologi (IT). Indikator dari
keterampilan profesi adalah keterampilan produksi tanaman dan keterampilan
teknis. Hasil perhitungan keterampilan kewirausahaan, keterampilan profesi
disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Tingkat keterampilan profesi usahatani organik pada petani padi organik
Bobot Keterampilan Profesi Petani
Variabel Manifest
Jumlah Skor Persentase
Keterampilan Profesi
Skor Maksimum (%)
Keterampilan produksi tanaman 444 480 92.50
Keterampilan teknis 289 360 80.28
Total Skor 733 840 87.26
Tingkat keterampilan profesi petani organik dapat dilihat dari dua hal yakni
keterampilan produksi tanaman dan keterampilan teknis. Keterampilan produksi
tanaman dicirikan dalam hal: (1) memilih/mensortir benih berkualitas baik,
dikelola/ditangani secara baik dan mandiri sehingga daya hidupnya (viabilitas)
tetap terjaga; (2) jerami dibiarkan lapuk dalam penyiapan lahan, menggunakan
pupuk, mol dan agen hayati organik, menanam tanaman penyangga dan
menggunakan sekam di sumber irigasi, memisahkan penggunaan alat dan bahan
non organik; (3) efisien dalam pemberian pupuk kompos, mol, agen hayati; dan
(4) waktu panen pagi menjelang siang. Sedangkan keterampilan teknis dicirikan
dalam hal: (1) mengetahui, menerapkan dan terampil dalam pembuatan pupuk
kompos, MOL dan agen hayati; (2) menggunakan alsintan modern lebih banyak
dibanding alsintan tradisional; dan (3) memiliki hp dan akses internet serta
terampil dalam mengakses internet.
Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa umumnya keterampilan profesi
berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat nilai kecenderungan
petani organik yang sudah mampu memproduksi tanaman secara organik sebesar
92.50 persen dan kemampuan teknik sebesar 80.28 persen. Permasalahan umum
yang terdapat dalam keterampilan produksi tanaman adalah tanaman
terkontaminasi bahan non organik melalui udara sedangkan keterampilan teknis
adalah memiliki hp namun tidak memiliki akses internet.
Keterampilan Manajemen
Keterampilan manajemen berhubungan dengan petani sebagai manager
dalam mengelola keuangan, administrasi, sumber daya manusia, dan perencanaan
umum usahatani. Kriteria penilaian keterampilan manajemen terdiri dari lima
keterampilan yaitu keterampilan keuangan, keterampilan administrasi,
keterampilan SDM, keterampilan mengelola konsumen, dan keterampilan rencana
umum. Hasil perhitungan keterampilan kewirausahaan, keterampilan manajemen
disajikan pada Tabel 16.
43
Keterampilan Peluang
Keterampilan peluang adalah keterampilan menangkap peluang dalam
usahatani. Keterampilan peluang terdiri dari keterampilan mengenali peluang
bisnis, keterampilan orientasi pasar dan konsumen, keterampilan menyadari skill,
keterampilan manajemen resiko, dan keterampilan inovasi. Hasil perhitungan
keterampilan kewirausahaan, keterampilan peluang disajikan pada Tabel 17.
Keterampilan Strategi
Keterampilan strategi adalah kemampuan merumuskan strategi dalam
usahatani. Strategi tersebut terdiri dari keterampilan menerima dan memanfaatkan
umpan balik, keterampilan merefleksi usahatani, keterampilan pengawasan dan
evaluasi, keterampilan konseptual, keterampilan strategi, keterampilan
pengambilan keputusan dan keterampilan penetapan tujuan usaha. Hasil
perhitungan keterampilan kewirausahaan keterampilan strategi disajikan pada
Tabel 19.
Tabel 19 Tingkat keterampilan strategi usahatani organik pada petani padi organik
Bobot Keterampilan Strategi Petani
Variabel Manifest
Jumlah Skor Persentase
Keterampilan Strategi
Skor Maksimum (%)
Keterampilan menerima dan
188 240 78.33
memanfaatkan umpan balik
Keterampilan merefleksi
265 360 73.61
usahatani
Keterampilan pengawasan dan
182 240 75.83
evaluasi
Keterampilan konseptual 166 240 69.17
Keterampilan strategi 161 240 67.08
Keterampilan pengambilan
169 240 70.42
keputusan
Keterampilan penetapan tujuan
379 480 78.96
usaha
Total Skor 1510 2040 74.02
target keuntungan; (2) tidak ada yang terbuang hasil panen, sudah ada
pengendalian; (3) menjaga kualitas produk organik; dan (4) selalu mencatat
pengeluaran dan penerimaan tunai maupun non tunai.
Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa keterampilan strategi: keterampilan
menerima dan memanfaatkan umpan balik, keterampilan pengawasan dan
evaluasi, dan keterampilan penetapan tujuan usaha berada pada kategori sangat
tinggi. Hal ini dapat dilihat nilai kecenderungan petani organik lebih dari 75.00
persen. Sedangkan keterampilan merefleksi usahatani, keterampilan konseptual,
keterampilan strategi, dan keterampilan pengambilan keputusan berada pada
kategori tinggi. Masing-masing persentase sebesar 73.61 persen, 69.17 persen,
67.08 persen dan 70.42 persen.
Permasalahan umum yang terdapat dalam keterampilan strategi yaitu pada
keterampilan merefleksi usahatani adalah jarang melakukan refleksi dan belajar
dari pengalaman sebelumnya, mengulang kesalahan lagi, dan tiba masa tiba akal;
keterampilan konseptual adalah memahami konsep pertanian organik namun
masih bergantung kepada komunitas pertanian organik dalam penyediaan input
usahatani; keterampilan strategi adalah menyisakan keuntungan hanya untuk
mencukupi kehidupan sehari-hari, belajar dari proses yang didapatkan, memiliki
rencana jangka panjang tetapi hanya keinginan saja; dan keterampilan
pengambilan keputusan adalah menetapkan tujuan namun tidak mengidentifikasi
masalah, memperhitungkan konsekuensi (hanya positif), tidak mempersiapkan
alternatif keputusan.
Setelah masing-masing keterampilan kewirausahaan dideskripsikan,
kemudian dilakukan penghitungan persentase skor terhadap bobot keterampilan
kewirausahaan yang telah diperoleh dari hasil wawancara di lapangan. Hasil
keseluruhan persentase skor keterampilan kewirausahaan petani organik dapat
dilihat pada Tabel 20.
padi), namun belum semua blok yang ada di unit tersebut telah berstatus organik.
Produksi terpisah (split production) adalah pada suatu unit lahan ditanami oleh
beberapa jenis tanaman (berbeda), namun belum semua jenis tanaman tersebut
berstatus organik. Kendala yang terjadi di lapangan adalah belum semua lahan
usahatani organik ditanam secara organik. Tanaman konvensional saling
berdekatan dengan tanaman organik, sehingga terjadi kontaminasi air dan udara.
Untuk mencegah kontaminasi air, petani melakukan fertilisasi dengan sekam yang
dimasukkan dalam karung dan di simpan di sumber air.
Untuk pencegahan kontaminasi udara, beberapa petani tidak melakukan
pencegahan. Petani hanya saling mengingatkan ke petani konvensional dalam hal
penyemprotan pestisida agar tidak mengarahkan ke lahan organik. Sementara
dalam standar pertanian organik untuk mencegah kontaminasi udara tanaman
semusim adalah menanam tanaman penyangga (buffer zone) dengan lebar
minimal 2 meter dan dikelola secara organik. Tanaman penyangga tidak dapat
diklaim sebagai tanaman organik. Tanaman penyangga harus terdiri dari varietas
yang berbeda sehingga dapat dibedakan dengan tanaman yang diajukan untuk
sertifikasi. Bentuk zona penyangga (buffer zone) yang lain dapat berupa parit,
jalan, dan sejenisnya selebar minimal 3 meter. Serta membuat barrier/penghalang
berupa pagar hidup yang lebih tinggi dari tanaman yang diajukan untuk sertifikasi.
Umumnya petani organik melakukan pencegahan kontaminasi udara dengan
mananam tanaman penyangga.
Indikator selanjutnya yang memperoleh persentase rendah adalah
pengemasan. Hal ini dikarenakan sebagian besar petani tidak melakukan
pengemasan secara mandiri karena tidak memiliki alat pengemasan modern.
Pengemasan dilakukan oleh pihak KNOC dengan menggunakan alat pengemasan
modern dan bahan kemasan yang digunakan dapat di daur ulang. Namun ada
beberapa petani organik melakukan pengemasan secara mandiri, bahan kemasan
yang digunakan dapat di daur ulang namun kemasan yang masih tradisional.
Permasalahan-permasalahan dalam penerapan pertanian organik masih dapat
ditolerir oleh lembaga sertifikasi organik dikarenakan kondisi lingkungan
setempat. Adapun kegiatan usahatani organik yang paling menyalahi aturan
lembaga sertifikasi organik adalah memberikan pestisida pada tanaman organik.
Produktivitas
Kinerja produktivitas dinilai dengan mengukur jumlah hasil panen yang
dihasilkan petani organik. Variasi jumlah produksi setiap petani organik yang
berbeda-beda dipengaruhi oleh luas lahan dan kesuburan tanah. Berdasarkan
penelitian Herawati et al. (2014) menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas padi
organik di Tasikmala dari 2005-2012 mencapai 7.68 ton per hektar. Pada Tabel 22
dapat dilihat produktivitas padi organik (ton/ha) dalam satu musim tanam.
Tabel 22 Tingkat produktivitas usahatani padi organik KNOC per musim tahun
2017-2018
Produktivitas padi Rataan Persentase
Kategori Jumlah Petani
organik (ton/ha) (ton/ha) (%)
1-5 3.97 Rendah 3 10.00
>5-7 6.06 Sedang 19 63.33
>7 7.79 Tinggi 8 26.67
52
Penjualan
Penjualan pada penelitian ini diukur dengan melihat hasil penjualan yang
diperoleh dari usahatani organik. Penjualan diperoleh dari jumlah penjualan gabah
kering panen dikalikan dengan harga gabah. Variasi jumlah penjualan setiap
petani organik yang berbeda-beda dipengaruhi oleh hasil panen dan jumlah
anggota dalam keluarga. Rincian hasil penjualan per hektar per musim usahatani
padi organik dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23 Hasil penjualan per hektar per musim usahatani padi organik KNOC
tahun 2017-2018 (dalam ribuan)
Jumlah Gabah Kering Panen Harga (Rp) Hasil Penjualan (Rp)
(ton)
5.24 5 171 27 146
Berdasarkan Tabel 23, hasil penjualan gabah kering panen organik sebesar
Rp 27 146 000/ha/musim. Akses untuk menjual gabah kering panen oleh petani
cukup mudah. Berdasarkan fakta yang terlihat di lapangan terjadi bahwa
penjualan langsung dijual ke KNOC. Selanjutnya, penanganan sepenuhnya
dilakukan oleh KNOC yang memang memiliki konsep manajemen pemasaran dan
tenaga yang profesional akan tetapi petani tidak boleh terlibat disana sehingga
penjualan dapat tertangani dengan baik oleh pihak KNOC. Semua hal ini sudah
tertuang di dalam kontrak kerja yang disepakati di awal sebelum berproduksi
antara petani padi organik dan pihak KNOC sehingga sifatnya mengikat untuk
kedua belah pihak.
Keuntungan
Kinerja keuntungan diukur dengan melihat tingkat pendapatan bersih yang
diperoleh dari usahatani organik secara keseluruhan. Keuntungan diperoleh dari
penerimaan dikurangi dengan biaya usahatani. Penerimaan diperoleh dari
penerimaan tunai yaitu nilai uang yang diterima petani dari jumlah output yaitu
53
GKP (gabah kering panen) yang dikalikan dengan harga jual dan penerimaan non
tunai yaitu nilai uang dari gabah yang dikonsumsi petani. Biaya usahatani juga
terbagi atas biaya tunai dan biaya non tunai. Biaya tunai merupakan biaya yang
dikeluarkan petani secara nyata dan dalam bentuk uang. Sedangkan biaya non
tunai adalah biaya yang tidak dikeluarkan secara tunai namun tetap
diperhitungkan. Komponen biaya tunai pada usahatani padi organik terdiri dari
biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap pada usahatani padi organik terdiri dari
biaya sewa lahan, pajak, iuran desa, iuran irigasi, sewa traktor dan sewa mesin
panen. Selain itu terdapat biaya variabel yaitu benih, kompos, bbm/listrik, bagi
hasil, upah tenaga kerja luar keluarga (TKLK), upah angkut pupuk, dan
transportasi panen. Biaya transportasi panen dihitung berdasarkan jarak lokasi
lahan dengan lokasi penyimpanan gabah. Bagi petani anggota KNOC, GKP
langsung disimpan di lumbung KNOC. Adapun komponen biaya non tunai pada
usahatani padi organik terdiri dari biaya MOL, agen hayati, penyusutan alat
pertanian, dan upah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Rincian biaya per
hektar per musim usahatani padi organik dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24 Biaya per hektar per musim usahatani padi organik KNOC tahun
2017-2018 (dalam ribuan)
Komponen Biaya Rupiah (Rp) Persentase (%)
Biaya Tunai
Biaya Tetap 3 093 16.07
Biaya Variabel
Benih 286 1.48
Kompos 1 461 7.59
BBM/Listrik 80 0.41
TKLK 5 897 30.64
Bagi Hasil 942 4.89
Upah Angkut Pupuk 494 2.56
Transportasi panen 235 1.22
Total Biaya Tunai 12 488 64.89
Biaya Non Tunai
Benih 117 0.60
Kompos 1 414 7.34
MOL 580 3.01
Agen Hayati 73 0.37
Penyusutan alat 3 013 15.65
TKDK 1 557 8.09
Total Biaya Non Tunai 6 754 35.11
Total Biaya 19 242 100.00
Biaya tunai lebih besar dikeluarkan oleh petani organik. Petani padi organik
mencurahkan lebih banyak untuk upah TKLK dan biaya tetap. Oleh karena itu
proporsi kebutuhan uang secara tunai lebih banyak dikeluarkan oleh petani padi
organik. Namun, petani padi organik perlu mempertimbangkan ketersediaan input
untuk pupuk, MOL dan pestisida organik. Meskipun jumlah untuk pupuk, MOL
dan pestisida organik belum pernah mengalami keterbatasan persediaan. Petani
organik juga mempertimbangkan jarak antara lahan sawah yang diusahakan
dengan lokasi KNOC. Jarak yang relatif jauh akan membutuhkan lebih banyak
waktu dan tenaga untuk mendistribusikan kebutuhan pupuk, MOL dan pestisida
organik serta hasil panen.
Keberhasilan pada usahatani padi organik diukur menggunakan analisis
penerimaan dan pendapatan usahatani. Penerimaan pada usahatani padi organik
diperoleh dari nilai uang yang diterima petani dari jumlah output produksi yaitu
GKP (gabah kering panen) yang dikalikan dengan harga jual. Keuntungan
digunakan untuk mengukur seberapa besar nilai yang diterima petani terhadap
biaya-biaya yang telah dikeluarkan baik secara tunai maupun non tunai.
Penerimaan dan keuntungan usahatani padi organik dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25 Rata-rata produksi dan penerimaan per hektar per musim pada usahatani
padi organik KNOC tahun 2017-2018 (dalam ribuan)
Keterangan Padi Organik
Jumlah produksi (kg) 6 315
Harga (Rp) 5 171
Penerimaan tunai (Rp) 27 146
Penerimaan non tunai (Rp) 1 197
Total penerimaan (Rp) 28 344
Biaya tunai (Rp) 12 488
Biaya non tunai (Rp) 6 754
Biaya total (Rp) 19 242
Keuntungan (Rp) 9 102
R/C rasio 1.47
1) Keterampilan Profesi
Model awal menunjukkan indikator keterampilan kewirausahaan pada
keterampilan profesi adalah keterampilan teknis (KT). Variabel indikator
keterampilan teknis dianalisis dengan melihat kondisi dalam pembuatan pupuk
kompos, mikro organisme lokal (MOL), dan agen hayati. Selain itu, penggunaan
alat dan mesin pertanian dan alat komunikasi dan akses internet. Penggunaan
56
2) Keterampilan Manajemen
Indikator keterampilan kewirausahaan pada keterampilan manajemen yang
memenuhi standar loading faktor adalah keterampilan administrasi (KA),
keterampilan keuangan (KKEU), keterampilan mengelola konsumen (KMK),
keterampilan manajemen sumber daya manusia (KMSDM), dan keterampilan
rencana umum (KRU). Secara keseluruhan, keterampilan administrasi petani
organik sebesar 85.00 persen, keterampilan keuangan 79.72 persen, keterampilan
manajemen SDM 92.92 persen, dan keterampilan mengelola konsumen 65.41.
Secara umum keterampilan manajemen berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini
didukung oleh Komunitas Ngawi Organik (KNOC) yang melakukan pengecekan
secara berkala dan menyediakan format pendataan keuangan dan administrasi.
Selain itu, pihak KNOC juga aktif dalam kelompok tani, pengelolaan konsumen
melalui perantara KNOC dan merencanakan semua kegiatan usahatani.
Berdasarkan hasil PLS (Gambar 6) nilai faktor loading keterampilan manajemen
yang paling besar membentuk keterampilan kewirausahaan adalah keterampilan
keuangan (KKEU) sebesar 0.849. Adapun variabel indikator keterampilan
keuangan adalah catatan keuangan setiap musim tanam, perencanaan keuangan
dan investasi usahatani di masa depan yang dicatat dengan lengkap dan disimpan
dalam lima tahun. Hasil ini menunjukkan bahwa keterampilan keuangan sangat
dibutuhkan petani organik. Dengan kata lain, semakin terampil petani organik
dalam mengelola keterampilan keuangan, semakin kuat pembentukan
keterampilan kewirausahaan dalam dirinya. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Kodithuwakku dan Rosa (2002) pada petani padi di Srilanka
menunjukkan bahwa petani memulai mengembangkan bisnisnya dengan cara
mengelola lahan pertanian padi. Mereka memiliki keterampilan manajemen yang
baik dan mereka mampu menggabungkan keterampilan-keterampilan yang ada.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ketidaksuksesan sebagian besar petani
komersil karena kesalahan manajemen yang disebabkan oleh ketidakmampuan
untuk menangani alokasi sumber daya yang efisien.
3) Keterampilan Peluang
Model awal PLS menunjukkan semua indikator keterampilan
kewirausahaan pada keterampilan peluang merefleksikan keterampilan
kewirausahaan. Adapun indikator keterampilan kewirausahaan pada keterampilan
peluang adalah keterampilan inovasi (KI), keterampilan mengenali peluang bisnis
(KMPB), keterampilan manajemen resiko (KMR), keterampilan menyadari skill
57
4) Keterampilan Jaringan
Semua Indikator keterampilan kewirausahaan pada keterampilan jaringan
memenuhi standar faktor loading yaitu keterampilan bekerjasama petani dan
perusahaan (KBPP), keterampilan, keterampilan jaringan (KJ), keterampilan
kepemimpinan (KKEP), dan keterampilan kerjasama (KKER). Secara keseluruhan,
keterampilan bekerjasama dengan petani dan perusahaan berada pada kategori
sangat tinggi sebesar 76.66 persen. Sedangkan keterampilan jaringan,
keterampilan kerjasama dalam kelompok dan keterampilan kepemimpinan berada
pada kategori tinggi dengan masing-masing persentase sebesar 74.58 persen,
64.17 persen dan 71.94 persen. Secara umum keterampilan manajemen berada
pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil PLS (Gambar 6) nilai faktor loading
keterampilan jaringan yang paling besar membentuk keterampilan kewirausahaan
adalah keterampilan kepemimpinan (KKEP) sebesar 0.883. Adapun variabel
indikator keterampilan kepemimpinan adalah hubungan antara pemilik usaha,
tenaga kerja dan pembeli. Hasil ini menunjukkan bahwa keterampilan
kepemimpinan sangat dibutuhkan petani organik. Dengan kata lain, semakin
terampil petani organik dalam memimpin usahatani organik, semakin kuat
pembentukan keterampilan kewirausahaan dalam dirinya. Penelitian Kahan
(2013) mengatakan bahwa keterampilan kepemimpinan merupakan elemen
penting dari keterampilan kerjasama/jaringan.
5) Keterampilan Strategi
Indikator keterampilan kewirausahaan pada keterampilan manajemen yang
memenuhi standar loading faktor adalah keterampilan konseptual (KKON),
keterampilan menerima dan memanfaatkan umpan balik (KMMUB), keterampilan
merefleksi usahatani (KMU), keterampilan pengambilan keputusan (KPK),
keterampilan penetapan tujuan usaha (KPTU), dan keterampilan strategi (KS).
Secara keseluruhan, keterampilan strategi: keterampilan menerima dan
memanfaatkan umpan balik, keterampilan pengawasan dan evaluasi, dan
keterampilan penetapan tujuan usaha berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini
dapat dilihat nilai kecenderungan petani organik lebih dari 75.00 persen.
Sedangkan keterampilan merefleksi usahatani, keterampilan konseptual,
58
Faktor Individu
Faktor individu (FI) yaitu faktor penyebab keterampilan kewirausahaan
yang melekat pada pribadi petani organik yang sifatnya dapat diubah oleh hasil
usaha individu itu sendiri. Indikator yang digunakan dalam faktor individu yang
memenuhi standar loading faktor adalah pendidikan (PEND), motivasi (MOTIV),
ketersediaan sarana dan prasarana (KSPRA), dan skala dan kepemilikan usaha
(SKU).
Pendidikan
Indikator tingkat pendidikan (PEND) memiliki nilai faktor loading 0.875
(Gambar 6). Hasil ini mengakibatkan indikator pendidikan dapat merefleksikan
faktor individu. Fakta di lapangan mendukung hasil estimasi tersebut, dimana
responden petani organik telah memiliki standar pendidikan formal yang tinggi
yakni 53.33 persen telah menyelesaikan studi SMA dan perguruan tinggi. Selain
itu 76.67 persen mengatakan pendidikan untuk mendapatkan
pekerjaan/penghasilan, namun 76.67 persen petani organik hanya sesekali
59
Motivasi
Indikator selanjutnya yang merefleksikan konstruk faktor individu adalah
motivasi (MOTIV). Nilai faktor loading indikator motivasi adalah 0.657 (Gambar
6). Hasil di lapangan turut menjelaskan temuan tersebut yaitu 80 persen responden
menjalankan usahatani organik untuk meningkatkan keuntungan dan 73.33 persen
melakukan usahatani organik atas inisiatif sendiri. Sangat banyak petani organik
yang memiliki keinginan tinggi terhadap pencapaian keuntungan dan didasari oleh
keinginan sendiri. Hal inilah yang menyebabkan indikator motivasi dapat
membentuk faktor individu.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan (FL) merupakan variabel laten eksogen yang
menggambarkan kondisi diluar diri petani organik. Indikator yang digunakan
dalam faktor lingkungan yang memenuhi standar faktor loading adalah
ketersediaan input (KINP), bantuan permodalan (BTPM), promosi dan pemasaran
(PRPM), dan dukungan lembaga (DL). Indikator-indikator tersebut adalah:
Ketersediaan Input
Indikator ketersediaan input (KI) merefleksikan konstruk faktor lingkungan.
Indikator ketersediaan input memiliki nilai faktor loading 0.682 (Gambar 6). Hasil
di lapangan turut menjelaskan temuan tersebut yaitu 50 persen responden
mengatakan input tersedia setiap saat yang cukup namun masih tergantung pada
kelompok tani/KNOC. Selanjutnya 50.00 persen mengatakan input tersedia setiap
saat yang cukup dan dihasilkan secara mandiri. Selain itu, 100 pesen petani
organik mengatakan bahwa tersedia informasi input dan terjaminnya kualitas dan
kuantitas input. Pentingnya ketersediaan input dalam usahatani organik inilah
yang menyebabkan indikator ketersediaan input dapat mempengaruhi
pembentukan faktor lingkungan.
Bantuan Permodalan
Indikator bantuan permodalan memiliki nilai faktor loading sebesar 0.799
(Gambar 6) membuktikan bahwa indikator bantuan permodalan mampu
merefleksikan konstruk faktor lingkungan. Status kepemilikan modal oleh
reponden yakni pribadi, 86.67 persen responden yang tidak ada penyaluran modal
dari pemerintah/modal sendiri. Hanya terdapat tiga responden yang memiliki
modal bantuan dari pemerintah maupun swasta. Fakta ini menunjukkan bahwa
belum terdapat sentuhan nyata dalam bentuk bantuan modal dari pemerintah,
sedangkan 93.33 persen petani organik mendapatkan bantuan pengadaan sarana
produksi. Kemudian 100 persen responden mengatakan adanya penyaluran
permodalan yang mudah dari pemerintah memberikan peluang pengembangan
usaha. Bantuan modal tentunya dapat meringankan beberapa permasalahan yang
dihadapi petani organik salah satunya meningkatkan skala usaha mereka.
Dukungan Lembaga
Indikator selanjutnya yang merefleksikan konstruk faktor lingkungan adalah
dukungan lembaga (DL). Nilai faktor loading indikator dukungan lembaga adalah
0.855. Berdasarkan hasil PLS (Gambar 6) nilai faktor loading dukungan lembaga
yang paling besar membentuk faktor lingkungan. Temuan di lapangan
menunjukkan 100.00 persen petani organik telah memiliki dukungan lembaga
usaha organik berupa komunitas organik. Sebanyak 93.33 persen responden
menyatakan dukungan lembaga hanya pada budidaya dan input usaha organik.
Petani organik membutuhkan dukungan lembaga yang membantu dalam
subsistem hulu hingga hilirisasi usahatani organik. Keberadaan dukungan
lembaga dalam menjalankan usaha pertanian organik sangatlah penting.
Pentingnya dukungan lembaga dalam menjalankan kegiatan usahatani organik
mampu membentuk faktor lingkungan petani organik.
Produktivitas
Indikator selanjutnya yang merefleksikan konstruk kinerja usaha adalah
produktivitas (PROD). Nilai faktor loading indikator produktivitas adalah 0.703
Gambar 6). Hasil perhitungan produktivitas padi organik menunjukkan bahwa 50
persen responden memperoleh produktivitas 0 – 6.17 ton/ha dan 50 persennya
sebesar 6.18 – 9.33 ton/ha. Temuan di lapangan menunjukkan sebagian
produktivitas menyamai produktivitas padi konvensional dan sebagian lagi telah
melebihi produktivitas padi konvensional.
Penjualan
Indikator penjualan memiliki nilai faktor loading sebesar 0.911 (Gambar 6)
membuktikan bahwa indikator penjualan mampu merefleksikan konstruk kinerja
usaha. Temuan di lapangan menunjukkan 50 persen petani organik memperoleh
hasil penjualan Rp 0 – 27 231 000 dan 50 persennya sebesar Rp 27 232 000 –
43 680 000. Pentingnya hasil penjualan dalam menjalankan kegiatan usahatani
organik mampu membentuk kinerja usaha.
62
Keuntungan
Indikator keuntungan memiliki nilai faktor loading sebesar 0.929 (Gambar
6) membuktikan bahwa indikator keuntungan mampu merefleksikan konstruk
kinerja usaha. Berdasarkan hasil PLS (Gambar 5) nilai faktor loading keuntungan
yang paling besar membentuk kinerja usaha. Hasil perhitungan usahatani padi
organik menunjukkan bahwa 50 persen responden memperoleh keuntungan
Rp 0 – Rp 8 212 000 dan 50 persennya sebesar Rp 8 213 000 – Rp 28 848 000.
Keuntungan usaha yang diperoleh petani organik telah mampu memenuhi
kebutuhan usaha dan kebutuhan hidup petani.
Tabel 26 Variabel reflektif manifest yang tidak valid berdasarkan nilai loading
factor
Variabel Laten Variabel Manifest Loading Factor
Keterampilan Keterampilan produksi tanaman 0.40
Kewirausahaan (KKWU) Keterampilan rencana umum 0.46
Keterampilan pengawasan dan
0.45
evaluasi
Faktor Individu (FI) Pengalaman penerapan pertanian
-0.22
organik
Faktor Lingkungan (FL) Harga 0.21
Kondisi lingkungan usaha 0.25
Penyuluhan dan pelatihan 0.12
Keterangan : valid, jika loading factor ≥ 0.5
Tabel 27 Evaluasi uji reliabilitas dan validitas model pengukuran variabel laten
pada pertanian organik
Variabel Laten Communality Katerangan
Keterampilan Kewirausahaan 0.63 Baik
Faktor Individu 0.69 Baik
Faktor Lingkungan 0.67 Baik
Kinerja Usaha 0.73 Baik
Keterangan : Reliable dan valid, jika communality ≥ 0.50
baik. Hal ini dikarenakan semua variabel laten memiliki nilai di atas 0.50.
Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap konstruk telah
memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang baik.
Tahapan kedua yaitu evaluasi model sktruktural pengaruh keterampilan
kewirausahaan terhadap kinerja usaha. Tujuan dari evaluasi model struktural
(inner model) yaitu untuk melihat hubungan antar variabel laten dengan
konstruknya. Hasil yang diperoleh dapat dilihat dari estimasi koefisien jalur serta
tingkat signifikan. Evaluasi model pengukuran yang telah dilakukan akan
menghasilkan model akhir pengaruh keterampilan kewirausahaan terhadap kinerja
usaha petani organik dengan indikator yang valid dan reliabel. Selanjutnya
dilakukan evaluasi model struktural yang bertujuan melihat hubungan antar
variabel laten dengan melihat hasil estimasi koefisien parameter jalur dan tingkat
signifikansinya. Evaluasi inner model atau analisis structural model dilakukan
untuk memastikan bahwa model struktural yang dibangun robust dan akurat
(Ghozali dan Latan 2015).
Evaluasi model struktural dapat dilakukan dengan melihat nilai R2 pada
variabel endogen dan nilai estimasi koefisien parameter jalur (Ghozali dan Latan
2015). Evaluasi model struktural pertama dilakukan dengan melihat R2 pada
variabel laten endogen yang digunakan dalam model. Nilai R2 variabel laten
endogen dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 28.
Q2 = 1 – (1 – 0.084) (1 - 0.793)
= 1 – 0.189612
= 0.81
pengukuran sederhana untuk keseluruhan dari prediksi model. Hasil uji GoF
didapat dari perkalian nilai akar rata-rata communalities dengan nilai akar rata-
rata R2, yang ditujukan dari Tabel 27 dan 28. Kelayakan nilai GoF didasarkan
pada kriteria 0.10: kecil; 0.25: medium; dan 0.36: besar (Ghozali dan Latan 2015).
Nilai GoF model pada penelitian ini diperoleh dengan rumus:
Nilai GoF yang dihasilkan sebesar 0.55 (GoF besar) berarti model struktural
pada penelitian ini baik (good fit), sehingga pemilihan model sudah tepat untuk
menjelaskan pengaruh keterampilan kewirausahaan terhadap kinerja usaha
pertanian organik. Tahap selanjutnya adalah pengujian hipotesis yang dilakukan
dengan uji signifikansi dua arah (negatif atau positif) berdasarkan nilai estimasi
koefisien parameter jalur.
Uji terakhir pada model struktural yaitu uji signifikan dengan menggunakan
nilai t statistik dari hasil uji bootstrap pada PLS. Hasil uji nantinya dapat
mengetahui apakah variabel eksogen berpengaruh nyata terhadap variabel
endogen pada model dalam penelitian ini, serta sifat dan besarnya pengaruh yang
diberikan. Tabel 29 menjelaskan temuan nilai t statistik dari uji bootstrap PLS :
adalah dukungan lembaga dengan nilai 0.90. Hal ini menunjukan bahwa
dukungan lembaga yang diberikan oleh pemerintah sangat berpengaruh dalam
kegiatan usahatani organik. Dukungan lembaga yang diberikan oleh pemerintah
berupa KNOC sangat berpengaruh terhadap keterampilan kewirausahaan.
Sebagian besar petani organik mengaku telah mendapatkan banyak pelatihan yang
diselenggarakan oleh KNOC dan mereka memiliki semangat yang tinggi untuk
menghadiri pelatihan tersebut karena banyaknya informasi yang didapatkan.
Tujuan dari pelatihan yang diadakan KNOC adalah sebagai wadah bagi pelaku
usaha dalam mendapatkan berbagai informasi mengenai proses usahatani organik.
Adapun bentuk pelatihan yang diberikan yaitu pelatihan pembuatan kompos,
mikro organisme lokal (MOL), dan agen hayati. Bentuk lain pelatihan yang
pernah diberikan adalah pelatihan manajemen keuangan dari Bank Indonesia (BI).
Hasil analisis PLS pada penelitian ini menunjukan bahwa faktor lingkungan
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja usaha dengan koefisien
pengaruh -0.488. Jika ditinjau dari kondisi data, hal ini dikarenakan petani organik
menginginkan kinerja usaha tinggi, tetapi keadaan faktor lingkungan rendah,
dengan kata lain peningkatan faktor lingkungan tidak diikuti dengan peningkatan
kinerja usaha. Jika dilihat dari kondisi di lapangan, hal ini sesuai dengan kondisi
bahwa secara umum faktor lingkungan dalam hal ketersediaan input, bantuan
permodalan, promosi dan pemasaran serta dukungan lembaga antar petani organik,
sampai dengan saat ini dirasakan belum cukup memadai, dan belum mendukung
terbentuknya kinerja usaha petani organik.
Faktor lingkungan yang mendominasi adalah dukungan lembaga dan
promosi serta pemasaran. Dukungan lembaga yang hanya sebatas di subsistem
input dan budidaya organik. Petani membutuhkan dukungan dalam hal hilirisasi
produk seperti akses pasar. Penelitian Muljaningsih (2012) yang melakukan
penelitian minat wirausaha pengolahan pangan organik pada perempuan tani
bahwa kendala yang dirasakan perempuan tani adalah akses pasar. Hal ini yang
menjadi hambatan untuk mengembangkan usahanya. Oleh karena itu perlu
dukungan dari pihak pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM)
maupun nongoverment organisation (NGO). Di Indonesia pasar organik
diakomodir oleh AOI (Aliansi Organik Indonesia). Namun perannya perlu dibantu
LSM lain yang peduli pada kelestarian lingkungan dan pengentasan kemiskinan.
Faktor lingkungan selanjutnya adalah promosi dan pemasaran. Petani
mendapatkan bantuan dalam promosi dan pemasaran produk melalui KNOC.
Walaupun petani mendapatkan bantuan promosi dan pemasaran melalui KNOC,
petani menginginkan untuk dilibatkan dalam promosi dan pemasaran. Hasil
penelitian United Nation (2007) tentang kewirausahaan perempuan bahwa sifat
perempuan yang peka dan ulet, serta tidak mudah menyerah dapat dijadikan
modal sosial dalam menggapai usaha organik yang sukses. Namun untuk
mencapai kondisi tersebut, perempuan perdesaan perlu ada bantuan jejaring
pemasaran.
Indikator ketersediaan input petani oganik tersedia setiap saat namun masih
tergantung pada kelompok tani/KNOC. Petani berharap ketersediaan input
dihasilkan secara mandiri tanpa bergantung kepada KNOC untuk menghemat
69
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2016. Sistem Pertanian Organik. Jakarta (ID):
Badan Standardisasi Nasional.
Srinivasan R, Woo CY, Cooper AC. 1994. Performance determinants for male
and female entrepreneurs. Babson Entrepreneurship Research Conference
1994. Cambridge, MA: Babson College.
[UN] United Nation. 2007. Developing Women’s Entrepreneurship and E-
Business in Green Cooperatives in The Asian and Pacific Region. New
York: ESCAP.
[UNEP; UNCTAD] United Nations Environment Programme; United Nations
Conference on Trade and Development. 2008. Organic Agriculture and
Food Security in Africa. New York and Geneva: United Nations Publication.
van Elzakker B, Eyhon F. 2010. The organic business guide: Developing value
chains with smallholders. Bonn (DE): IFOAM.
Varga E. 2009. Comparison of Agricultural Entrepreneurial Skills levels in the
Countries of the European Union. [Disertasi]. Hungary (HUN): University
of Kaposvár.
Vesala KM, Pyysiäinen J (Eds). 2008. Understanding Entrepreneurial Skills in
the Farm Context. Frick, Switzerland (CH): Research Institute of Organic
Agriculture (FiBL).
Wahyuningsih D. 2015. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja
Usaha Bawang Goreng di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. [Tesis].
Indonesia (ID): Institut Pertanian Bogor.
78
LAMPIRAN
79
1. Keterampilan Profesional:
1.1. Keterampilan Produksi Tanaman (KPT)
Pembobotan Nilai
Kode
1 2 3 4
KPT Tidak Kurang Memilih/mensortir benih Memilih/mensortir
1 memilih/mensortir memilih/mensortir benih berkualitas baik namun benih berkualitas baik,
benih berkualitas berkualitas baik tidak dikelola/ditangani
baik. Benih yang sehingga hasil semaian mengelola/menangani secara baik dan
didapatkan langsung tersebut ditanam secara baik sehingga ada mandiri sehingga daya
disemai walaupun tidak tumbuh beberapa daya hidupnya hidupnya (viabilitas)
dengan baik tidak terjaga tetap terjaga
KPT Penyiapan lahan Penyiapan lahan dengan Jerami dibiarkan lapuk Jerami dibiarkan lapuk
2 dengan cara cara pembakaran jerami, dalam penyiapan lahan, dalam penyiapan
pembakaran jerami, sebagian kecil menggunakan pupuk, mol lahan, menggunakan
menggunakan menggunakan racun dan agen hayati organik, pupuk, mol dan agen
pupuk, pestisida dan kimia pabrikan, tanaman terkontaminasi hayati organik,
racun kimia tanaman terkontaminasi melalui udara, menanam tanaman
pabrikan, tanaman melalui udara dan air, menggunakan sekam di penyangga dan
terkontaminasi tidak terkontak dengan sumber irigasi, tidak menggunakan sekam
melalui udara dan alat dan bahan non terkontak dengan alat dan di sumber irigasi,
air, tekontak dengan organik bahan non organik memisahkan
alat dan bahan non penggunaan alat dan
organik bahan non organik
KPT Tidak memberikan Ala kadarnya dalam Belebihan/kekurangan Efisien dalam
3 pupuk kompos, mol, pemberian pupuk dalam pemberian pupuk pemberian pupuk
agen hayati kompos, mol, agen kompos, mol, agen hayati kompos, mol, agen
hayati hayati
KPT Tidak Waktu panen terlalu Waktu panen terlalu Waktu panen pagi
4 mempersiapkan pagi/sore sehingga kadar siang/terik menjelang siang
waktu panen air padi tinggi
2. Keterampilan Manajemen:
2.1. Keterampilan Keuangan (KKEU)
Pembobotan Nilai
Kode
1 2 3 4
Tidak ada catatan Tersedia catatan keuangan Tersedia catatan Tersedia catatan
keuangan setiap musim hanya pada saat musim keuangan hanya pada keuangan setiap
KKEU
tanam : keseluruhan biaya tanam tertentu dan tidak saat musim tanam musim tanam dan
1
pengeluaran usahatani, lengkap tertentu namun lengkap lengkap
laba rugi, data produksi
Tidak ada perencanaan Ada perencanaan keuangan Memiliki tabungan Memiliki tabungan
keuangan dan perencanaan dan perencanaan investasi namun belum ada dan investasi usahatani
KKEU
investasi usahatani di masa usahatani di masa akan investasi usahatani di di masa akan datang
2
akan datang datang namun tidak masa akan datang
memiliki tabungan
KKEU Tidak menyimpan catatan disimpan dalam 1 tahun Disimpan dalam 3 tahun Disimpan dalam 5
3 keuangan tahun
1 2 3 4
KA 1 Tidak ada catatan riwayat Ada catatan riwayat Ada catatan riwayat Ada catatan riwayat
penggunaan lahan selama 5 penggunaan lahan selama 1 penggunaan lahan penggunaan lahan
tahun tahun selama 3 tahun selama 5 tahun
KA 2 Tidak ada data inventaris Ada data inventaris selama Ada data inventaris Ada data inventaris
selama 5 tahun 1 tahun selama 3 tahun selama 5 tahun
1 2 3 4
KMSDM Tidak bergabung Menjadi anggota namun Menjadi anggota, Menjadi pengurus inti,
1 dalam komunitas kurang berkontribusi dan berkontribusi dan aktif berkontribusi dan aktif
petani organik dan kurang aktif (mengemukakan pendapat, (mengemukakan pendapat,
kelompok tani (mengemukakan menghadiri rapat) dalam menghadiri rapat) dalam
pendapat, menghadiri komunitas petani organik komunitas petani organik
rapat) dalam komunitas dan kelompok tani dan kelompok tani
petani organik dan
kelompok tani
KMSDM Tidak pernah Hanya sekali mengikuti Tiga kali mengikuti Lebih tiga kali mengikuti
2 mengikuti pelatihan pelatihan pertanian pelatihan pertanian organik pelatihan pertanian organik
pertanian organik organik
3. Keterampilan Peluang:
3.1 Keterampilan dalam Mengenali Peluang Bisnis (KMPB)
Kode Pembobotan Nilai
1 2 3 4
KMPB Tidak melakukan Tidak melakukan Mengetahui Melakukan
1 pencarian informasi pencarian informasi perkembangan pasar dan pencarian informasi
konsumen organik dan konsumen organik dan meningkatkan konsumen organik,
perkembangan pasar, perkembangan pasar, pengetahuan pertanian perkembangan
tidak meningkatkan namun meningkatkan organik namun tidak pasar, dan
pengetahuan pertanian pengetahuan pertanian melakukan pencarian meningkatkan
organik organik informasi konsumen pengetahuan
organik pertanian organik
KMPB Tidak berpartisipasi Berpartisipasi dalam Berpartisipasi dalam Berpartisipasi dalam
2 dalam jaringan sosial jaringan sosial namun jaringan sosial dan jaringan sosial dan
dan IT serta tidak tidak berpartisipasi melakukan komunikasi IT serta melakukan
melakukan dalam jaringan IT dan dengan stakeholder komunikasi dengan
komunikasi dengan tidak melakukan pertanian organik namun stakeholder
stakeholder pertanian komunikasi dengan tidak berpartisipasi pertanian organik
organik stakeholder pertanian dalam jaringan IT
organik
4. Keterampilan Jaringan
4.1 Keterampilan Bekerjasama dengan Petani dan Perusahaan (KBPP)
Kode Pembobotan Nilai
1 2 3 4
KBPP Tidak ada pertemuan dan Ada pertemuan namun Ada pertemuan Ada pertemuan,
1 komunikasi dengan tidak berkomunikasi dan berkomunikasi, komunikasi, dan
perusahaan pertanian tidak bernegosiasi bernegosiasi dengan bernegosiasi dengan
organik dengan perusahaan perusahaan pertanian perusahaan pertanian
pertanian organik organik bukan berbadan organik berbadan hukum
hukum
KBPP Tidak menjalin Bekerjasama dengan Bekerjasama dengan Menjalin kerjasama
2 kerjasama dengan sesama petani namun sesama petani dan dengan sesama petani,
sesama petani, tidak dengan komunitas komunitas petani organik komunitas pertanian
komunitas pertanian petani organik dan namun tidak dengan organik, dan perusahaan
organik, dan perusahaan perusahaan berbadan perusahaan berbadan berbadan hukum
berbadan hukum hokum hukum
5. Keterampilan Strategi
5.1. Keterampilan menerima dan memanfaatkan umpan balik (KMMUB)
Kode Pembobotan Nilai
1 2 3 4
KMMUB Tidak menerima saran Jarang menerima saran Menerima saran dan Menerima saran dan
1 dan masukan dari dan masukan dari masukan dari sesama masukan dari sesama
sesama petani, tenaga sesama petani, tenaga petani, tenaga kerja, petani, tenaga kerja,
kerja, kelompok tani kerja, kelompok tani kelompok tani dan kelompok tani dan
dan pembeli dan pembeli pembeli, ada pembeli, ada
perubahan tapi gagal perubahan dan berhasil
KMMUB Tidak ada umpan balik Jarang meminta Intens meminta umpan Intens meminta umpan
2 terhadap pembeli umpan balik terhadap balik namun tidak ada balik, perbaikan
pembeli dan peningkatan meningkat
mengabaikannya
Lampiran 3 Hasil uji validasi variabel manifest berdasarkan nilai loading factor
digraph "aldila.semPLS"
{rankdir=LR;
size="8,8";
node [fontname="Helvetica" fontsize=14 shape=box];
edge [fontname="Helvetica" fontsize=10];
center=1;
"KKWU" [shape=ellipse]
"KINUS" [shape=ellipse]
"KKWU" -> "KBPP" [label="lam_1_1=0.624"];
"KKWU" -> "KJ" [label="lam_1_2=0.854"];
"KKWU" -> "KKEP" [label="lam_1_3=0.875"];
86
library(semPLS)
#data
data.aldila<-read.csv("F:/INNALLAHA MA'ANA/Semangat
Thesis/OLAH DATA/Koding Penelitian KeLIMA.csv", header
= T, sep = ";")
View(data.aldila)
#structural model
source.sm<-c("KPRO","KMAN","KPEL","KJAR","KSTR","KKWU")
target.sm<-
c("KKWU","KKWU","KKWU","KKWU","KKWU","FI","FL","KINUS")
aldila.sm<-cbind(source.sm,target.sm)
#measurement model
source.mm<-c("KKWU","KKWU",
"KKWU","KKWU","KKWU","KKWU","KKWU",
"KKWU","KKWU","KKWU","KKWU","KKWU",
"KKWU","KKWU","KKWU","KKWU",
"KKWU","KKWU","KKWU","KKWU","KKWU","KKWU","KKWU",
"KINUS","KINUS","KINUS",
"FI","FI","FI","FI","FI",
88
"FL","FL","FL","FL","FL","FL","FL","FL","FL"
target.mm<-c("KPT","KT",
"KKEU","KA","KMSDM","KMK","KRU",
"KMPB","KOPK","KMS","KMR","KI",
"KBPP","KJ","KKER","KKEP",
"KMMUB","KMU","KPE","KKON","KS","KPK","KPTU",
"PENJ","PROD","KEUNT",
"KSPRA","MOTIV",
"PEND","PPPO","SKU","BTPM","DL",
"HRG","KINP","KLU","PP","PRPM")
aldila.mm<-cbind(source.mm,target.mm)
#model
aldila<-
plsm(data=data.aldila,strucmod=aldila.sm,measuremod=ald
ila.mm)
#semPLS credit
aldila.semPLS<-
sempls(model=aldila,scale=TRUE,wscheme="A",data=data.al
dila,maxit=300)
#path diagram
pathDiagram(aldila.semPLS,file="aldilaPLS_terbaru1",edg
e.labels="both",output.type="graphics",digits=3,graphic
s.fmt="pdf")
#gof
rSquared(aldila.semPLS)
qSquared(aldila.semPLS)
communality(aldila.semPLS)
rSquared2(aldila.semPLS)
gof(aldila.semPLS)
#bootstrap
set.seed(123)
aldila.Boot<-
bootsempls(aldila.semPLS,nboot=100,start="ones",verbose
=TRUE)
summary(aldila.Boot,type="perc",level=0.85)