Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gastroenteritis adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan
atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai defekasi yang meningkat (Padila,
2013).
Manifestasi klinis penyakit gastroenteritis bervariasi. Berdasarkan salah satu hasil
penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual (93%), muntah (81%) atau diare
(89%), dan nyeri abdomen (76%) adalah gejala yang paling sering dilaporkan oleh
kebanyakan pasien. Tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti membran mukosa
yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan status mental, terdapat pada <10%
pada hasil pemeriksaan. Gejala pernafasan yang mencakup radang tenggorokan, batuk,
dan rinorea dilaporkan sekitar 10% (Bresee et al, 2012)
Berdasarkan data profil kesehatan 2011, jumlah kasus diare di Jawa Tengah
berdasarkan laporan puskesmas sebanyak 420.587 sedangkan kasus gastroenteritis
dirumah sakit sebanyak 7.648 sehingga jumlah keseluruhan penderita yang terdeteksi
adalah 428.235 dengan jumlah kematian adalah sebanyak 54 orang. Dari laporan
surveilan terpadu tahun 2010 jumlah kasus diare didapatkan 15,3 % di Puskesmas, di
rumah sakit didapat 0,20% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan.
( Haryawan, 2011).
Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, cakupan penemuan dan
penanganan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 51,32%, lebih tinggi
dibandingkan tahun 2012 (42,66%). Pada tingkat kabupaten/kota, diketahui bahwa
cakupan penemuan dan penanganan diare tertinggi adalah Kota Pekalongan (106,85%)
dan terendah adalah Kabupaten Boyolali (16,42%). (Dinkes Jateng, 2014).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Gastroenteritis adalah peradangan pada mucosa lambung dan usus halus (Lewis,
2000 ).
Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus yang di
tandai dengan muntah-muntah dan diare yang berakibat kehilangan cairan elektrolit yang
menimbulkan dehidrasi dan gejala keseimbangan elektrolit ( cecyly, Betz, 2002).
Menurut Ardiansyah (2012) Gastroenteritis adalah radang pada lambung dan  usus
yang memberikan gejala diare, dengan atau tanpa disertai muntah, dan sering kali disertai
peningkatan suhu  tubuh. 

B. Etiologi
Menurut Mansjoer ( 2000 ) etiologi gastroenteritis adalah :
1. Faktor infeksi
a. Infeksi Internal merupakan infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama gastroenteritis. meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella,
Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus,
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia,
T. hominis) dan jamur (C. albicans)
b. Infeksi parenteral merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan gastroenteritis. seperti: otitis media akut, tonsilitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi
laktosa merupakan penyebab gastroenteritis yang terpenting pada bayi dan anak.
3. Faktor Makanan
Gastroenteritis dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan
alergi terhadap jenis makanan tertentu.

4. Faktor Psikologis
Gastroenteritis dapat terjadi karena faktor psikologis ( rasa takut dan cemas ).
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis klien dengan gangguan gastroenteritis menurut Cecyly dan Betz
(2009) adalah :
1. Diare yang berlangsung lama ( berhari-hari atau berminggu-minggu) baik secara
menetap atau berulang à panderita akan mengalami penurunan berat badan.
2. BAB kadang bercampur dengan darah.
3. Tinja yang berbuih.
4. Konsistensi tinja tampak berlendir.
5. Tinja dengan konsistensi encer bercampur dengan lemak
6. Penderita merasakan sekit perut.
7. Rasa kembung.
8. Mual, kadang-kadang sampai muntah.
9. Kadang-kadang demam.

D. Patofisiologi
Gastroenteritis dapat terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. Mikroorganisme tersebut berkembang
baik, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang
selanjutnya akan menimbulkan diare. Mikroorganisme memproduksi toksin. Enterotoksin
yang diproduksi agen bakteri (seperti E.coli dan Vibrio cholera) akan memberikan efek
langsung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air ke dalam lumen gastrointestinal.
Beberapa agen bakteri bisa memproduksi sitotoksin (seperti Shigella dysenteriae,Vibrio
parahaemolitikus, Clostridium difficile, enterohemorrhagic E.coli) yang menghasilkan
kerusakan sel-sel mukosa, serta menyebabkan feses bercampur darah dan lendir bekas
sisa sel-sel yang terinflamasi. Invasi enterosit dilakukan beberapa mikroba seperti
Shigella, organisme campylobacter, dan enterovasif E.coli yang menyebabkan terjadinya
destruksi,serta inflamasi (Jones, 2003).
Pada manifestasi lanjut dari diare dan hilangnya cairan, elektrolit memberikan
manifestasi pada ketidakseimbanganan asam basa (metabolik asidosis). Hal ini terjadi
karena kehilangan Na-Bikarbonat bersama feses. Metabolisme lemak tidak sempurna
sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh dan terjadinya penimbunan asam laktat
karena adanya anoreksia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat
kerana tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler (Levine, 2009)
Respon patologis penting dari gastroenteritis dengan diare berat adalah
dehidrasi,yaitu gangguan dalam keseimbangan air yang disebabkan output melebihi
intake. Meskipun yang hilang adalah cairan tubuh, tetapi dehidrasi juga disertai gangguan
elektrolit (Prescilla, 2009).
E. Pathway
F. Klasifikasi
Klasifikasi gastroenteritis menurut depkes RI 1999, diare diklasifikasikan menjadi
diare akut dan kronis.
1. Diare akut adalah diare yang serangannya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14
hari. Diare akut diklasifikasikkan kembali secara klinis menjadi:
a. Diare non-inflamasi
Diare ini disebabkan oleh enterotoksin dan menyebabkan diare menjadi cair
dengan volume besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen jarang terjadi
atau bahkan tidak ada sama sekali. Dehidrasi cepat terjadi apabila tidak
mendapatkan cairan yang seseuai sebagai pengganti. Tidak ditemukan leukosit
pada pemeriksaaan feses rutin.
b. Diare inflamasi
Diare ini disebabkan oleh invasi bakteri dan pengeluaran sitotoksin di kolon.
Gejala klinis ditandai dengan adanya mulas sampai dengan nyeri kolik, mual,
muntah, demam, tenesmus, tanda dan gejala dehidrasi. Secara makroskopis
terdapat lendir dan darah pada pemeriksaan feses rutin dan secara mikroskopis
terdapat sel leukosit polimorphonuklear (PMN).
2. Diare kronis berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronis diklasifikasikkan kembali
secara klinis menjadi:
a. Diare sekresi
Diare dengan volume feses banyak yang biasanya disebabkan oleh gangguan
transport elektrolit akibat peningkatan produksi dan sekresi air dan elektrolit
namun kemampuan absorbs mukosa usus ke dalam usus menurun. Penyebabnya
adalah toksin bakteri seperti toksin kolera, pengaruh garam empedu, asam
lemak rantai pendek, laksatif non osmotic dan hormone intestinal (gastrin
vasoaktif intestinal polypeptide (VIP))2)
b. Diare osmotic
Terjadi bila terdapat partikel yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus sehingga
osmolaritas lumen meningkat dan air tertarik dari dalam plasma ke lumen usus
sehingga terjadilah diare. Misalnya malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi
lactase atau akibat garam magnesium.
c. Diare eks datif
Inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun
usus besar. Inflamasi dan eksudat dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat
non-infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflammatory bowel disease
ataupun akibat radiasi. Kelompok lain akibat gangguan motilitas yang
mengakibatkan waktu transit makanan dan minuman diusus menjadi lebih cepat.
Pada kondisi tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes mellitus dapat
muncul diare ini.

G. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis
Menurut Supartini ( 2004 ) penatalaksanaan medis pada pasien gastroenteritis
meliputi:
a. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien gastroenteritis dan memperhatikan derajat
dehidrasinya dan keadaan umum.
1. Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan yang di berikan
peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCL dan glukosa
untuk diare akut.
2. Cairan Parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang di perlukan sesuai dengan
kebutuhan pasien, tetapi semuanya itu tergantung tersedianya cairan setampat.
Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) di berikan tergantung berat / ringan
dehidrasi, yang di perhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur
dan berat badannya.
a) Dehidrasi Ringan
1 jam pertama 25 – 50 ml / kg BB / hari, kemudian 125 ml / kg BB /oral.
b) Dehidrasi sedang
1 jam pertama 50 – 100 ml / kg BB / oral kemudian 125 ml / kg BB /hari.

c) Dehidrasi berat
1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit (inperset 1
ml : 20 tetes), 16 jam nerikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.

b. Obat- obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja
dengan tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa /
karbohidrat lain ( gula, air tajin, tepung beras, dsb ).
a. Obat Anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg / ch dengan dosis minimum 30 mg. Klorrpomozin, dosis
0,5 – 1 mg / kg BB / hari.
c. Obat spasmolitik
Umumnya obat spasmolitik seperti papaverin ekstrak beladora, opium
loperamia tidak di gunakan untuk mengatasi diare akut lagi, obat pengeras
tinja seperti kaolin, pectin,charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk
mengatasi diare sehingga tidak diberikan lagi.
d. Antibiotic
Umumnya antibiotic tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila
penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg / kg BB / hari. Antibiotic
juga diberikan bila terdapat penyakit seperti OMA, faringitis, bronchitis /
bronkopeneumonia.

2) Penatalaksaan Keperawatan
Menurut Nugroho (2011) penatalaksanaan keperawatan antara lain :
1. Rencanakan dan berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
2. Monitor tanda-tanda dehidrasi : penurunan kesadaran, takikardi, tensi turun,
anuria, keadaan kulit/turgor.
3. Hentikan makanan padat
4. Monitor tanda –tanda  vital
5. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat

H. Keseimbangan Asam dan Basa


Pada dasarnya keseimbangan asam basa mengacu kepada pengaturan ketat konsentrasi
ion hydrogen (H+) bebas di dalam cairan tubuh. Secara umum keseimbangan asam basa
digambarkan dalam reaksi dalam keseimbangan dalam berikut ini.
CO2 + H2 O←H 2CO3← H++ HCO3-

Reaksi diatas bersifat reversible karena dapat berlangsung dalam dua arah,bergantung
pada konsentrasi zat-zat yang terlibat.Saat kadar CO2 dalam darah meningkat ,reaksi akan
berpindah kesisi asam dan menghasilkan H+ serta menghasilkan HCO3- . Sebaliknya,jika
kadar CO2 dalam darah menurun ,reaksi tersebut akan berpindah ke sisi CO 2. Dalam
proses ini,ion H+ dan HCO3- bereaksi membentuk H2CO3 yang dengan cepat berubah
kembali menjadi CO3 dan H2O. Ketidakseimbangan asam basa terjadi bila perbandingan
antara(HCO3-) dan (CO2 ) tidak professional .Normalnya, perbandingan antara keduanya
adalah 20/1 . Jika perbandingan tersebut berubah,akan terjadi ketidakseimbangan yang
menimbulkan gangguan yang disebut asidosis dan alkalosis. Baik asidosis maupun
alkalosis keduanya dipengaruhi oleh fungsi pernafasan dan metabolisme.Karena itu
dikenal istilah asidosis respiratorik dan asidosis metabolik serta alkalosis respiratorik dan
alkalosis metabolik.

Tabel 1.1 Kadar  pH ,PCO2 ,HCO yang diketahui pada keadaan asidosis dan alkalosis

Tingkat metabolic Tingkat respiratorik


Asidosis Alkalosis Asidosis Alkalosis
pH <7,35 >7,45 <7,35 >7,45
serum
pCO Normal,mulai Normal,mulai Meningkat diatas Menurun sampai
menurun naik mmHg(karena 40 mmHg(akibat
sampai<40mmHg sampai>40mmH retensi banyak
untuk g untuk karbondioksida kehilangan
keseimbangan keseimbangan yang berlebihan) karbondioksida)
HCO3 Menurun sampai Meningkat Normal,meningka Normal,menurun
dibawah 27 sampai diatas 27 t sampai lebih sampai kurang
mEq/L mEq/L dari 27mEq/L dari 27 mEq/L
untuk kompensasi untuk
kompensasi
pH <6,0 >6,0
urine

Saat terjadi gangguan keseimbangan asam basa,tubuh akan berupaya


memperbaikinya melalui suatu system regulasi sehat yang disebut kompensasi.Selain
melalui system buffer, upaya kompensasi ini dilakukan melalui mekanisme pernafasan
dan mekanisme ginjal.

1. Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik adalah gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan
oleh retensi CO2 akibat kondisi hiperkapnia. karena jumlah CO2 yang keluar melalui
paru berkurang,terjadi peningkatan H2CO3 yang kemudian menyebabkan peningkatan
(H+). Kondisi ini bisa disebabkan olleh banyak hal,diantaranya adalah penyakit
paru,depresi pusat pernafasan,kerusakan saraf atau otot yang menghambat
kemampuan bernafas
Sebagai upaya kompensasi,ginjal akan berupaya menahan bikarbonat untuk
mengembalikan rasio asam karbonat dan bikarbonat yang normal. Akan tetapi,karena
ginjal berespons relative lambat terhadap keseimbangan asam-basa,respons
kompensasi tersebut mungkin akan membutuhkan waktu beberapa jam hingga
beberapa hari sampai pH kembali normal.
Tanda-tanda klinis asidosis respiratorik meliputi :
1. Nafas dangkal,gangguan pernafasan yang menyebabkan hipoventilasi
2. Adanya tanda-tanda depresi susunan saraf pusat,gangguan kesadaran dan
disorientasi
3. pH plasma < 7,35; pH urine<6
4. PCO2 tinggi (>45 mmHg)

2. Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik dikenal juga dengan istilah asidosis non
respiratorik,mancakup semua jenis asidosis yang bukan disebabkan oleh kelebihan
CO2 dalam cairan tubuh. Pada Keadaan tidak terkompensasi,kondisi ini ditandai
dengan penurunan HCO3- plasma,sedangkan kadar CO2 normal. Asidosis metabolik
biasanya disebabkan oleh pengeluaran cairan kaya HCO3- secara berlebihan atau oleh
penimbunan asam non karbonat. Kondisi tersebut merangsang pusat pernafasan untuk
meningktkan frekuensi dan kedalaman nafas. Akibatnya, karbondioksida semakin
banyak terbuang dan kadar asam karbonat menurun. Upaya ini meminimalkan
perubahan pH.
Tanda dan gejala asidosis metabolik meliputi :
1. Pernafasan kussmaul,yaitu pernafasan cepat dan dalam
2. Kelelahan (malaise)
3. Disorientasi
4. Koma
5. pH plasma < 3,5
6. PCO2 normal atau rendah jika sudah terjadi kompensasi
7. Kadar bikarbonat rendah (anak-anak < 20mEq/1,dewasa < 21mEq/1)

3. Alkalosis Respiratorik
Alkalosis respiratorik merupakan dampak utama pengeluaran CO 2 berlebih akibat
hiperventilasi . Jika ventilasi paru meningkat,jumlah CO2 yang dikeluarkan akan lebih
besar daripada yang dihasilkan. Akibatnya,H2CO3 yang terbentuk berkurang dan H+
menurun. Kemungkinan penyebab alkalosis respiratorik adalah demam,kecemasan
dan keracunan aspirin yang kesemuanya merangsang ventilasi yang berlebihan.
Sebagai upaya kompensasi ginjal akan mengekresikan bikarbonat untuk
mengembalikan pH kedalam rentang normal.
Tanda dan gejala klinis alkalosis respiratorik meliputi :
1. Penglihatan kabur
2. Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki
3. Kemampuan konsentrasi terganggu
4. Tetani ,kejang aritmia jantung (pada kasus yang gawat)
5. pH>7,45

4. Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolik adalah penurunan (reduksi) H+ plasma yang disebabkan oleh
defisiensi relatife asam-asam non karbonat. Pada kondisi ini,peningkatan HCO3- tidak
diimbangi dengan peningkatan CO2 .Dalam keadaan tidak terkonpensansi,kadar
HCO3- bisa berlipat ganda dan menyebabkan rasio alkalotik 40/1. Kondisi ini antara
lain disebabkan oleh muntah yang teerus menerus dan ingesti obat-obat alkali.
Sebagai upaya kompensasi,pusat pernafasan ditekan agar pernafasan menjadi pendek
dan dangkal.
Akibatnya,karbondioksida menjadi tertahan dan kadar asam karbonat meningkat
guna mengimbangi kelebihan bikarbonat.
Tanda dan gejala kllinis alkalosis metabolik meliputi:
1. Apatis
2. Lemah
3. Gangguan mental(misalnya:gelisah,bingung,letargi)
4. Kram
5. Pusing
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogyakarta :


Diva Press

Bresee, J. S., et al., 2012. The Etiology of Severe Acute Gastroenteritis Among
Adults Visiting Emergency Departments in the United States. The Journal of Infectious
Disease. 205 : 1374-1381.

Nugroho, d. T. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit


Dalam . Yogyakarta: Nuha Medika.

M.Wilkinson Judith dan R.Ahern Nancy. (2011). Buku Saku Diagnosis


keperawatan.Edisi ke-9. Jakarta: EGC

Gordon, M.(1994).nursing diagnosis: procces and application (3rd ed).st.louis:


Mosby

Cecily Lynn betz & Linda A.Gowden.2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik,
ed.5. Jakarta : EGC

Lewis, S, M. et al.2000. Medical-surgical Nursing. Assessment and Management of


clinical problem. Missouri : Mosby Company

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta:Media Aesculapins

Anda mungkin juga menyukai