PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang sering menyerang pria maupun
wanita dari berbagai usia dengan berbagai tampilan klinis dan episode. ISK sering
menyebabkan morbiditas dan dapat secara signifikan menjadi mortalitas. Walaupun saluran
kemih normalnya bebas dari pertumbuhan bakteri, bakteri yang umumnya baik naik dari
rectum dapat menyebabkan terjadinya ISK. Ketika virulensi meningkat atau pertahanan inang
menurun, adanya inokulasi bakteri dan kolonisasi makan infeksi pada saluran kemih dapat
terjadi.
Infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti
bakteri, virus, dan jamur, tetapi yang terbanyak adalah bakteri. Menurut WHO bakteri utama
terkait ISK pada anak anak di negara berkembang adalah organisme Gram negatif, seperti
Escherichia coli. (Sukandar, E., 2004)
Penyakit ISK terjadi dipengaruhi oleh banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi
bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih
termasuk ginjal. Pasien perempuan lebih rentan menderita penyakit ISK dibandingkan
dengan pasien laki-laki. Penyebabnya adalah karena uretra perempuan lebih pendek sehingga
mikroorganisme dari luar lebih mudah mencapai kandung kemih yang letaknya dekat dengan
daerah perianal. Lebih kurang 35% kaum wanita selama hidupnya pernah menderita ISK akut
dan umur tersering adalah di kelompok umur antara 20 sampai 50 tahun (Sukandar, 2009).
Manifestasi klinis yang sering menjadi keluhan utama pasien adalah nyeri pinggang,
nyeri suprapubic, nokturia, dysuria, stranguria, demam dan hingga dapat terjadi menggigil.
Parameter utama penegakan diagnosa ISK adalah dengan melihat tanda dan gejala serta
pemeriksaan laboratorium seperti urinalisa dan kultur urin. (Sukandar, E., 2004
Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan tes sensitivitas
sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang tepat. Efektivitas terapi antibiotika pada
ISK dapat dilihat dari penurunan angka lekosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari
urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien. (Coyle and Prince, 2005)
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Infeksi saluran kemih merupakan istilah umum yang menunjukkan keberadaan
mikroorganisme dalam urine. Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan
ginjal, ureter, buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang
menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E., 2004).
Terminologi
Bacteriuria bermakna (significant bacteriuria) menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme
murni lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml) pada biakan urin. (Sukandar, E., 2004
Bacteriuria bermakna mungkin tidak disertai presentasi klinis ISK dan dinamakan
bacteriuria asimptomatik (covert bacteriuria)
Bacteriuria bermakna yang disertai presentasi klinis ISK dan dinamakan bacteriuria
simptomatik
Epidemiologi
ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor
predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama
periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK
dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor
predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada
perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5%
selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai
30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti berikut litiasis,
obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca
transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sickle-cell, senggama, kehamilan dan
peserta KB dengan table progesterone, serta kateterisasi. (Sukandar, E., 2004)
Etiologi ISK
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh kuman gram
negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun
yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus mirabilis (30 % dari infeksi
saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella
pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Organisme gram
positif seperti Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan
Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan struktur
saluran kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada ISK nosokomial
atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan Pseudomonas (Lumbanbatu,
S.M., 2003).
Klasifikasi ISK
Secara Umum :
1. ISK UNCOMPLICATED
ISK simple adalah infeksi yang terjadi pada insan sehat dan tidak menyebar ke
tempat tubuh yang lain. ISK simple ini biasanya sembuh sempurna sesuai dengan
pemberian obat. ISK ini terjadi pada pasien dengan anatomic maupun fungsional
normal. Infeksi ini hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih. (Alwi,
2014)
2. ISK COMPLICATED
ISK complicated adalah infeksi yang disebabkan oleh kelainan anatomis pada
seluran kemih, menyebar ke bagian tubuh yang lain, bertambah berat dengan
underlying disease, ataupun bersifat resisten terhadap pengobatan. ISK
complicated lebih sukar diobati. Sering menimbulkan banyak masalah karena
sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten
terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock.
ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut: (Alwi, 2014)
Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral
obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing
menetap dan prostatitis.
Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
Gangguan daya tahan tubuh
Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang
memproduksi urease.
Berdasarkan Lokasi
Laki-laki
Patogenesis ISK
Patogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas
dan status pasien sendiri (host). (Alwi, 2014)
Patofisiologi ISK
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam
traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi
terdekat, hematogen, limfogen. (Dwi, 2010)
Ada dua jalur utama terjadinya ISK yaitu asending dan hematogen.
1. Asending
Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi
dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki
sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi,
kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan
sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi. Naiknya
bakteri dari kandung kemih ke ginjal. (Dwi, 2010)
2. Hematogen
Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah
penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi
struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu:
adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih,
bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain. (Dwi, 2010)
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah : (Dwi, 2010)
1. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
2. Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
3. Hematuria
4. Nyeri punggung dapat terjadi
5. Demam
6. Menggigil
7. Nyeri panggul dan pinggang
8. Nyeri ketika berkemih
9. Malaise
10. Pusing
11. Mual dan muntah
Setiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada perempuan harus dilakuakan
investigasi faktor predisposisi atau pencetus (Alwi, 2014)
a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 °C),
disertai mengigil dan sakit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala
ISK bawah (sistitis). (Alwi, 2014)
b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakiuria,
nokturia, disuria, dan stanguria. (Alwi, 2014)
c. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis.
SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 thun. Presentasi klinis SUA
sangat miskin (hanya disuri dan sering kencing) disertai cfu/ml urin <105; sering
disebut sistitis abakterialis. Sindrom uretra akut (SUA) dibagi 3 kelompok pasien,
yaitu: i. Kelompok pertama pasien dengan piuria, biakan uria dapat diisolasi E-coli
dengan cfu/ml urin 103-105. Sumber infeksi berasal dari kelenjar peri-uretral atau
uretra sendiri. Kelompok pasien ini memberikan respon baik terhadap antibiotik
standar seperti ampsilin. (Alwi, 2014)
ii. Kelompok kedua pasien leukosituri 10-50/lapangan pangdang tinggi dan kultur
urin steril. Kultur khusus ditemukan clamydia trachomalis atau bakteri
anaerobic.
iii. Kelompok ketiga pasien tanpa piuri dan biakan urin steril.
d. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2 kelompok; yaitu: a). Re-infeksi (re-infections).
Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu mikroorganisme (MO)
yang berlainan. b). Relapsing infection. Setiap kali infeksi disebabkan MO yang sama,
disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat. (Sukandar, E., 2004)
Diagnosis ISK
Anamnesis
Manifestasi klinis yang sering menjadi keluhan utama pasien adalah nyeri pinggang, nyeri
suprapubic, nokturia, dysuria, stranguria, demam dan hingga dapat terjadi menggigil.
Pemeriksaan Fisik
Nyeri tekan suprapubic atau demam hingga menggigil
1. Urinalisis
2. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sediment air kemih
3. Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun urolitiasis.
4. Bakteriologis
5. Mikroskopis
6. Biakan bakteri
7. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
8. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin
tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria
utama adanya infeksi.
9. Metode tes
10. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk
pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes
pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin
normal menjadi nitrit.
11. Tes Penyakit Menular Seksual (PMS) :
12. Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis,
neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
13. Tes- tes tambahan :
14. Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat
dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius,
adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram
IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan
untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.
Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur urin, serta
jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan diagnosis ISK.
Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan
protocol yang dianjurkan. (Sukandar, E., 2004)
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus
berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui
adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Renal imaging
procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK termasuklah ultrasonogram (USG),
radiografi (foto polos perut, pielografi IV, micturating cystogram), dan isotop scanning.
(Sukandar, E., 2004)
Dua parameter penting ISK antara lain jumlah leukosit dan bakteri dalam urin. Jumlah
leukosit yang dianggap bermakna adalah >5/lapang pandang besar (LPB). Apabila didapat
leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur. Deteksi bakteri
merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. (Alwi, 2014)
Escherichia coli telah resisten terhadap antibiotik golongan sefalosporin yaitu
seftazidim, sefalotin, sodium sefuroksim, sefotaksim, seftriakson. Antibiotik lain yang juga
mengalami resistensi terhadap bakteri Escherichia coli yaitu amoksisil-klavulanat,
kloramfenikol, kotrimoksazol, tobramisin, tetrasiklin, dan siprofloksasin. Meropenem dan
juga tobramisin masih cukup sensitif terhadap bakteri Escherichia coli. (Alwi, 2014)
Deteksi bakteri merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Pada penelitian kami
didapatkan >5 leukosit/LPB dan apabila tidak terdapat bakteri bermakna maka dianggap
bukan ISK. Walaupun demikian di dalam literatur lain disebutkan bahwa tidak adanya
leukosituria tidak menyingkirkan ISK karena bakteria dapat juga terjadi tanpa leukosituria.
(Alwi, 2014)
Pemeriksaan laboratorium
1. Urinalisis
a. Leukosuria
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan adalah
ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sedimen air kemih. Adanya leukosit silinder pada sediment urin menunjukkan adanya
keterlibatan ginjal. Namun adanya leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK
karena dapat pula dijumpai pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituri
yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur. (Alwi, 2014)
b. Hematuria
Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila dijumpai 5-10
eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh berbagai keadaan patologis
baik berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor
ginjal, atau nekrosis papilaris. (Alwi, 2014)
2. Bakteriologis
Dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau tanpa pewarnaan gram. Dinyatakan
positif bila dijumpai 1 bakteri /lapangan pandang minyak emersi. Biakan bakteri
Dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam
jumlah bermakna sesuai dengan criteria Cattell, 1996:
pathogen apapun pada urin yang diambil dengan cara aspirasi suprapubik
• Pasien asimtomatik : > 105 organisme patogen/ml urin pada 2 contoh urin berurutan.
3. Tes kimiawi
Yang paling sering dipakai ialah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian
besar mikroba kecuali enterokoki, mereduksi nitrat bila dijumpai lebih dari 100.000 -
1.000.000 bakteri. Konversi ini dapat dijumpai dengan perubahan warna pada uji
tarik. Sensitivitas 90,7% dan spesifisitas 99,1% untuk mendeteksi Gram-negatif. Hasil
palsu terjadi bila pasien sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis banyak, infeksi oleh
enterokoki dan asinetobakter. (Alwi, 2014)
Penatalaksanaan ISK
1. ISK Bawah
Prinsip manajemen meliputi intake cairan yang banyak, antibiotik yang adekuat, jika
perlu terapi simptomatik untuk alkalinisasi urine
Hampir 80% berespon setelah 48 jam dengan antibiotic tunggal seperti ampiccilin 3
gr, trimetropin 200mg
Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisa (lekosiuria) diperluan terapi
konvensional selama 5-10 hari
Pemeriksaan mikroskopik urine dan biakan urine tidak diperlukan bila semua gejala
hilang dan tanpa lekosiuria
SUA dengan cfu 103-105 memerlukan antibiotic adekuat. Infeksi klamidia memberi
hasil yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi oleh mikroorganisme anaerobic dapat
diberikan kuinolon.
2. ISK atas
Umumnya pasien dengan PNA memerlukan rawat inap untuk memelihara status
hidrasi dan terapi antibiotic parenteral paling sedikit 48 jam
The infectious disease society of American menganjurkan 1 dari 3 alternatif terapi
antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui
mikroorganisme penyebab :
Flurokuinolon
Amnioglikosida dengan atau tanpa ampicillin
Sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa amnioglikosida
Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan tes sensitivitas
sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang tepat. Efektivitas terapi antibiotika pada
ISK dapat dilihat dari penurunan angka lekosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari
urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien. (Alwi, 2014)
Idealnya antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus memiliki sifat-sifat
sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh pasien, dapat mencapai kadar
yang tinggi dalam urin, serta memiliki spektrum terbatas untuk mikroba yang diketahui atau
dicurigai. Pemilihan antibiotika harus disesuaikan dengan pola resistensi lokal, disamping
juga memperhatikan riwayat antibiotika yang digunakan pasien (Coyle and Prince, 2005).
Siprofloksasin memiliki sifat bakterisid, yang berguna terutama dalam mengobati
infeksi yang disebabkan oleh E. coli dan bakteri gram negatif lainnya. Siprofloksasin
terdistribusi baik ke dalam cairan jaringan dan tubuh. Kadarnya tinggi dalam tulang, urin,
ginjal, dan prostat sehingga dapat mencapai Kadar Hambat Minimum (KHM) bakteri
(Mutschler, 1999; Setiabudy, 2007; Mycek, 2001).
Komplikasi ISK
ISK sederhana / tak berkomplikasi : non-obstruksi dan bukan terjadi pada wanita
hamil
ISK berkomplikasi : ISK selama kehamilan dan ISK pada diabetes melitus
Alwi, Idrus dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keenam. Jilid II. Interna
Publishing.
Febrianto, dkk. 2013. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran Kemih
(ISK) di Instalasi Rawat Inap RSUD Undata Palu Tahun 2012 di unduh dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=141704&val=741 pada tanggal
12 Desember 2017
John, 2017 Prevention of Urinary Tract Infection in Women.
https://emedicine.medscape.com/article/1958794-overview pada tanggal 8 Januari
2017.
Urinary Tract Infection. 2017. Diakses dari https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/urinary-tract-infection/symptoms-causes/syc-20353447 pada tanggal 25
Desember 2017.
Nicole, 2011. Swarming Motility in Proteus Mirabilis: Causative Agent of UTIs. Diakses dari
https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Swarming_Motility_in_Proteus_Mirabilis:
_Causative_Agent_of_UTIs pada tanggal 8 Januari 2018
Samirah, dkk. 2006. Pola dan Sensitivitas kuman di penderita infeksi saluran kemih. Diunduh
dari http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-IJCPML-12-3-02.pdf pada tanggal
12 Desember 2017
Sukandar, 2014. Infeksi saluran kemih. Di unduh dari file:///C:/Users/USER/Downloads/347-
917-1-SM%20(2).pdf pada tanggal 12 Desember 2017