Anda di halaman 1dari 5

SUKU BATAK

Sejarah
Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia, tetapi tidak diketahui kapan nenek moyang orang
Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatra Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi
menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke
wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu pada zaman batu muda (Neolitikum).
[2]
 Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di
wilayah Batak, maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatra Utara
pada zaman logam.
Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang bernama Barus,
yang terletak di pesisir barat Sumatra Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh
petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah
satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal
ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatra [3]. Pada masa-masa
berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang
mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatra Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari
Barus, Sorkam, hingga Natal[4].
Hingga saat ini, teori-teori masih diperdebatkan tentang asal usul dari Bangsa Batak. Mulai
dari Pulau Formosa (Taiwan), Indochina, Mongolia, Mizoram dan yang paling kontroversial Sepuluh
Suku yang Hilang dari Israel

Identitas Batak
Identitas Batak populer dalam sejarah Indonesia modern setelah di dirikan dan tergabungnya para
pemuda dari Angkola, Mandailing, Karo, Toba, Simalungun, Pakpak di organisasi yang di
namakan Jong Batak tahun 1926, tanpa membedakan Agama dalam satu kesepahaman: Bahasa
Batak kita begitu kaya akan Puisi, Pepatah dan Pribahasa yang mengandung satu dunia
kebijaksanaan tersendiri, Bahasanya sama dari Utara ke Selatan, tapi terbagi jelas dalam berbagai
dialek. Kita memiliki budaya sendiri, Aksara sendiri, Seni Bangunan yang tinggi mutunya yang
sepanjang masa tetap membuktikan bahwa kita mempunyai nenek moyang yang perkasa, Sistem
marga yang berlaku bagi semua kelompok penduduk negeri kita menunjukkan adanya tata negara
yang bijak, kita berhak mendirikan sebuah persatuan Batak yang khas, yang dapat membela
kepentingan kita dan melindungi budaya kuno itu [5]
R.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatra bagian utara tidak terdapat
kelompok etnis sebagai satuan sosial yang koheren. Menurutnya sampai abad ke-19, interaksi
sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau
antar kampung. Dan hampir tidak ada kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan sosial
dan politik yang lebih besar.[6] Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran
mengenai sebuah keluarga besar Batak baru terjadi pada zaman kolonial. [7] Dalam disertasinya J.
Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak
asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan,
bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui
dirinya sebagai Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok
tersebut. Sebuah mitos yang memiliki berbagai macam versi menyatakan, bahwa Pusuk Buhit, salah
satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitos-mitos
tersebut juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir.
Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan
karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang
tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah
setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal
marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur
pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan
dari Bahasa Tamil. Orang-orang dari Suku Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke
pedalaman Sumatra akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk
menguasai Barus.[8]

SUKU BATAK

Batak adalah nama salah satu suku di Indonesia dan merupakan etnis dengan populasi
terbesar kedua setelah Suku Jawa. Suku Batak merupakan kelompok masyarakat yang
sebagian besar bermukim di Pantai Barat dan Pantai Timur provinsi Sumatera Utara.

Suku Batak terbagi menjadi 6 sub suku atau rumpun, yaitu Suku Batak Toba, Angkola,
Karo, Mandailing, Pakoak, dan Simalungun. Akan tetapi sub etnis yang paling dikenal
adalah Suku Batak Toba, sehingga banyak orang yang mengira bahwa hanya Suku
Batak Toba yang dianggap sebagai Suku Batak.

Mulai Dikenalnya Suku Batak di Nusantara


Etnis Batak merupakan gabungan dari beberapa suku yang ada di Sumatera Utara,
identitas masyarakat asli setempat sebagai Suku Batak baru dikenal setelah tahun
1926, yaitu setelah dibentuknya organisasi bernama Jong Batak.

Organisasi ini merupakan kumpulan para pemuda asal Toba, Karo, Simalungun,
Mandailing, Angkola, dan Pakpak. Jong Batak dibentuk tanpa membeda-bedakan
agama yang dianut.

Masyarakatnya belum merasa perlu untuk terikat secara kelompok yang lebih besar.
Banyak orang berasumsi, pendudukan kolonial di nusantara adalah alasan yang
membuat masyarakat Sumatera Utara lebih memiliki rasa dan keinginan untuk bersatu.

Oleh karena itu, sangat menakjubkan bahwa saat ini Suku Batak dikenal sebagai salah
satu etnis bangsa yang sangat kuat dan terjalin ikatan erat antara satu dengan yang
lain.

Kepercayaan Suku Batak


Saat ini, mayoritas Suku Batak memeluk agama Kristen Protestan. Namun jauh
sebelum mereka mengenal agama ini, orang-orang Batak menganut sistem
kepercayaan tradisional. Mereka memiliki sosok yang dianggap sebagai dewa tertinggi,
bernama Mulajadi na Bolon.

Dari kepercayaan tersebut, kemudian dikenal 3 konsep, yaitu:


1. Tendi
Tendi atau disebut dengan Tondi adalah roh atau jiwa seseorang bermakna kekuatan.
Tendi memberi kekuatan pada manusia dan telah dimiliki seseorang sejak di dalam
kandungan sang ibu. Jika Tendi meninggalkan tubuh seseorang, maka orang tersebut
akan meninggal. Saat itulah harus diadakan upacara untuk menjemput Tendi atau
upacara adat menjemput jiwa.

2. Sahala
Sahala adalah bentuk kekuatan yang dimiliki oleh seseorang, akan tetapi tidak semua
orang bisa memiliki Sahala. Sahal juga disebut dengan nama lain Sumanta. Sumanta
merupakan kesaktian yang biasanya dimiliki oleh raja.

3. Begu
Begu adalah jiwa atau Tendi orang yang telah meninggal. Masyarakat Batak percaya
bahwa Begu mempunyai tingkah laku dan kebiasaan seperti manusia, tetapi hanya
muncul di malam hari.

Falsafah Hidup Orang Batak


Setiap suku pasti memiliki falsafah atau pandangan hidup untuk mengontrol perilaku
setiap masyarakatnya agar tercipta sistem sosial yang baik. Sama halnya dengan etnis
Batak, mereka dikenal memiliki beberapa nilai budaya, antara lain:

1. Hagabeon
Hagabeon bermakna harapan memiliki keturunan yang baik dan panjang umur. Jika
berumur panjang, maka seseorang dapat menikahkan anak cucu mereka, sehingga
bisa menyaksikan langsung anak cucunya tumbuh dan hidup dengan baik. Bagi Suku
Batak memperoleh keturunan adalah keberhasilan dalam pernikahan.

Anak laki-laki dianggap sangat istimewa. Dalam adat kuno Batak bahkan ada aturan
untuk memiliki anak sebanyak 33 dengan anak laki-laki berjumlah 17 orang dan anak
perempuan sebanyak 16 orang. Namun seiring dengan perkembangan jaman, aturan
ini pun tidak dipergunakan lagi.

Memiliki anak saat ini bukan tergantung dari kuantitas, namun kualitas. Memberikan
pendidikan dan keterampilan yang baik pada anak dianggap lebih penting.

2. Uhum dan Ugari


Uhum berarti hukum, sementara Ugari berarti kebiasaan. Bagi masyarakat Batak,
hukum harus ditegakkan dengan adil. Keadilan dapat terwujud jika masyarakat
melakukan kebiasaan untuk tetap setia memegang janji.
Jika mengingkari sebuah kesepakatan, sesuai adat Batak di masa lalu maka orang
tersebut akan menerima sanksi adat. Orang yang melanggar kesepakatan akan
dianggap tercela. Oleh karena itu, Uhum dan Ugari sangat penting dalam kehidupan
masyarakat Batak.

3. Hamoraon
Hamoraon adalah nilai budaya yang bermakna kehormatan. Kehormatan yang
dimaksud adalah keseimbangan antara materiil dan spiritual. Seseorang harus memiliki
kedua hal tersebut, misalnya kekayaan dan sikap baik hati terhadap sesama, barulah
seseorang dianggap memiliki kehormatan yang sempurna. Jika hanya salah satu, maka
tidak lengkap dan belum mencapai Hamoraan.

4. Pengayoman
Pengayoman mempunyai makna sebagai pelindung atau pengayom. Falsafah hidup
pengayoman mengajarkan agar setiap individu bisa menjadi pengayom bagi orang di
sekitarnya. Oleh sebab itu, masyarakat Batak diajarkan untuk tidak bergantung pada
orang lain. Nilai ini mengajarkan bahwa orang Batak agar hidup mandiri dan tidak selalu
mengandalkan orang lain.

5. Marsisarian
Marsisarian adalah nilai untuk menjaga keseimbangan hubungan antar manusia. Setiap
manusia adalah individu yang berbeda, maka dalam kehidupan bermasyarakat, nilai
Marsisarian sangat diperlukan agar umat manusia dapat hidup berdampingan secara
harmonis, meski terdapat banyak perbedaan di antara mereka.

Nilai Marsisarian mengajarkan masyarakat Batak untuk saling membantu, mengerti,


dan menghargai. Dengan begitu maka mereka akan menghormati antar sesam,
sehingga konflik pun dapat dihindari.

6. Kekerabatan
Nilai yang terakhir adalah salah satu ciri khas Suku Batak yang sangat penting dalam
kehidupan mereka. Saat ini, kita bisa melihat kekerabatan yang baik antar sub suku
masyarakat Batak. Hubungan kekerabatan yang baik dapat diwujudkan melalui 3 hal,
yaitu pertalian keluarga melalui pernikahan, tutur kata yang baik antar sesama, dan
Martarombo.

Martarombo bermakna mencari saudara. Hal tersebut khususnya berlaku bagi Suku
Batak yang sedang merantau. Biasanya mereka akan mencari sesama Suku Batak
atau yang memiliki warga sama di tempat rantaunya. Tujuannya adalah agar tejalin
hubungan antar marga yang baik walaupun mereka berada di perantauan.

Tradisi Suku Batak


Suku Batak memiliki banyak tradisi yang diwariskan oleh leluhurnya. Tradisi budaya
Batak yang tetap dilestarikan hingga kini antara lain:

1. Merantau
Tidak hanya menjadi kebiasaan masyarakat Suku Minangkabau, tradisi merantau juga
dilakukan oleh Suku Batak. Merantau umumnya dilakukan oleh kaum pria yang hendak
menginjak usia dewasa.

Para pria diharuskan meninggalkan tempat asalnya dan belajar bekerja serta hidup
mandiri di tempat yang baru. Bahkan di masa lalu, mereka tidak diperbolehkan pulang
sebelum sukses dan mengumpulkan banyak harta.

2. Kenduri Laut
Seusai dengan namanya, tradisi ini dilakukan di tepi laut. Biasanya dilakukan setiap
bulan Oktober setiap tahunnya. Makna kenduri laut adalah sebagai ungkapan syukur
akan hasil panen yang telah mereka dapatkan selama 1 tahun. Kenduri ini biasanya
dilakukan oleh masyarakat Batak di daerah Tapanuli Tengah pada malam hari hingga
siang hari.

Anda mungkin juga menyukai