Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN

HIRSPRUNG

SGD 4
Ni Putu Maitra Pratiwi (1002105004)
Ayu Ngurah Dwi Rahayu (1002105014)
Gede Adi Ramananda (1002105032)
Ayu Ervyna Novita Sari (1002105051)
Ni Luh Putu Devi Kusumayanti (1002105053)
Ni Wayan Sawitri (1002105058)
Putu Weda Suari (1002105062)
Ni Putu Ary Iswari (1002105064)
Ni Made Candra Yundarini (1002105074)
I Made Someita (1002105077)
Ni Putu Diah Prabandari (1002105085)

Program Studi Ilmu Keperawatan


Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2011
LEARNING TASK:
Buatlah konsep askep dan health education pada klien dewasa dengan kasus hirsprung.
Kerangka pembuatan tugas:
A. konsep dasar penyakit:
1. Definisi
2. Epidemiologi
3. Patofisiologi
4. Gejala klinis
5. Pemeriksaan penunjang
6. Teraphy/ tindakan
7. WOC
B. Konsep dasar Asuhan keperawatan:
1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Perencanaan
4. Implementasi
5. Evaluasi
KONSEP DASAR
HIRSPRUNG/MEGA COLON

1. Pengertian
Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu
penyakit yang biasanya ditandai dengan adanya obstruksi usus besar akibat tidak
adekuatnya motilitas dinding usus yang terjadi sebagai kelainan kongenital. Dikenalkan
pertama kali oleh Hirschprung pada tahun 1886. Zuelser dan Wilson, 1948
mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion
parasimpatis.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan
(Betz, Cecily & Sowden : 2000).
Penyakit Hirsprung merupakan keadaan usus besar (mulai dari usus kearah atas)
yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam
menjalankan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon).
Penyakit Hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus,
tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir ≤ 3
Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan (Ariff Mansjoer, dkk. 2000).
Kadang, seseorang menderita konstipasi yang begitu parah sehingga pergerakan usus
hanya terjadi beberapa hari sekali atau kadang hanya sekali dalam seminggu. Tampaknya,
ini menyebabkan sejumlah besar feses menumpuk di kolon, kadang-kadang menyebabkan
distensi kolon dengan diameter 3 sampai 4 inci. Kelainan seperti inilah yang disebut
dengan penyakit hirsprung atau megakolon.
2. Epidemiologi
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara
5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran
35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit
Hirschsprung. Menurut catatan Swenson, 81,1% dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-
laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada
penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat
ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang
memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10%) dan kelainan
urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi
seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3
kasus) (Swenson dkk, 1990).

3. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah:
4. aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari sfingter
ani internus ke arah proksimal, 70% terbatas di daerah rektosigmoid, 10% sampai
seluruh kolon dan sekitarnya, 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
5. diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan
Down syndrome.
6. kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio
kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

B. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan
primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen
aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum
tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang
menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian
proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (Betz, Cecily & Sowden,
2002:197).
Penekanan pada Sel ganglion parasimpatik dari pleksus
usus, lambung
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
intra abdomen aurbach di rektisigmoid kolon tidak ada
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian
Serabut saraf dan otot polos menebal
Kontraksi usus
anuleryang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan
Distensi
pylorus abdomen
dibagian Colon tersebut melebar (Price, S & Wilson, 1995Tidak
: 141).
adanya peristaltic serta spinkter
WOC: rectum tidak mempunyai daya dorong

Nyeri Kontraksi otot-otot


Ekspalasi isi lambung dinding abdomen
ke esofagus ke diafragma Proses evakuasi feses dan udara terganggu

Gerakan isi lambung Pasase usus terganggu


Relaksasi otot-otot
ke mulut (refluks) (Sfinkter ani interna tidak relaksasi)
diafragma terganggu
)
Mual dan muntah Clystre pernafasan
Obstruksi & Dilatasi bag. proksimal
Intake kurang Ekspansi paru

Pemenuhan nutrisi Pola nafas tidak Feses lama dalam colon rektum (kolon
kurang dari efektif menebal dan tertahan pada bagian
kebutuhan Proksimal)

HIRSPRUNG (MEGA KOLON)

Konstipasi (perubahan pola eliminasi)

Resiko tinggi kekurangan


volume cairan tubuh

Adanya Pembusukan
Proliferasi bakteri (penumpukan
bakteri dalam usus feses)

Komplikasi: Peningkatan Px rawat inap


enterokolitis flora usus (hospitalisasi)

Reaksi
inflamasi Cemas Pembedahan
(ansietas) (Tindakan kolostomi)
Peningkatan sekresi
cairan dan elektrolit ke
rongga usus disertai Risiko tinggi gangguan Risiko tinggi
absorpsi integritas kulit di sekitar infeksi
colostomi
Terbentuknya
diare
feses encer nyeri
C. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama
setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan
empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan
Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut: obstruksi total
saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium.
Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi.
Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan
demam. Adanya feses yang menyemprot pada saat colok dubur merupakan tanda yang
khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare
berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1. Pada anak – anak
a Konstipasi
b Tinja seperti pita dan berbau busuk
c Distensi abdomen
d Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi (Betz cecily & sowden, 2002 : 197)
2. Komplikasi
a Obstruksi usus
b Konstipasi
c Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d Entrokolitis
e Struktur anal dan inkontinensial (post operasi)
(Betz cecily & sowden, 2002 : 197)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto abdomen

Pada bayi muda yang mengalami obstruksi, radiografi abdomen anteroposterior pada
posisi berdiri menunjukkan lengkung usus. Radiografi abdomen lateral pada posisi
berdiri tidak memperlihatkan adanya udara rectum, yang secara normal terlihat di
daerah presakral.

2. Studi Kontras Barium

Pada kasus yang diduga penyakit hirschprung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan


barium enema tanpa persiapan. Temuan diagnostic yang meliputi adanya perubahan
tajam pada ukuran diameter potongan usus ganglionik dan aganglionik, kontraksi
‘gigi gergaji (sawtooth)’ yang irregular pada segmen aganglionik, lipatan transversa
paralel pada kolon proksimal yang mengalami dilatasi, dan kegagalan mengevakuasi
barium. Diameter rectum lebih sempit daripada diameter kolon sigmoid.

Pemeriksaan dengan barium enema, akan bisa ditemukan :

a Daerah transisi

b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit

c Entrokolitis pada segmen yang melebar

d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam (Darmawan K, 2004 : 17)

3. Manometri Anorektal

Distensi rectum dengan balon (manometri anorektal) digunakan untuk menentukan


kemampuan sfingter internal untuk rileks, karena pada keadaan normal manometri
anorektal menyebabkan relaksasi sfingter ani interna, tetapi pada pasien dengan
penyakit hirschprung terdapat peningkatan tekanan yang tajam.

4. Biopsi Rektal

Pemeriksaan ini memberikan diagnosa definitif dan digunakan untuk mendeteksi


ketiadaan ganglion. Biopsy rektal ini tidak adanya sel ganglion di dalam pleksus
submukosa dan pleksus mienterikus serta peningkatan aktivitas asetilkolinesterase
pada serabut saraf dinding usus. (Schwartz, 2004)

5. Pemeriksaan colok anus

Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahui bau dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.

E. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar
untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga
normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk
melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar
untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama
(Betz Cecily & Sowden 2002 : 98)
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel,
Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering
dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana
mukosa aganglionik telah diubah (Darmawan K 2004 : 37)
2. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara.
3. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang
terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis b e r a t d a n
keadaan u m u m m e m buruk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal
yang paling distal.
4. Terapi farmakologi
- Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi
diet dan wujud feses adalah efektif
- Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon
toksik. Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba

1. Prognosis
Prognosis baik, kalau gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pascabedah seperti
kebocoran anastomosis atau struktur anastomosis umumnya dapat diatasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT HIRSPRUNG

I. PENGKAJIAN
A. Identitas
Anak:
Nama : AD
Anak ke : I (pertama)
Umur : 4 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Hindu
Orang tua:
Nama : SM
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : pedagang
Agama : Hindu
Alamat : Jl. Kecubung 13
B. Riwayat keperawatan
3. Keluhan utama
Px datang ke rumah sakit dan mengeluh sulit BAB sejak 6 hari yang lalu dan
perut kembung.
4. Riwayat penyakit terdahulu
Ibunya mengatakan bahwa anaknya pernah didiagnosa mengalami anemia 6
bulan yang lalu dan sempat dirawat di rumah sakit.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga px tidak pernah mengalami penyakit seperti px.
C. Pengkajian pola Gordon
1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan
Keluarga px mengira bahwa penyakit anaknya adalah cacingan sebelum diperiksa
ke rumah sakit.
2. Pola nutrisi
Ibunya mengatakan bahwa nafsu makan anaknya menurun, hanya memakan 5
sendok makan bubur, tidak banyak minum dan sering muntah.
3. Pola eliminasi
BAB: pada saat pengkajian ibunya mengatakan bahwa anaknya sulit BAB, 1x
dalam seminggu, feses seperti pita dan berbau busuk.
BAK: tidak ada keluhan dalam BAK
4. Pola aktivitas

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi ROM √

5. Pola istirahat
Orang tua mengatakan bahwa anaknya tidak pernah terbangun di malam hari.
Anak tidur ±10 jam/hari.
6. Pola kognitif dan perseptual
Px mampu mengungkapkan tentang keadaan yang dialaminya.
7. Pola persepsi konsep
Pola emosinal px terganggu karena berhubungan dengan sakit yang dialaminya.
8. Peran dan tanggung jawab
Keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatan fisik px.
9. Pola seksual dan reproduksi
Tidak ditemukan masalah dalam pola reproduksi dan seksual.
10. Pola koping dan toleransi stress
Orang tua px cukup perhatian selama anaknya dirawat di rumah sakit.
11. Pola nilai dan keyakinan
Anak beragama hindu dan belum mengerti tentang ibadah. Pelaksanaan ibadah
biasanya berdasarkan tuntunan orang tua.
Keluarga mengatakan bahwa masalah px murni masalah medis dan menyerahkan
seluruh perawatan dan pengobatan kepada petugas medis.
D. Pemeriksaan fisik
Anamnesis
Terdapat perubahan fisiologis alat pencernaan (nafsu makan menurun, mual,
muntah, perut kembung, defekasi yang tidak teratur)
2. Pada inspeksi tanda-tanda yang terlihat adalah px pucat,
pucat, pernafasannya dangkal
karena nyeri di daerah abdomen.
3. Pada palpasi menunjukkan gejala nyeri. Perasaan nyeri memang sudah ada dan
bertambah pada waktu palpasi.
4. Pada perkusi adanya kembung, apabila dilakukan colok anus, feses akan
menyemprot.
5. Pada auskultasi tidak memberikan gejala.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi:
• Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan
dilatasi kolon proksimal.
• Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai dengan
adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian distal dengan
segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Dalam pengkajian tidak
terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan
melihat perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik.
2. Laboratorium: tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas.
3. Biopsi: biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah
terdapat ganglion atau tidak. Pada pemeriksaan, ganglion ini tidak ditemukan.

II. DIAGNOSA
a. Analisis data
No Data Standar normal Masalah kep.
Prapembedahan
1 DS: ibunya mengatakan bahwa 1. Pasien dapat konstipasi
anaknya jarang BAB (defekasi melakukan eliminasi
kurang dari 3x seminggu). dengan beberapa
DO: adaptasi
• Pada foto polos 2. Ada peningkatan pola
abdomen memperlihatkan eliminasi yang lebih
obstruksi pada bagian distal baik
dan dilatasi kolon
proksimal.
• Tidak ditemukan
ganglion pada biopsi rektum
• Penurunan bising usus
2 DS: orang tua px mengatakan 1. Berat badan pasien Perubahan nutrisi kurang dari
bahwa nafsu makan anaknya sesuai dengan kebutuhan tubuh
menurun, hanya mau makan 5 umurnya
sendok makan bubur. 2. Muntah (-)
Px sering muntah 3. Nafsu makan
DO: px terlihat lemah, sering meningkat
muntah dan enggan makan
3 DS: orang tua px mengatakan 1. Anaknya mau banyak Resiko kurangnya volume
bahwa anaknya tidak banyak minum, baik air cairan
minum putih/ASI
DO: turgor kulit dan mukosa 2. Mukosa bibir lembab
bibir agak kering 3. Turgor kulit lembab.
4. Keseimbangan cairan.
Pascapembedahan
4 DS: keluarga mengatakan 1. pasien dan keluarga ansietas
cemas dengan keadaan px dan mengetahui tentang
kurang mengetahui tentang penyakitnya,
penyakit px perawatan dan obat-
DO: keluarga sering bertanya- obatan.
tanya dan menunjukkan 2. Keluarga mengatakan
ekspresi cemas kecemasannya
menurun setelah
diberikan penjelasan
5 DS: ibunya mengatakan 1. Memperlihatkan Risiko tinggi gangguan
terdapat kemerahan di sekitar integritas kulit bebas integritas kulit
area bedah dari luka
DO: terdapat kemerahan di 2. Px
sekitar area bedah mengekspresikan
keinginannya untuk
berparisipasi dalam
pencegahan luka
6 DS: - 1. Bebas dari infeksi Risiko tinggi infeksi
DO: risiko infeksi pasca bedah nosokomial selama
dan adanya kontak agen-agen perawatan di rumah
yang menular (nosokomial atau sakit
yang didapat dari komunitas) 2. Keluarga
memperlihatkan
pengetahuan tentang
faktor risiko yang
berkaitan dengan
infeksi dan
melakukan tindakan
pencegahan yang
tepat untuk mencegah
infeksi
7 DS: ibunya mengatakan bahwa Menggambarkan rasa Nyeri akut
anaknya sering menangis dan nyaman dan px tidak
sering menggosok area bedah meringis lagi
DO: px tampak meringis

b. Analisa masalah
- Prapembedahan
1. Konstipasi
2. Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan
3. Risiko tinggi kekurang
kekurangan
an volume cairan dan elektrolit
- Pascapembedahan
Ansietas
Risiko tinggi gangguan integritas kulit
Risiko infeksi
Nyeri akut

c. Rumusan diagnosa
1. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan kolon mengevakuasi
feses
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran
pencernaan mual dan muntah
3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang
4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan
pengobatanya.
5. Risiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan
6. Risiko infeksi berhubungan dengan luka terkontaminasi
7. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah

III. PERENCANAAN
Prioritas perencanaan:
a) Prioritas sebelum pembedahan:
1. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon
mengevakuasi feces
2. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran
pencernaan mual dan muntah
3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang
b) Prioritas setelah pembedahan:
4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit
dan pengobatanya.
5. Risiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan
6. Risiko infeksi berhubungan dengan luka terkontaminasi
7. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah

b. Perencanaan keperawatan
Tgl No. dx Tujuan Intervensi Rasional
Perencanaan prapembedahan
6 Juli 1 Setelah diberikan askep 1. Berikan bantuan enema 1. Untuk
2011 selama 3x24 jam dengan cairan Fisiologis mengosongkan usus
diharapkan anak dapat NaCl 0,9 % 2. Untuk mengetahui
melakukan eliminasi 2. Observasi tanda vital dan adanya tanda-tanda
dengan beberapa adaptasi bising usus setiap 2 jam syok.
sampai fungsi eliminasi sekali 3. Untuk mengetahui
secara normal dan bisa 3. Observasi pengeluaran pengeluaran feses dari
dilakukan feces per rektal-bentuk, bentuk, konsistensi, dan
konsistensi, jumlah jumlah
4. Observasi intake yang 4. Untuk mengetahui
mempengaruhi pola dan intake yang
konsistensi feses mempengaruhi pola
5. Anjurkan untuk dan konsistensi feses
menjalankan diet yang 5. Respon pengobatan
telah dianjurkan 6. Untuk melanjutkan
6. Kolaborasi dengan pengobatan selanjutnya
dokter tentang rencana
pembedahan
2 Setelah diberikan askep 1. Berikan asupan nutrisi 1. Untuk meningkatkan
selama 3x24 jam yang cukup sesuai asupan makanan
diharapkan pasien dengan diet yang 2. Untuk mengetahui
menerima asupan nutrisi dianjurkan peningkatan dan
yang cukup 2. Ukur berat badan anak penurunan berat badan
tiap hari anak
3. Gunakan rute alternatif 3. Nutrisi parenteral
pemberian nutrisi dibutuhkan jika
( seperti NGT dan kebutuhan per oral
parenteral ) yang sangat kurang dan
untuk mengantisipasi
pasien yang sudah
mulai merasa mual dan
muntah
3 Setelah diberikan askep 1. Berikan asupan cairan 1. Untuk meningkatkan
selama 3x24 jam yang adekuat pada asupan cairan
diharapkan status cairan pasien 2. Untuk mengetahui
pasien dapat mencukupi 2. Pantau tanda-tanda adanya intake cairan
kebutuhan tubuh cairan tubuh yang yang masuk
tercukupi turgor, intake – 3. Untuk mengetahui
output adanya defisit cairan
3. Observasi adanya
peningkatan mual dan
muntah
Perencanaan pascapembedahan
4 Setelah diberikan askep 1. Beri kesempatan pada 1. Untuk menambah
selama 1x15 menit keluarga untuk pemahaman dan
diharapkan pengetahuan menanyakan hal-hal mengurangi rasa takut
pasien tentang yang ingin diketahui
2. untuk menaikkan
penyakitnya menjadi sehubungan dengan
pengajaran tentang
lebih adekuat penyakit dan
perawatan kolostomi
pembedahan yang
dan menaikkan
dialami pasien
penerimaan anak
2. Jelaskan tentang proses
terhadap perubahan
penyakit, diet, perawatan
tubuh
serta obat-obatan pada
keluarga pasien dan
jelaskan semua prosedur
yang akan dilaksanakan
dan manfaatnya bagi
pasien
5 Setelah diberikan askep 1. kaji keadaan luka luka 1. Memantau adanya
selama 3x24 jam 2. hindari penggunaan tanda-tanda kerusakan
diharapkan kulit bebas bahan-bahan pengering kulit
dari luka dan px (lampu pemanas, susu 2. Kelembaban
mengekspresikan magnesia) berpengaruh terhadap
keinginannya untuk 3. tutupi luka dengan kecepatan epitelisasi
berpartisipasi dalam balutan steril yang dapat dan jumlah
pencegahan luka memelihara kelembaban pembentukan jaringan
di sekitar lingkungan parut. Lingkungan yang
lembab memberikan
kondisi optimum bagi
penyembuhan yang
cepat
6 Setelah diberikan askep 1. Monitor tempat insisi. 1. Memantau tanda-
selama 3x24 jam 2. periksa dan ganti
ganti popok tanda infeksi
diharapkan px bebas dari tiap jam sesuai 2. untuk menghindari
infeksi nosokomial kebutuhan kontaminasi feses dan
selama perawatan di 3. Lakukan keperawatan urine
rumah sakit dan keluarga pada kolostomi atau 3. menghindari risiko
memperlihatkan perianal. infeksi
pengetahuan tentang 4. Kolaborasi pemberian 4. menghindari
faktor risiko yang antibiotik dalam infeksi
berkaitan dengan infeksi penatalaksanaan mikroorganisme
dan melakukan tindakan pengobatan terhadap
pencegahan yang tepat mikroorganisme.
untuk mencegah infeksi
7 Setelah diberikan askep 1. Lakukan observasi atau 1. Untuk mengetahui
selama 3x24 jam monitoring tanda skala skala nyeri px
diharapkan px merasa nyeri. 2. Mekanisme pengalihan
nyaman dan nyeri 2. Lakukan teknik nyeri
berkurang pengurangan nyeri 3. Merilekskan otot-otot
seperti teknik pijat sehingga dapat
punggung (back rub), mengurangi nyeri
sentuhan. 4. Untuk menurunkan
3. Pertahankan posisi yang flora bakteri dalam
nyaman bagi pasien. usus dan
4. Kolaborasi dalam menghilangkan nyeri
pemberian analgesik
apabila dimungkinkan

IV. IMPLEMENTASI dan EVALUASI


Hari/tanggal No dx Implementasi Evaluasi Paraf
1 1. memberikan bantuan S: px melaporkan tidak mengalami
enema dengan cairan kesulitan dalam BAB
Fisiologis NaCl 0,9 % O: tidak terjadi konstipasi
2. mengobservasi tanda A: tujuan tercapai
vital dan bising usus P: pertahankan kondisi
setiap 2 jam sekali
3. mengobservasi
pengeluaran feces per
rektal-bentuk,
konsistensi, jumlah
4. mengobservasi intake
yang mempengaruhi
pola dan konsistensi
feses
5. menganjurkan untuk
menjalankan diet yang
telah dianjurkan
6. berkolaborasi dengan
dokter tentang rencana
pembedahan
2 1. memberikan asupan S: px mengatakan makan habis 1
nutrisi yang cukup porsi
sesuai dengan diet yang O: makan habis 1 porsi
dianjurkan A: tujuan tercapai
2. mengukur berat badan P: pertahankan kondisi
anak tiap hari
3. menggunakan rute
alternatif pemberian
nutrisi ( seperti NGT
dan parenteral )
3 1. memberikan asupan S: “anak saya sudah mau banyak
cairan yang adekuat minum”
pada pasien O: anak banyak minum
2. memantau tanda-tanda A: tujuan tercapai
cairan tubuh yang P: pertahankan kondisi
tercukupi turgor, intake
– output
3. mengobservasi adanya
peningkatan mual dan
muntah
4 1. memberi kesempatan S: keluarga mengatakan cemas
pada keluarga untuk sudah berkurang
menanyakan hal-hal O: keluarga sudah tidak bertanya-
yang ingin diketahui tanya lagi
sehubungan dengan A: tujuan tercapai
penyakit dan P: pertahankan kondisi
pembedahan yang
dialami pasien
2. menjelaskan tentang
proses penyakit, diet,
perawatan serta obat-
obatan pada keluarga
pasien dan jelaskan
semua prosedur yang
akan dilaksanakan dan
manfaatnya bagi pasien
5 1. mengkaji keadaan
luka luka
2. menghindari
penggunaan bahan-
bahan pengering (lampu
pemanas, susu
magnesia)
3. menutupi luka dengan
balutan steril yang dapat
memelihara kelembaban
di sekitar lingkungan

6 1. Memonitor
emonitor tempat insisi. S:
2. mengganti
mengganti popok yang
kering untuk
menghindari
konstaminasi feses dan
urin.
urin.
3. melakukan
melakukan perawatan
pada kolostomi atau
perianal.
4. berkolaborasi
berkolaborasi pemberian
antibiotik dalam
penatalaksanaan
pengobatan terhadap
mikroorganisme.

7 1. melakukan
melakukan observasi S: px mengatakan masih merasa
atau monitoring tanda nyeri
skala nyeri. O: skala nyeri 3 (0-10) skala yang
2. melakukan
melakukan teknik diberikan
pengurangan nyeri A: tujuan belum tercapai, masalah
seperti teknik pijat belum teratasi
punggung (back rub), P: lanjutkan intervensi
sentuhan.
3. mempertahankan
mempertahankan posisi
yang nyaman bagi
pasien.
4. berkolaborasi
berkolaborasi dalam
pemberian analgesik
apabila dimungkinkan

Health education:
1. Penjelasan tentang tindakan perawatan
pascapembedahan
Setelah operasi kolostomi, sebaiknya orang tua merawatnya dengan hati-hati.
Karena usus tersebut disambungkan ke dinding perut, maka kotoran akan keluar terus.
Jadi, harus sering-sering diganti balutannya. "Menggunakan plesternya pun harus baik.
Kalau tidak, membuat kulit anak jadi lecet. Dalam membersihkannya juga harus dengan
antiseptik." Selain itu, jangan sampai kotorannya berceceran atau bocor terkena jahitan,
karena dalam usus sendiri ada kuman. Jadi, kalau kurang bersih, bisa terkena infeksi dan
berakibat fatal.
2. Strategi Pengurangan Dampak
Hospitalisasi Pada Usia Todler
Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur
dalam hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan.
Katakan pada anak tidak apa-apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk
mengatakan tidak nyaman.
Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih
sering menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan
contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan
permainan.
Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat
diperlukan orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus
merupakan pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit
mengunjungi anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004).

DAFTAR PUSTAKA

http://data.tp.ac.id/dokumen/1-hirsprung
Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta:EGC

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (Ed 11). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).
http://nursingbegin.com/askep-hisprung/
http://dokteryudabedah.com/pertanyaan-tentang-penyakit-mega-kolonpenyakit-hisprung/
Carpenito, Linda Jual. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai