KELAS : ENGGANO
NIM : AOA0190907
MAKUL : GADAR
Definisi Menurut Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118, Initial Assesment adalah proses
penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian pada pasien yang
dilakukan saat menemukan korban atau pasien dengan kondisi gawat darurat dan merupakan salah
satu penentu keberhasilan penanganan korban/pasien. Tujuannya mencegah semakin parahnya
penyakit dan menghindari kematian korban dengan penilaian yang cepat dan tindakan yang tepat.
Initial assesment adalah proses evaluasi secara cepat pada penderita gawat darurat yang langsung
diikuti dengan tindakkan resusitasi (Suryono dkk, 2008 ). Informasi digunakan untuk membuat
keputusan tentang intervensi kritis dan waktu yang dicapai. Ketika melakukan pengkajian, pasien
harus aman dan dilakukan secara cepat dan tepat dengan mengkaji tingkat kesadaran (Level Of
Consciousness) dan pengkajian ABC (Airway, Breathing, Circulation), pengkajian ini dilakukan pada
pasien memerlukan tindakan penanganan segera dan pada pasien yang terancam nyawanya.
2. Resusitasi
4. Secondary survey
Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-hari
dapat dilakukan secarabersamaan dan terus menerus.
1. PERSIAPAN
1) Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan
2) Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari
tempat kejadian.
3) Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab
kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita.
2) Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah
dijangkau
3) Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah
dijangkau
2. TRIASE
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya
yang tersedia. Dua jenis triase :
a. Multiple Casualties Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah
sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan
prioritas penanganan lebih dahulu.
b. Mass Casualties Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit.
Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan
dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal .
Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor
UGD apabila sewaktuwaktu akan dilakukan operasi
Ditempatkan di ruang resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk
kamar operasi.
3. PRIMARY SURVEY
a. Airway
1) Pengkajian
4) Pengelolaan
5) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi
6) Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid
9) Fiksasi leher Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita
multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.
b. Breathing
Yang harus dilakukan dalam memeriksa breathing adalah nilai look, listen, feel untuk
mengetahui breathingnya baik atau tidak.
1) Penilaian
a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line
immobilisasi
c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea,
ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera
lainnya.
2) Pengelolaan
b) Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli
bedah.
c) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match
serta Analisis Gas Darah (BGA).
d) Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
e) Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien fraktur pelvis
yang mengancam nyawa.
f) Cegah hipotermia
g) Evaluasi
4) Disability
b) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tandatanda lateralisasi
5) Exposure/Environment
b) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
4.Resusitasi
a. Re-evaluasi ABCDE
b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg pada
anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 )
1) Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 3, tabel 3 dan tabel
4)
2) Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi tanda-tanda
syok
1) Respon cepat
3) Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah
4) Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
5) Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan
6) Respon Sementara
13) Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio
miokard
a.Pasang EKG
1) Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai adanya hipoksia dan
hipoperfusi
1) Kecurigaan adanya rupture uretra merupakan kontra indikasi pemasanga kateter urine
2) Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH, jangan dilakukan
manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada bagian bedah
4) Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan hemodinamik
penderita
5) Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak
dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi
c. Pasang kateter lambung
1) Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial yang merupakan
kontraindikasi pemasangan nasogastric tube, gunakan orogastric tube.
2) Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya aspirasi bila
pasien muntah.
d.Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi,
laju nafas, tekanan darah,Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan
laboratorium darah.
1) Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan mesin x-ray portabel dan
atau FAST bila terdapat kecurigaan trauma abdomen.
2) Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses resusitasi. Bila
belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary survey.
3) Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.
6. SECONDARY SURVEY
A : Alergi
P : Past illness
a.Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti dan
pastikan hemodinamik stabil
b.Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan
biasanya dilakukan di ruangan lain
3) Foto ekstremitas
8.Re-Evaluasi Penderita
a. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap perubahan pada
kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan
SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk. Tentukan
indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta komunikasikan
dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.
1. Trauma Vertebra
a.Primary Survey Dan Resusitasi - Penilaian Cedera Tulang Belakang Penderita harus dipertahankan
dalam keadaan berbaring, posisi netral dengan menggunakan tehnik imobilisasi yang baik.
1) Airway Nilai airway sewaktu mempertahankan posisi tulang leher. Membuat airway definitif
apabila diperlukan.
2) Breathing Menilai dan memberikan oksigenasi yang adekuat dan bantuan ventilasi bila
diperlukan.
3) Circulation Bila terdapat hipotensi, harus dibedakan antara syok hipovolemik (penurunan
tekanan darah, peningkatan denyut jantung, ekstremitas yang dingin) dari syok neurogenik
(penurunan tekanan darah, penurunan denyut jantung, ekstremitas hangat).
b. Bila terdapat cedera medula spinalis, pemberian cairan harus dipandu dengan monitor CVP.
( Catatan : Beberapa penderita membutuhkan pemberian inotropik )
c. Bila melakukan pemeriksaan colok dubur sebelum memasang kateter, harus dinilai sensasi
serta kekuatan sfinkter.
3) Riwayat medis
4) Identifikasi dan mencatat obat yang diberikan kepada penderita sewaktu datang dan selama
pemeriksaan dan penatalaksanaan.
1) Rabalah seluruh bagian posterior tulang belakang dengan melakukan log roll penderita secara
hati-hati . Yang dinilai
1) ada/ tidak
2) Lokasi
3) Level neurologis
Sensasi Tes pinprick untuk mengetahui sensasi, dilakukan pada seluruh dermatom dan
dicatat bagian paling kaudal dermatom yang memberikan sensasi rasa. Fungsi Motoris Refleks tendo
dalam (kurang memberikan informasi pada keadaan emergensi Pencatatan dan pemeriksaan ulang
Catat pemeriksaan neurologis dan ulangi pemeriksaan sensoris dan motoris secara reguler sampai
datang spesialis terkait. Evaluasi ulang akan adanya cedera penyerta/ cedera yang tersembunyi
2.Trauma Musculoskeletal
a. Melihat, Gambaran Umum Perdarahan luar dapat diketahui dengan jelas dari perdarahan pada
ekstremitas, kumpulan darah pada lantai atau brankar, balutan yang penuh darah, dan perdarahan
yang terjadi selama ditranspor ke rumah sakit. Pemeriksa perlu menanyakan karakteristik terjadinya
trauma dan pelayanan pra rumah sakit.
1) Luka terbuka mungkin sudah tidak berdarah, tetapi bisa terdapat trauma saraf atau fraktur
terbuka.
2) Deformitas pada ekstremitas menunjukkan adanya fraktur atau trauma sendi. Jenis trauma ini
harus dibidai sebelum penderita dirujuk atau segera setelah aman.
3) Warna ekstremitas perlu diperiksa. Adanya memar menunjukkan adanya trauma otot atau
jaringan lunak diatas tulang atau sendi. Perubahan ini mungkin disertai bengkak atau
hematoma. Gangguan vaskular mula-mula ditandai dengan pucat pada ekstremitas distal.
4) Posisi ekstremitas dapat membantu membedakan sejumlah pola trauma. Bila ada trauma saraf
akan menampilkan posisi ekstremitas yang khas, misalnya trauma saraf radialis menimbulkan
wrist drop, dan trauma saraf peroneus menimbulkan drop foot.
6) Jenis kelamin dan usia penting untuk menentukan potensi trauma Anak-anak dapat terjadi
trauma lempeng epifisis atau patah tulang tersembunyi (misalnya buckle fraktur). Pada wanita
dengan trauma pelvis, lebih besar kemungkinan cedera vagina dibandingkan cedera uretra.
7) Urin yang keluar dari kateter harus dilihat. Jika urin berdarah atau jika pemasangan kateter
sulit, penderita mungkin menderita fraktur pelvis dan trauma traktus urinarius.
1) Pelvis dipalpasi anterior dan posterior akan adanya deformitas, pergerakan, dan jarak yang
menunjukkan potensi pelvis tidak stabil. Tes kompresi-distraksi seperti menarik-mendorong
pelvis dikerjakan sekali saja. Tes ini berbahaya karena terlepasnya bekuan darah dapat
menimbulkan perdarahan baru.
2) Pulsasi ekstremitas dipalpasi dan penemuannya dicatat. Adanya perbedaan atau abnormalitas
harus dicatat. Pengisian kapiler yang normal (kurang dari 2 detik) di bawah kuku atau telapak
tangan menandakan aliran darah di ekstremitas distal baik. Hilangriya pulsasi dengan pengisian
kapiler
normal menandakan ekstremitas viable,walaupun demikian konsultasi bedah perlu dilakukan.
Jika pulsasi dan pengisian kapiler tidak ada diperlukan pembedahan gawat darurat.
3) Kompartemen otot seluruh ekstremitas dipalpasi untuk menentukan adanya fraktur atau
sindroma kompartemen. Dilakukan dengan palpasi yang lembut. Jika terdapat fraktur, penderita
sadar akan mengeluh nyeri. Jika penderita tidak sadar, hanya teraba gerak abnormal. Sindroma
kompartemen dicurigai jika teraba keras-tegang dan nyeri. Sindroma kompartemen dapat
disertai fraktur.
4) Stabilitas sendi diperiksa dengan meminta penderita menggerakkan sendi secara aktif. Hal ini
tidak perlu dikerjakan jika terdapat fraktur yang nyata atau deformitas, atau penderita tidak
kooperatif. Setiap sendi dipalpasi untuk nyeri, bengkak, dan adanya cairan intar-artikular.
Stabilitas sendi diperiksa dengan melakukan regangan lateral, medial, dan anterior posterior.
Segala deformitas atau dislokasi sendi harus dibidai dan dilakukan pemeriksaan ronsen sebelum
melakukan pemeriksaan akan stabilitas.
5) Pemeriksaan neurolgi secara cepat dan menyeluruh dilakukan dan dicatat pada ekstremitas.
Pemeriksaan diulang dan dicatat sesuai indikasi dan keadaan klinis penderita. Sensasi diperiksa
dengan rabaan/sentuhan dan tusukan pada setiap ekstremitas. Adanya trauma neurologis yang
progresif menunjukkan ada masalah besar.
h.L5 - Dorsal kaki diantara ibu jari dan jari kedua (peroneus communis)
d.Tangan dan pergelangan - Kekuatan genggaman dorsofleksi pergelangan (N. radialis, C6) dan
fleksi jari jari (N medianus dan ulnaris, C7 dan C8).
f.Ekstremitas bawah- dorsofleksi ibu jari dan pergelangan kaki memeriksa N.peroneus profundus,
L5, dan plantar fleksi memeriksa N.tibialis posterior, S1.
g.Pemeriksaan tingkat kekuatan otot menurut standar. Pemeriksaan ini spesifik sesuai dengan
gerakannya.
3.Trauma Kepala
a.Survei Primer
1) ABCDE
1.Laserasi
1.Fraktur
1.Jaringan otak
3.Debris
4.Kebocoran LCS
3.Respon verbal
4.Respon pupil
1.Palpasi untuk mencari adanya rara nyeri dan pakaikan kolar servikal semirigid bila perlu.
2.Pemeriksaan foto ronsen vertebra servikalis proyeksi cross-table lateral bila perlu.