Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM”


Disusun guna memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Ilmu Sosial
Budaya Dasar

Dosen Pengampu : Dr.Samsidar Tanjung,M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Laila Tulisna Tulung (4203121016)

Mira Amelia (4202421012)

Natasya Audina (4202421026)

Nova Aulia Putri (4201121016)

Mata Kuliah : Ilmu Sosial Budaya Dasar

Kelas : PSPF 2020 B

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
dan karunia-Nya lah penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah untuk mata kuliah
Matematika Fisika. Dan juga kami berterima kasih kepada Ibu Dr.Samsidar Tanjung,M.Pd
selaku Dosen mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar yang telah memberikan tugas ini kepada
penyusun.
Penyusun sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan pembaca mengenai MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM. Penyusun
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan dan jauh dari apa
yang penyusun harapkan. Untuk itu, penyusun berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penyusun sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya penyusun mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-
kata yang kurang berkenan dan penyusun memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Medan,14 September 2021

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ iii
BAB I ............................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................................................................ 1
BAB II ........................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................ 2
A. Manusia, Nilai, Norma dan Moral ..................................................................................................... 2
B. Manusia dan Hukum .......................................................................................................................... 4
a. Tujuan Hukum ............................................................................................................................... 4
b. Penegakan Hukum ......................................................................................................................... 5
c. Hubungan Hukum dan Moral ........................................................................................................ 7
d. Problematika Hukum ..................................................................................................................... 8
BAB III ........................................................................................................................................................10
PENUTUP ...................................................................................................................................................10
A. KESIMPULAN................................................................................................................................10
B. SARAN ............................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia, nilai, moral, dan hukum merupakan sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan.Dewasa ini masalah-masalah serius yang dihadapi bangsa Indonesia berkaitan dengan
nilai,moral, dan hukum antara lain mengenai kejujuran, keadilan, menjilat, dan perbuatan negatif
lainnya sehingga perlu dikedepankan pendidikan agama dan moral karena dengan adanya
panutan, nilai, bimbingan, dan moral dalam diri manusia akan sangat menentukankepribadian
individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial dan kehidupan setiap insan.Pendidikan nilai
yang mengarah kepada pembentukan moral yang sesuai dengan normakebenaran menjadi
sesuatu yang esensial bagi pengembangan manusia yang utuh dalamkonteks sosial.

Pendidikan moral tidak hanya terbatas pada lingkungan akademis, tetapi dapatdilakukan
oleh siapa saja dan dimana saja. Secara umum ada tiga lingkungan yang sangatkondusif untuk
melaksanakan pendidikan moral yaitu lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan
lingkungan masyarakat. Peran keluarga dalam pendidikan mendukungterjadinya proses
identifikasi, internalisasi, panutan dan reproduksi langsung dari nilai-nilaimoral yang hendak
ditanamkan sebagai pola orientasi dari kehidupan keluarga. Hal-hal yang juga perlu diperhatikan
dalam pendidikan moral di lingkungan keluarga adalah penanamannilai-nilai kejujuran,
kedisiplinan dan tanggung jawab dalam segenap aspek.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas penyusun dalam makalah ini yaitu:
1) Apa yang dimaksud dengan Manusia,Nilai,Norma Dan Moral?
2) Apa yang dimaksud dengan Manusia Dan Hukum?
3) BagaimanaPenegakan Hukum?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam rumusan masalah yang akan dikembangkan penyusun yaitu:
1) Untuk mengetahui definisi dari Nilai,Moral.
2) Untuk mengetahui definisi dari Manusia Dan Hukum.
3) Untuk mengetahui bagaimana Penegakan Hukum.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Manusia, Nilai, Norma dan Moral

Meskipun banyak pakar yang mengemukakan pengertian nilai, namun ada yang
telahdisepakati dari semua pengertian itu bahwa nilai berhubungan dengan manusia,
danselanjutnya nilai itu penting. Pengertian nilai yang telah dikemukakan oleh setiap pakar
padadasarnya adalah upaya dalam memberikan pengertian secara holistik terhadap nilai, akan
tetapi setiap orang tertarik pada bagian bagian yang “relatif belum tersentuh” oleh pemikir lain.

Definisi yang mengarah pada pereduksian nilai oleh status benda, terlihat pada
pengertian nilai yang dikemukakan oleh John Dewney yakni, Value Is Object Of SocialInterest,
karena ia melihat nilai dari sudut kepentingannya.

Nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat
bagikehidupan manusia baik lahir maupun batin. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai
landasan,alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak.

Nilai itu penting bagi manusia. Apakah nilai itu dipandang dapat mendorong
manusiakarena dianggap berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada di
luar manusia yaitu terdapat pada objek, sehingga nilai lebih dipandang sebagai kegiatan menilai.
Nilai itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan harus diaplikasikan dalam
perbuatan. Menilai dapat diartikan menimbang yakni suatu kegiatan manusia untuk
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu lainnya yang kemudian dilanjutkan denganmemberikan
keputusan. Keputusan itu menyatakan apakah sesuatu itu bernilai positif (berguna, baik, indah)
atau sebaliknya bernilai negatif. Hal ini dihubungkan dengan unsur-unsur yang ada pada diri
manusia yaitu jasmani, cipta, rasa, karsa, dan kepercayaan.

Nilai memiliki polaritas dan hirarki, antara lain:

a. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai polaritas
seperti baik dan buruk; keindahan dan kejelekan.
b. Nilai tersusun secara hierarkis yaitu hierarki urutan pentingnya.

Nilai (value) biasanya digunakan untuk menunjuk kata benda abstrak yang dapat
diartikansebagai keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Notonagoro membagi hierarki
nilai pokok yaitu:

a. Nilai material yaitu sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
2
b. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakankegiatan atau aktivitas.
c. Nilai kerohanian yaitu sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian
terbagi menjadi empat macam:
a. Nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal atau rasio manusia
b. Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan estetis
manusia
c. Nilai kebaikan moral yang bersumber pada kehendak atau karsa manusia
d. Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai
penghayatanmelalui akal budi dan nuraninya

Hal-hal yang mempunyai nilai tidak hanya sesuatu yang berwujud (benda material)saja,
bahkan sesuatu yang immaterial seringkali menjadi nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi
manusia seperti nilai religius.

Nilai juga berkaitan dengan cita-cita, keinginan, harapan, dan segala sesuatu
pertimbangan internal (batiniah) manusia. Dengan demikian nilai itu tidak konkret dan
padadasarnya bersifat subyektif. Nilai yang abstrak dan subyektif ini perlu lebih
dikonkretkanserta dibentuk menjadi lebih objektif. Wujud yang lebih konkret dan objektif dari
nilai adalahnorma/kaedah. Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut
atau siku-siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita
dapatmengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma
ialahsesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan
normaini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Ada beberapa
macamnorma/kaedah dalam masyarakat, yaitu:

1. Norma kepercayaan atau keagamaan


2. Norma kesusilaan
3. Norma sopan santun/adab
4. Norma hukum

Dari norma-norma yang ada, norma hukum adalah norma yang paling kuat karenadapat
dipaksakan pelaksanaannya oleh penguasa (kekuasaan eksternal).

Nilai dan norma selanjutnya berkaitan dengan moral. Moral berasal dari bahasa latinyakni
mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasaIndonesia moral
diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yangumum diterima
tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Istilahmoral mengandung
integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorangsangat ditentukan oleh
moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalamkepribadian seseorang itu
tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Bisa dikatakan manusiayang bermoral adalah manusia

3
yang sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai dannorma-norma yang berlaku dalam
masyarakat.

B. Manusia dan Hukum

Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak


mungkinmenggambarkan hidup manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia,
masyarakat,dan hukum merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk mencapai
ketertibandalam masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar-manusia
dalammasyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan
tetapiakan mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya.

Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the livinglaw)
dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat tersebut.Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa
dipisahkan. Bahkan dalami lmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi
societas ibi jus” (di mana ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap
pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan
dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk
dari masyarakat itu,dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.

Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur


tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social
order)yang bernama: masyarakat. Guna membangun dan mempertahankan tatanan
sosialmasyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri
daridua hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan).

a. Tujuan Hukum
Banyak teori atau pendapat mengenai tujuan hukum. Berikut teori-teori dari para ahli:

i. Prof. Subekti, SH: Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai
kemakmurandan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan.
Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian
yang sama pula.
ii. Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn: Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara
sesamamanusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan
menimbangkepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
iii. Geny : Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia
kepentingandaya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.

4
iv. Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum berfungsi sebagai alat merekayasa
masyarakat(law is tool of social engineering).
v. Muchatr Kusumaatmadja berpendapat bahwa tujuan pokok dan utama dari hukum
adalahketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini merupakan syarat pokok bagi adanya
suatumasyarakat manusia yang teratur.

Tujuan hukum menurut hukum positif Indonesia termuat dalam pembukaan UUD 1945
alinea keempat yang berbunyi “..untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesiadan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Pada umumnya hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalammasyarakat.


Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atasdirinya sendiri,
namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan denganketentuan yang sedang
berlaku.

b. Penegakan Hukum
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), bukan
berdasarkankekuasaan (machstaat) apalagi bercirikan negara penjaga malam (nachtwachterstaat).
Sejak awal kemerdekaan, para bapak bangsa ini sudah menginginkan bahwa negara Indonesia
harusdikelola berdasarkan hukum.

Ketika memilih bentuk negara hukum, otomatis keseluruhan penyelenggaraan negaraini


harus sedapat mungkin berada dalam koridor hukum. Semua harus diselenggarakan secarateratur
(in order) dan setiap pelanggaran terhadapnya haruslah dikenakan sanksi yang sepadan.

Penegakkan hukum, dengan demikian, adalah suatu kemestian dalam suatu negarahukum.
Penegakan hukum adalah juga ukuran untuk kemajuan dan kesejahteraan suatunegara. Karena,
negara-negara maju di dunia biasanya ditandai, tidak sekedar perekonomiannya maju, namun
juga penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia(HAM) nya berjalan baik.

Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu kepastianhukum,
kemanfaatan dan keadilan. Friedmann berpendapat bahwa efektifitas hukumditentukan oleh tiga
komponen, yaitu:

a. Substansi hukum

Yaitu materi atau muatan hukum. Dalam hal ini peraturan haruslah peraturan yang
benar- benar dibutuhkan oleh masyarakat untuk mewujudkan ketertiban bersama.

b. Aparat Penegak Hukum

5
Agar hukum dapat ditegakkan, diperlukan pengawalan yang dilaksanakan oleh aparat
penegak hukum yang memiliki komitmen dan integritas tinggi terhadap terwujudnya
tujuanhukum.

c. Budaya Hukum

Budaya hukum yang dimaksud adalah budaya masyarakat yang tidak berpegang pada
pemikiran bahwa hukum ada untuk dilanggar, sebaliknya hukum ada untuk dipatuhi demi
terwujudnya kehidupan bersama yang tertib dan saling menghargai sehingga
harmonisasikehidupan bersama dapat terwujud.terwujudnya kehidupan bersama yang tertib
dan saling menghargai sehingga harmonisasikehidupan bersama dapat terwujud.

Banyak pihak menyoroti penegakan hukum di Indonesia sebagai „jalan di


tempat‟ataupun malah „tidak berjalan sama sekali.‟ Pendapat ini mengemuka utamanya
dalamfenomena pemberantasan korupsi dimana tercipta kesan bahwa penegak hukum
cenderung„tebang pilih‟, alias hanya memilih kasus - kasus kecil dengan „penjahat - penjahat
kecil‟ daripada buronan kelas kakap yang lama bertebaran di dalam dan luar negeri.

Pendapat tersebut bisa jadi benar kalau penegakan hukum dilihat dari sisi korupsisaja.
Namun sesungguhnya penegakan hukum bersifat luas. Istilah hukum sendiri sudah luas.Hukum
tidak semata-mata peraturan perundang-undangan namun juga bisa bersifatkeputusan kepala
adat. Hukum-pun bisa diartikan sebagai pedoman bersikap tindak ataupunsebagai petugas.

Dalam suatu penegakkan hukum, sesuai kerangka Friedmann, hukum harus


diartikansebagai suatu isi hukum (content of law), tata laksana hukum (structure of law) dan
budayahukum (culture of law). Sehingga, penegakan hukum tidak saja dilakukan melalui
perundang-undangan, namun juga bagaimana memberdayakan aparat dan fasilitas hukum. Juga,
yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana menciptakan budaya hukum masyarakat yang
kondusif untuk penegakan hukum.

Contoh paling aktual adalah tentang Perda Kawasan Bebas Rokok misalnya.Peraturan ini
secara normatif sangat baik karena perhatian yang begitu besar terhadapkesehatan masyarakat.
Namun, apakah telah berjalan efektif? Ternyata belum. Karena,fasilitas yang minim, juga aparat
penegaknya yang terkadang tidak memberikan contoh yang baik. Sama halnya dengan
masyarakat perokok, kebiasaan untuk merokok di tempat-tempat publik adalah suatu budaya
yang agak sulit diberantas.

Oleh karenanya, penegakan hukum menuntut konsistensi dan keberanian dari aparat.Juga,
hadirnya fasilitas penegakan hukum yang optimal adalah suatu kemestian. Misalnya, perda
kawasa n bebas rokok harus didukung dengan memperbanyak tanda-tanda laranganmerokok,
atau menyediakan ruangan khusus perokok, ataupun memasang alarm di ruanganyang sensitif
dengan asap.

6
Masyarakatpun harus senantiasa mendapatkan penyadaran dan pembelajaran yangkontinyu.
Maka, program penyadaran, kampanye, pendidikan, apapun namanya, harus terusmenerus
digalakkan dengan metode yang partisipatif. Karena, adalah hak dari warganegarauntuk
mendapatkan informasi dan pengetahuan yang tepat dan benar akan hal-hal yang penting dan
berguna bagi kelangsungan hidupnya

c. Hubungan Hukum dan Moral

Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali. Ada pepatah roma yang
mengatakan “quid leges sine moribus?” (apa artinya undang - undang jika tidak
disertaimoralitas?). Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh
karenaitu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral, perundang - undangan yang
immoral harus diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpahukum
hanya angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan dalam masyarakat.

Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap
berbeda, sebab dalam kenyataannya „mungkin‟ ada hukum yang bertentangan dengan moralatau
ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan
moral. Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalamkonteks
membutuhkan hukum.

Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas
hukumtampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara
hukumdan moral sangat jelas.

Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :

1. Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematisdalam


kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastiandan objektif
dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan akibatnya lebih
banyak „diganggu‟ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yangharus dianggap utis
dan tidak etis.

2. Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi dirisebatas
lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.

3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan denganmoralitas.
Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman.Tapi norma etis

7
tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar,sedangkan perbuatan etis
justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitashanya hati yang tidak tenang.

4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara.Meskipun
hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum ituharus di akui
oleh negara supaya berlaku sebagai hukum.moralitas berdasarkan atas norma-norma moral yang
melebihi pada individu dan masyarakat.Dengan cara demokratis ataudengan cara lain masyarakat
dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubahatau membatalkan suatu norma
moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.

Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :

1. Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan hukum alam
sedangkanmoral berdasarkan hukum alam.

2. Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia),sedangkan
moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).

3. Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,

4. Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati,
batiniah,menyesal, malu terhadap diri sendiri.

5. Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan


bernegara,sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.

6. Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan
moralsecara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990,119).

d. Problematika Hukum

Problema paling mendasar dari hokum di Indonesia adalah manipulasi atas fungsihokum oleh
pengemban kekuasaan. Problem akut dan mendapat sorotan lain adalah:

a. Aparatur penegak hukum ditengarai kurang banyak diisi oleh sumber daya manusia yang
berkualitas. Padahal SDM yang sangat ahli serta memiliki integritas dalam jumlah yang banyak
sangat dibutuhkan.

b. Peneggakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya karena sering mengalamiintervensi


kekuasaan dan uang. Uang menjadi permasalahan karena negara belum mampumensejahterakan
aparatur penegak hukum.

8
c. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum semakin surut. Hal ini berakibat
pada tindakan anarkis masyarakat untuk menentukan sendiri siapa yang dianggapadil.

d. Para pembentuk peraturan perundang-undangan sering tidak memerhatikan


keterbatasanaparatur. Peraturan perundang-undangan yang dibuat sebenarnya sulit untuk
dijalankan.

e. Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu untuk mengubah paradigma dan


pemahamanaparatur. Bila aparatur penegak hukum tidak paham betul isi peraturan perundang-
undangantidak mungkin ada efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.

Problem berikutnya adalah hukum di Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak
berorientasi kepada hukum. Akibatnya hukum hanya dianggap sebagai representasi dan simbol
negara yang ditakuti. Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki statussosial yang
lebih tinggi dalam masyarakat. Contoh kasus adalah kasus ibu Prita Mulyasari.

Pekerjaan besar menghadang bangsa Indonesia di bidang hukum. Berbagai upaya perlu
dilakukan agar bangsa dan rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan dapatmerasakan apa
yang dijanjikan dalam hukum.

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan
salingmenunjang. Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan
melaksanakandengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan
harmonikehidupan

B. SARAN

Penegakan hukum harus memperhatikan keselarasan antara keadilan dan kepastianhukum.


Karena, tujuan hukum antara lain adalah untuk menjamin terciptanya keadilan(justice), kepastian
hukum (certainty of law), dan kesebandingan hukum (equality before thelaw).Penegakan hukum-
pun harus dilakukan dalam proporsi yang baik dengan penegakan hak asasi manusia. Dalam arti,
jangan lagi ada penegakan hukum yang bersifat diskriminatif,menyuguhkan kekerasan dan tidak
sensitif jender. Penegakan hukum jangan dipertentangkandengan penegakan HAM. Karena,
sesungguhnya keduanya dapat berjalan seiring ketika para penegak hukum memahami betul hak-
hak warga negara dalam konteks hubungan antaranegara hukum dengan masyarakat sipil.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://grms.multiply.com/journal/item/26

http://bambang1988.wordpress.com/2009/04/13/manusia-nilai-moral-dan-hukum/

http://hanstoe.wordpress.com/2009/02/21/problematika-nilai-moral-dan-hukum-dalam-
masyarakat/

http://herususetyo.multiply.com/journal/item/9

Juanda,dkk. 2010. Bahan Ajar Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: UNJ

11

Anda mungkin juga menyukai