Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDISITIS

A. Konsep Medis
1. Pengertian
a. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat.
b. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan
oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
c. Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila
infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu
merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian
awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar
kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti
bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar
yang senantiasa mengeluarkan lendir.

2. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut
pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh
proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin/ cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan
intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin
tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus/
nanah pada dinding apendiks.Selain obstruksi, apendisitis juga dapat
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian
menyebar secara hematogen ke apendiks.
b. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram
karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks
terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti
nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada
seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi
kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d. Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan
hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila
serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun,
apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen.
Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang
diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa
jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi.
Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang
dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di
perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.
f. Tumor Apendiks
1) Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke
limfonodi regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan
memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya
apendektomi. 
2) Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan
kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor
karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal
atau hemikolektomi kanan.
3. Anatomi dan Fisiologi

Usus buntu dalam bahasa latin


disebut sebagai Appendix
vermiformis. Appendiks terletak
di ujung sakrum kira-kira 2 cm di
bawah anterior ileo saekum,
bermuara di bagian posterior dan
medial dari saekum.

Pada pertemuan ketiga taenia


yaitu: taenia anterior, medial dan
posterior. Secara klinik appendiks
terletak pada daerah Mc. Burney
yaitu daerah 1/3 tengah garis
yang menghubungkan sias kanan
dengan pusat. Posisi apendiks
berada pada Laterosekal yaitu di
lateral kolon asendens. Di daerah
inguinal: membelok ke arah di
dinding abdomen. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung
umbai cacing bisa berbed bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang
jelas tetap terletak di peritoneum. Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 – 9
cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase
dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak intraperitoneal
atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari
cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini
mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus.
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik
dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan
tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan
suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh
apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang
dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks
tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna

4. Epidemiologi
a. Richardson (2004) : penelitian di Afrika Selatan menunjukkan angka
kejadian apendicitis :
1) 5/1000 penduduk di pedesaan
2) 9/1000 penduduk di peri urban
3) 18/100 penduduk di perkotaan
b. Addins (1996) : penelitian di USA menunjukkan kejadian apendicitis
tertinggi pada usia 10-19 tahun.
c. Omran (2003) penelitian di Kanada menunjukkan perbandingan
apendicitis pria : wanita adalah 8,8 : 6,2 per 1000 penduduk.
d. Dombal (1994) : penelitian di USA, terjadi penurunan kasus
apendicitisdari 100 menjadi 52 per 100.000 penduduk pada tahun 1987-
1994.

5. Etiologi
a. Menurut Syamsu Hidayat (2004)
1) Fekalit
2) Tumor appendiks
3) Cacing askaris
4) Erosi mukosa appendiks
5) Hiperplasi jaringan limfe
b. Menurut Mansjoer (2000)
1) Hiperplasi folikel limfoid
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Striktur karena fibrosis
5) Neoplasma
c. Menurut Markum (1996)
1) Fekalit
2) Parasit
3) Hiperplasia limfoid
4) Stenosis fibrosis
5) Tumor karsinoid

6. Patofisiologi

Inflamasi sekunder di tempat lain, stenosis, tumor, fekalit, diet rendah serat

Obstruksi intraluminal
Terhambatnya aliran mukus

Kompresi dari pembuluh darah, iskemia

- Absorbsi tidak sempurna 


feses tidak terbentuk seperti Ulserasi dari epitel apendiks - Mual, muntah
biasanya  diare - Peningkatan
- Motilitas usus menurun suhu
karena obstruksi  Invasi bakteri menyebabkan inflamasi - Nyeri tekan di
konstipasi titik Mc Burney
- Letak apendiks yg - Leukositosis
menempel pada saluran Nekrosis - Diare
kemih  disuria

Pembedahan Perforasi apendiks, abses apendiks, ruptur apendiks

Resolusi
Pembedahan untuk mengeringkan Peritonitis, obstruksi
rongga peritoneum usus, syok hipovolemik,
menghilangkan tekanan abdomen ileus, sepsis

(Karla, L. Luxner, 2005)

7. Tanda dan Gejala


Gejala utama pada appendisitis adalah nyeri perut. Rasa sakit ini disebabkan
oleh penyumbatan appendiks, karena itu sifatnya sama seperti pada obstruksi
usus. Pada mulanya nyeri perut ini hilang timbul seperti kolik (mulas
mendadak dan hebat) dan terasa di epigastrium atau regio umbilikus. Bila
penderita flatus atau buang air besar, rasa sakitnya berkurang. Biasanya
disertai mual, anoreksia dan muntah merupakan hal yang khas. Muntah
terjadi segera setelah rasa sakit dan pada mulanya timbul secara refektoris.
Biasanya terjadi konstipasi, tetapi pada anak-anak dan pada penderita yang
appendiksnya dekat dengan rektum sering terjadi diare karena omentum
masih pendek dan tipis, appendiks yang relatif panjang, dinding appendiks
yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang.
Bila proses radang telah menjalar ke peritonium parietal setempat, maka
akan timbul nyeri lokal pada perut kanan bawah di daerah Mc Burney seperti
nyeri tekan, nyeri lepas, defens muskuler dan timbul nyeri rangsangan
peritonium tidak langsung, yaitu nyeri tekan bawah pada tekanan kiri
(rovsing). Nyeri perut kanan bawah bila ditekan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg) dan setiap gerakan yang menyebabkan daerah itu ikut bergerak
atau teregang akan menimbulkan nyeri seperti saat berjalan, batuk,
mengejan, bahkan nafas dalam. Nyeri bersifat tajam dan terus-menerus.

8. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi : adanya distensi pada abdomen


2) Auskultasi : jika terjadi peritonitis maka akan terjadi penurunan
peristaltik
3) Perkusi : akan terasa nyeri jika sudah terjadi peritonitis
4) Palpasi : Nyeri tekan pada perut kanan bagian bawah
5) Obturator: Fleksi panggul dan rotasi interna panggul
6) Uji psoas: hiperekstensi sendi panggul
b. Laboratorium

1) Darah lekosit akan terjadi peningkatan lekosit lebih dari 10.000.


2) Urin ditemukan jumlah lekosit dan bakteri yang diterlihat.
c. Radiologi

1) Foto polos abdomen setelah enema barium akan nampak jika appendik
tidak terisi oleh kontras dicurigai adanya sumbatan.
2) Ultrasonografi akan terlihat adanya sumbatan atau infeksi.
9. Penataksanaan medik
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan.
Pada abses appendiks dilakukan drainase. Antibiotik dan cairan intra vena
diberikan diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat
diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Appendiktomi dilakukan sesegera
mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Appendiktomi dapat dilakukan
di bawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau
dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
Jika keadaan memungkinkan appendiks dibuang sekaligus, tapi jika
keadaan tidak memungkinkan harus ditunggu 2-3 bulan baru appendiksnya
diangkat melalui operasi kedua. Perawatan pasca operasi yaitu puasa sampai
terdengar bising usus dan flatus baru boleh diberi bubur saring.

10. Komplikasi
a. Peritonitis
b. Ruptur Appendik
c. Syok Hipovolemik
d. Illeus
e. Sepsis

11. Prognosis
Dilakukan tindakan appendiktomy akan lebih baik sebelum terjadi
perforasi.Setelah infeksi masih dapat terjadi infeksi lagi 30% dari kasus
appendik perforasi dan appendik ganggrenosa.
Prognosa mortalitas 0,1% jika appendik tidak pecah,dan 15% jika appendik
pecah.kematian biasanya oleh karena sepsis atau emboli paru.

B. Konsep dasar Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Dapatkan riwayat penyakit dengan cermat.
b. Observasi adanya manifestasi klinis appendicitis.
1) Nyeri abdomen kuadran kanan bawah.
2) Demam,abdomen kaku
3) Bising usus menurun atau tidak ada
4) Muntah (umumnya mengikuti awitan nyeri )
5) Konstipasi atau diare dapat terjadi.
6) Anorexia.
7) Takikardi atau diare dapat terjadi.
8) Pucat,letargi.
9) Peka rangsang
10) Postur bungkuk.
c. Observasi adanya tanda-tanda peritonitis
1) Demam
2) Hilangnya nyeri secara tiba-tiba setelah perforasi
3) Peningkatan nyeri,yang biasanya menyebar dan disertai kaku
abdomen.
4) Distensi abdomen progresif
5) Takikardi
6) Pernafasan cepat dan dangkal
7) Pucat
8) Mengigil
9) Peka rangsang
d. Bantu dengan prosedur diagnostik seperti hitung darah putih dan
radiografi abdomen.

2. Diagnosa Keperawatan
Pre op
a. Nyeri Akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi
atau adanya insisi bedah.
b. Hipertermi
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
d. Intoleransi aktivitas
e. Ansietas
f. Defisiensi pengetahuan
g. Risiko cedera
h. Konstipasi
i. Diare
j. Resiko syok
k. Resiko kekurangan volum cairan
l. Mual, muntah
m. Disfungsi motilitas gastrointestinal

Post op
a. Resiko Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama;
perforasi/ rupture pada appendiks; peritonitis; pembentukan abses,
Prosedur infasif, insist bedah.
b. Kekurangan tidur
c. Kurang prngetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan
dengan terbatasnya informasi yang didapat.

3. Prioritas Diagnosa Keperawatan


a. Resiko kekurangan volum cairan
b. Mual
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
d. Hipertermi
e. Nyeri akut
f. Ansietas
g. Defisit pengetahuan
h. Intoleransi aktivitas
i. Resiko cedera
j. Disfungsi motilitas gastrointestinal

4. Rencana keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
Pre-operatif
1 Defisit volume cairan NOC : NIC: Manajemen Cairan
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan intake &
kehilangan volume keperawatan Menejemen cairan output yang adekuat
cairan secara aktif, selama 3 x 24 jam, diharapkan b. Monitor status hidrasi
kegagalan mekanisme keseimbangan cairan pada (membran mukosa yang
pengaturan pasien adekuat dengan status adekuat)
cairan skala 4. c. Monitor status
Kriteria hasil: hemodinamik
a. Keseimbangan intake & d. Monitor intake output yang
output dalam batas normal akurat
b. Elektrolit serum dalam batas e. Monitor berat badan
normal
c. Tidak ada mata cekung
d. Tidak ada hipertensi
ortostatik
e. Tekanan darah dalam batas
normal
Skala :
a. Tidak pernah menunjukkan

b. Jarang menunjukkan
c. Kadang menunjukkan
d. Sering menunjukkan
e. Selalu menunjukkan
2 Mual berhubungan NOC : NIC : Fluid Managemet
dengan nyeri a. Comfort level a. Monitor status nutrisi
b. Hidrasil b. Catat intake dan output
c. Nutritional Status secar akurat
Setelah dilakukan tindakan c. Anjurkan untuk makan
keperawatan selama ….x 24 jam, pelan-pelan
mual pasien teratasi dengan d. Jelaskan untuk
kriteria hasil: menggunakan napas dalam
a. Melaporkan bebasdari mual untuk menekan reflek mual
b. Mengidentifikasihal-hal e. Batasi minum 1 jam
yangmengurangi mual sebelum, 1 jam sessudah
c. Nutrisi adekuat dan selama makan
d. Status hidrasi:hidrasi f. Instruksikan untuk
kulitmembran mukosabaik, menghindari bau makanan
tidak ada rasahaus yang menyengat
yangabnormal, panas,urin g. Kolaborasi pemberian
output normal, TD, HCT antiemetik
normal
3 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari a. Nutritional status : adequacy a. Monitor intake dan output
kebutuhan of nutrient b. adanya penurunan BB dan
berhubungan dengan b. Nutritional status : foood and gula darah.
ketidakmampuan untuk fluid intake c. Monitor kekeringan, rambut
memasukkan atau c. Weight control kusam, total protein, Hb dan
mencerna nutrisi oleh Setelah dilakukan tindakan kadar Ht
karena faktor biologis, keperawatan selama ....x24 jam d. Kaji adanya alergi makanan
psikologis atau nutrisi kurang teratasi dengan e. Jelaskan pada pasien dan
ekonomi indikator : keluarga tentang manfaat
a. Albumin serum nutrisi
b. Pre albumin serum f. Anjurkan banyak minum
c. Hematokrit g. Kolaborasi dengan dokter
d. Hemoglobin tentang kebutuhan suplemen
e. Total iron binding capacity makanan
f. Jumlah limfosit h. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
4 Hipertermi NOC : NIC :
berhubungan dengan Thermoregulasi a. Monitor tanda vital (TD,
penyakit nadi, suhu, RR)
Setelah dilakukan tindakan b. Monitor intake dan output
keperawatan selama ....x 24 jam c. Monitor WB, Hb, Hct
pasien menunjukkan suhu tubuh d. Kompres pasien pada lipat
dalam batas normal dnegan paha dan aksila
kriteria hasil : e. Berikan cairan intravena
a. Suhu 36-37o C f. Selimuti pasien
b. Nadi dan RR adlam rentang g. Berikan antipiretik
normal
c. Tidak ada perubahan warna
kulit dan merasa nyaman
5 Nyeri akut NOC : NIC : Manajemen Nyeri
berhubungan dengan a. Pain level a. Kaji nyeris ecara
agen injuri (biologi, b. Pain control komprehensif (lokasi,
kimia, fisik, c. Comfort level durasi, frekuensi, intensitas)
spikologis), kerusakan Setelah dilakukan tindakan b. Observasi isyarat-isyarat
jaringan keperawatan selama ....x24 non verbal dari
jam pasien tidak mengalami ketidaknyamanan
nyeri dengan kriteria : c. Berikan pereda nyeri
a. Mampu mengontrol nyeri dengan manipulasi
b. Melaporkan bahwa nyeri lingkungan (misal, ruangan
berkurang dengan tenang dan batasi
menggunakan manajemen pengunjung)
nyeri d. Berikan analgesik sesuai
c. Mampu mengenali nyeri ketentuan
d. Menyatakan rasa nyaman e. Kontrol faktor-faktor yang
setelah nyeri berkurang dapat mempengaruhi
e. Tanda vital dalam rentang
normal
f. Tidak mengalami gangguan
tidur
Post-operatif
6 Resiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan a. Observasi vital sign,
prosedur invasif. keperawatan selama ….x24jam penampilan luka dan daerah
masalah teratasi dengan criteria: sekitar luka.
a. Pasien memahami tentang b. Observasi kecukupan nutrisi
pencegahan dan pengendalian pasien & hasil laboratprium.
infeksi. c. Rawat luka dengan
b. Terbebas dari tanda atau memperhatikan tehnik steril
gejala infeksi. (septic & antiseptic), cuci
tangan sesuai procedure
sebelum dan sesudah
melakukan interaksi
terhadap pasien.
d. Bersihkan lingkungan
dengan benar selama dan
setelah digunakan oleh
pasien, terapkan universal
precaution.
e. Ajarka pasien tehnik
mencuci tangan yang benar,
ajarkan keluarga dan
pengunjung untuk mencuci
tangan sewaktu masuk dan
keluar kamar pasien .
f. Kolaborasi pemberian
antibiotic.

7 Deprivasi tidur Setelah dilakukan tindakan a. Observasi adanya konfusi


berhubungan keperawatan selama ….x24jam akut, agitasi, ansietas,
ketidaknyamanan fisik. masalah teratasi dengan criteria: gangguan persepsi, respon
a. Pasien mengatakan segar lambat dan iritabilitas.
setelah bangun tidur. b. Ciptakan lingkungan
b. Tidak ada gangguan pada tenang, damai dan
pola, kualitas dan rutinitas minimalkan gangguan.
tidur. c. Bantu pasien
c. Tidak ada gangguan pada mengidentifikasi faktor –
jumlah jam tidur. faktor yang mungkin
d. Bangun pada waktu yang menyebabkan gangguan
sesuai. tidur.
d. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat.
C. Aspek etik legal dan advokasi
Dalam melakukan asuhan keperawatan, prinsip-prinsio etik legal yang dapat
diterapkan pada kasus apendicitis adalah :
1. Veracity : perawat dengan jujur menjelaskan kondisi pasien
2. Beneficence : melakukan yang terbaik bagi pasien dengan menyarakankan
dan memberikan perwatan yang terbaik bagi pasien
3. Otonomy : memberikan kebebasan bagi klien untuk memilih, menerima dan
menolak tindakan yang akan diberikan
Perawat juga harus memberikan advokasi pada klien dengan melindungi pasien
dengan memberikan penjelasan sampai pasien dapat memahami dan mampu
memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya

Lampiran Materi
Tehnik napas dalam
A. Pengertian
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan,
yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara
melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal)
dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan, Selain dapat
menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer &
Bare, 2002).
B. Tujuan
Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi napas
dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran
gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi
stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri
dan menurunkan kecemasan.
C. Prosedur tehnik relaksasi napas dalam (2003)
Bentuk pernapasan yang digunakan pada prosedur ini adalah pernapasan
diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diagfragma selama inspirasi
yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan
desakan udara masuk selama inspirasi.
Adapun langkah-langkah teknik relaksasi napas dalam adalah sebagai berikut:
1) Ciptakan lingkungan yang tenang
1) Usahakan tetap rileks dan tenang
2) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3
3) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstrimitas atas dan bawah rileks
4) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
5) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut
secara perlahan-lahan
6) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
7) Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
8) Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
9) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
10) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
11) Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan
cepat.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi teknik relaksasi napas dalam terhadap


penurunan nyeri
Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri
melalui mekanisme yaitu :
1) Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang
disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang
mengalami spasme dan iskemic.
2) Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin (Smeltzer &
Bare, 2002).
3) Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat Relaksasi melibatkan sistem
otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah
dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu.
Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada
fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian dari sistem syaraf
perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada
saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan
substansi, akan merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan
vasokostriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan
berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah,
mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang
menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak dan
dipersepsikan sebagai nyeri.

Sumber :
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa :
Agung waluyo. Jakarta. EGC.

Priharjo, R. (2003). Perawatan nyeri. Jakarta. EGC.


Jurnal
Safety and efficacy of antibiotics compared with appendicectomy for treatment of
uncomplicated acute appendicitis: meta-analysis of randomised controlled trials

OBJECTIVE:
To compare the safety and efficacy of antibiotic treatment versus appendicectomy for
the primary treatment of uncomplicated acute appendicitis.
DESIGN:
Meta-analysis of randomised controlled trials.
POPULATION:
Randomised controlled trials of adult patients presenting with uncomplicated acute
appendicitis, diagnosed by haematological and radiological investigations.
INTERVENTIONS:
Antibiotic treatment versus appendicectomy.
OUTCOME MEASURES:
The primary outcome measure was complications. The secondary outcome measures
were efficacy of treatment, length of stay, and incidence of complicated appendicitis
and readmissions.
RESULTS:
Four randomised controlled trials with a total of 900 patients (470 antibiotic
treatment, 430 appendicectomy) met the inclusion criteria. Antibiotic treatment was
associated with a 63% (277/438) success rate at one year. Meta-analysis of
complications showed a relative risk reduction of 31% for antibiotic treatment
compared with appendicectomy (risk ratio (Mantel-Haenszel, fixed) 0.69 (95%
confidence interval 0.54 to 0.89); I(2)=0%; P=0.004). A secondary analysis,
excluding the study with crossover of patients between the two interventions after
randomisation, showed a significant relative risk reduction of 39% for antibiotic
therapy (risk ratio 0.61 (0.40 to 0.92); I(2)=0%; P=0.02). Of the 65 (20%) patients
who had appendicectomy after readmission, nine had perforated appendicitis and four
had gangrenous appendicitis. No significant differences were seen for treatment
efficacy, length of stay, or risk of developing complicated appendicitis.
CONCLUSION:
Antibiotics are both effective and safe as primary treatment for patients with
uncomplicated acute appendicitis. Initial antibiotic treatment merits consideration as a
primary treatment option for early uncomplicated appendicitis

Sumber : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22491789
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E.Marilyn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3). Jakarta :


EGC.

Smeltzer&Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth (Edisi 8). Jakarta: EGC.

Robbins dan kumar. Buku Ajar Patologi (Edisi 4), Jakarta : EGC

Evelyn C. (1992). Pearce. Anatomi dan Fisiolagi untuk Paramedis. Jakarta :,


Gramedia.

Depkes RI. (1995). Penerapan Proses Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai