Anda di halaman 1dari 14

A.

Pengertian Hak Asasi Manusia


Menurut Teaching Human Rights yang diterbitkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang
melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat
hidup sebagai manusia. Hak hidup, misalnya, adalah klaim untuk
memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat
seseorang tetap hidup. Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai
manusia akan hilang.
Senada dengan pengertian HAM di atas adalah pernyataan awal
hak asasi manusia yang dikemukakan oleh John Locke. Menurut John
Locke, hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh
Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. 
Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apapun di
dunia ini yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia.HAM adalah
hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugrah Tuhan Yang
Maha Esa; bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.
Hak asasi manusia ini tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.  Menurut UU ini, hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hokum,
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Berikut ini pengertian HAM menurut
beberapa ahli:
1. Prof. Dr Dardji darmodiharjo, sh, HAM adalah hak-hak dasar / pokok
yang dibawa manusia sejak lahir sebagaianugrahtuhan yang maha
esa.
2. Laboratorium pancasila IKIP Malang. HAM adalah hak yang melekat
pada martabat manusia sebagai insan ciptaan TuhanYang Maha Esa.
3. Prof. Mr. Kuntjono Purbo Pranoto. HAM adalah hak yang dimiliki
manusia menurut kodratnya yang tidakdipisahkan hakikatnya.
4. Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam
Teaching Human Rights, United Nations sebagaimanadikutip
Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak
yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanyamanusia mustahil
dapat hidup sebagai manusia.
5. John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan
langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagaihak yang kodrati.
(Mansyur Effendi, 1994).

 Selain itu menurut pandangan Internasional terhadap hak asasi


manusia, bangsa Indonesia juga mempunyai pandangan bahwa hak
asasi manusia harus dijunjung tinggi sesuai dengan Pancasila.
Dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia mengalami berbagai
kesengsaraan dan penderitaan yang disebabkan oleh penjajahan.
Oleh karena itu pandangan mengenai hak asasi manusia yang dianut
oleh bangsa Indonesia bersumber dari ajaran agama, nilai moral
universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Hak warga negara Indonesia antara lain:

1. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat


1 UUD 1945)
2. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2
UUD 1945)
3.  Kemerdekaan berserikat dan berkumpul (Pasal 28 UUD 1945)
4. Hak / kebebasan memeluk agama atau kepercayaan masing-masing
(Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945)
5. Hak dan kewajiban membela negara (Pasal 30 ayat 1 UUD 1945)
6. Hak mendapat pengajaran (Pasal 31 ayat 1 UUD 1945)
7. Kebudayaa Nasional Indonesia (Pasal 32 UUD 1945)
8. Kesejahteraan Sosial (Pasal 33 ayat 1,2, dan 3 Pasal 34 UUD 1945).

Sejarah Perkembangan Hukum yang Mengatur HAM


Sejarah membuktikan bahwa kesadaran manusia terhadap hak-hak asasi
akan meningkat bila terjadi pelanggaran-pelanggaran kemanusiaan seperti
adanya perbudakan, penjajahan, dan ketidakadilan. Perjuangan atas
pengakuan dan usaha menegakkan hak-hak asasi manusia dari berbagai
bangsa banyak dituangkan dalam berbagai konvensi, konstitusi, perundang-
undangan, teori dan hasil pemikiran yang pernah hadir di muka bumi ini.
Sejarah hak asasi manusia secara khusus dapat ditelusuri sejak adanya
Magna Charta di Inggris (1215), Habeas Corpus Act (1679), Petition of Rights
(1689), dan Bill of Rights (1689).

Setelah Perang Dunia II (1939-1945) yang memakan banyak korban dan


banyak menimbulkan pelanggaran hak-hak asasi manusia, Franklin D
Roosevelt (Presiden AS) mencetuskan The Four Freedom yakni kebebasan
untuk berbicara dan mencetuskan pendapat, kebebasan untuk beragama,
kebebasan dari ketakutan, dan kebebasan dari kemelaratan. Setelah
Universal Declaration of Human Rights diterima PBB pada 10 November
1948 di Paris kemudian diterima pula Convenants of Human Rights pada
sidang PBB tanggal 16 Desember 1966, hingga sekarang masalah hak asasi
manusia telah diakui dalam hukum internasional.

Pengakuan dan penghargaan HAM tidak diperoleh secara tiba-tiba, tetapi


melalui sejarah panjang. Berdasarkan sejarah perkembangannya, ada tiga
generasi hak asasi manusia, sebagai berikut:
1. Generasi pertama adalah Hak Sipil dan Politik yang bermula di dunia
Barat (Eropa), contohnya hak atas hidup, hak atas kebebasan dan
kemananan, hak atas kesamaan di muka peradilan, hak kebebasan
berpikir dan berpendapat, hak beragama, hak berkumoul dan hak untuk
berserikat.
2. Generasi kedua adalah Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang
diperjuangkan oleh negara Sosialis di Eropa Timur, misalnya hak atas
pekerjaan, hak atas penghasilan yang layak, hak membentuk serikat
pekerja, hak atas pangan, kesehatan, hak atas perumahan, pendidikan
dan hak atas jaminan sosial.
3. Generasi ketiga adalah Hak Perdamaian dan Pembangunan yang
diperjuangkan oleh negara-negara berkembang ( Asia-Afrika), misalnya
hak bebas dari ancaman musuh, hak setiap bangsa untuk merdeka,
hak sederajat dengan bangsa lain, dan hak mendapatkan kedamaian.

Perkembangan berikutnya yaitu muncul generasi keempat hak asasi


manusia (TIM ICCE UIN, 2003). Hak asasi manusia generasi keempat ini
mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses
pembangunan yang berfokus pembangunan ekonomisehingga
menimbulkan dampak negatif bagi keadilan rakyat. Program
pembangunan dijalankan tidak memenuhi kebutuhan rakyat banyak
tetapi untuk sekelompok atau elite penguasa saja. Pemikiran hak asasi
manusia generasi keempat dipelopori oleh negara-negara Asia pada
tahun 1983 yang melahirkan deklarasi Hak Asasi Manusia yang disebut
Declaration of The Basic Duties of Asian People and Government.
Pemikiran generasi keempat ini lebih maju dari generasi ketiga, karena
tidak saja mencakup struktural, tetpai juga berpijak pada terciptanya
tataan sosial yang berkeadilan. Deklarasi Hak Asasi Manusia Asia selain
berbicara tentang Hak Asasi juga berbicara tentang kewajiban asasi.
Kelembagaan Nasional HAM di Indonesia
Dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap hak asasi
manusia, di samping dibentuk aturan-aturan hukum juga dibentuk
kelembagaan yang menangani masalah yang berkaitan dengan penegakkan
hak asasi manusia, antara lain:
1. Komnas HAM
Komisi Nasional HAM pada awalnya dibentuk dengan keppres No. 50 tahun
1993 sebagai respon terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia
internasional mengenai perlunya penegakkan hak-hak asasi manusia di
Indonesia. Kemudian dengan lahirnya undang-undang No. 39 tahun 1999
tentang hak asasi manusia, Komnas HAM terbentuk dengan keppres tersebut
harus sesuai dengan UU No. 39 tahun 1999. Yang bertujuan untuk
membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak-hak
asasi manusia dan meningkatkan perlindungan dan penegakkan hak-hak
asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya
dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

2. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan


Dibentuk berdasarkan Keppres No. 181 tahun 1998. Dasar pertimbangan
pembentukan komisi nasional ini adalah sebagai upaya mencegah
terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Sifatnya independen dan bertujuan untuk menyebarluaskan pemahaman
bentuk kekerasan terhadap perempuan, menegmbangkan kodisi yang
kondusif bagi penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan serta
meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi perempuan.
3. LSM Prodemokrasi dan HAM
Di samping lembaga penegakkan hak-hak asasi manusia yang dibentuk oleh
pemerintah, ada juga lembaga sejenis yang dibentuk oleh masyarakat,
misalnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Non Governmental
Organization (NGO) yang programnya terfokus pada demokratisasi dan
pengembangan HAM. Yang termasuk dalam LSM ini antara lain adalah
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ( KONTRAS).

B. Dasar Hukum di Indonesia

Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas


kerohanian yang dalam ilmu kenegaraan populer disebut sebagai dasar
filsafat negara (pilisophisce gronslag). Dalam kedudukan ini Pancasila
merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara, termasuk dalam sumber tertib hukum di
Indonesia, sehingga Pancasila merupakan sumber nilai, norma dan
kaidah baik moral maupun hukum di Indonesia. Oleh karenanya,
Pancasila merupakan sumber hukum negara baik yang tertulis maupun
yang ta tertulis atau convensi.

Yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek


penyelenggaraan negara. Untuk menyelediki hukum dasar suatu negara
tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD nya saja, akan tetapi
harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan suasana kebatinannya
dari UUD itu Hukum dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan tugas-
tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu negara dalam
menentkan mekanisme kerja badan-badan tersebut seperti ekslusif,
yudikatif dan legislatif.

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis,


kedudukan dan fungsi dari UUD 1945 merupakan pengikat bagi
pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarkat, warga negara
Indonesia sebagai hukum dasar UUD 1945 memuat normat-norma atau
aturan-aturan yang harus diataati dan dilaksanakan. Indonesia adalah
negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu dalam
segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam
system peraturan perundang – undangan. Hal inilah yang dimaksud
dengan pengertian Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik
Indonesia. Hal ini tidaklah lepas dari eksistensi pembukaan UUD 1945,
yang dalam konteks ketatanegaraan Indonesia memiliki kedudukan yang
sangat penting karena merupakan suatu staasfundamentalnorm dan
berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Indonesia. Dalam
kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, pada
hakikatnya merupakan suatu dasar dan asas kerohanian dalam setiap
aspek penyelenggaraan negara termasuk dalam penyusunan tertib
hukum di Indonesia.

Maka kedudukan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam


pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber
hukum di Indonesia, sesuai dengan yang tercantum dalam penjelasan
tentang pembukaan UUD yang termuat dalam Berita Republik Indonesia
tahun II no. 7, hal ini dapat disimpulkan bahwa pembukaan UUD 1945
adalah sebagai sumber hukum positif Indonesia.
Dengan demikian seluruh peraturan perundang – undangan di
Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di
dalamnya terkandung dasar filsafat Indonesia. Dapat kita bahwa
pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI. Dalam beberapa tahun ini
Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai
system ketatanegaraan.

Dalam hal perubahan tersebut Secara umum dapat kita katakan bahwa
perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUD 1945 ialah
komposisi dari UUD tersebut, yang semula terdiri atas Pembukaan,
Batang Tubuh dan Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas
Pembukaan dan pasal-pasal.
 
Penjelasan UUD 1945, yang semula ada dan kedudukannya
mengandung kontroversi karena tidak turut disahkan oleh PPKI tanggal
18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi yang dikandungnya, sebagian
dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke dalam
pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah empat
kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksana kedaulatan rakyat,
dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga negara.
 
Sebelum amandemen, kedaulatan yang berada di tangan rakyat,
dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis
yang terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan dari
daerah-daerah dan golongan-golongan itu, demikian besar dan luas
kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan Presiden,
menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta mengubah Undang-
Undang Dasar.
Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara
belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar
tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan
rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini
membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara
yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai
berikut: Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan
kekuasaan terpusat pada Presiden Infra struktur yang dibentuk, antara
lain partai politik dan organisasi masyarakat. Pemilihan Umum (Pemilu)
diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena
seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai,
justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.

Dengan demikian seluruh peraturan perundang – undangan di Indonesia


harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya
terkandung dasar filsafat Indonesia.

1. Hukum dasar yang tidak tertulis (Convensi)


Hukum dasar yang tidak tertulis atau sering disebut convensi,
merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam
praktek penyelenggaraan negara. Convensi ini merupakan
pelengkap dari aturan-aturan dasar yang belum tercantum dalam
Undang-Undang Dasar dan diterima oleh seluruh rakyat dan tidak
boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Dalam praktek
penyelenggaraan negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak
tertulis, yaitu Pidato kenegaraan Presiden di depan sidang DPR
Setiap tanggal 16 Agustus, penyampaian pertanggungjawaban
Presiden di depan MPR dan Penilian MPR terhadap pertanggung
jawaban tersebut. Rancangan GBHN oleh Presiden pada MPR.
2. Konstitusi
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Inggris “Constitution” dan
bahasa Belanda “Constitute” yang diterjemahkan dengan Undang-
Undang Dasar, sesuai dengan kebiadaan orang Belanda dan
Jerman dalam perbincangan sehari-hari menggunakan istilah
Groundwet (Ground = Dasar, Wet = Undang-undang) keduanya
menunjukkan naskah tertulis.

Sikap untuk menghargai dasar hukum NKRI


Sebagai warga negara Indonesia yang baik tentu saja kita harus
menghargai dan menghromati dasar hukum negara kita sendiri. Oleh
karena itu kali ini kami akan memberikan pengertian atau beberapa contoh
sikap yang bisa dilakukan untuk menghargai dasar hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Karena bisa kita ketahui jika proses
menjadikan pancasila serta lainnya sebagai dasar hukum atau sumber
segala hukum yang ada di Indonesia itu tidaklah mudah. Berikut ini adalah
sikap yang harus kita lakukan:
1. Menaati Hukum
Yang pertama yang mudah kita lakukan adalah dengan
menaati hukum yang ada . Seperti yang sudah kita ketahui
jika segala hukum yang ada di Indonesia ini sebenarnya
memiliki satu sumber atau patokan yaitu dari Pancasila dan
UUD 1945, semua hukum yang ada. Sehingga jika kita
semua sebagai masyarakat ikut menaati dan tidak melanggar
hukum yang dibuat maka kita juga tentu sama dengan
menghargai Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara.
Jika kita melanggar juga sama saja dengan tidak menghargai
dan menghormai Pancasila sebagai dasar hukum negara
bukan? Ketahuilah juga mengenai contoh sikap
kepahlawanan dalam kehidupan sehari – hari sehingga kita
bisa menjadi Warga Negara Indonesia yang baik.
2. Menjaga Nama Baik Pancasila
Untuk cara yang kedua adalah dengan menjaga nama baik
pancasila. Karena Pancasila merupakan salah satu
instrumen NKRI yang penting maka kita tidak boleh
menjelekkan nama Pancasila. Sebagai Warga negara yang
baik maka sebisa mungkin kita harus menjaga nama baik
Pancasila. Tidak membuat Pancasila sebagai bahan
guyonan atau semacamnya, hapal Pancasila dan
menerapkan poin pentingnya dalam kehidupan sehari-hari
juga merupakan salah satu cara untuk menjaga keutuhan
dan juga menjaga nama baik Pancasila sebagai ideologi
negara kita. Jadi jangan sampai ya membuat Pancasila
sebagai bahan guyonan atau candaan yang menjatuhkan
Pancasila, sebaliknya sebisa mungkin jaga nama baik
Pancasila. Supaya Indonesia lebih terjaga dan Pancasila
lebih terjaga dengan baik maka kita harus paham dan
menerapkan contoh pancasila sebagai etika polik  dan juga
harus mengetahui contoh penerapan nilai-nilai pancasila
dalam bidang politik.

C. Implementasi HAM di Indonesia


Suatu negara dengan ideologi yang dianutnya pada dasarnya akan
mempengaruhi kehidupan masyarakat di negara tersebut, termasuk
dalam hal penerapan hak-hak asasi masyarakatnya. Negara-negara
Barat, seperti Amerika, dengan paham Liberalismenya memungkinkan
masyarakatnya untuk melakukan segala sesuatu dengan sebebas-
bebasnya, sedangkan peran pemerintah sangat kecil dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat.

Indonesia dengan ideologi Pancasila yang dianutnya, diharapkan


dapat mengimplementasikan HAM dengan baik sesuai dengan sifat-sifat
dasar dari ideologi tersebut. Menurut ideologi Pancasila, hak-hak asasi
setiap rakyat Indonesia pada dasarnya diimplementasikan secara bebas,
akan tetapi kebebasan tersebut dibatasi dengan hak asasi orang lain.
Sehingga walaupun terdapat kebebasan, namun kebebasan tersebut
harus bertanggung jawab dengan memperhatikan dan tidak mengganggu
hak asasi orang lain. Namun dalam realitasnya hal tersebut belum
sepenuhnya dapat diterapkan oleh rakyat Indonesia.

Dimulai dengan bergulirnya era reformasi, munculah berbagai produk


hukum yang diharapkan untuk memperbaiki kondisi hak asasi manusia di
Indonesia, khususnya hak sipil dan politik. Antara lain, UUD 1945 pasal
28A sampai pasal 28J, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia, UU Pers, UU tentang HAM (UU No. 39 Tahun 1999),
UU Pemilu, UU Parpol, UU Otonomi Daerah. Dari sisi politik, rakyat
Indonesia telah menikmati kebebasan politik yang luas. Empat
kebebasan dasar, yaitu hak atas kebebasan berekspresi dan
berkomunikasi, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan
berorganisasi, dan hak untuk turut serta dalam pemerintahan.

Melalui berbagai media hampir semua lapisan rakyat Indonesia


sudah dapat mengekspresikan perasaan dan pendapatnya tanpa rasa
takut atau was-was seperti pada zaman Orde Baru. Rakyat Indonesia
relatif bebas mengkomunikasikan gagasan dan informasi yang
dimilikinya. Rakyat menikmati pula hak atas kebebasan berkumpul.
Pertemuan-pertemuan rakyat, seperti, seminar, rapat-rapat akbar tidak
lagi mengharuskan meminta izin penguasa seperti di masa Orde Baru.

Rakyat Indonesia telah menikmati juga kebebasan berorganisasi.


Rakyat tidak hanya bebas mendirikan partai-partai politik sebagai
wahana untuk memperjuangkan aspirasi politiknya. Rakyat bebas pula
untuk mendirikian organisasi-organisasi kemasyarakatan, seperti serikat
petani, serikat buruh, perkumpulan masyarakat adat, dan lain
sebagainya. Selain itu, tumbuhnya organisasi-organisasi rakyat dari
bawah ini akan memperkuat masyarakat sipil yang diperlukan bagi
berlangsungnya sistem politik dan pemerintahan yang demokratis.

Namun jika kita amati, upaya pengusutan pelanggaran HAM berat di


Indonesia selama ini masih mengalami hambatan-hambatan. Masyarakat
tentunya bisa menilai sendiri bagaimana upaya pengusutan Peristiwa
Trisakti-Semanggi, Peristiwa Kerusuhan yang terjadi pada bulan Mei
1998, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa. Ketidakmampuan
penuntasan masalah HAM, telah menimbulkan pertanyaan dalam benak
masyarakat terkait dengan keseriusan pemerintah dalam mengusut
masalah tersebut.

Kebebasan politik yang dinikmati oleh masyarakat Indonesia


ternyata juga tak diimbangi dengan perlindungan hukum yang
semestinya bagi hak-hak sipil, seperti, hak atas kemerdekaan dan
keamanan pribadi, hak atas kebebasan dari penyiksaan, atau hukuman
lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, hak atas
pemeriksaan yang adil dan proses hukum yang semestinya, hak atas
perlakuan yang sama di depan hukum. Dari berbagai daerah, seperti,
Poso, Papua, Jakarta, dan tempat-tempat lain di Indonesia, dilaporkan
masih terjadi kekerasan horisontal yang melibatkan unsur-unsur polisi
dan militer.

Hal yang memprihatinkan, seringkali dalam peristiwa kekerasan


horisontal, aparat keamanan seolah-olah tidak berdaya melindungi
kelompok-kelompok yang menjadi sasaran kekerasan tersebut. Kasus-
kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, seperti, kasus pembunuhan,
penculikan, penahanan sewenang-wenang terhadap ratusan ribu orang
yang disangka mempunyai kaitan dengan PKI, dan beberapa kasus
lainnya, sampai hari ini belum memperoleh penanganan yang adil.

Anda mungkin juga menyukai