Anda di halaman 1dari 19

Accelerat ing t he world's research.

MAKALAH HUKUM DAGANG


SURAT-SURAT BERHARGA
Radenindah S.

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

MAKALAH HUKUM SURAT-SURAT BERHARGA


Muhammad T Amin

NAMA:T OMI YULANDA 1801445232 1.JENIS-JENIS SURAT BERHARGA


t omi yulanda

Hukum Dagang Surat Berharga


Triana Komala Sari
TUGAS MATA KULIAH HUKUM DAGANG
SURAT-SURAT BERHARGA

DI
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA : INDAH RATNA SARI
NPM : 178400248

UNIVERSITAS MEDAN AREA


T.A 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat yang diberikan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Surat-Surat Berharga” ini dapat diselesaikan.

Tujuan pembuatan makalah ini sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Dagang di program studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas
Medan Area .

Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis meminta kritik dan saran dari pembaca agar kedepannya bisa lebih baik lagi.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua rekan kelompok yang telah
membantu dalam pengerjaan makalah ini.

Medan, 17 oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PERMASALAHAN..........................................................................................................5
BAB III..............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
A. Definisi Surat Berharga..........................................................................................6
1. Syarat Materil dan Formal Surat Berharga.........................................................6
2. Fungsi Surat Berharga.........................................................................................7
3. Pihak yang Terlibat Dalam Penerbitan Surat Berharga......................................7
B. Penggolongan Surat Berharga................................................................................8
C. Jenis-Jenis Surat Berharga......................................................................................8
1. Surat Berharga Dalam KUHD................................................................................8
a. Wesel...............................................................................................................8
1) Wesel Atas Pengganti Penerbit....................................................................9
2) Wesel Atas Penerbit Sendiri........................................................................9
3) Wesel Untuk Rekening Orang Ketiga.........................................................9
4) Wesel Inkaso..............................................................................................10
5) Wesel Domisili..........................................................................................10
b. Cek................................................................................................................11
1) Surat cek atas pengganti penerbit (Pasal 183 ayat 1 KUHD)....................11
2) Surat cek atas penerbit sendiri (Pasal 183 ayat 3 KUHD).........................11
3) Surat cek untuk perhitungan orang ketiga (Pasal 183 ayat 2 KUHD).......11
4) Surat cek inkaso (Pasal 183a ayat 1 KUHD).............................................12
5) Surat cek berdomisili (Pasal 185 KUHD).................................................12
c. Surat Sanggup / Promes................................................................................13
d. Kwitansi Atas Tunjuk....................................................................................14
e. Saham............................................................................................................14
f. Konosemen (Bill og Lading atau B/L)..........................................................14
2. Surat Berharga Diluar KUHD...........................................................................15
a. Bilyet Giro.....................................................................................................15
b. Obligasi.........................................................................................................15
BAB IV............................................................................................................................16
PENUTUP.......................................................................................................................16
A. Kesimpulan...........................................................................................................16
B. Saran.....................................................................................................................16
Daftar Pustaka.................................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring berkembangnya masyarakat, maka berkembang pula hukum yang


berlaku. Jika melihat sejarah manusia kebelakang, maka kita akan tahu bahwa
kehidupan sekarang ini adalah revolusi dari kehidupan di masa lalu. Begitu pula hal nya
dengan hukum.

Kemajuan dalam bidang teknologi sangat berpengaruh terhadap sektor


perdagangan. Hal ini terlihat dalam kehendak setiap orang atas segala hal yang
berkaitan dengan urusan perdagangan dapat bersifat praktis, aman, dan dapat
dipertanggungjawabkan, khususnya dalam lalu lintas pembayarannya. Dalam dunia
perdagangan kemungkinan pembayaran dengan uang tunai akan memiliki banyak
resiko. Selain menjadi incaran orang jahat terhadap barang bawaannya, juga akan
menyulitkan saat membawa uang tersebut karena terlalu berat untuk mata uang tunai.

Oleh karena itu, masyarakat tidak lagi bertransaksi menggunakan uang secara
mutlak, artinya masyarakat dapat menggunakan atau menerbitkan surat berharga
sebagai alat pembayaran mutlak. Surat-surat itu mudah diperdagangkan karena
menunjukan suatu nilai tertentu yang dapat dialihkan dari satu tangan ke tangan lain.

BAB II

PERMASALAHAN
Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada nantinya dapat dibahas lebih
terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan maka penting bagi penulis untuk
merumuskan permasalahan yang akan dibahas. Karena pokok permasalahan ini
merupakan acuan bagi penelitian supaya hasilnya diharapkan sesuai dengan pokok
permasalahan yang sedang dibahas. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan surat berharga?.


2. Apa saja fungsi dari surat berharga?.
3. Siapa saja pihak-pihak yang terkait dengan surat berharga?.
4. Apa saja jenis-jenis surat berharga?

BAB III

PEMBAHASAN

A. Definisi Surat Berharga


Hukum surat berharga merupakan salah satu dari ruang lingkup hukum bisnis
yang berkembang dengan cepat di Indonesia. Surat berharga adalah sebuah dokumen
yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran
sejumlah uang sehingga berfungsi sebagai alat bayar kepada pihak-pihak yang
memegang surat tersebut, baik pihak yang diberikan surat berharga oleh penerbitnya
ataupun pihak ketiga kepada kepada siapa surat berharga itu dialihkan.1

Surat berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas
kredit atau setiap derivatif dan surat berharga atau kepentingan lain atau suatu
kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal
maupun pasar uang. Surat berharga adalah sepucuk surat yang bernilai uang, serta
memberikan hak kepada pemegangnya atas apa yang tercantum di dalamnya. Ddan
surat berharga ini mudah dan dapat diperdagangkan.2

Surat berharga adalah surat yang semua orang menganggap surat tersebut
berharga, contoh saham, obligasi, wesel, cek dll.

Fungsi dari surat berharga itu sendiri dapat dikelompokkan sebagai:


a. Alat pembayaran, contoh: cek, bilyet giro dan wesel bayar (sebagai alat ukur).
b. Surat bukti investasi, contoh: obligasi, surat saham.3

1. Syarat Materil dan Formal Surat Berharga


Syarat materil surat berharga ada empat :
a. Nilai nominal surat berharga sama dengan perikatan dasar yang
melatarbelakanginya.
b. Surat berharga dapat sebagai alat bukti.
c. Surat berharga mudah dialihkan.
Ada dua klausul surat berharga :
- aan order (atas nama) yang peralihannya dengan endosemen
- aan toonder (atas tunjuk) yang peralihannya dari tangan ke tangan
d. Surat berharga dapat diperjualbelikan.4
Dengan adanya Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

1Zainal Asikin, Hukum Dagang, Cet 1, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal : 73
2Ibid.
3Ibid., hal : 76
4 Ida Nadirah, Hukum Dagang dan Bisnis Indonesia, (Medan : Ratu Jaya, 2017), hal : 89
Syarat formal surat berharga dapat dilihat pada masing-masing peraturan yang
mengaturnya. Contoh wesel, diatur dalam pasal 100 KUHD; cek diatur dalam pasal 178
KUHD; bilyet giro diatur dalam SEBI (Surat Edaran Bank Indonesia).5

2. Fungsi Surat Berharga


Dalam Bab 6 dan 7 KUHD, fungsi surat berharga secara umum dibedakan dalam:
a. Surat sanggup membayar atau janji untuk membayar. Dalam surat ini
penandatangan berjanji atau menyanggupi membayar sejumlah uang kepada
pemegang atau orang yang menggantikannya. Termasuk bentuk ini adalah surat
sanggup.
b. Surat perintah membayar. Dalam surat ini penerbit memerintahkan kepada
tertarik untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang atau penggantinya.
Termasuk dalam bentuk surat ini adalah surat wesel dan cek.
c. Surat pembebasan hutang. Dalam surat ini penerbit memberi perintah kepada
pihak ketiga untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang yang
menunjukan dan menyerahkan surat ini. Termasuk dalam bentuk surat ini adalah
kwitansi atas unjuk.6

3. Pihak yang Terlibat Dalam Penerbitan Surat Berharga


Pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan surat berharga pada umumnya yaitu:
a. Penerbit (sebagai debitur)
Penerbit dari sebuah surat berharga merupakan pihak yang mempunyai kewajiban
(debitur) untuk membayar sejumlah uang kepada pihak lain (kreditur).
b. Pemegang pertama/ pembawa (sebagai kreditur)
Pemegang atau pembawa dari surat berharga merupakan pihak yang menerima
pembayaran dari debitur / penerbit. Dalam hal ini kedudukan pemegang atau pembawa
tersebut yaitu sebagai kreditur.
c. Tersangkut

5 Ibid.
6 Zainal Asikin, op. cit. hal : 74 (buku yang telah disebutkan diatas)
Tersangkut merupakan pihak yang melaksanakan perintah dari penerbit untuk
melakukan pembayaran kepada pemegang.7

B. Penggolongan Surat Berharga

Menurut isi perikatan dasarnya, menggolongkan surat atas tunjuk dan atas
pengganti menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Surat berharga yang mempunyai sifat kebendaan, misalnya : konosemen
2. Surat berharga yang mempunyai sifat kebendaan, misalnya : saham
3. Surat berharga yang mempunyai sifat tagihan hutang (utang piutang), misalnya :
wesel, cek, surat aksep, promis, kwitansi.8

C. Jenis-Jenis Surat Berharga

1. Surat Berharga Dalam KUHD


Ketentuan tersebut diatur dalam Buku I bagian 6 dan bagian 7 KUHD, berisikan
tentang:
a. Wesel
Surat wesel adalah surat berharga yang memuat kata ‘wesel’ di dalamnya, diberi tanggal
dan ditandatangani disuatu tempat, dimana penerbit (trekker) memberi perintah tak
bersyarat kepada tersangkut (betrokkene) untuk membayar sejumlah uang pada hari
bayar (vervaldag) kepada orang yang ditunjuk penerbit yang disebut penerima (nemer)
atau penggantinya disuatu tempat tertentu.9

Jenis-jenis surat wesel:


1) Wesel Atas Pengganti Penerbit
Pasal 102 ayat 1 KUHD menentukan, bahwa penerbit dapat menerbitkan surat wesel
yang berbunyi atas pengganti penerbit. Maksudnya ialah, penerbit menunjuk kepada

7 Fakhrul Rozi, “Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Penulisan Surat


Berharga”https://www.suduthukum.com/2017/07/pihak-pihak-yang-terlibat-dalam.html?m=1 diakses tanggal 18
oktober 2018 pukul 07.06 WIB
8 Farida Hasyim, Hukum Dagang, Cet. 4, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal : 233
9 Ibid., hal : 240
dirinya sendiri sebagai pemegang pertama, kekhususan bentuk surat wesel semacam ini
ialah bahwa kedudukan penerbit sama dengan kedudukan pemegang pertama.10
2) Wesel Atas Penerbit Sendiri
Pasal 102 ayat 2 KUHD menentukan, bahwa surat wesel dapat diterbitkan atas penerbit
sendiri. Hal ini dimaksudkan bahwa penerbit memerintahkan kepada dirinya sendiri
untuk membayar, atau penerbit menunjuk dirinya sendiri sebagai pihak tertarik
(tersangkut).11
3) Wesel Untuk Rekening Orang Ketiga
Ada juga terjadi bahwa seseorang menarik suatu wesel atau permintaan dan
untuk rekening orang atau pihak ketiga. Pada umumnya di penarik semacam ini adalah
suatu bentuk bank.
Pasal 102 ayat 3 KUHD menentukan, bahwa surat wesel dapat diterbitkan untuk
rekening orang ketiga. Penerbitan surat wesel dalam bentuk ini bisa terjadi jika seorang
ketiga itu untuk tagihannya memungkinkan diterbitkan surat wesel, artinya ia
mempunyai rekening yang cukup dananya. Karena alasan tertentu ia minta kepada pihak
lain untuk menjadi penerbit surat wesel atas perhitungannya itu. Di atas dikatakan,
bahwa pada umumnya si penarik wesel semacam ini adalah bank, maksudnya adalah
dimana orang ketiga itu mempunyai rekening.
Bank inilah yang bertindak sebagai penerbit surat wesel untuk perhitungan orang
ketiga yang menyuruh diterbitkannya wesel atas perhitungan rekeningnya.12

4) Wesel Inkaso
Wesel inkaso adalah bentuk surat wesel yang diterbitkan dengan tujuan untuk memberi
kuasa kepada pemegang pertama menagih sejumlah uang, tidak untuk diperjualbelikan.
Kedudukan penerbit adalah sebagai pemberi kuasa, sadangkan kedudukan pemegang
pertama sebagai pemegang kuasa untuk menagih uang. Menurut pasal 102 a ayat 3
KUHD, jika dalam surat wesel itu penerbit telah memuat kata-kata “harga untuk
ditagih” atau “dalam pemberian kuasa” atau “untuk incasso” atau lain-lain kata yang
berarti memberi perintah untuk menagih semata-mata, maka pemegang pertama bisa
10 Ida Nadirah, op. cit, hal : 97
11 Ibid., hal : 98
12 Ibid.
melakukan semua hak yang timbul dari surat wesel itu, tetapi ia tidak bisa
mengendosemenkan kepada orang lain, melainkan dengan cara pemberian kuasa.13
5) Wesel Domisili
Wesel berdomisili ini adalah surat wesel yang harus dibayrkan di tempat tinggal orang
ketiga, baik ditempat tingal tersangkut, maupun ditempat lain (Pasal 103 KUHD).
Akibatnya ialah, bahwa pembayaran dari uang wesel harus diminta dan
dilakukan oleh orang ketiga itu. Tetapi yang harus menyetujui (akseptasi) adalah tetap si
tertarik (Pasal 130 jo Pasal 126 KUHD).
Dengan demikian orang ketiga itu tidak masuk golongan pihak-pihak dalam
persetujuan wesel. Ia hanya di tunjuk untuk melakukan pembayaran.
Pasal 103 KUHD menyebutkan selaku tempat pembayaran tidak hanya tempat
kediaman orang ketiga, melainkan juga tempat domisili dari tetarik atau lain tempat.14

- Endosemen : suatu proses yang terjadi di dalam hukum wesel, dimana hak tagih dari
pemegang surat wesel dapat diperalihkan kepada pemegang berikutnya. Pengaturan
mengenai endosemen ini terdapat dalam pasal 110-119 KUHD.
- Akseptasi : apa yang disebut “akseptasi” (yang di atur dalam pasal 120-128 KUHD)
adalah suatu pernyataan dari seorang tersangkut atau tertarik, bahwa ia menyetujui
untuk membayar atas surat wesel pada hari pembayaran. Atas pernyataan itu, menurut
hukum wesel tersangkut lalu menjadi terikat sebagai debitur, dimana keterikatan
tersebut ditentukan oleh tanda tangan yang dicantumkannya pada surat wesel itu.

b. Cek
Cek adalah suatu surat berharga yang memuat kata cek yang bertanggal dan
menyebutkan tempat penerbitannya, yang merupakan perintah tanpa syarat kepada
bankir untuk membayar sejumlah uang kepada pihak-pihak pemegang atau
pembawanya di tempat tertentu.15

13 Ibid.
14 Ibid., hal : 99
15 Farida Hasyim, op. cit. hal : 249
Di dalam KUHD, ketentuan mengenai surat cek terdapat dalam buku kesatu Bab
VII Pasal 178 sampai dengan Pasal 229, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
1936.16

Jenis-jenis surat cek17 :


1) Surat cek atas pengganti penerbit (Pasal 183 ayat 1 KUHD)
Yang membuka kemungkinan timbulnya bentuk “surat cek atas pengganti penerbit” ini
adalah pasal 183 ayat 1 KUHD, yang menyatakan bahwa surat cek dapat diterbitkan
atas pengganti penerbit. Kekhususan bentuk ini ialah nama pemegang pertama
(penerima) tidak disebutkan sehingga penerbit sama dengan pemegang pertama
(penerima). Surat cek bentuk ini berkalusula atas pengganti (aan order). Jika
diperalihkan kepada orang lain harus dilakukan dengan endosemen.
6) Surat cek atas penerbit sendiri (Pasal 183 ayat 3 KUHD)
Yang membuka kemungkinan timbulnya bentuk “surat cek atas penerbit sendiri” ini
adalah pasal 183 ayat 3 KUHD, yang menyatakan bahwa surat cek dapat diterbitkan
atas penerbit sendiri. Kekhususan bentuk ini adalah penerbit sama dengan tersangkut.
Jadi perintah membayar itu dari bankir kepada bankir. Ini terjadi apabila kantor
pusatnya menerbitkan surat cek atas kantor cabang.
7) Surat cek untuk perhitungan orang ketiga (Pasal 183 ayat 2 KUHD)
Yang membuka kemungkinan timbulnya bentuk “surat cek untuk perhitungan orang
ketiga” ini adalah pasal 183 ayat 2 KUHD, yang menyatakan bahwa surat cek dapat
diterbitkan atas perhitungan orang ketiga. Namun demikian ada kalanya terjadi, bahwa
penerbit dianggap telah menerbitkan surat cek atas perhitungan dirinya sendiri, jika dari
surat cek tersebut atau dari surat advisnya tidak ternyata untuk perhitungan siapa surat
itu diterbitkan.
8) Surat cek inkaso (Pasal 183a ayat 1 KUHD)
Yang membuka kemungkinan timbulnya bentuk “surat cek inkaso” ini adalah pasal
183a ayat 1 KUHD, yang menyatakan bahwa jika dalam surat cek penerbit memuatkan
kata-kata harga untuk dipungut atau inkaso atau dalam pemberian kuasa atau kata-kata
lainnya yang berarti memberi perintah untuk menagih semata-mata, penerima boleh

16 Ida Nadirah, op. cit. hal : 107


17 Ibid., hal : 110-112
melaksanakan segala hak yang timbul dari surat cek tersebut, tetapi ia tidak bisa
mengendosemenkannya kepada orang lain, kecuali dengan cara memberi kuasa.
Pengertian endosemen inkaso ialah memindahkan hak kuasa menagih, bukan hak milik
atas tagihan.
9) Surat cek berdomisili (Pasal 185 KUHD)
Yang membuka kemungkinan timbulnya bentuk “surat cek berdomisili” ini adalah pasal
185 KUHD, yang menyatakan bahwa setiap surat cek dapat dinyatakan dibayar
ditempat tinggal orang ketiga baik di tempat tersangkut berdomisili atau ditempat lain.
Pada surat cek berdomidili terdapat perbedaan dengan surat wesel berdomisili. Pada
surat cek berdomisili, yang dapat menunjukan domisili itu hanyalah penerbit. Hal ini
dapat dimaklumi karena pada surat cek tidak dikenal akseptasi. Dengan demikian
tersangkut (bankir) tidak dapat menunjuk domisili pada surat cek.

Cek sendiri memiliki batasan waktu penggunaan. Untuk cek yang diterbitkan
dan dibayarkan di Indonesia, harus diunjukkan dalam tenggang waktu 70 hari, sejak
tanggal penerbitannya (Pasal 206 KUHD) ditambah 6 bulan tenggang waktu sebelum
kadaluwarsa (Pasal 299 KUHD).18

- Tentang surat cek kosong :


Yang dimaksud cek kosong adalah cek yang diajukan kepada bank, namun dana
nasabah pada bank tidak mencukupi untuk membayar surat cek yang bersangkutan
(Surat Edaran Bank Indonesia, 16 Mei 1975 No. SE 8/7 UPPB). Dari definisi ini dapat
dijelaskan bahwa nasabah yang bersangkutan hanya diperbolehkan menerbitkan surat
cek yang jumlahnya maksimal sama dengan jumlah saldo giro yang ada. Jika jumlah
cek itu melebihi dari saldo giro yang ada itu, ia dikatakan cek kosong.19
Cek kosong dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut :
- Kelemahan pasal 180 KUHD yang berhubungan dengan penerbitan surat cek
dan penyediaan dana pada bankir
- Rahasia bank seperti diatur dalam pasal 36 Undang-undang pokok
perbankan 1967-14 (LN 1967-34)

18 Zainal Asikin, op. cit. hal : 90


19 Ida Nadirah, op. cit. hal : 114
- Spekulasi dari pihak pemilik rekening giro yaitu penerbit surat cek
- Administrasi bank yang kurang teliti.20

c. Surat Sanggup / Promes


Surat sanggup disebut juga surat aksep, kata aksep bersal dari bahasa Perancis
“accept”, artinya setuju. Kata sanggup atau setuju itu mengandung suatu janji untuk
membayar, yaitu kesediaan dari pihak penandatangan untuk membayar sejumlah uang
kepada pemegang atau penggantinya pada waktu tertentu. Jadi surat sanggup atau surat
aksep adalah surat tanda sanggup atau setuju membayar sejumlah uang kepada
pemegang atau penggantinya pada hari tertentu.21
Ada dua macam surat sanggup yaitu, surat sanggup kepada pengganti dan surat
sanggup kepada pembawa. Agar jangan tinggal keragu-raguan HMN Purwosutjipto,
menyebutkan surat sanggup kepada pengganti dengan “surat sanggup” saja, sedangkan
surat sanggup kepada pembawa disebutnya “surat promes”.22
Syarat-syarat surat sanggup adalah23:
- Penyebutan surat sanggup dimuatkan dalam teks nya sendiri
- Kesanggupan hak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu
- Penetapan hari bayarnya
- Penetapan tempat dimana pembayaran dilakukan
- Nama orang yang dimana pembayaran dilakukan
- Tanggal dan tempat surat sanggup
- Tanda tangan orang yang mengeluarkan surat sanggup
d. Kwitansi Atas Tunjuk
Kwitansi atas tunjuk adalah suatu surat yang ditanggali, diterbitkan oleh
penandatangannya terhadap orang lain untuk suatu pembayaran sejumlah uang yang
ditentukan didalamnya kepada penunjuk (atas tunjuk) pada waktu diperlihatkan. Dalam
kwitansi atas tunjuk tersebut tidak disyaratkan tentang selalu adanya kalusa atas
tunjuk.24

20 Ibid., hal : 115


21 Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, Cet. 6, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2003), hal : 233
22 Zainal Asikin, op. cit. hal : 95
23 Ibid., hal : 84
24 Ibid., hal : 92
e. Saham
Saham diatur dalam Pasal 40 KUHD, saham dapat didefinisikan tanda
penyertaan atau kepemilikan seorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan
terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas
tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi
kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan
tersebut.25
f. Konosemen (Bill og Lading atau B/L)
Purwosutjipto mengatakan bahwa konosemen adalah surat berharga yang
memuat kata “konosemen atau Bill of Lading” yang merupakan bukti penerimaan
barang dari pengirim, ditandatangani oleh pengangkut dan yang memberikan hak
kepada pemegangnya untuk penyerahan barang-barang yang disebut dalam konosemen
itu.26
Berdasarkan pasal 506 KUHD, “konosemen adalah suatu surat yang bertanggal,
dalam mana si pengangkut menerangkan, bahwa ia telah menerima barang-barang
tersebut untuk diangkutnya ke suatu tempat tujuan tertentu dan menyerahkannya di situ
kepada seorang tertentu, begitu pula menerangkan dengan syarat-syarat apakah barang-
barang itu akan diserahkannya”27. Kemudahan konosemen untuk dialihkan inilah yang
kemudian mencirikan sebagai surat berharga. Selain itu dalam pasal 507 KUHD
kemudian disebutkan juga bahwa konosemen dikeluarkan dalam dua lembar yang dapat
diperdagangkan. Konosemen memiliki sifat kebendaan, dimana setiap pemegang
konosemen berhak menuntut penyerahan barang yang disebutkan didalam monosemen
tersebut dimanapun barang tersebut berada.28

2. Surat Berharga Diluar KUHD

a. Bilyet Giro

25 Ibid.
26 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, (Jakarta: Djambatan, 1983), hal : 13
27 R.Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan, Cet 31,
(Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2006), psl. 506
28 H.M.N Purwosutjipto, op. cit. hal : 209
Menurut H.M.N. Purwosutjipto, S.H., bilyet giro adalah surat perintah tidak
bersyarat dari nasabah yang telah dibakukan bentuknya, kepada bank penyimpan dana
untuk memindahkan sejumlah dana dari rekening giro yang bersangkutan kepada pihak
penerima yang disebutkan namanya, kepada bank yang sama atau kepada bank
lainnya.29
Bilyet giro merupakan surat berharga yang tidak diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang, tetapi timbul dalam praktik karena kebutuhan dalam lalulintas
pembayaran dalam dunia perbankan.30

b. Obligasi
Menurut Drs. Bambang Riyanto definisi obligasi adalah sebagai berikut:
“Obligasi adalah suatu pengakuan hutang yang dikeluarkan oleh pemerintah atau
perusahaan atau lembaga-lembaga lain sebagai pihak yang berhutang yang mempunyai
nilai nominal tertentu dan kesanggupan untuk membayar bunga secara periodik atas
dasar persentase tertentu yang tetap”.31

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

29 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional:Edisi Kedua, (Jakarta: Kencana, 2014), hal : 114
30 Ibid., hal : 116
31 Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, (Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gadjah
Mada, 1977), hal : 128
Surat berharga adalah surat pengkuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas
kredit, atau setiap derivatif dan surat berharga atau kepentingan lain atau suatu
kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal
maupun pasar uang. Surat berharga adalah sepucuk surat yang bernilai uang, serta
memberikan hak kepada pemegangnya atas apa yang tercantum di dalamnya. Dan surat
berharga ini mudah dan dapat diperdagangkan. Jenis-jenis surat berharga yaitu wesel,
surat cek, surat sanggup/surat aksep, kwitansi atas tunjuk, bilyet giro, konosemen,
obligasi.

B. Saran

Ada baiknya pada saat kita melaksanakan transaksi itu harus ada bukti
transaksinya yang bisa di sebut sebagai surat surat berharga di dalam hukum bisnis, agar
transaksi dapat dipertanggungjawabkan dan pula dapat dijadikan sebagai tanda bukti
jika terjadi hal-hal tertentu. Karena tidak tahu apa jadinya kita, bila bertransaksi tanpa
bukti transaksi dan sebagainya, ada saja kita ditipu dengan partner sendiri atau
bagaimana lainnya.

Daftar Pustaka
Asikin, Zainal. 2013.“ Hukum Dagang Cet. I “. Jakarta: Rajawali Pers.

Nadirah, Ida. 2017.” Hukum Dagang dan Bisnis Indonesia “. Medan: Ratu Jaya.

Rozi, Fakhrul. 2017.“ Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Penulisan Surat


Berharga “. https://www.suduthukum.com/2017/07/pihak-pihak-yang-terlibat-
dalam.html?m=1 diakses tanggal 18 oktober 2018 pukul 07.06 WIB.

Hasyim, Farida. 2013.” Hukum Dagang, Cet. 4 “. Jakarta: Sinar Grafika.

Muhammad, Abdulkadir. 2006.” Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga,


Cet. 6 “. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Purwosutjipto, H.M.N. 1983.” Pengertian Pokok Hukum Dagang “. Jakarta:


Djambatan.

Subekti, R., dan Tjitrosudibio R. 2006.” Kitab Undang-Undang Hukum Dagang


dan Undang-Undang Kepailitan, Cet 31 “. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Hermansyah. 2014.” Hukum Perbankan Nasional: Edisi Kedua “. Jakarta:


Kencana

Riyanto, Bambang. 1977.” Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan “.


Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai