Anda di halaman 1dari 15

F1

Judul Penyuluhan Penyakit Diabetes Mellitus pada Peserta Program


Pengelolaan Penyakit Kronis di Puskesmas Gabus I
Latar belakang WHO menyebutkan bahwa diabetes melitus
merupakan salah satu dari empat prioritas penyakit tidak
menular (PTM). Diabetes mellitus umumnya ditemukan
dalam pelayanan kedokteran dan merupakan penyakit
tidak menular yang menimbulkan banyak komplikasi.
Sebagian besar penyakit diabetes melitus dapat dicegah
dan komplikasi diabetes melitus dapat ditunda kejadiannya
dengan tatalaksana optimal. Penyakit diabetes melitus
atau yang dikenal dengan kencing manis merupakan salah
satu penyakit yang paling sering ditemukan oleh pelayan
kesehatan di layanan primer, baik klinis maupun
puskesmas. Sebanyak 422 juta penduduk di seluruh dunia
merupakan penderita diabetes melitus pada tahun 2016.

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kelainan


metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-
duanya. DM diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu DM
tipe 1, DM tipe 2, DM tipe gestasional, dan DM tipe lain. Di
antara tipe-tipe DM tersebut, DM tipe-II memiliki prevalensi
angka kejadian yang paling tinggi serta merupakan DM yang
dapat berkembang pada usia dewasa. DM tipe-II ialah DM
yang timbul akibat adanya kerusakan pankreas secara parsial
dan mampu menimbulkan kurangnya sekresi insulin atau
bahkan kondisi resistensi insulin yang terjadi secara progresif
dari waktu ke waktu. Untuk prognosisnya, seringkali DM
dikaitkan dengan penatalaksanaannya dalam mengontrol
kadar gula darah dimana salah satunya ialah melalui
pelaksanaan Pola Hidup Sehat pada Diabetes Mellitus yang
sesuai dengan pilar penanganan DM.
Permasalahan Sebagian besar anggota peserta Prolanis Pukesmas
Gabus I ialah penderita DM dengan tingkat pengetahuan umum
terkait DM yang masih dinilai kurang, khususnya dalam
penatalaksanaan non-farmakologis yang terdapat pada pilar
penanganan DM

Perencanaan & Melakukan pendekatan dengan penanggung jawab program


pemilihan
PROLANIS Puskesmas Gabus 1 dalam perencanaan kegiatan
intervensi
pemicuan
Sasaran : Peserta Prolanis Gabus 1
Persiapan logistik : Media presentasi / leaflet / video / poster

Pelaksanaan Penyuluhan dilaksanakan pada :


1. Hari, tanggal : Jumat, 14Agustus 2020
2. Jam : 08.00 – selesai
Penyuluhan dilaksanakan di Aula Puskesmas Gabus I
Peserta : Peserta Prolanis Puskesmas Gabus I
Media yang digunakan ialah media presentasi / leaflet / video /
poster
Metode yang digunakan ialah melalui presentasi oral dan diskusi
tanya jawab.

Monitoring & 1. Evaluasi Proses


evaluasi
a. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang
direncanakan
b. Peserta berperan aktif dan interaktif selama jalannya
penyuluhan
2. Evaluasi Hasil
a. Bentuk : Tanya – Jawab
b. Jumlah : 3 pertanyaan
- Gejala klasik DM?
- Komplikasi penyakit DM?
- Tindakan apa yang harus dilakukan dan tidak
boleh dilakukan pada penderita DM?
3. Hasil : Peserta mampu menjawab pertanyaan dengan cukup
baik.

F2
Judul Penyuluhan Diare
Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian. Hampir di
Latar belakang
seluruh daerah di dunia dan semua kelompok usia diserang oleh diare, tetapi kebanyakan yang menjadi sasaran

penyakit ini adalah bayi dan anak balita, dimana mereka mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun, akan

tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak

dihabiskan untuk diare.

Menurut World Health Organization (WHO), tidak kurang dari satu milyar episode diare terjadi setiap tahun di

seluruh dunia, 25-35 juta diantaranya terjadi di Indonesia. Di Indonesia, penyakit diare merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang

menimbulkan banyak kematian terutama pada balita.

Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini dilaporkan terdapat 1,6 sampai

2 kejadian diare per tahun pada balita, sehingga secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada balita berkisar

antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000 - 400.000 balita. Pada tahun 2008 jumlah penderita diare

pun meningkat menjadi 8.443 kasus

Penyakit diare bisa diakibatkan dari beberapa faktor. Penyebab terjadinya diare bisa dari kurang memadainya

ketersediaan air bersih, airnya tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak

higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
semestinya.

Dari beberapa faktor yang ada, penyakit ini berhubungan langsung dengan lingkungan dan perilaku perorangan,

dimana keduanya saling berinteraksi. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta

berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi.

Permasalahan Kurangnya pengetahuan masyarakat desa Penanggungan atas


informasi mengenai penyakit diare terkait apa yang harus dilakukan
di rumah jika anak diare dan bagaimana cara pencegahan diare

Perencanaan & Melakukan pendekatan dengan kepala desa ataupun masyarakat-


pemilihan
masyarakat, dan bides Desa Penanggungan dalam perencanaan
intervensi
kegiatan pemicuan
Intervensi : Penyuluhan
Sasaran : Masyarakat Desa Penanggungan, Gabus, Pati.
Persiapan logistik : Media presentasi (poster dan leaflet)
Pelaksanaan Penyuluhan tentang diare dilaksanakan pada :
Hari, tanggal : Sabtu, 8 Agustus 2020
Jam : 08.00 – selesai
Penyuluhan dilaksanakan di Balai Desa Penanggungan, Gabus.
Media yang digunakan ialah media presentasi (poster dan leaflet)
Metode yang digunakan ialah melalui presentasi oral dan diskusi
tanya jawab
Monitoring & 1. Evaluasi Proses
evaluasi
c. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang
direncanakan
d. Peserta berperan aktif dan interaktif selama jalannya
penyuluhan
2. Evaluasi Hasil
c. Bentuk: Tanya – Jawab
d. Jumlah : 2 pertanyaan
 Apa Bagaimana penanganan diare di rumah?
 Bagaimana cara melakukan pencegahan diare?

3. Hasil : Peserta mampu menjawab pertanyaan dengan cukup


baik.
F3
Judul Penyuluhan Pencegahan Stunting
Latar belakang Baduta merupakan generasi emas dimana pertumbuhan dan
perkembangan otak sedang berkembang. Masa baduta adalah masa
dimana anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Masa ini sangat
penting terjadi pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan anak selanjutnya. Kekurangan gizi
pada masa golden period (0-2 tahun) menyebabkan sel otak anak
tidak tumbuh sempurna karena 80-90% jumlah sel otak terbentuk
semenjak masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Apabila
gangguan tersebut terus berlangsung maka dapat terganggunya
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan spiritual serta
mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia. 1
Stunting menggambarkan status gizi yang bersifat kronik pada
masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan.
Keadaan ini dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi badan
menurut umur (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi (SD)
berdasarkan standar pertumbuhan menurut WHO (WHO, 2010).
Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health
Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga
dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East
Asia Regional (SEAR).
Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-
2017 adalah 36,4%. Pada tahun 2019, Survei Status Gizi Balita di
Indonesia (SSGBI) menunjukan prevalensi stunting turun 3.1%%
menjadi 27.67% dibandingkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018 yang menunjukkan prevalensi stunting 30.8%.
1,2
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2018,
menyebutkan bahwa angka stunting pada Bayi Lima Tahun
(Balita) Lampung sebesar 27,8 persen. Jumlah ini masih
melampaui batasan yang ditetapkan badan kesehatan dunia (WHO)
sebesar 20%. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif
untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya. Oleh karena itu, puskesmas
mengadakan kegiatan preventif promotif untuk menekan angka
stunting berupa penyuluhan.
Permasalahan 1. tingkat pengetahuan yang rendah mengenai stunting/kerdil
2. tingkat pengetahuan yang rendah mengenai pemahaman
membaca grafik KMS
Perencanaan &
pemilihan
- Mengidentifikasi masalah-masalah yang sering terjadi
intervensi
- Menentukan jadwal kegiatan pemicuan, dan melakukan
undangan
- Mempersiapkan tempat dan sarana serta materi dan alat bantu
penyuluhan
Intervensi :
- Melakukan penyuluhan interaktif
- Membagikan leaflet

Sasaran : Kegiatan Imunisasi Desa Mintobasuki


Persiapan logistik : poster dan leaflet
Pelaksanaan Penyuluhan tentang stunting dilaksanakan pada :
1. Hari, tanggal : Senin, 3 Agustus 2020
2. Jam : 08.00 - selesai WIB
Peserta Peserta Ibu Desa Mintobasuki yang mengikuti kegiatan
imunisasi
Media yang digunakan ialah leaflet dan poster
Metode yang digunakan ialah melalui presentasi oral dan diskusi
tanya jawab
Monitoring & 1. Evaluasi Proses
evaluasi
e. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang
direncanakan
f. Peserta berperan aktif dan interaktif selama jalannya
penyuluhan
2. Evaluasi Hasil
e. Bentuk : Tanya – Jawab
f. Jumlah : 2 pertanyaan
1) Apa itu kerdil/stunting?
2) Bagaimana cara pencegahan stunting/kerdil?
3. Hasil : Peserta mampu menjawab pertanyaan dengan
cukup baik.

F4
Judul Penyuluhan MP ASI
Latar belakang Nutrisi yang adekuat pada masa bayi dan anak-anak
sangat dibutuhkan untuk perkembangan setiap anak.
Diketahui bahwa periode dari lahir hingga usia 2 tahun
merupakan periode yang penting untuk mendapatkan
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Untuk
mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global
Strategy for Infant and Young Child Feeding,
WHO/UNICEF merekomendasikan 4 hal penting yang
harus dilakukan, yaitu memberikan Air Susu Ibu (ASI)
kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir,
memberikan ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi
berusia 6 bulan, memberikan Makanan Pendamping Air
Susu Ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24
bulan, dan meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia
24 bulan atau lebih. Pemberian MP-ASI didefinisikan
sebagai suatu proses dimana ASI saja tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi sehingga diperlukan makanan
dan minuman lain yang diberikan bersamaan dengan ASI.1
ASI merupakan makanan yang baik dan memenuhi
semua kebutuhan nutrisi dari bayi selama 6 bulan pertama.
Akan tetapi, setelah usia 6 bulan ASI tidak cukup untuk
membuat bayi tumbuh dengan baik, tambahan makanan lain
juga dibutuhkan. Hal ini dikarenakan pertumbuhan bayi dan
aktivitas dari bayi yang bertambah. Sehingga nutrisi yang
dibutuhkan oleh bayi akan meningkat sesuai pertambahan
usia. Pemberian MP-ASI pada usia 6 bulan ke atas disertai
dengan pemberian ASI lanjutan adalah hal yang penting
dalam perkembangan dan pertumbuhan bayi.2
Di negara-negara berkembang, angka kejadian gizi
buruk masih cukup tinggi berkisar 6,9-53%. Memburuknya
gizi bayi dapat saja terjadi karena penghentian pemberian
ASI dengan alasan ASI tidak keluar dan ketidaktahuan ibu
atas tata cara pemberian ASI kepada bayinya. Data Survei
Demografis dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003
menunjukkan konsumsi MP-ASI secara dini cukup besar,
yaitu sebanyak 35% pada bayi kurang dari 2 bulan dan
sebanyak 37% Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) secara
adekuat terbukti merupakan salah satu intervensi efektif
dapat menurunkan Angka Kematian Bayi.

Permasalahan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)


masih belum terlaksana dengan baik di masyarakat,
termasuk pada masyarakat di Desa Mintobasuki.
Pengetahuan masyarakat mengenai tujuan serta waktu
pemberian MP-ASI masih tergolong rendah. Hal ini terbukti
bahwa masih sering dijumpai ibu-ibu di Desa Mintobasuki
yang terlalu dini memberikan jenis MP-ASI dan terlalu
cepat menyerah untuk memberikan ASI eksklusif kepada
anak-anaknya, atau isi MP ASI yang masih kurang tepat.
Perencanaan & Melakukan pendekatan dengan kepala desa, ataupun masyarakat-
pemilihan
masyarakat di Desa Mintobasuki dalam perencanaan kegiatan
intervensi
pemicuan
- Mengidentifikasi masalah-masalah yang sering terjadi
- Menentukan jadwal kegiatan pemicuan, dan melakukan
undangan
- Mempersiapkan tempat dan sarana serta materi dan alat bantu
penyuluhan

Intervensi :
- Melakukan penyuluhan interaktif
- Membagikan leaflet
Peserta Peserta Ibu Desa Mintobasuki yang mengikuti kegiatan
imunisasi
Media yang digunakan ialah leaflet dan poster
Metode yang digunakan ialah melalui presentasi oral dan diskusi
tanya jawab
Pelaksanaan PPenyuluhan tentang MP ASI dilaksanakan pada :
1. Hari, tanggal : Senin, 3 Agustus 2020
2. Jam : 08.00 - selesai WIB
Peserta Peserta Ibu Desa Mintobasuki yang mengikuti kegiatan
imunisasi
Media yang digunakan ialah leaflet dan poster
Metode yang digunakan ialah melalui presentasi oral dan diskusi
tanya jawab
Monitoring & - Evaluasi Proses
evaluasi
- Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang
direncanakan
- Peserta berperan aktif dan interaktif selama jalannya
penyuluhan
- Evaluasi Hasil
- Bentuk : Tanya – Jawab
- Jumlah : 2 pertanyaan
Makanan untuk MP ASI pertama?
MP Asi 4 bintang?

- Hasil : Peserta mampu menjawab pertanyaan dengan cukup


baik.

F5
Judul “Anak Laki-laki 3 tahun dengan Asma di Poli KIA
Puskesmas Gabus I”

Latar belakang Asma merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak-
anak. Asma memiliki gejala berupa batuk kronik, mengi, napas yang
pendek, dan atau sesak pada dada. Definisi menurut GINA asma adalah
penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan jalan napas
kronis. Hal ini didefinisikan oleh riwayat gejala pernafasan seperti mengi,
sesak napas, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu
dan intensitas, bersamaan dengan keterbatasan aliran udara saat
melakukan ekspirasi. 5
Di Manado, 497 anak yang terpilih secara random dari 25 sekolah
dasar, dilakukan penelitian dengan kuesioner. Hasil yang diperoleh dari
kuesioner yaitu 10,1% menderita asma, Dari 10,1% anak yang menderita
asma terdapat 42,2% mempunyai riwayat atopi berupa rinitis, 20,4%
urtikaria dan 10,7% eksema. Penelitian di Malang terhadap 2232 anak
didapatkan prevalens asma berumur 6-12 tahun 8,4% dan dikatakan
bahwa sebagai faktor pencetus serangan asma adalah infeksi (94,1%),
makanan (51,3%), cuaca (45,5%) dan kelelahan (42,2%). Berbagai negara
melaporkan terjadinya peningkatan jumlah kematian akibat penyakit
asma, termasuk pada anak. 7
Serangan asma bervariasi dari ringan, berat sampai mengancam
kehidupan. Ada berbagai faktor yg dapat menjadi pencetus terjadinya
serangan asma antara lain olahraga, alergen, infeksi, perubahan suhu
udara yang mendadak atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti
asap rokok dll. Selain itu faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, ras,
sosio ekonomi dan faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi
prevalensi asma, derajat penyakit asma, terjadinya serangan asma, dan
berat ringannya serangan asma. 1,8
Tatalaksana asma jangka panjang pada anak bertujuan untuk
mencegah terjadinya serangan asma seminimal mungkin sehingga
memungkinkan anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
sesuai dengan usianya

Permasalahan Asma berhubungan dengan adanya faktor pencetus sehingga


dibutuhkan kesadaran untuk mencari serta menghindari faktor
pencetus tersebut supaya mencegah terjadinya kekambuhan. Oleh
karena itu pada penulisan kali ini kami akan mengangkat masalah
mengenai asma untuk memahami lebih dalam tentang gambaran
klinis, penyebab, dan cara pencegahannya sehingga dapat dilakukan
penanganan yang tepat serta mencegah terjadinya kekambuhan.

Perencanaan & Melakukan pendekatan dengan menganamnesis dan melakukan


pemilihan pemeriksaan fisik pasien anak yang datang ke poli Anak (KIA)
intervensi Puskesmas Gabus 1.

Memberikan edukasi kepada pasien tentang scabies


Sasaran : Pasien Anak yang menderita Asma
Nama lengkap : An. Rinoval Kristian Alvaro
Tempat/Tanggal lahir : Pati, 10 Juni 2017
Alamat : Gabus 4/3, Pati, Jawa Tengah
No RM : 102453
Suku Bangsa : Jawa
Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Dilaksanakan : 24 Juli 2020
Persiapan logistik : media presentasi / leaflet, tensimeter, stetoskop,
sarung tangan, face shield, masker
Pelaksanaan Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada orang tua pasien
dan autoanamnesis pada tanggal 24 Juli 2020 pukul 09.00 WIB di
Puskesmas Gabus 1.
Media yang digunakan ialah media presentasi / leaflet
Monitoring & 1. Monitoring
evaluasi
a. Memperhatikan respon pasien dan orangtua pada saat
dilakukan alloanamnesis/autoanamnesis, penjelasan
diagnosis, rencana terapi, pemberian edukasi mengenai
pengetahuan dan pencegahan penyakit.
b. Mengarahkan orang tua pasien untuk memberikan
pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang diajukan.
c. Orang tua pasien bersedia untuk datang kontrol kembali
ke puskesmas jika timbul serangan
d. Mendorong orang tua untuk mencari faktor pencetus
asma pada anak
2. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
Orang Tua pasien tampak mendengarkan dan
memahami penjelasan yang disampaikan.
b. Evaluasi Proses
Orang tua pasien mengajukan pertanyaan mengenai
penyakit yang diderita anaknya.
c. Evaluasi Hasil
Orang tua pasien mengerti penjelasan yang
disampaikan dan memahami cara penggunaan setiap
obat yang diberikan sesuai dengan rencana terapi yang
telah dijelaskan dokter serta menemukan faktor
pencetus asma pada sang anak

F6
Judul Konseling dan Edukasi pada Pasien Ny N 58 tahun dengan
DM, Neuropati DM, HT, dan Riwayat Stroke
Penyakit diabetes melitus atau yang dikenal dengan kencing manis
merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemukan oleh
pelayan kesehatan di layanan primer, baik klinis maupun
puskesmas. Sebanyak 422 juta penduduk di seluruh dunia
merupakan penderita diabetes melitus pada tahun 2016. Sebanyak
2.650.340 orang (2,1%) angka kejadian diabetes melitus di
Indonesia. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2007
mencatat prevalensi DM di daerah urban adalah sebanyak 5.7%,
menurut data Riskesdas 2013 yang diperoleh dari Departemen
Kesehatan melaporkan prevalensi diabetes mellitus di Indonesia
sebanyak 1.5%. Sebanyak 1,3% dari penduduk di provinsi Jawa
Tengah merupakan penderita diabetes mellitus.
Hipertensi masih menjadi salah satu masalah yang sering
ditemukan dalam pelayanan kesehatan dan masih menjadi penyakit
pertama yang dapat menimbulkan banyak komplikasi terhadap
organ seperti mata, ginjal, pembuluh darah, jantung, otak yang
berujung pada kematian. [Muhadi, 2016]. World Health
Organization (WHO) mencatat sebanyak 1,13 miliar orang di seluruh
dunia menderita hipertensi. Berdasarkan hasil RISKESDAS pada
tahun 2013, didapatkan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar
9,4%, dengan prevalensi terbanyak di Provinsi Sulawesi Utara
sebesar 15% dan terendah di Provinsi Papua sebesar 3,2%. Provinsi
Jawa Tengah sendiri memiliki prevalensi hipertensi cukup tinggi
yaitu sebesar 8.6%. Berdasarkan data yang didapat dari Puskesmas
Gabus pada Januari-September 2018 menunjukkan bahwa Hipertensi
masuk ke dalam 5 penyakit tidak menular dan menduduki urutan pertama
dengan jumlah 1631 kasus lama dan 357 kasus baru.
Permasalahan
Diabetes Mellitus dan hipertensi merupakan penyakit kronis
yang jika tidak ditangani secara komprehensif akan terjadi
komplikasi
Perencanaan & Melakukan pendekatan dengan menganamnesis dan melakukan
pemilihan
pemeriksaan fisik pada pasien DM dan Hipertensi yang datang ke
intervensi
poli umum Puskesmas Gabus 1.
Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang
penyakit DM dan hipertensi.
Sasaran : Pasien dengan penyakit DM dan hipertensi
Nama : Ny. N

Tempat, tanggal lahir : Palembang, 10 Agustus 1962

Jenis Kelamin : Perempuan


Umur : 58 tahun

Alamat : Tambah Muyo RT 3 RW Pati Jawa Tengah

Pendidikan Terakhir : SMP

Pekerjaan : Pedagang

Agama : Islam

Status pernikahan : Menikah

Suku bangsa : Jawa

Tanggal Periksa : 22 Juli 2020


Persiapan logistik : media presentasi / leaflet, tensimeter, stetoskop,
sarung tangan, masker
Pelaksanaan Anamnesis diperoleh melalui autoanamnesis kepada pasien pada
tanggal 22 Agustus 2020 pukul 09.00 WIB di Puskesmas Gabus 1.
Media yang digunakan ialah media presentasi / leaflet
Monitoring & Monitoring
evaluasi
a. Memperhatikan respon pasien pada saat dilakukan
autoanamnesis autoanamnesis kepada pasien, penjelasan diagnosis,
rencana terapi, pemberian edukasi mengenai pengetahuan dan
pencegahan penyakit.
b. Mengarahkan pasien untuk memberikan pertanyaan dan
menjawab pertanyaan yang diajukan.
c. Pasien bersedia untuk datang kontrol secara teratur ke puskesmas
setelah obat habis dan meminum obat secara teratur atau motivasi
pasien untuk mengikuti program PROLANIS
d. Monitoring jika ada gejala komplikasi
Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
Pasien tampak mendengarkan dan memahami penjelasan yang
disampaikan.
b.Evaluasi Proses
Pasien mengajukan pertanyaan mengenai penyakit yang
dideritanya.
c.Evaluasi Hasil
Pasien mengerti penjelasan yang disampaikan dan memahami cara
penggunaan setiap obat yang diberikan sesuai dengan rencana
terapi yang telah dijelaskan dokter dan anak pasien bersedia untuk
menjadi pengawas minum obat serta memantau untuk menjaga pola
makan dari ibunya.

Anda mungkin juga menyukai