Kelompok 5
Kelompok 5
Disusun Oleh :
Aristoteles menyatakan bahwa keutamaan adalah sifat karakter yang nampak dalam tindakan
kebiasaan. Sifat “kebiasaan” ini menjadi amat penting sebab perlu bahwa hal yang baik itu
dijalankan terus menerus. Dengan kata lain karakter itu bersifat kokoh dan tak berubah. Jika
kita ingin menyifatkan keutamaan, mungkin dapat kita mengatakan bahwa keutamaan
merupakan disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk
bertingkah laku baik secara moral. Kemurahan hati sebagai contoh, merupakan suatu
keutamaan yang membuat seseorang membagi harta bendanya untuk orang lain yang
membutuhkan dan kita sepakat bahwa prilaku tersebut adalah baik dan terpuji
Keutamaan juga merupakan sifat watak yang ditandai stabilitas, sehingga sifat watak yang
berubah-ubah, hari ini begini dan besok lain lagi, bukanlah keutamaan. Keutamaan adalah
sifat baik yang mendarah daging pada seseorang, tapi bukan sembarang sifat baik. Kesehatan,
kekuatan fisik, daya ingat, dan daya konsentrasi adalah sifat baik, tapi sifat-sifat ragawi dan
psikis itu bukan keutamaan, karena belum tentu terarah pada prilaku yang baik dari segi
moral.
Keutamaan diperoleh melalui jalan membiasakan diri dan itu merupakan hasil latihan.
Keutamaan tidak dimuliki manusia sejak lahir dan pada masa anak seorang manusia belum
berkeutamaa, karena belum memiliki kesadaran moral.
Keutamaan terbentuk dari proses pembiasaan dan latihan yang panjang, di sinilah pendidikan
memainkan peran pentingnya. Boleh ditambahkan bahwa proses perolehan keutamaan itu
disertai upaya korektif , artinya keutamaan itu diperoleh dengan tindakan koreksi suatu sifat
awal yang tidak baik. Proses perolehan berlangsung “melawan arus”, dengan mengatasi
kesulitan dalam kondisi biasa. Keutamaan seperti keberanian, diperoleh dengan melawan rasa
takut yang biasa dialami manusia bila menghadapi bahaya. Dengan demikian keutamaan
sebagai sifat watak moral perlu dibedakan dengan watak non-moral, yaitu watak yang dimilki
manusia secara alamiah atau sejak ia lahir. Sifat/karakter seseorang dapat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar seperti lingkungan keluarga dari masa kecil maupun lingkungan sekitar
(masyarakat/perusahaan).
KASUS
“Haji Bambang Bertemu Tuhan”
PERTANYAAN
a) Bagaimana parilaku Haji Bambang dan Nyoman Bagiana Karang bila dikaitkan dengan
menggunakan berbagai teori etika yang telah dipelajari sebelumnya. Adakah teori-teori
tersebut yang mampu menjelaskan perilaku kedua orang tersebut ?
Apa yang dilakukan oleh Haji Bambang dan Nyoman Bagiana Karang sesuai
dengan Teori Etika Teonom karena apa yang mereka lakukan itu, yakni menghadapi
kasus bom bali dapat dijelaskan sebagai berikut :Dalam teori teonom jika seseorang
melakukan sesuatu pekerjaan / tindakan berdasarkan hakekat hakekat manusia yang utuh
dengan melibatkan kecerdasan pisik (PQ), kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan
emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ) yang dimilikinya.
Haji Bambang dan Kawan-kawan adalah individu yang merupakan korban dari
bom bali tersebut, sebagai seorang individu mereka menggunakan kecerdasan pisiknya
(PQ) dan kecerdasan intelektualnya (IQ) untuk berusaha menyelamatkan diri masing-
masing, agar terhindar dari musibah bom bali. Tapi dilain pihak didalam diri mereka
terdapat rasa sebagai manusia mahluk yang sama yang wajib untuk saling tolong
menolong, dengan ikut membantu para korban yang tewas maupun yang luka-luka dan
selamat disini kecerdasan emosional(EQ)nya berperan. Selain itu mereka sadar sebagai
mahluk tuhan sesuai dengan ajaran agama yang mereka anut apa yang mereka lakukan
(menolong korban bom bali ) adalah bentuk pengabdian ( ibadah ) dan penghormatan
mereka kepada tuhan diluar tempat ibadah (disini melibatkan kecerdasan spiritual(SQ)
yang mereka miliki) .mereka sadar apa yang mereka lakukukan merupakan perintah dari
Tuhan seperti yang telah ditulis dalam kitab suci mereka, yaitu saling tolong menolong
sebagai sesama mahluk Tuhan.
b) Apa yang membedakan sikap Haji bambang dan Nyoman Bagiana karang dengan sikap
pemerintah amerika serikat dan sekutu-sekutunya dalam menangani kasus teroris ?
Haji bambang dan Nyoman Bagiana Karang dalam menghadapi kasus terorisme
menggunakan seluruh potensi dan hakekat utuhnya sebagai manusia dengan melibatkan
kecerdasan pisik (PQ), kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ),dan
kecerdasan spiritual (SQ) yang mereka miliki sedangkan sikap Amerika Serikat lebih
cenderung menggunakan egoisme semata, yang tercantum dalam Teori Etika Egoisme
mereka lebih melibatkan kecerdasan fisik(PQ), dan kecerdasan intelektual (IQ) nya
dalam menghadapi kasus terorisme,walaupun kecerdasan emosional (EQ)nya juga ikut
dilibatkan, tapi lebih kepada kecerdasan emosional yang cenderung negative karena
lebih kepada ajakan agar masyarakat Amerika Serikat menganggap kelompok tertentu
sebagai musuh. Sikap pemerintah Amerika Serikat juga cenderung mengabaikan
kecerdasan Spiritual (SQ) yang dimilikinya dalam menghadapi kasus terorisme ini.
c) Dalam menghadapi kasus teroris yang mirip, suasana batin masyarakat kuta tetap tenang
dan damai, berbeda dengan suasana bathin pemerintah dan sebagian masyarakat amerika
serikat yang penuh dendam, kebencian, dan ketakutan. Mengapa bisa demikian,
bagaimaina hal tersebut bisa terjadi bila ditinjau menurut teori yang telah dipelajari
sebelumnya ?
d) Pelajaran apa yang dapat dipetik dari kedua orang yang berbeda agama- Haji Bambang
dan Nyoman Bagiana karang di desa kuta Bali dalam menghadapi kerawanan konflik
akibatnkeragaman budaya suku, agama,adat, dan bahasa bagi bangsa Indonesia ?