Pengelolaan Wilayah Pesisir
Pengelolaan Wilayah Pesisir
I. PENDAHULUAN
Wilayah pesisir, yaitu wilayah peralihan antara daratan dan lautan memiliki
sumber daya alam potensial di Indonesia. Sumber daya yang sangat besar tersebut di
dukung oleh adanya garis pantai sepanjang sekitar 81.000 km ( Dahuri et al. 2001).
Demikian juga pulau-pulau kecil yang tidak terpisahkan dengan wilayah pesisir yaitu
pulau dengan luas area kurang dari atau sama dengan 2000 Km 2 (UNESCO, 1991),
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi sumberdaya hayati, non hayati dan
potensi nono hayati misalnya: mineral dan bahan tambang. Jasa-jasa lingkungan
biasa, setidaknya sekitar 30 % total luas hutan bakau (mangrove)dunia dan 18 % total
luas terumbu karang dunia terdapat di Indonesia danlebih dari 60 % atau sekitar 140
juta penduduk Indonesia bertempat tinggaldalam radius 50 kilometer dari garis pantai
(DKP, 2002).
Kota Dumai yang beriklim tropis memilki banyak potensi sumber daya laut.
Pesisir Kota Dumai memilki keanekaragaman laut yang tinggi, sehingga orang
hayati, dan jasa-jasa lingkungan. Namun, berbagai aktivitas yang dilakukan manusia
2
dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam di kawaasan pesisir dan pulau-pulau
kecil sering tanpa mengindahkan kaidah kelestariannya, sehingga yang terjadi adalah
Untuk menjaga agar sunberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yang ada tetap
terpelihara dan member manfaat bagi umat manusia perlu adanya upaya pengelolaan.
yang ada permasalahan yang terjadi. Untuk mengetahui sumberdaya dan isu
permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut perlu
perkuliahan. Untuk itu melalui kegiatan pratikum lapangan ini diharapkan dapat
perkuliahan serta melihat langsung semberdaya dan permasalah yang ada dilapangan.
Untuk itu pratikum ini menjadi sangat penting untuk dilaksanakan. Pratikum ini
pengalaman studi kasis yang disajikan dalam kelas melalui perkuliahan dan
berkelanjutan.
yang dilakukan oleh Kota Dumai saat ini dalam upaya melestarikan sumberdaya
pesisir yang ada. Selanjutya mahasiswa dapat menyusun suatu rencana pengelolaan
wilayah pesisir.
4
Batas Wilayah pesisir merupakan batas peralihan antara darat dan laut dimana
pengaruh intrusi air laut masih sampai ke darat atau sejauh mana pengaruh angin laut
menuju darat, dan sejauh mana sedimentasi dari darat ke laut yang sifatnya fluktuatif
(Wirawan, 2004).
Wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat
wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang
masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan
perembesan air asin. Kondisi suatu wilayah pesisir erat kaitannya dengan sistem
sungai yang bermuara di wilayah itu. Perubahan sifat sungai yang mungkin terjadi,
baik yang disebabkan karena proses alami maupun sebagai akibat kegiatan manusia,
baik yang terjadi di hulu maupun di daerah hilir, akan mempengaruhi wilayah pesisir
Ekosistem perairan pesisir laut tropis yang meliputi estuaria, hutan pantai atau
jenis organisme yang sangat tinggi dan juga mempunyai potensi yang sangat besar
mencapai lebih dari 10.000 gr C/m2/th. Nilai ini sangat tinggi atau jauh lebih tinggi
C/m2/th atau perairan di laut dalam yang hanya sekitar 50 gr C/m2/th (Supriharyono,
2000).
Daerah pesisir termasuk zona ekoton karena merupakan daerah interaksi antara dua
biotik dan abiotik di kedua ekosistem ini membentuk zona ekoton pesisir saling
wilayah pesisir yang unik. Modifikasi lingkungan pesisir yang sangat cepat, hilang
dan rusaknya keragaman hayati ekosistem pesisisr termasuk mangrove, lagoon, rawa,
dan terumbu karang merupakan hal yang patut mendapatkan perhatian serius
(Haryani, 2002).
BT dan 01°23’00” – 01°24’23” LU. Wilayahnya terdiri dari tanah rawa bergambut
dengan kedalaman 0–0,5 m dan beberapa kilometer ke arah Selatan terdapat daratan
Barat dengan luas 120 km2, Kecamatan Dumai Timur dengan luas 59 km2 dan
Kecamatan Bukit Kapur dengan luas 250 km2, Kecamatan Medang Kampai 373 dan
Perairan pesisir Kota Dumai merupakan bagian dari Selat Rupat, selat ini
terletak antara daratan pulau Sumatera dengan pulau Rupat. Bagian utara dan timur
selat Rupat berhubungan langsung dengan selat Malaka maka pada musim-musim
6
tersebut kondisi di selat Malaka akan merambat masuk ke perairan pesisir Kota
Dumai melalui ujung utara dan timur selat Rupat, sehingga pada beberapa bagian
pesisir terutama bagian timur dan utara terjadi abrasi pantai akibat aksi gelombang
Sebagai suatu sistem yang utuh, wilayah pesisir memiliki dinamika yang khas
ekologi wilayah pesisir akan berakibat pada tidak mulusnya roda dinamika komponen
sistem yang lain yang ada dalam wilayah pesisir, termasuk dinamika pemanfaatannya
Jika ditinjau dari fungsinya, ekosistem pesisir memiliki 4 fungsi utama bagi
kehidupan manusia, yaitu : (a) sebagai penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, (b)
sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan (estetika), (c) sebagai penyadia sumber daya
alam, dan (d) sebagai penyerap atau penerima limbah. Sebagai pendukung eksistensi
seperti udara yang segar, air yang bersih dan juga ruang untuk berbagai kegiatan
Sebagai penyedia sumber daya alam, wilayah pesisir merupakan ekosistem yang
sangat kaya akan sumber daya alam baik yang dapat pulih maupun tidak, yang pada
penerima limbah, hampir seluruh limbah yang dihasilakan oleh manusia di darat
berkaitan hanya dengan satu jenis sumber daya atau ekosistem untuk memenuhi
perencanaan dan pengelolaan sektoral ini menimbulkan berbagai dampak yang dapat
merysak lingkungan dan juga dapat menghambat bahkan mematikan sector lainnya
(Bengen, 2002).
pengertian bahwa pengelolaan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan
dominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
8
berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini
umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran
air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang-surut yang kuat. Karena itu,
hutan mangrove banyak ditemukan di pantai pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta
woodland, vloedbosschen dan hutan payau (bahasa Indonesia). Selain itu, ekosistem
mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainya yang
berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Penggunaan istilah hutan
bakau untuk ekosistem mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena bakau
hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara ekosistem mangrove disusun
dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainya. Oleh karena itu,
adalah suatu formasi hutan yang mampu tumbuh dan berkembang di daerah tropik
dan subtropik pada lingkungan pesisir dan berkadar garam sangat ekstrim, jenuh air,
kondisi tanah yang tidak stabil dan anaerob yang selalu dipengaruhi pasang surut.
Walaupun keberadaan hutan mangrove ini tidak tergantung pada iklim, namun
umumnya hutan ini tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir yang terlindung
dari hempasan ombak, serta ditopang oleh adanya aliran sungai yang selalu
membawa material.
9
yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove
akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif. Karena hidupnya di dekat
pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan
payau, atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan
nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp.
Sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau
dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku untuk
spring tide) sampai level disekitar atau di atas permukaan laut rata-rata (mean sea
sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, antara 32° Lintang Utara dan 38°
Lintang Selatan.
Mangrove mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai
berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan
supratidal yang cukup mendapat aliran air dan terlindung dari gelombang besar dan
arus pasang-surut yang kuat. Hal tersebut menyebabkan hutan mangrove banyak
10
ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang
Secara umum mangrove tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang
selalu dipengaruhi oleh aliran air tawar, serta terlindung dari pukulan ombak. Oleh
karena itu, mangrove banyak tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir teluk yang
dialiri sungai dan pulau-pulau kecil. Mangrove sangat cocok tumbuh pada kawasan
(sedimen), misalnya daerah muara sungai atau delta. Secara umum, mangrove
dicirikan tumbuh pada substrat yang memiliki kadar garam (salinitas) dan suhu yang
tinggi, kadar oksigen yang rendah, serta substrat tanah berlumpur yang mengandung
sebagaimana berikut :
1. Zona air payau hingga air laut dengan salinitas pada waktu terendam air pasang
berkisar antara 10-30 ‰. Pada zona ini, area yang terndam sekali atau dua kali sehari
selama 20 hari dalam sebulan hanya Rhizophora mucronata yang masih dapat
tumbuh. Pada area yang terendam 10-19 kali per-bulan ditemukan Avicennia (A.
alba, A. marina), Sonneratia sp. Dan dominan Rhizophora sp. Area yang terendam
kurang dari sembilan kali setiap bulan ditemukan Rhizophora sp., Bruguiera sp.
11
Sedangkan pada area yang terendam hanya beberapa hari dalam setahun : Bruguiera
2. Zona air tawar hingga payau, dimana salinitas berkisar antara 0-10 ‰. dalam zona
ini, yaitu pada area yang masih dipengaruhi oleh pasang surut terdapat asosiasi Nypa.
menyebabkan meningkatnya masa genangan air sehingga menjadi tempat yang baik
bagi perkembang biakan nyamuk. Selain itu, penebangan hutan mangrove untuk
keperluan kayu bakar dan pembuatan arang, serta pengambilan kulit pohon untuk
terganggunya salah satu fungsi mangrove yaitu sebagai penyerap logam berat
sehingga tidak masuk kedalam jaringan makanan. Kerusakan hutan mangrove dapat
menimbulakn banyak dampak. Salah satu kerusakan yang ditimbulkan ari rusaknya
sebuah ekosistem mangrove adalah adanya peningkatan laju intrusi air laut kea rah
ekosistem mangrove adalah (1) tekanan penduduk yang tinggi sehingga permintaan
sumberdaya pesisir dimasa lalu bersifat sangat sektoral, (3) rendahnya kesadaran
masyarakat tentang konservasi dan fungsi ekosistem mangrove, dan (4) kemiskinan
12
masyarakat pesisir. Adapun dampak yang paling menonjol dari kerusakan ekosistem
mangrove adalah secara fisik dan ekologis. Dampak secara fisik adalah erosi pantai,
kerusakan perumahan dan harta benda akibat badai serta terjadinya intrusi air laut.
kesuburan perairan dan kualitas perairan pesisir. Kerusakan mangrove bagi perikanan
menurunnya kualitas air laut yang akan digunakan untuk media budidaya tambak atau
(misalnya kegiatan penebangan atau konversi lahan) maupun ecara tidak langsung
Praktikum lapangan ini dilaksanakan selama dua hari pada hari jum’at dan
sabtu tanggal 27-28 April 2015 mulai pukul 07.00 sampai dengan pukul 16.00 WIB.
Lokasi praktikum lapangan berada di wilayah pesisir Kota Dumai. Lokasi yang
dikunjungi antara lain PPI Dumai, kawasan konservasi bandar bakau situs legenda
putri tujuh, pelabuhan dan pantai di pesisir Kota Dumai serta masyarakat yang ada di
indikator, kamera, alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah air laut.
Metode yang digunakan pada praktikum lapangan ini adalah metode survei
pegawai PAB Dumai, kawasan konservasi bandar bakau situs legenda putri tujuh,
mendapatkan informasi dari narasumber atau informan. Fungsi dari data yang
14
publik, dan mapu menjaring aspirasi yang beragam dari masyarakat untuk analisis
cenderung subyektif ( benar menurut narasumber atau informan ) selain itu, hasil
Kota Dumai, baik sumberdaya hayati ( sumberdaya dapat pulih) seperti mangrove,
lamun, terumbu karang, ikan dll dan sumberdaya non hayati (sumberdaya yang
tidak dapat pulih) seperti penambangan pasir, minyak dan gas, serta jasa-jasa
saat ini
15
4.1. Hasil
4.1.1. Hasil Pengukuran Kualitas Perairan Kota Dumai
Dari hasil praktikum lapangan yang telah dilakukan didapatkan hasil
pengukuran kualitas perairan yakni suhu perairan Kota Dumai adalah 31 °C, salinitas
30, pH 8, kecerahan 2,7 m, dengan kedalaman 15,5 m, pada titik koordinat U 01° 42’
4.1.2. Hasil Wawancara dari Instan terkait dan Masyarakat sekitar pesisir
Dari wawancara kepada pengelola yang terkait dikawasan Konservasi Bandar
Bakau dan masyarakat sekitar pesisir Kota Dumai. Menurut Iwan (Pengelolah
sudah berjalan dengan baik. Sumberdaya hayati yang ada di perairan sekitar
Bandar Bakau ini baru menjadi kawasan wisata masi cukup baru yakni dibuka pada
Dalam hal ini banyak berbagai kendala yang terjadi dalam pengelolaan
kendala yang terjadi ialah seperti : dana atau anggaran, fasilitas contohnya
laboratorium, dan adanya penebangan liar untuk pembuatan arang serta adanya
Fungsi mangrove bagi masyarakat sekitar adalah seperti pada jenis mangrove
Nyirih dan Kedabu. Mangrove Nyirih biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
17
untuk mengobati batuk dan obat kulit dengan memanfaatkan daun dari mangrove
Dari hasil praktikum yang dilakukan dengan turun langsung kelapangan dapat
dilihat Gambar :
A B
C D
4.2. Pembahasan
Pengelolaan hutan mangrove di kawasan Konservasi Bandar Bakau dalam
dinilai sudah baik di kawasan konservasi yang sudah menjadi kawasan wisata di
perairan Kota dumai karena kawasan ini melakukan pengelolaan pesisir secara
Pengelolaan Pesisir Terpadu (P2T) adalah proses yang dinamis yang berjalan secara
pembangunan dan perlindungan wilayah dan sumberdaya pesisir dan lautan. Bagian
pengelolaan sumber daya alam disuatu tempat dimana masyarakat lokal ditempat
tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam yang
Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
pelaksanaan penguasaan Negara atas sumber daya alam khususnya sumber daya
pesisir dan lautan diarahkan kepada tercapainya manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat banyak, dan juga harus mampu mewujudkan keadilan dan
desa-desa pantai.
19
masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan tersebut yang pada umumnya terdiri
dari nelayan. Nelayan di pesisir memanfaatkan kekayaan laut mulai dari ikan, rumput
laut, terumbu karang dan sebagainya untuk memenuhi kebutukan hidupnya. Pada
umumnya potensi pesisir dan kelautan yang di manfaatkan oleh nelayan terbatas pada
untuk usaha ekonomi dalam skala besar baru dilakukan pada sebagian Kabupaten dan
Kota yang berada di daerah pesisir. Pada umumnya usaha ekonomi pemanfaatan
daerah, Pemerintah Daerah berupaya untuk memanfaatkan potensi daerah pesisir ini
ang termasuk juga daerah pesisir masih merupakan kewenangan baru bagi daerah
maka pemanfaatan potensi daerah pesisir ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh
Daerah Kabupaten atau kota yang berada di pesisir. Jadi belum semua Kabupaten dan
sejak tahun 2014 dengan pemilik PT. PELINDO. Kawasan ini dekat dengan industri
yang mana rawan dengan dengan pencemaran, salah satunya pencemaran minyak.
20
Dalam hal ini pihak yang mengelola kawasan tersebut melakukan pemantauan dan
kepada pihak yang terkait dengan memberikan informasi bahayanya bahan pencemar
BAB V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
sangat rentan terhadap kerusakan dan perusakan. Oleh sebab itu diperlukan
jangka panjang.
pengelolaan sumber daya alam disuatu tempat dimana masyarakat lokal ditempat
tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam yang
22
23
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2004. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan
(PKSPL) IPB, Bogor.
DKP. 2008. Urgensi RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Atrikel on-line Dinas Kelautan dan Perikanan.
Hanif, A. 2011. Kota Dumai dan Kawasan Konservasi Mangrove. Loka Kawasan
Konservasi PerairanNasional.http://www.kp3k.kkp.go.id/lkkpn/index.php?
option=com_content&view=article&id=123:kota-dumai-dan-kawasan-
konservasi-mangrove & catid = 31: beranda & Itemid= 28. Diunduh pada
tanggal 01 Juni 2015 Pukul 13:00 WIB.
Haryani, Gadis Sri. 2002. Pengelolaan Ekton : Potensi, Permasalahan dan strategi.
Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Irwanto. 2006. Keaneka ragaman fauna pada mangrove. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi Untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Pulau
Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Ortolano, L., 1984. Environmental Planning and decision Making. John Wiely and
sons. Toronto, p.431.
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan ekowisata pesisir dan laut ; pendekatan ekologi, sosial-
ekonomi, kelembagaan, dan sarana wilayah. Brilian Internasional. Sidoarjo.
Wirawan, B., dkk. 2002. Rencana Pengelolaan Desa Terpadu Berbasis Pengelolaan
Lingkungan Pesisir, Desa Pematang Pasir, Lampung Selatan. PKSPL. IPB.
Bogor.
25
LAMPIRAN
26