Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makanan, minuman, obat tradisional, sediaan non steril, serta kosmetik
merupakan suatu sediaan yang berasal dari hewan, tumbuhan, mineral, maupun
dari zat-zat kimia sintetik. Pada umumnya sediaan-sediaan tersebut, diproduksi
oleh industri secara besar-besaran dan biasanya memakan waktu yang cukup lama
dalam produksi, penyimpanan, distribusi dan akhirnya sampai ke tangan
konsumen. Jadi kemungkinan dapat terjadi pertumbuhan mikroba di dalamnya
(Suriawiria, 1985).
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital
bagian luar), atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau
melindungi dan memelihara tubuh dalam kondisi baik (Ditjen POM, 2004).
Ada beberapa faktor (baik faktor fisik maupun faktor fisiologi dan biokimia)
yang mempengaruhi pertumbuhan suatu mikroorganisme, sehingga menyebabkan
suatu mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak pada suatu produk
kosmetik, tetapi tidak pada bahan atau sediaan lainnya. Faktor-faktor tersebut
yaitu, air, suhu, pH, konsentrasi oksigen, kandung zatnutritif, adanya komponen-
komponen penghambat, dan adanya saingan dengan mikroorganisme yang lainnya
(Djide. Sartini, 2006).
Kualitas mikrobiologik dari sediaan kosmetika merupakan suatumasalah
yangsangat penting untuk diperhatikan, karena sediaan tersebut dapatmemakan
waktuyang cukup lama, baik dalam penyiapan ataupun dalamperedaran sebelum
sampaikepada konsumen. Pada waktu penyimpanan danperedaran tersebut ada
kemungkinan terjadi pertumbuhan mikroorganismetertentu di dalamnya,
terutamabila ditunjang dengan pemakaian bahan-bahanyang terkontaminasi
olehmikroorganisme dan juga syarat-syarat higenis dansanitasi tidak atau
kurangdiperhatikan.Adanya mikroorganisme tertentu dalam sediaan kosmetika
tidakdikehendaki, karena dapat menyebabkan infeksi kepada konsumen, hal
inidisebabkan karena pada umumnya semua sediaan kosmetika langsung
kontakkulit konsumen. Selain dari pada itu adanya mikroorganisme dalam sediaan
kosmetik kemungkinan dapat menyebabkan perubahan-perubahan
ataukemunduranbahan aktif dari sediaan kosmetika tersebut seperti pada sediaan
farmasilainnya (Syifa, 2002).
Para periset di Rowan University, New Jersey yang menguji
sampelkosmetik diberbagai ”counter” departemen store, menemukan lebih dari
2/3kosmetik yang disediakan untuk uji, ternyata terkontaminasi oleh kuman
Staphylococcus aureus. Morse dan Sehan telah melaporkan adanya infeksi di
rumah sakit. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan praktikum uji
mikrobiologis terhadap produk sediaan farmasi yaitu makanan, minuman,
kosmetik, dan obat tradisional (Natsir, 2008).

B. Maksud dan Tujuan Percobaan


1. Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara-cara
pengujian dan perhitungan kuantitas cemaran mikroorganisme dari sediaan
kosmetik secara mikrobiologis.
2. Tujuan Percobaan
a. Menentukan angka lempeng total (ALT) bakteri dan kapang/khamir dari
produk krim pemutih.
b. Menentukan cemaran bakteri patogen padaproduk krim pemutih.
C. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan ini yaitu pengujian mikrobiologi terhadap sampel dengan
metode angka lempeng total bakteri dengan cara identifikasi bakteri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kosmetik
2.1.1 Pengertian kosmetik
Kosmetika berasal dari kata Yunani kosmetikosmenghias,
mengatur. Definisi kosmetika dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.445/Menkes/Pemenkes/1998 tentang bahan, zat warna, substratum,
zat pengawet dan tabir surya pada kosmetik menyatakan bahwa
kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk
digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan
organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk
membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan,
melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan
tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu
penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007).
Kosmetik merupakan sediaan yang digunakan untuk tujuan
meningkatkan keindahan dan menyembunyikan cacat terutama di
wajah. Sediaan kosmetik meliputi sediaan perawatan kulit (krim,
lotion, pelembab dan sediaan depigmentasi seperti hidrokinon,
sediaan untuk rambut, parfum dan wewangian) (Encyclopaedia Brit,
1979 in Odumosu dan Ekwe, 2010).
2.1.2 Penggolongan Kosmetika
Penggolongan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI (Tranggono, dalam Suhartini, dkk.,
2013) kosmetik dibagi dalam 12 macam, yaitu :
1) Kosmetik untuk bayi, misalnya, minyak bayi, bedak bayi, dan
sebagainya
2) Kosmetik untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dan
sebagainya
3) Kosmetik untuk mata, misalnya mascara, eye shadow, dan
sebagainya
4) Wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dan sebagainya
5) Kosmetik untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dan
sebagainya
6) Make up, (kecuali mata) misalnya bedak, lipstik, dan sebagainya
7) Kosmetik untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth
washes, dan sebagainya
8) Kosmetik kebersihan badan, misalnya deodorant, dan sebagainya
9) Kosmetik untuk perawatan kuku, misalnya cat kuku, lotion kuku,
dan sebagainya
2.1.3 Pengertian Lotion
Lotion adalah sediaan kosmetika golongan emolien (pelembut) yang
mengandung air lebih banyak. Sediaan ini memiliki beberapa sifat, yaitu
sebagai sumber lembab bagi kulit,memberi lapisan minyak yang hampir
sama dengan sebum, membuat tangan dan badanmenjadi lembut, tetapi
tidak berasa berminyak dan mudah dioleskan. Hand and body
lotion(losio tangan dan badan) merupakan sebutan umum bagi sediaan
ini di pasaran (Sularto,et al,1995)
Lotion dapat juga didefinisikan sebagai suatu sediaan dengan
medium air yang digunakan pada kulit tanpa digosokkan. Biasanya
mengandung substansi tidak larut yangtersuspensi, dapat pula berupa
larutan dan emulsi di mana mediumnya berupa air. Biasanya ditambah
gliserin untuk mencegah efek pengeringan, sebaliknya diberi alkohol
untuk cepatkering pada waktu dipakai dan memberi efek penyejuknya
(Anief, 1984). Wilkinson 1982 menyebutkan, lotion adalah produk
kosmetik yang umumnya berupa emulsi, terdiri dari sedikitnya dua
cairan yang tidak tercampur dan mempunyai viskositas rendah serta
dapat mengalir dibawah pengaruh gravitasi. Lotion ditujukan untuk
pemakaian pada kulit yang sehat. Jadi,lotion adalah emulsi cair yang
terdiri dari fase minyak dan fase air yangdistabilkan oleh emulgator,
mengandung satu atau lebih bahan aktif di dalamnya.Lotion
dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit sebagai pelindung.
Konsistensi yang berbentuk cairmemungkinkan pemakaian yang cepat
dan merata pada permukaan kulit, sehingga mudah menyebar dan dapat
segera kering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada
permukaan kulit (Lachman et al., 1994)
Body Lotion merupakan sediaan yang paling encer dibandingkan dengan
pelembap lainnya. Lotion yang baik adalah tidak terlalu greasy
(berminyak) saat digunakan dan dapatmenyerap dengan cepat saat
dioleskan di kulit. Lotion merupakan pilihan paling tepat jika
membutuhkan pelembap yang ringan atau bila digunakan untuk seluruh
tubuh. Karena bentuknya ringan dan tidak meninggalkan residu, lotion
bisa digunakan di pagi hari tanpaperlu khawatir bisa menempel di
pakaian. Lotion baik digunakan apabila berada di iklim yang lembap
atau ketika cuaca mulai panas (Aifen,2011).
2.1.4 Pengujian mutu sediaan kosmetika
Ruang lingkup pengujian mutu sediaan kosmetika meliputi:
1) Organoleptis : bentuk, bau, warna
2) Parameter kimia fisika : batas-batas zat utama
3) Parameter mikrobiologis: Angka lempeng total, identifikasi
Staphylococcus aureus, Pseudomo-nas aerugenosa, Candida
albicans, Clostridium tetani,Clostridiu welchii, Bacillus antracis,
Salmonella.
4) Parameter biologis: Uji iritasi kulit, uji iritasi mata, uji
fotosensitisasi kulit
Kualitas dari mikrobiologi dari sedian kosmetik  merupakan suatu
masalah yang sangat penting untuk diperhatikan karena sediaan tersebut
dapat memakan waktu yang cukup lama, baik dalam penyiapan
ataupaun dalam peredaran sebelum sampai kepada konsumen. Pada
waktu penyimpanan dan peredaran tersebut kemungkinan ada terjadi
pertumbuhan mikroorganisme tertentu didalamnya, terutama bila
ditunjang dengan pemakaian bahan-bahan yang terkontaminasi oleh
mikroorganiosme dan juga syarat-ayarat higines dan sanitasi tidak atau
kurang diperhatikan (Djide,2003)
Suatu mikroorganisme yang bersifat pathogen berarti dapat
menimbulkan penyakit, maka untuk mengatasinnya para ahli farmasi
atau apoteker harus berusaha untuk memperoleh sediaan atau obat yang
dapat mengendalikan mikroorganisme penyeabab oenyakit tersebut,
seperti obat-obat anti mikroba (misalnya : antibotika, antiseptika,
desinfektansia dan zat-zat yang bersifat sebagai preservative). Dalam
hal ini dibutuhkan sediaan farmasi atau obat bagi konsumen yang
memperlukan control kualitas yang cukup ketat serta kuantitas
mikroorganisme yang memenuhi syarat. Bila hal ini tidak diperhatikan
akan menyebabkan hal-hal yang tidak diingikan seperti yang disebutkab
tadi dan menyebabkan bahaya bagi konsumen lainnya. Demikian pula
hanya dengan alat-alat kesehatan yang berhubungan langsung dengan
bagian tubuh manusia perlu dilakukan control kualitas terutama yang
berhubungan dengan sterilitasnya. Rungan-ruangan khusus seretti ruang
bedah, ruang gawat darurat perlu mendapatkan perhatian dan
pengontrolan yang ketat demikian pula halnya sarana-sarana lainnya
yang dirumah sakit seperi pakaian-pakaian bedah serta alat bedah dan
lain-lain mendapat khusus pula agar terhindar dari ancaman
mikmroorganisme tersebut (Djide, 2003)
Bahan – bahan yang peka terhadap serangan mikroorganisme
adalah polimer organic biasa digunakan sebagai zat pengental atau
pensuspensi. Adanya enzim menyebabkan depolimerisasi. Serangan
mikroorganisme terjadi apabila terdapat kandungan air walaupun hanya
satu tetes, dan terjadi proses lipolitik. Kebanyakan sediaan farmasi yang
digunakan pada kulit, untuk membantu kerja lokal dan yang semacam
itu, diformula untuk melengkapi kerja lokal yang diperpanjang dengan
absorpsi yang paling sedikit. Obat-obat yang dipakai pada kulit, untuk
kerja lokal, termasuk antiseptik, antifungi, antiradang, anestetik lokal,
emoliens kulit dan pelindung yang melawan keadaan yang disebabkan
lingkungan, seperti akibat dari matahari, angin, hama dan zat-zat kimia
yang merangsang. Standar plate Count (Angka Lempeng Total) adalah
menentukan jumlah bakteri dalam suatu sampel ( Ansel, 2007)

A. Uraian Bahan
1. Aquadest (Farmakope Indonesia Edisi III)
Komposisi:
Nama resmi : Aqua destillata
Nama lain : Air suling
Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2. Media CETA ( Cetrimid agar )
Komposisi:
Pepton dari Gelatin 20 gram
Magnesium klorida 4 gram
Kalsium sulfat 10 gram
Cetrimide 0,3 gram
Ekstrak ragi 2 gram
Agar 13 gram
Air suling hingga 1000 ml

3. Media PW (Peptonen water – Bacteriological peptone)


Komposisi :
Pepton dari Gelatin 10 gram
NaCl 5 gram
Dinatrium hidrogen fosfat 9 gram
Kalium dihidrogen fosfat 1,5 gram
Air suling hingga 1000 ml
4. Media VJA (Vogel johnson agar base)
Komposisi:
Pepton dari kasein 10 gram
Ekstrak ragi 5 gram
Dikalium hidrogen fosfat 1,5 gram
Litium klorida 5 gram
Glisin 10 gram
Fenol merah 0,025 gram
Agar 13 gram
Air suling hingga 1000 ml
Kalium telurit 0,2 gram
5. Media PCA (Plante aount agar)
Komposisi:
Casein 5 gram
Yeast extract 2.5 gram
Dextrose 1 gram
Agar 15 gram
6. Media SDA (Soboroud dextrose agar)
Komposisi:
Mycological peptone 10 g
Glucose  40 g
Agar 15 g
7. Produk krim pemutih
C. Uraian Bakteri
1. Staphylococcus aureus

Gambar 1. Staphylococcus aureus


a. Klasifikasi
Domain : Bacteria
Kerajaan : Eubacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcacea e
Genus : Staphylococcus
Spesies :Staphylococcus aureus(Garrity, 2004 : 24-187)

b. Morfologi
Ciri khas Staphylococcus aureus adalah sel berbentuk bola dengan diameter
1 μm. Staphylococcus aureus merupakan bakteri berbentuk bulat terdapat dalam
bentuk tunggal, berpasangan, berkelompok seperti bunga anggur. Nama bakteri
ini bersal dari bahasa latin ”staphele” yang berarti anggur. Bakteri ini
membutuhkan nitrogen organik (asam amino) untuk pertumbuhannya (Jawetz,
2000)
Bentuk cocus, Gram positif, formasi staphylae, mengeluarkan endotoksin,
tidak bergerak, tidak mampu membentuk spora, fakultatif anaerob, sangat tahan
terhadap pengeringan, mati pada suhu 600C setelah 60 menit, merupakan flora
normal pada kulit dan saluran pernapasan bagian atas (Entjang, 2003)
2. Pseudomonas aeruginosa

Gambar 2. Pseudomonas aeruginosa

a. Klasifikasi
Kerajaan : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Famili : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Spesies : Pseudomonas aeruginosa(Garrity, 2004 : 24-187)
b. Morfologi
Bakteri berbentuk batang aerob, Gram negatif dapat bergerak, berukuran lebih 0,6
x 2 μm, pada perbenihan koloninya tampak berwarna hijau kebiru-biruan karena
menghasilkan pigmen pyocianin (Entjang, 2003)
Pseudomonas aeruginosa tumbuh dengan mudah pada banyak jenis pembenihan
biakan, kadang-kadang menghasilkan bau yang manis atau menyerupai anggur.
Pseudomonas aeruginosa membentuk koloni halus bulat dengan warna floresensi
kehijauan. Bakteri ini sering menghasilkan pyocianin, pigmen kebiru-biruan yang
tidak berfloresensi yang berdifusi ke dalam agar. Pseudomonas aeruginosa
tumbuh dengan baik pada suhu 370C – 420C. Pertumbuhan pada suhu 420C
membantu membedakan spesies ini dari spesies pseudomonas yang lainnya.
Bakteri i ni oksidase positif, dan tidak merugikan karbohidrat, tetapi banyak strain
yang mengoksidasi glukosa. Pengenalan biasanya berdasarkan morfologi dan
pertumbuhan pada suhu 420C, untuk membedakan pseudomonas lainnya (Jawetz,
2000).
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu autoklaf, batang pengaduk, cawan petri,
Erlenmeyer, gelas ukur, inkubator, korek api, oc bulat, rak tabung, spiritus,
sendok tanduk, tabung reaksi, dan timbangan,
Bahan yang digunakan yaitu aquadest, kapas, media SDA (Sabouraud Dextrose
Agar) , media PCA (Plate Count Agar), media CETA (Cetrimid Agar), media
VJA (Vogel Johnson Agar), media PW (Pepton Water), media TSB (Tripticase
Soy Broth), dan tween 60.
B. Cara kerja
1. Pembuatan media
Masing-masing media dihitung berapa yang akan ditimbang. Kemudian untuk
media VJA dan CETA dituang ke dalam Erlenmeyer lalu dipanaskan hingga
mendidih. Sedangkan untuk media PW dan TSB langsung dimasukan kedalam
masing-masing 3 tabung reaksi sebanyak 9 ml. Kemudian semua media
disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
2. Pengenceran sampel
Diambil krim pemutih sebanyak 1 gram secara aseptis dan dimasukkan ke
dalam cawan petri steril. Ditambahkan 1 ml tween 60 lalu diaduk sampai
homogen, ditambahkan air suling sampai 10 ml sehingga diperoleh pengenceran
10-1 kemudian pengenceran dilanjutkan dengan mengambil 1 ml hasil
pengenceran 10-1 dimasukkan kedalam botol pengencer yang berisi 9 ml air
suling, sehingga diperoleh pengenceran 10-2, dibuat hingga pengenceran 10-3.
3. Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri secara Standard Plate Count
(SPC)
Dari masing-masing pengenceran,( 10-1, 10-2, dan 10-3) dipipet 1 ml, lalu
dimasukkan kedalam cawan petri yang telah disterilkan dengan metode tuang. Ke
dalam masing-masing cawan petri di tuang SDA sebanyak 10 ml, kemudian
dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Setelah padat diinkubasikan dalam
inkubator pada suhu 370 C selama 1 x 24 jam. Diamati ada tidaknya koloni
bakteri yang tumbuh serta dihitung gramnya.
4. Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri secara Standard Plate Count
(SPC)
Dari masing-masing pengenceran,( 10-1, 10-2, dan 10-3) dipipet 1 ml, lalu
dimasukkan kedalam cawan petri yang telah disterilkan dengan metode tuang. Ke
dalam masing-masing cawan petri di tuang PCA sebanyak 10 ml, kemudian
dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Setelah padat diinkubasikan dalam
inkubator pada suhu 370 C selama 1 x 24 jam. Diamati ada tidaknya koloni
kapang yang tumbuh serta dihitung gramnya.
5. Identifikasi mikroba pathogen
Dari masing-masing pengenceran,( 10-1, 10-2, dan 10-3) dipipet 1 ml, lalu
dimasukkan ke dalam masing-masing tabung berisi medium Trypticase Soy Broth
(TSB) , begitu pula dengan media Pepton Water (PW) kemudian diinkubasikan
pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam. Diamati hasil yang diperoleh jika terbentuk
endapan atau kekeruhan maka dilanjutkan pada medium selektif dengan cara
diinokulasikan secara goresan media TSB yang paling keruh pada medium
Cetrimid Agar (CETA) dan media PW pada media VJA. Selanjutnya diinkubasi
pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam. Diamati koloni yang tumbuh, dinyatakan
positif apabila tumbuh koloni warna hijau biru pada media CETA dan warna
coklat kehitaman pada VJA

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan Angka Lempeng Total (ALT) uji cemaran mikroba
dari produk krim pemutih
Media JumlahKoloni
10-1 10-2 10-3
SDA 0 2 0
PCA 0 0 0

Tabel 3.Hasil identifikasi uji cemaran mikroorganisme pada sediaan kosmetik


Pengenceran
Media Enrichment -1
10 10-2 10-2
Peptone Water(PW) - - -
Tripticase Soy Broth (TSB) - - -

B. Pembahasan
Pada percobaan kali ini, dilakukan uji mirkobiologi pada sampel krim pemutih.
Pengujian yang dilakukan meliputi ALT bakteri dan uji Patogen terhadap bakteri
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus.
Pengujian Staphylococcus aureus digunakan medium Peptone Water (PW)
sebagai media. Apabila hasil yang didapatkan positif, maka dilanjutkan pada uji
penegasan Vogel Johnson Agar (VJA) sebagai medium selektif. Pada medium PW
sampel 10-1,10-2 dan 10-3 hasil yang diperoleh negatif karena tidak terjadi
kekeruhan dan endapan pada dasar tabung. Maka pada hal ini tidak dilanjutkan
pada uji penegasan.
Pengujian Pseudomonas aeruginosa digunakan medium Tripticase Soy
Broth (TSB) sebagai media. Apabila hasil yang didapatkan positif, maka
dilanjutkan pada medium Cetrimide Agar Base (CETA) sebagai medium selektif.
Pada medium Tripticase Soy Broth (TSB) sampel 10-1,10-2 dan 10-3, hasil yang
diperoleh negatif karena tidak terjadi kekeruhan dan endapan pada dasar tabung.
Maka pada hal ini tidak dilanjutkan pada uji penegasan.
Pada penentuan Angka Lempeng Total (ALT), bakteri digunakan dua tingkat
pengenceran yaitu pada pengenceran 10-1, 10-2dan 10-3 dengan menggunakan PCA
dan SDA sebagai media. Dengan bantuan koloni counter, kita dapat melihat dan
menghitung seberapa banyak koloni yang terdapat dalam produk. Berdasarkan
hasil pengamatan, pada media PCA 10-1,10-2, 10-3 dan media SDA 10-1,10-3 tidak
ditemukan adanya koloni. Sedangkan pada media SDA 10-2 hanya terdapat sedikit
pertumbuhan jamur yaitu sebanyak 2 koloni.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan uji cemaran mikroorganisme pada produk krim
pemutih dapat disimpulkan bahwa padapenentuan Angka Lempeng Total
(ALT)didapatkan adanya pertumbuhan mikroba pada media SDA 10-2 sebanyak 2
koloni dan tidak ditemukan pertumbuhan mikroba pada media PCA. Kemudian
pada Uji mikroba pathogen tidak terdapat pertumbuhan bakteri pada media
enrichment PW dan TSB sehingga tidak dilanjutkan pada uji penegasan.
B. Saran
Bimbingan dan arahan dari pengawas lebih ditingkatkan demi kelancaran dan
keamanan dalam melakukan praktikum.
LAMPIRAN

A. Perhitungan Media
200 ml
1. PCA = x 23,5 g=4,7 g
1000
200 ml
2. SDA= x 65 g=13 g
1000
100 ml
3. PW = x 15 g=1,5 g
1000
60 ml
4. VJA = x 61 g=3,66 g
1000
60 ml
5. CETA = x 45,3 g=2,71 g
1000
B. Uji Angka Lempeng Total (ALT)
1. Angka Lempeng Total SDA

a. ALTSDA 10-1 = TBUD

b. ALTSDA 10-2 = TBUD

c. ALT SDA 10-3 = TBUD

2. Angka Lempeng Total PCA

a. ALT PCA 10-1 = TBUD

b. ALT PCA 10-2 = TBUD

c. ALT PCA 10-3 = TBUD


Gambar3.Sampel kosmetik (krim pemutih)

Gambar4.Media yang digunakan


Gambar5.Proses pengerjaan

Gambar6.Media PCA, SDA, PW dan TSBsebelumdiinkubasi.


Gambar7.Media PCA, SDA, PW dan TSBsetelahdiinkubasi.

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM., 1979. Farmakope IndonesiaEdisi III. Depkes RI: Jakarta.

Dwyana, Zaraswati. 2006. “ Mikrobiologi Farmasi “.  Universitas Hasanuddin :


Makassar.

Pakadang,S.R., dkk., 2015.”Buku Penuntun Praktikum Mikrobiologi Farmasi”.


Poltekkes Kemenkes Makassar Jurusan Farmasi: Makassar

Djide. M. Natsir. Sartini. 2006, ”Analisis Mikrobiologi Farmasi”, Jurusan


Farmasi Universitas Hasanuddin, Makassar, 22-23,171-172.

Pelczar, M. J., Chan, E.C.S., (1988). “Dasar-dasar Mikrobiologi”, Universitas


Indonesia Press, Jakarta, 447.

Dwidjoseputro, D., 1998, ”Dasar-dasar Mikrobiologi”, Djambatan, Jakarta 118-


120.
Staf Pengajar FK-UI., (1993), ”Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran”, Edisi
Revisi, Binarupa Aksara, Jakarta Barat,30,103,177.

Anda mungkin juga menyukai