Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KAS KOMUNIKASI

Di susun oleh

FE TAUFIK HIDAYAT

012 SYE 17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke khadirat Tuhan Yang Maha Esa.


atas rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini yang
tentunya jauh dari kesempurnaan. Karena itu saya selalu membuka diri untuk
setiap saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya saya
selanjutnya.
Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagi
pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu,baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Akhirnya semoga sumbangan amal bakti semua pihak tersebut
mendapat balasan yang setimpal dari- Nya. Dan semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan, khususnya dan masyarakat pecinta ilmu pengetahuan
pada umumnya.

                                                                Mataram, 13Agustus  2020
                                                                                                            

                                                                                                      Penyusun

2
DAFTAR ISI
           
Kata Pengantar..............................................................................1
Daftar Isi......................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...................................................................3
1.3 Tujuan. ...................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik........................................5
2.3 Fase-Fase Komunikasi Terapeutik..........................................6
2.3 Tekhnik-Tekhnik Komunikasi Terapeutik.............................11
2.4 Faktor-Faktor Komunikasi Terapeutik..................................17
2.5 Proses Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan ............18

BAB III PENUTUP 


3.1  Kesimpulan...........................................................................24
3.2  Saran. ...................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.................................................................25

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam
hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan
proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan
kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian
sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang
tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989)
dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik
tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien,
mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam
pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra
rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk
memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi
termasuk “therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek
keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi
terapeutik.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapiutik?
2. Apa fase-fase dalam melakukan komunikasi terapiutik?
3. Apa teknik-teknik dari komunikasi terapiutik?
4. Bagaimana proses komunikasi terapiutik dalam keperawatan?

4
1.3. TUJUAN MAKALAH
1. Membekali perawat pada saat akan melekukan tindakan kepada pasien
2. Agar perawat dan pasien terjalin komunikasi yang baik
3. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan
dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang
ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
4. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.

5
BAB II
PEMBAHASAN

.1 PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara
perawat klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang
mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan perawat klien yang terapeutik
adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan
berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif
seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif
perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang
dirinya.
Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan
Sundeen, 1987, hal. 111) karena :
a. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik.
Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran
perasaan dan pikiran.
b. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti,
keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena
proses keperawatan ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai
tingkat kesehatan yang normal.
c. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang
terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi.
Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu
mengetahui proses komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam
membantu klien memecahkan masalahnya.
Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim
pesan, penerima pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu
pengirim dan penerima adalah komunikasi yang akan member efek pada
perilaku. Pesan yang disampaikan dapat berupa verbal dan nonverbal.
Bermain merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik dengan
klien anak.

6
Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara
lain : Vokal; nada, kualitas, keras ato lembut, kecepatan, yang semuanya
menggambarkan suasana emosi.
a. Gerakan: reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau
gerakan-gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat
diartikan sebagai suasana hati.
b. Jarak (space)
c. Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan keintiman.
d. Sentuhan : dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan
aspek budaya dan kebiasaaan.
Agar perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus
menganalisa dirinya: kesadaran diri klarifikasi nilai, perasaan dan mampu
menjadi model yang bertanggung jawab. Seorang perawat tidak akan dapat
mengetahui kondisi klien jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan
klien.
Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi harus
di rencanakan, di pertimbangkan dan di lakukan secara profesional. Pada saat
pertama kali perawat melakukan komunikasi terapeutik proses komunikasi
umumnya berlangsung singkat, canggung, semu dan seperti di buat-buat.hal
ini akan lebih membantu untuk mempersepsikan masing-masing hubungan
pasien karena adanya kesempatan untuk mencapai hubungan antar manusia
yang positif sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan terapeutik.

2.2  FASE – FASE KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Tahap Persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat
menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada
tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat
merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus
dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi

7
kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi
dengan klien (Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum
berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa yang muncul
sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada
perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).
b. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat
penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya
secara maksimal pada saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang
perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan
dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa
dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka
pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya
(Suryani, 2005).
c. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting
karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa
memahami klien. Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien
yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005).
d. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang
direncanakan mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan
dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).
2. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali
bertemu atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat
berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada
klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya
berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan
mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini
adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat

8
dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan
komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari
keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005),
karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin akan terjadi
keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak
bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasi dan kondisi
(Rahmat, J dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan
atau membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap
terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan
menghargai klien (Suryani, 2005).
b. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini
sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi
(Barammer dalam Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrak
perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran
perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap
kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk menghindari adanya
harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena karena
klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan
serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu
menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan
dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri (Suryani,
2005).
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien.
Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan
perasaannya. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan
perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.

9
d. merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan
interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan
sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan
kedua dan seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data,
rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi
hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah
dilakukan bersama klien (Cristina, dkk, 2002).
3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses
komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini
perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang
dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam
mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga
dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi
terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena
tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah
klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk
mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi
masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah
yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya
dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk
memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan
membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B &
Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah
membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting
(Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005).

10
4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan
terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-
klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan
klien pada waktu yang telah ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika
perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah
dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam
mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji kemampuan
klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau
menyimpulkan.
b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan
menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah
berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu
dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa
interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru
menimbulkan masalah baru bagi klien.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.
Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak
lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan
dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah
memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk
tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba
salah satu dari alternative tersebut.
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting
dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk
pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu,
dan tujuan interaksi.

11
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa
proses terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan
keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh
perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien.
Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat
untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada
pelaksanaan tahap sebelumnya.

2.3  TEHNIK-TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong
klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering
digunakan pada tahap orientasi.
a. Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya
perawat sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung
berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan nonfasilitatif
(nonfacilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena
memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan,
bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien
(Gerald, D dalam Suryani, 2005).
b. Pertanyaan terbuka dan tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat
membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan
terbuka, perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya
(Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat
membutuhkan jawaban yang singkat.
c. Inapropriate quantity question
Inapropriate quantity question yaitu pertanyaan yang kurang baik dari sisi
jumlah pertanyaan, yang mengakibatkan klien bingung dalam menjawab.
Terlalu banyak pertanyaan merupakan tindakan yang tidak tepat karena

12
menimbulkan kebingungan klien untuk menjawab (Long, L dalam
Suryani, 2005).
d. Inapropriate quality question
Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan
pada klien dan biasanya dimulai dengan kata “why” (mengapa). Why
question ini dipertimbangkan tidak tepat karena :
1) Terkesan menginterogasi, sehingga klien merasa seolah-olah
diintimidasi (Sturat, G.W dalam Suryani, 2005). Hal ini bisa
menghambat keterbukaan klien terhadap perawat.
2) Tidak akan dapat menggali perasaan klien yang sebenarnya karena
why question mengiring klien untuk menjawab secara rasional atau
mengemukakan alasan dari suatu perbuatan atau keadaan, bukan
bagaimana perasaanya terhadap kejadian (Gerald, D dalam Suryani,
2005).
2. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam
komunikasi terapeutik (Keliat, Budi Anna, 1992). Mendengarkan adalah
proses aktif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) dan penerimaan informasi
serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson,
S dalam Suryani, 2005).
Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang
dibacakan klien dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan
dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian
bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan (Purwanto, Heri,
1994).
3. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang
diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan
memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien (Keliat, Budi
Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan suatu strategi yang
mendukung listening (Suryani, 2005).

13
4. Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau
pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti
dari ungkapannya (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa
yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D
dalam Suryani, 2005). Apabila perawat menginterpretasikan pembicaraan
klien, maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan perasaannya.
Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap
perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.
5. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan,
pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk
memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan
menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien (Antai-Otong
dalam Suryani, 2005).
Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat, Budi Anna, 1992)
a. Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang
diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
b. Refleksi perasaan, yaitu memberi respon pada perasaan klien terhadap
isi pembicaraan, agar klien mengetahui dan menerima perasaanya.
Gunanya adalah untuk :
1) Mengetahui dan menerima ide dan perasaan.
2) Mengoreksi.
3) Memberi keterangan lebih jelas.
Ruginya adalah :
1) Mengulang terlalu sering dan sama.
2) Dapat menimbulkan marah, iritasi, dan frustasi

14
6. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada
klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien
pada pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Dengan
demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan penggantian
topik pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan
metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien
menyampaikan masalah penting (Suryani, 2005).
7. Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan
pada klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan
memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi
pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005). Tehnik
ini memberikan waktu pada klien untuk berfikir dan menghayati,
memperlambat tempo interaksi, sambil perawat menyampaikan dukungan,
pengertian, dan penerimaannya. Diam juga memungkinkan klien untuk
berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna pada saat klien harus
mengambil keputusan (Suryani, 2005).
8. Memberi Informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan
penyuluhan kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam
mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek
yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi
yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan
pemahaman tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam
memberikan alternatif pemecahan masalah (Suryani, 2005).
9. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang
membantu klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien.
Tehnik ini membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide
yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan

15
yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B &
Judith dalam Suryani, 2005).
Manfaat dari menyimpulkan antara lain : (Suryani, 2005)
a. Memfokuskan pada topik yang relevan.
b. Menolong perawat dalam mengulang aspek utama interaksi.
c. Membantu klien untuk merasa bahwa perawat memahami
perasaannya.
d. Membantu klien untuk dapat mengulang informasi dan membuat
tambahan atau koreksi terhadap informasi sebelumnya.
10. Mengubah Cara Pandang
Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk
memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau
masalah dari aspek negatifnya saja (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Tehnik ini sangat bermanfaan terutama ketika klien berfikiran negatif
terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Seorang
perawat kadang memberikan tanggapan yang kurang tepat ketika klien
mengungkapkan masalah, misalnya menyatakan : “sebenarnya apa yang
anda pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya”. Reframing akan membuat
klien mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi positif (Gerald, D
dalam Suryani, 2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat
perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
11. Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau
lebih dalam masalah yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani,
2005) supaya masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada
tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah
yang dialami klien.
12. Membagi Persepsi
Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005) menyatakan, membagi
persepsi (sharing peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal
yang perawat rasakan atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika perawat

16
merasakan atau melihat ada perbedaan antara respos verbal dan respons
nonverbal klien.
13. Mengidentifikasi Tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan
harus mampu manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut.
Gunanya adalah untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah
penting (Stuart & Sadeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat
bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada
awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.
14. Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan
terapeutik. Florence Nightingale dalam Anonymous (1999) dalam Suryani
(2005) pernah mengatakan suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani
dengan humor. Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan
kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi.
Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin bisa dilakukan :
a. Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor
mungkin bisa menurunkan kecemasan klien.
b. Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien.
c. Membantu klien mengatasi masalah lebih efektif.
15. Memberikan Pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan
psikologis yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat.
Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan
perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Reniforcement bisa
diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal.

17
2.4  FAKTOR-FAKTOR KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Faktor – faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah :
(Purwanto, Heri, 1994)
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai
tindakannya
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.
Faktor penghambat komunikasi : (Kariyoso, 1994)
a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b. Sikap yang kurang tepat
c. Kurang pengetahuan
d. Kurang memahami sistem sosial
e. Prasangka yang tidak beralasan
f. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara
komunikator dengan reseptor berjauhan
g. Tidak ada persamaan persepsi
h. Indera yang rusak
i. Berbicara yang berlebihan
j. Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya
Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani, 2005)
a. Kredibilitas
Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada sumber atau
komunikator. Kredibilitas komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan

18
proses komunikasi, karena hal ini mempengaruhi tingakat kepercayaan
sasaran atau komunikasi terhadap pesan yang disampaikan.
b. Isi pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi
sasaran. Hasil komunikasi akan lebih baik jika isi pesan besar manfaatnya
bagi kepentingan sasaran.
c. Kesesuaian dengan kepentingan sasaran
Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan berperan
pada pesan. Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan
kepentingan sasaran.
d. Kejelasan
Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan yang
disampaikan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi.
e. Kesinambungan dan konsistensi
Kesinambungan dan konsistensi (continuity and consistency) terdapat pada
pesan. Pesan yang akan disampaikan harus konsistensi dan
berkesinambungan.
f. Saluran
Saluran (channel) terdapat dan berperan pada media. Media yang
digunakan harus disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan.
g. Kapabilitas sasaran
Kapabilitas sasaran (capability of the audience) terdapat pada komunikan.
Dalam menyampaikan pesan, komunikator harus memperhitungkan
kemampuan sasaran dalam menerima pesan.
h. Psikologis (Rahmat, J dalam Suryani, 2005)
Seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian, dan konsep.
i. Sosial (Ellis, Gates & Kenwarthy dalam Suryani, 2005)
j. Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan, dan peran
sosial.

19
2.5    PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PERAWATAN
1. Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)
a. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi
dengan orang lain. Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
b. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa
perorangan atau kelompok.
c. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata,
gerakan tubuh atau ekspresi wajah.
d. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk
menyampaikan pesan pada penerima/ sasaran.
e. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin
disampaikan tersebut dituju.
f. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan
yang disampaikan.
2. Komunikasi Terapeutik dalam Perawatan.
a. Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)
1) Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.
2) Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan
batas intervensi.
3) Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara
verbal.
4) Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
5) Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi
yang diharapkan bisa realistik.
6) Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan
nonverbal yang sesuai.
7) Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi
intervensi yang dibutuhkan.
b. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)
1) Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
2) Sesi perencanaan tim kesehatan.

20
3) Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda
implementasi.
4) Membuat rujukan.
c. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)
1) Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
2) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
3) Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah
dirasakan.
4) Meningkatkan harga diri pasien.
5) Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
6) Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih
terbuka.
d. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)
1) Memperkenalkan diri kepada pasien.
2) Memulai interaksi dangan pasien.
3) Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman
pribadinya.
4) Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan
perasaan kebutuhannya.
5) Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.
e. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)
1) Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan
memenuhi kebutuhan sendiri.
2) Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada
masalah.
3) Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi
tingkat kecemasan.
2.6 Contoh Komunikasi Trapeutik
A. Tahap Pre-Interaksi
1. Mengumpulkan data tentang klien : Ditinjau dari catatan medis/catatan
keperawatan
- Kondisi klien adalah Anemia
- Diagnosa Keperawatan mengalami 5L

21
- Tujuan khusus adalah setelah dilakukan penkes pasien dapat
memahami   penyakit anemia yang dialami dan mengerti cara
menanganinya
- Tindakan keperawatannya adalah menjelaskan bagaimana kondisi
pasien dilihat dari tekanan darah
- DS : klien mengatakan lemas
- Klien mengatakan pusing
- DO: Klien tampak lemas
- Wajah tampak pucat
- Telapak tangan pucat
- TTV: suhu: 36 oC
- Nadi: 74x/menit
- TD    : 100/60 mmHg
2.  Mengeskplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan Saya siap berinteraksi
dengan klien (Ny. X) dengan pendidikan kesehatan pada klien
3. Membuat rencana pertemuan dengan klien Saya telah membuat kontrak
untuk melakukan penkes hari ini pukul 08.00 WIB
B. Tahap Orientasi

Disebuah RSU tepatnya diruangan cempaka,terdapat seorang


pasien perempuan berusia 19 tahun bernama Ny.X beliau sudah dua hari
dirawat di rumah sakit itu dengan keluhan pusing  dan cepat lelah.

Tepat pada pukul 08.00 WIB seorang perawat datang ke ruangan tersebut.

Perawat        :  Assalammualaikum, selamat pagi mbak.

Klien             :  Waalaikumussalam, pagi sus.

Perawat        :  Bagaimana tidurnya semalam?

Klien             :  Alhmdullillah nyenyak sus

Perawat        :  Wah baik, Alhamdulillah kalau begitu. Perkenalkan mbak


nama saya suster Yuliza Purnaranti. Apakah benar ini dengan mbak X ?

Klien             :  iya sus, nama saya X.

Perawat        :  Cantik sekali namanya sama seperti orangnya hehe. Oh iya,


sebelumnya mbak senang dipanggil apa supaya lebih akrab ?

Klien             :  Ah suster bisa saja. Panggil saja saya mbak.

Perawat        : Oke baiklah, hari ini saya perawat yang bertugas untuk
merawat mbak dari pukul 08.00-14.00 siang nanti, jadi apabila ada
keluhan atau masalah dapat menginformasikan kepada saya

22
Klien             : siap sus

Perawat        :  Bagaimana keadaan  mbak sekarang? Apakah sudah lebih


baik dari kemarin ?

Klien             :  Alhmdullillah sus agak sedikit membaik, namun saya


masih sering merasakan pusing.

Perawat        :  Pusing gimana mbak?

Klien             :  Begini sus, saya sering cepat lelah, kalau bangun tidur atau
kalau sudah mau berdiri suka pusing.

Perawat        :  Oh ya, itu merupakan beberapa tanda


kalau  mbak kekurangan darah.

Klien             :  oh begitu ya sus.

Perawat        : baik mbak, sesuai dengan perjanjian kita kemarin, saya akan
memberikan pendidikan kesehatan mengenai Anemia selama 10 menit.
Apakah kita bisa mulai ?

Klien             : oh iya silahkan sus

C. Tahap Kerja

Perawat        : Baiklah, sebelumnya saya akan mengukur tekanan darah


mbak, bersedia kan?

Klien             : Iya tentu silahkan sus

Perawat        : ( mengukur tekanan darah). Mbak, tekanan darah


nya 100/60 mmHg, rendah tekanan darahnya.

Klien             : Lalu bagaimana sus?

Perawat        : Baiklah saya akan jelaskan kondisi ibu bersamaan dengan


pendidikan kesehatan yang saya janjikan tadi mba kita mulai sekarang ya

Klien             : Iya silahkan

Perawat        :  (perawat menjelaskan mengenai definisi, penyebab, gejala,


pencegahan, serta pengobatan atau penyembuhan terhadap penyakit
Anemia)

Klien             : (mendengarkan, serta merespon)

23
D. Tahap Terminasi

Perawat        : Baik mba, saya rasa pemberian pendidikan kesehatan ini sudah
cukup. sekarang bagaimana perasaan mba setelah diberi pendidikan kesehatan
ini ?

Klien             : Iya sus, saya sekarang lebih paham apa itu Anemia dan cara
penyembuhannya.

Perawat        : Baik, jika mba sudah paham dengan apa yang saya jelaskan,
coba tolong jelaskan kembali kepada saya apa saja penyebab, gejala,
pencegahan serta pengobatan pada anemia yang mba ketahui.

Klien             : (menjelaskan kembali kepada perawat)

Perawat        : Iya betul sekali, mba  selain cantik pinter juga yah langsung
bisa mengulang apa yang saya jelaskan tadi.

Klien             : Suster bisa aja, terima kasih.

Perawat        : Iya sama-sama, apakah ada yang ingin ditanyakan lagi ?

Klien             : Tidak sus, saya rasa sudah cukup

Perawat        : Baik jika begitu, nanti jam 10.00 saya akan kembali lagi untuk
mengganti influsan, selamat beristirahat, semoga lekas sembuh.

Klien             : Oh iya baik sus, terima kasih

Perawat        : Mari mba, assalammualaikum.

24
BAB III
PENUTUP

3.1    KESIMPULAN
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik
memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena
komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai,
waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang
terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi
perawat.
Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam
penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal
lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi
ini merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh dalam
mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.
3.2    SARAN
1. Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan
klien untuk mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
2. Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan
bahasa yang mudah di mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman komunikasi.
3. Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang
teguh etika keperawatan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Dalami,Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans


     Info Media
http://dhanwaode.wordpress.com/2010/10/09/komunikasi-dalam-proses-
pembangunan-
dalam-proses-keperawatan/

26

Anda mungkin juga menyukai