Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH 

PENGANTAR FARMASI KLINIK

“PELAYANAN INFORMASI OBAT”

Dosen Pengampu : Apt. Heni Purwantiningrum, M.Farm

Disusun Oleh :

1. Neni Tri Yuliana (19081014)

2. Lu’lu Shabrina Aziz (19081015)

3. Mutsirotul Itqi (19081016)

4. Nurul Annisa (19081017)

5. Amanah Septianti (19081018)

PROGRAM STUDI SI FARMASI

POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA TEGAL


Jl. Mataram No. 09 Pesurungan Lor Margadana Tegal
Telp (0283) 35000 Fax. (353353)
Web : www.poltektegal.ac.id
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirabbil’alamin,  puji dan syukur senantiasa kami panjatkan

kehadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam  kami sampaikan pada nabi

Muhammad SAW, sehingga kami dapat menyelesaikan  makalah ini dengan tepat

waktu.

Adapun tujuan kami membuat makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas

mata kuliah Farmasi Klinik dan Interpretasi Data Klinik. Semoga makalah yang

kami susun ini dapat bermanfaat dan berguna, khususnya bagi kami dan umumnya

bagi pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, kami siap menerima segala kritik dan saran dari berbagai pihak demi

menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak dibidang farmasi khususnya dan di bidang kesehatan pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

                                                              

          Tegal,  Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................       i

KATA PENGANTAR ......................................................................................      ii

DAFTAR ISI .....................................................................................................     iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................      1

1.1 Latar Belakang  ..................................................................................      1

1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................      2

1.3 Tujuan .................................................................................................      3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................      4

2.1   Definisi Pelayanan Informasi Obat ..................................................       4

2.2   Ruang Lingkup Pelayanan Informasi Obat ......................................      5

2.3   Tujuan dan Prioritas Pelayanan Informasi Obat ...............................      7

2.4   Fungsi Pelayanan Informasi Obat ....................................................      8

2.5   Langkah-Langkah Pelayanan Informasi Obat ..................................      8

2.6   Sumber Informasi Obat ....................................................................    10

2.7   Sasaran Pelayanan Informasi Obat ...................................................    12

2.8   Metode Pelayanan Informasi Obat ...................................................    14

2.9   Strategi Pencarian Informasi Secara Sistemik ..................................    14

2.10 Metode Menjawab Pertanyaan Informasi ........................................     16

2.11 Kategori Pelayanan Informasi Obat .................................................    17

2.12 Dokumentasi Pelayanan Informasi Obat ..........................................    17

2.13 Evaluasi Kegiatan .............................................................................    17

2.14 Konseling ..........................................................................................    18


BAB III PENUTUP ..........................................................................................    19

3.1    Kesimpulan ........................................................................................    19

3.2    Saran ..................................................................................................    19

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................    20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal, sudah tentu

mutlak diperlukan suatu pelayanan yang bersifat terpadu komprehensiv dan

profesional dari para profesi kesehatan. Rumah sakit adalah merupakan salah satu

unit/instansi kesehatan yang sangat vital dan strategis dalam melayani kesehatan

masyarakat, dimana aspek pelayanan sangatlah dominan dan menentukan.

Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan

kesehatan yang tidak terpisahkan, salah satu aspek pelayanan kefarmasian yaitu

pelayanan informasi obat yang diberikan oleh apoteker kepada pasien dan pihak-

pihak terkait lainya. Informasi obat adalah suatu bantuan bagi dokter dalam

pengambilan keputusan tentang pilihan terapi obat yang paling tepat bagi seorang

pasien.
Pelayanan informasi obat yang diberikan tersebut tentulah harus lengkap,

obyektif, Pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang bermutu dan selalu baru up

to date mengikuti perkembangan pelayanan kesehatan, termasuk adanya

spesialisasi dalam pelayanan kefarmasian.Pelayanan kefarmasian di rumah sakit

pada dasarnya adalah untuk menjamin dan memastikan penyediaan dan

penggunaan obat yang rasional yakni sesuai kebutuhan, efektif, aman, nyaman

bagi pasien.

Pelayanan kefarmasian sebagai salah satu unsur dari pelayanan utama di

rumah sakit, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan

di rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien. Di banyak Rumah

Sakit pelayanan farmasi atau di Instalasi Faramasi Rumah Sakit menyumbangkan

profit di urutan ke-3 bahkan ada yang menduduki urutan ke-2 bagi managerial

Rumah Sakit. Salah satu bentuk pendekatan, peningkatan bentuk layanan yang

galak dikembangkan oleh farmasi atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah

Pelayanan Informasi Obat dan Pelayanan Farmasi Klinis. Pada dasarnya

Pelayanan Informasi Obat merupankan salah satu bagian, cabang dari Pelayanan

Farmasi Klinis. Pelayanan informasi obat dan pelayanan farmasi klinis

menanggapi keprihatinan terhadap masyarakat akan mortalitas dan morbiditas

yang terkait dengan pengunaan obat, kerasionalan pengunaan obat, semakin

meningkatnya biaya perawatan pasien dikarenakan makin meningkatnya biaya

obat dan makin tingginya harapan masyarakat, ledakan medis serta ilmiah.

Mengingat demikian pentingnya fungsi dari pelayanan informasi obat

dirumah sakit, maka diperlukan suatu acuan atau pedoman. Maka dari itu makalah

ini dibuat oleh penyusun dan dijelaskan berdasarkan sumber yang didapatkan.
1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

a.    Apa definisi dari pelayanan informasi obat?

b.    Apa ruang lingkup dari pelayanan informasi obat?

c.    Apa tujuan dan prioritas pelayanan informasi obat?

d.   Apa fungsi-fungsi pelayanan informasi obat?

e.    Apa saja langkah-langkah sistematis pelayanan informasi obat oleh petugas?

f.     Apa saja sumber-sumber informasi obat?

g.    Apa sasaran dari informasi obat?

h.    Apa  metode pelayanan informasi obat?

i.      Apa saja strategi pencarian informasi secara sistemik?

j.      Apa saja metode menjawab pertanyaan informasi?

k.    Apa kategori dari informasi obat?

l.      Apa saja dokumentasi pelayanan informasi obat?

m.  Apa saja evaluasi kegiatan pelayanan informasi obat?

n.    Apa definisi dan tujuan dari konseling?

1.3  Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

a.     Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi dari pelayanan informasi

obat.
b.    mahasiswa dapat mengetahui dan memahami ruang lingkup dari pelayanan

informasi obat.

c.     Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tujuan dan prioritas pelayanan

informasi obat.

d.    Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami fungsi-fungsi pelayanan informasi

obat.

e.     Mahasiswa dapat mengetahui langkah-langkah sistematis pelayanan informasi

obat oleh petugas.

f.     Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami sumber-sumber informasi obat.

g.    Mahasiswa dapat mengetahui sasaran dari informasi obat.

h.    Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami metode pelayanan informasi obat.

i.      Mahasiswa dapat mengetahui strategi pencarian informasi secara sistemik.

j.      Mahasiswa dapat mengetahui metode menjawab pertanyaan informasi.

k.    Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami kategori pelayanan informasi obat.

l.      Mahasiswa dapat mengetahui dokumentasi pelayanan informasi obat.

m.  Mahasiswa dapat mengetahui evaluasi kegiatan pelayanan informasi obat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Definisi Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang

dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak biasa dan

terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien

(Anonim, 2004).

Definisi pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian,

pengevaluasian, pengindeksan, pengorganisasian, penyimpanan, peringkasan,

pendistribusian, penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam

berbagai bentuk dan metode kepada pengguna nyata yang mungkin (Siregar,

2004).

Ada berbagai macam definisi dari informasi obat, tetapi pada umumnya

maksud dan intinya sama. Salah satu definisinya, informasi obat adalah setiap data

atau pengetahuan objektif, diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi mencakup

farmakologi, toksikologi dan farmakoterapi obat. Informasi obat mencakup, tetapi

tidak terbatas pada pengetahuan seperti nama kimia, struktur dan sifat sifat,

identifikasi, indikasi diagnostik atau indikasi terapi, mekanisme kerja, waktu

mulai kerja dan durasi kerja, dosis dan jadwal pemberian, dosis yang

direkomendasikan, absorpsi, metabolisme detoksifikasi, ekskresi, efek samping

dan reaksi merugikan, kontraindikasi, interaksi, harga, keuntungan, tanda dan

gejala dan pengobatan toksisitas, efikasi klinik, data komparatif, data klinik, data
penggunaan obat dan setiap informasi lainnya yang berguna dalam diagnosis dan

pengobatan pasien (Siregar, 2004).

Kemenkes no 1197 tahun 2004 BAB VI mendefinisikan PIO sebagai kegiatan

pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat,

terkini baik kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

Kegiatan yang dilakukan dalam PIO dapat berupa:

a.  Pemberian informasi kepada konsumemn secara aktif maupun pasif melalui surat,

telfon, atau tatap muka,

b. Pembuatan leaflet, brosur, maupun poster terkait informasi kesehatan,

c.  Memberikan informasi pada panitia farmasi terapi dalam penyusunan

formularium rumah sakit,

d. Penyuluhan,

e.  Penelitian.

Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan

dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,

komprehensif, serta terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun

pihak yang memerlukan (Anonim, 2006). Unit ini dituntut untuk dapat menjadi

sumber terpercaya bagi para pengelola dan pengguna obat, sehingga mereka dapat

mengambil keputusan dengan lebih mantap (Juliantini dan Widayanti, 1996).

Adapun ciri-ciri pelayanan informasi obat meliputi:

a.    Mandiri (bebas dari segala bentuik keterikatan),

b.    Objektif (sesuai dengan kebutuhan),

c.    Seimbang,

d.   Ilmiah,
e.    Berorientasi kepada pasien dan pro aktif.

2.2    Ruang Lingkup Pelayanan Informasi Obat

Ruang lingkup jenis pelayanan informasi rumah sakit di suatu rumah

sakit, antara lain:

a.    Pelayanan Informasi Obat untuk Menjawab Pertanyaan

Penyedia informasi obat berdasarkan permintaan, biasanya merupakan salah

satu pelayanan yang pertama dipertimbangkan. Pelayanan seperti ini

memungkinkan penanya dapat memperoleh informasi khusus yang dibutuhkan

tepat pada waktunya. Sumber informasi dapat dipusatkan dalam suatu sentra

informasi obat di instalasi farmasi rumah sakit.

b.    Pelayanan Informasi Obat untuk Evaluasi Penggunaan Obat

Evaluasi penggunaaan obat adalah suatu program jaminan mutu pengguna

obat di suatu rumah sakit. Suatu program evaluasi penggunaan obat memerlukan

standar atau kriteria penggunaan obat yang digunakan sebagai acuan dalam

mengevaluasi ketepatan atau ketidak tepatan penggunaan obat. Oleh karena itu,

biasanya apoteker informasi obat memainkan peranan penting dalam

pengenbangan standar atau criteria penggunaan obat.

c.    Pelayanan Informasi Obat dalam Studi Obat Investigasi

Obat investigasi adalah obat yang dipertimbangkan untuk dipasarkan secara

komersial, tetapi belum disetujui oleh BPOM untuk digunakan pada manusia.

Berbagai pendekatan untuk mengadakan pelayanan ini bergatung pada berbagai

sumber rumah sakit. Tanggung jawab untuk mengkoordinasikan penambahan,


pengembangan, dan penyebaran informasi yang tepat untuk obat investigasi terletak

pada suatu pelayanan informasi obat.

d.   Pelayanan Informasi Obat untuk Mendukung Kegiatan Panitia Farmasi dan

Terapi

Partisipasi aktif dalam panitia ini merupakan peranan instalasi farmasi

rumah sakit yang vital dan berpengaruh dalam proses penggunaan obat dalam

rumah sakit. Hal ini dapat disiapkan dengan memadai oleh suatu pelayanan

informasi obat.

e.    Pelayanan Informasi Obat dalam bentuk publikasi

Upaya mengkomunikasikan informasi tentang kebijakan penggunaan obat

dan perkembangan mutakhir dalam pengobatan yang mempengaruhi seleksi obat

adalah suatu komponen penting dari pelayanan informasi obat. Untuk mencapai

sasaran itu, bulletin farmasi atau kartu informasi yang berfokus kepada suatu

golongan obat, dapat dipublikasikan dan disebarkan kepada professional

kesehatan (Siregar, 2004).

2.3    Tujuan dan Prioritas Pelayanan Informasi Obat

a.      Tujuan Pelayanan Informasi Obat

1.      Mendorong penggunaan obat secara:

a)    Efektif

Efektif yaitu tercapainya tujuan terapi secara optimal, termasuk juga

efektivitas biaya, yang ditandai dengan keluaran positif lebih besar daripada

keluaran negatif.
b)   Aman

Aman berarti bahwa efek obat yang merugikan dapat diminimalkan dan tidak

membahayakan pasien.

c)    Rasional

Rasional yaitu bahwa pengobatan dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah, sehingga dengan adanya pelaksanaan pelayanan informasi obat diharapkan

obat yang diberikan kepada pasien dapat memenuhi kriteria, yaitu tepat pasien,

tepat dosis, tepat rute pemberian  dan tepat cara penggunaan.

2.      Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan,

dan pihak lain.

3.      Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan

dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Panitia/Komite Farmasi dan Terapi).

b.      Proritas Pelayanan Informasi Obat

Sasaran utama pelayanan informasi obat adalah penyempurnaan perawatan

pasien melalui terapi obat yang rasional.Oleh karena itu, prioritas harus diberikan

kepada permintaan informasi obat yang paling mempengaruhi secara langsung

pada perawatan pasien. Proritas untuk permintaan informasi obat diurutkan

sebagai berikut :

1.    Penanganan/pengobatan darurat pasien dalam situasi hidup atau mati.

2.    Pengobatan pasien rawat tinggal dengan masalah terapi obat khusus.

3.    Pengobatan pasien ambulatory dengan masalah terapi obat khusus.

4.    Bantuan kepada staf professional kesehatan untuk penyelesaian tanggung jawab

mereka.
5.    Keperluan dari berbagai fungsi PFT.

6.    Berbagai proyek penelitian yang melibatkan penggunaan obat.

2.4    Fungsi Pelayanan Informasi Obat

Fungsi pelayanan informasi obat antara lain:

a.  Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan

dilingkungan rumah sakit,

b.  Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan kebijakan yang berhubungan

dengan obat, terutama bagi Komite Farmasi dan Terapi,

c.  Meningkatkan profesionalisme apoteker,

d. Menunjang terapi obat yang rasional,

e.  Meningkatkan keberhasilan pengobatan.

2.5    Langkah-Langkah Pelayanan Informasi Obat

Langkah-langkah sistematis pemberian informasi obat oleh petugas PIO :

a.    Penerimaan permintaan Informasi Obat: mencatat data permintaan informasi dan

mengkategorikan permasalahan: aspek farmasetik (identifikasi obat, perhitungan

farmasi, stabilitas dan toksisitas obat), ketersediaan obat, harga obat, efek samping

obat, dosis obat, interaksi obat, farmakokinetik, farmakodinamik, aspek

farmakoterapi, keracunan, perundang-undangan.

b.    Mengumpulkan latar belakang masalah yang ditanyakan: menanyakan lebih

dalam tentang karakteristik pasien dan menanyakan apakah sudah diusahakan

mencari informasi sebelumnya


c.    Penelusuran sumber data : rujukan umum, rujukan sekunder dan bila perlu

rujukan primer.

d.   Formulasikan jawaban sesuai dengan permintaan : jawaban jelas, lengkap dan

benar, jawaban dapat dicari kembali pada rujukan asal dan tidak boleh

memasukkan pendapat pribadi.

e.    Pemantauan dan Tindak Lanjut : menanyakan kembali kepada penanya manfaat

informasi yang telah diberikan baik lisan maupun tertulis (Juliantini dan Widayati,

1996). Langkah-langkah sistematis tersebut dapat di gambarkan pada gambar 1.

Gambar 1. Alur menjawab pertanyaan dalam pelayanan informasi obat

(Anonim, 2006).

Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa penanya berada di ruang PIO, petugas

mengisi formulir mengenai klasifikasi, nama penanya dan pertanyaan yang

ditanyakan, setelah itu petugas menanyakan tentang informasi latar belakang

penyakit mulai muncul, petugas melakukan penelusuran sumber data dengan


mengumpulkan data yang ada kemudian data dievaluasi. Formulir jawaban

didokumentasikan oleh petugas baru kemudian dikomunikasikan kepada penanya.

2.6    Sumber Informasi Obat

a.    Sumber daya, meliputi :

1.      Tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan seperti dokter, apoteker, dokter gigi, tenaga kesehatan lain

merupakan sumber informasi obat.

2.      Pustaka

Terdiri dari majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian dan Farmakope.

3.      Sarana

Fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet, dan perpustakaan.

4.      Prasarana

Industri farmasi, Badan POM, Pusat informasi obat, Pendidikan tinggi farmasi,

Organisasi profesi (dokter, apoteker, dan lain-lain).

5.      Sumber informasi lainnya

Selain sumber informasi yang sudah disebutkan diatas, masih terdapat


beberapa sumber informasi obat lainnya. Diantaranya informasi obat dari
media massa, leafl et, brosur, eti ket dan informasi yang berasal dari
seorang Medical Representati ve.

b.    Pustaka sebagai sumber informasi obat

Sumber informasi obat adalah Buku Farmakope Indonesia, Informasi

Spesialite Obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia


(IONI), Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga

dapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi:

1.         Nama dagang obat jadi

2.         Komposisi

3.         Bobot, isi atau jumlah tiap wadah

4.         Dosis pemakaian

5.         Cara pemakaian

6.         Khasiat atau kegunaan

7.         Kontra indikasi (bila ada)

8.         Tanggal kadaluarsa

9.         Nomor ijin edar/nomor regristasi

10.     Nomor kode produksi

11.     Nama dan alamat industry

Sumber informasi obat mencakup dokumen, fasilitas, lembaga dan manusia.

Dokumen mencakup pustaka farmasi dan kedokteran, terdiri atas majalah ilmiah,

buku teks, laporan penelitian dan farmakope. Fasilitas mencakup fasilitas ruangan,

peralatan computer, internet, perpustakaan dan lain-lain. Lembaga mencakup

industry farmasi, Badan POM, pusat informasi obat, pendidikan tinggi farmasi,

organisasi profesi dokter dan apoteker. Manusia mencakup dokter, dokter gigi,

perawat, apoteker dan professional kesehatan lainnya di rumah sakit. Apoteker

yang ,emgadakan pelayanan informasi obat harus mempelajari juga cara terbaik

menggunakan berbagai sumber tersebut. Pustaka obat digolongkan dalam 3 (tiga)

kategori, yaitu:

1.    Pustaka primer
Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat

didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah.

Contoh pustaka primer :

a)    Laporan hasil penelitian

b)   Laporan kasus

c)    Studi evaluative

d)   Laporan deskriptif

2.    Pustaka sekunder

Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari berbagai

kumpulan artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu dalam

proses pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber

informasi ini dibuat dalam berbagai data base, contoh : medline yang berisi

abstrak-abstrak tentang terapi obat, International Pharmaceutikal Abstract  yang

berisi abstrak penelitian kefarmasian, Pharmline (Kurniawan dan Chabib, 2010).

3.    Pustaka tersier

Berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia dan pedoman

praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi materi yang

umum, lengkap dan mudah dipahami (Anonim, 2006). Menurut undang-undang

No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 53 ayat 2 menyatakan bahwa Standar

profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk

dalam menjalankan profesi secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan

dengan pasien seperti dokter dan perawat, dalam melaksanakan tugasnya harus

menghormati hak pasien. Yang dimaksud dengan hak pasien antara lain ialah hak
informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran, dan

hak atas pendapat kedua.

2.7    Sasaran Pelayanan Informasi Obat

Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga,

kelompok orang, kepanitiaan, penerima informasi obat, seperti dibawah ini :

1.    Dokter

Dalam proses penggunaan obat, pada tahap pemilihan obat serta regimennya

untuk seorang pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari apoteker agar ia

dapat membuat keputusan yang rasional. Informasi obat diberikan langsung oleh

apoteker, menjawab pertanyaan dokter melalui telepon atau sewaktu apoteker

menyertai tim medis dalam kunjungan ke ruang perawatan pasien atau dalam

konferensi staf medis (Siregar, 2004).

2.    Perawat

Dalam tahap penyampaian atau distribusi obat dan rangkaian proses

penggunaan obat, apoteker memberikan informasi obat tentang berbagai aspek

obat pasien, terutama tentang pemberian obat. Perawat adalah professional

kesehatan yang paling banyak berhubungan dengan pasien, karena itu perawatlah

yang umumnya mengamati reaksi obat merugikan atau mendengan keluhan

mereka.Apoteker adalah yang paling siap, berfungsi sebagai sumber informasi

bagi perawat.Informasi yang dibutuhkan perawat pada umumnya harus praktis

dan ringkas misalnya frekuensi pemberian dosis, metode pemberian obat, efek
samping yang mungkin, penyimpanan obat, inkompatibilitas campuran sediaan

intravena dan sebagainya (Siregar, 2004).

3.    Pasien dan keluarga pasien

Informasi yang dibutuhkan pasien dan keluarga pasien pada umumnya adalah

informasi praktis dan kurang ilmiah dibandingkan dengan informasi yang

dibutuhkan professional kesehatan. Informasi obat untuk PRT diberikan apoteker

sewaktu menyertai kunjungan tim medis ke ruang perawatan, sedangkan untuk

pasien rawat jalan, informasi diberikan sewaktu penyerahan obat. Informasi obat

untuk pasien/keluarga pasien pada umumnya mencakup cara penggunaan obat,

jangka waktu penggunaan, pengaruh makanan pada obat, penggunaan obat bebas

dikaitkan dengan resep obat dan sebagainya (Siregar, 2004).

4.    Apoteker

Setiap apoteker rumah sakit masing masing mempunyai tugas atau fungsi

tertentu, sesuai dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu.Apoteker

yang langsung berinteraksi dengan professional kesehatan dan pasien, sering

menerima pertanyaan mengenai informasi obat dan pertanyaan yang tidak dapat

dijawabnya dengan segera, diajukan kepada sejawat apoteker yang lebih

mendalami pengetahuan informasi obat.Apoteker di apotek dapat meminta

bantuan informasi obat kepada sejawat di rumah sakit (Siregar, 2004).

5.    Kelompok, Tim, Kepanitiaan dan Peneliti

Selain kepada perorangan, apoteker juga memberikan informasi obat kepada

kelompok professional kesehatan, misalnya mahasiswa, masyarakat, peneliti dan

kepanitiaan yang berhubungan dengan obat. Kepanitiaan dirumah sakit yang


memerlukan informasi obat antara lain : panitia farmasi dan terapi, panitia

evaluasi penggunaan obat, panitia sistem pemantauan kesalahan obat, panitia

sistem pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, tim pengkaji

penggunaan obat retrospektif, tim program pendidikan “in service” dan

sebagainya (Siregar, 2004).

2.8    Metode Pelayanan Informasi Obat

Metode pelayanan informasi obat menurut Direktorat jendral pelayanan

kefarmasian dan alat kesehatan Departemen Kesehatan RI 2006 yaitu:

a.    Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on call

disesuaikan dengan kondisi rumah sakit.

b.    Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, sedang diluar

iam kerja dilayani oleh apoteker instalasi farmasi yang sedang tugas jaga.

c.    Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan tidak ada

pelayanan informasi obat diluar jam kerja.

d.   Tidak ada petugas khusus pelayanan informasi obat, dilayani oleh semua

apoteker instalasi farmasi, baik pada jam kerja maupun diluar jam kerja.

e.    Tidak ada apoteker khusus, pelayanan informasi obat dilayani oleh semua

apoteker instalasi farmasi di jam kerja dan tidak ada pelayanan informasi obat

diluar jam kerja.

2.9    Strategi Pencarian Informasi Secara Sistemik

Proses menjawab pertanyaan yang diuraikan dibawah ini adalah suatu

pendekatan yang sebaiknya digunakan oleh apoteker di rumah sakit.


a.    Mengetahui pertanyaan sebenarnya

Menetapkan informasi obat sebenarnya yang dibuthkan penanya adalah

langkah pertama dalam menjawab suatu pertanyaan. Hal ini dapat dilakukan

dengan menggolongkan jenis penaya, seperti dokter, apoteker, perawat, dan

sebagainya, serta informasi latar belakang yang perlu (Siregar, 2004).

Penggolongan penanya dapat dilakukan secara otomatis jika penanya

memperkenalkan dirinya, tetapi kadang-kadang apoteker harus menanyakan,

terutama jika berkomunikasi melalui telepon. Dengan mengetahui jenis penanya,

akan membantu apoteker dalam memberikan jawaban yang benar-benar ia

perlukan (Siregar, 2004).

b.    Mengumpulkan data khusus pasien

Apabila pertanyaan melibatkan seorang pasien, adalah penting untuk

memperoleh informasi latar belakang tentang pasien sebelum menjawab suatu

pertanyaan yang berbeda-beda sesuai dengan jenis pertanyaan. Umur, bobot, jenis

kelamin biasanya diperlukan. Kekhususan tentang kondisi medis pasien seperti

diagnosis sekarang, fungsi ginjal dan hati, sering diperlukan. Dalam beberapa

kasus diperlukan juga sejarah obat yang lengkap (Siregar, 2004).

Pentingnya pengambilan sejarah obat pasien telah benar-benar dimengerti

oleh dokter dan perawat. Apoteker harus memiliki keterampilan dalam

pengambilan sejarah obat berdasarkan dua alasan dari sudut pandang penyediaan

informasi obat, yaitu:

1)   Untuk memberi apoteker pengertian yang lebih baik tentang permintaan

informasi sebenarnya dengan keadaan permintaan, agar apoteker dapat mencari

dan menyediakan jawaban.


2)   Untuk memungkinkan apoteker menyajikan jawaban yang lebih berguna dan

sesuai untuk keadaan klinik tertentu (Siregar, 2004)

c.    Pencarian secara sistemik

Pada dasarnya, dalam suatu pencarian sistemik, apoteker harus berusaha

memperoleh jawaban dalam referensi acuan tersier terlebih dahulu. Jawaban

biasanya dapat diperoleh, tetapi jika jawaban tidak dapat, apoteker bergerak ke

langkah berikutnya (Siregar, 2004).

Pencarian informasi secara sistematik dapat meminimalkan kesempatan

melalaikan sumber penting dan kehilangan perspektif. Masalah ini dapat terjadi

terutama pada apoteker tanpa pengalaman praktid atau tanpa ketrampilan klinik

lanjutan. Tanpa menghiraukan pengalaman, biasanya apoteker dapat memperoleh

manfaat dari membaca pendahuluan atau latar belakang persiapan, terutama jika

apoteker tidak memahami pertanyaan (Siregar, 2004).

2.10     Metode Menjawab Pertanyaan Informasi

Pada umumnya, ada dua jenis metode utama untuk menjawab pertanyaan

informasi, yaitu komunikasi lisan dan tertulis. Apoteker, perlu memutuskan kapan

suatu jenis dari metode itu digunakan untuk menjawab lebih tepat daripada yang

lain. Dalam banyak situasi klinik, jawaban oral biasanya diikuti dengan jawaban

tertulis.

a.    Jawaban tertulis

Jawaban tertulis merupakan dokumentasi informasi tertentu yang diberikan

kepada penanya dan menjadi suatu rekaman formal untuk penanya dan responden.

Keuntungan dari format tertulis adalah memungkinkan penanya untuk membaca


ulang informasi jawaban tersebut dan secara pelan-pelan mengintepretasikan

jawaban tersebut. Komunikasi tertulis juga memungkinkan apoteker untuk

menerangkan sebanyak mungkin informasi dalam keadaan yang diinginkan tanpa

didesak penanya. Jawaban tertulis dapat mengakomodasi tabel, grafik, dan peta

untuk memperlihatkan data secara visual (Siregar, 2004).

b.    Jawaban lisan (oral)

Setelah ditetapkan bahwa jawaban lisan adalah tepat, apoteker perlu

memutuskan jenis metode jawaban lisan yang digunakan. Ada dua jenis metode

menjawab secara lisan, yaitu komunikasi tatap muka dan komunikasi telepon.

Komunikasi tatap muka lebih disukai, jika apoteker mempunyai waktu dan

kesempatan untuk mendiskusikan temuan informasiobat dengan penanya (Siregar,

2004).

2.11     Kategori Pelayanan Informasi Obat

a.    Menjawab pertanyaan spesifik yang diajukan melalaui telpon, surat atau tatap

muka,

b.    Menyiapkan materi brosur atau leflet informasi obat (pelayanan cetak ulang

atau re print),

c.    Konsultasi tentang cara penjagaan terhadap reaksi ketidakcocokan obat, konsep-

konsep obat yang sedang dalam penelitian atau peninjauan penggunaan obat-

obatan,
d.   Mendukung kegiatan panitia farmasi terapi dalam menyusun formularium rumah

sakit dan meninjau terhadap obat-obat baru yang diajukan untuk masuk dalam

formularium rumah sakit.

2.12     Dokumentasi Pelayanan Informasi Obat

Setelah terjadi interaksi antara penanya dan pemberi jawaban, maka kegiatan

tersebut harus didokumentasikan. Manfaat dokumentasi adalah:

a.    Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam

menjawab pertanyaan dengan lengkap.

b.    Sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa

c.    Catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya

d.   Media pelatihan tenaga farmasi

e.    Basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan layanan.

f.     Bahan audit dalam melaksanakan Quality Assurance dari pelayanan informasi

obat (Anonim, 2006).

2.13     Evaluasi Kegiatan

Evaluasi ini digunakan untuk menilai atau mengukur keberhasilan pelayanan

informasi obat itu sendiri dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan

sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat (Anonim, 2006).

Untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan informasi obat,

indikator yang dapat digunakan antara lain:

a.    Meningkatkan jumlah pertanyaan yang diajukan,

b.    Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab,


c.    Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan,

d.   Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leflet, buletin, ceramah),

e.    Meningkatnya pertanyaan berdasarkan jenis pertanyaan dan tingkat kesulitan,

f.     Menurunnya keluhan atas pelayanan (Anonim, 2006).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:

a.    Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh

apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak biasa dan terkini kepada

dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

b.    Adapun tujuan pelayanan informasi obat yaitu, menunjang ketersediaan dan

penggunaan obat yang rasional, berorientasi pada pasien, tenaga kesehatan, dan

pihak lain. menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga

kesehatan, dan pihak lain.

c.    Langkah-langkah sistematis pemberian informasi obat oleh petugas PIO yaitu

penerimaan permintaan informasi obat, mengumpulkan latar belakang masalah

yang ditanyakan, penelusuran sumber data, formulasikan jawaban sesuai dengan

permintaan, pemantauan dan tindak lanjut.

d.   Sasaran pelayanan informasi obat yaitu kepada dokter, perawat, pasien dan

keluaga pasien, apoteker, serta kelompok, tim, kepanitiaan dan peneliti.

e.    Evaluasi kegiatan PIO digunakan untuk menilai atau mengukur

keberhasilan pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara membandingkan

tingkatkeberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat.


3.2 Saran

Penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kebaikan

kedepannya agar penyusun dapat menyajikan karya tulis yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1197/Menkes/SK/X/2004.Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.Jakarta :

Kemenkes RI.

Anonim. 2006. Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan

No.Hk.00.Dj.Ii.924 Tentang Pembentukan Tim Penyusun Pedoman Pelayanan

Kefarmasian Di Puskesmas.

Anonim. 2006. Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian Di Sarana

Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Anonim. 2006, Pedoman Pelayanan Informasi Obat Di Rumah Sakit. Dirjen Pelayanan

Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI: Jakarta.

Juliantini, E. dan Widayanti, S. 1996. Pelayanan Informasi Obat Rumah Sakit Umum

Daerah Dr Soetomo. Prosiding Kongres Ilmiah XI ISFI, 3-6 juli 1996: Jawa

Tengah.
Kurniawan, W.K., dan Chabib.L. 2010. Pelayanan Informasi Obat Teori dan Praktik.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Siregar, Charles. JP,. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan.

I. Jakarta: Penerbit EGC.

Siregar, Charles. 2006. Farmasi Klinik, Teori dan Penerapan.Jakarta : EGC.

Surya, Moh. 2003. Psikologi Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Anda mungkin juga menyukai