Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang sering menyerang pria maupun
wanita dari berbagai usia dengan berbagai tampilan klinis dan episode. ISK sering
menyebabkan morbiditas dan dapat secara signifikan menjadi mortalitas. Walaupun saluran
kemih normalnya bebas dari pertumbuhan bakteri, bakteri yang umumnya baik naik dari
rectum dapat menyebabkan terjadinya ISK. Ketika virulensi meningkat atau pertahanan inang
menurun, adanya inokulasi bakteri dan kolonisasi makan infeksi pada saluran kemih dapat
terjadi.
Infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti
bakteri, virus, dan jamur, tetapi yang terbanyak adalah bakteri. Menurut WHO bakteri utama
terkait ISK pada anak anak di negara berkembang adalah organisme Gram negatif, seperti
Escherichia coli. (Sukandar, E., 2004)
Penyakit ISK terjadi dipengaruhi oleh banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi
bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih
termasuk ginjal. Pasien perempuan lebih rentan menderita penyakit ISK dibandingkan
dengan pasien laki-laki. Penyebabnya adalah karena uretra perempuan lebih pendek sehingga
mikroorganisme dari luar lebih mudah mencapai kandung kemih yang letaknya dekat dengan
daerah perianal. Lebih kurang 35% kaum wanita selama hidupnya pernah menderita ISK akut
dan umur tersering adalah di kelompok umur antara 20 sampai 50 tahun (Sukandar, 2009).
Manifestasi klinis yang sering menjadi keluhan utama pasien adalah nyeri pinggang,
nyeri suprapubic, nokturia, dysuria, stranguria, demam dan hingga dapat terjadi menggigil.
Parameter utama penegakan diagnosa ISK adalah dengan melihat tanda dan gejala serta
pemeriksaan laboratorium seperti urinalisa dan kultur urin. (Sukandar, E., 2004
Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan tes sensitivitas
sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang tepat. Efektivitas terapi antibiotika pada
ISK dapat dilihat dari penurunan angka lekosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari
urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien. (Coyle and Prince, 2005)
BAB II
PEMBAHASAN

Definisi
Infeksi saluran kemih merupakan istilah umum yang menunjukkan keberadaan
mikroorganisme dalam urine. Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan
ginjal, ureter, buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang
menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E., 2004).

Terminologi
Bacteriuria bermakna (significant bacteriuria) menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme
murni lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml) pada biakan urin. (Sukandar, E., 2004

 Bacteriuria bermakna mungkin tidak disertai presentasi klinis ISK dan dinamakan
bacteriuria asimptomatik (covert bacteriuria)
 Bacteriuria bermakna yang disertai presentasi klinis ISK dan dinamakan bacteriuria
simptomatik

Epidemiologi
ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor
predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama
periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK
dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor
predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada
perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5%
selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai
30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti berikut litiasis,
obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca
transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sickle-cell, senggama, kehamilan dan
peserta KB dengan table progesterone, serta kateterisasi. (Sukandar, E., 2004)
Etiologi ISK
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh kuman gram
negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun
yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus mirabilis (30 % dari infeksi
saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella
pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Organisme gram
positif seperti Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan
Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan struktur
saluran kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada ISK nosokomial
atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan Pseudomonas (Lumbanbatu,
S.M., 2003).

Klasifikasi ISK
Secara Umum :
1. ISK UNCOMPLICATED
ISK simple adalah infeksi yang terjadi pada insan sehat dan tidak menyebar ke
tempat tubuh yang lain. ISK simple ini biasanya sembuh sempurna sesuai dengan
pemberian obat. ISK ini terjadi pada pasien dengan anatomic maupun fungsional
normal. Infeksi ini hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih. (Alwi,
2014)
2. ISK COMPLICATED
ISK complicated adalah infeksi yang disebabkan oleh kelainan anatomis pada
seluran kemih, menyebar ke bagian tubuh yang lain, bertambah berat dengan
underlying disease, ataupun bersifat resisten terhadap pengobatan. ISK
complicated lebih sukar diobati. Sering menimbulkan banyak masalah karena
sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten
terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock.
ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut: (Alwi, 2014)
 Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral
obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing
menetap dan prostatitis.
 Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
 Gangguan daya tahan tubuh
 Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang
memproduksi urease.

Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:


1. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
2. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
3. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain

Berdasarkan Lokasi

1. Infeksi saluran kemih (ISK) bawah


Perempuan
 Sistitis = presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai bacteriuria bermakna.
Keluhan : nyeri suprapubic, nokturia, dysuria, stranguria
 Sindrom uretra akut (SUA) = presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme steril), sering dinamakan sistitis abakterialis. Menurut
penelitian, SUA disebabkan oleh bakteri anaerobic. Keluhan sangat minim
(hanya dysuria dan frekuensi) serta cfu/ml urine <105 (Alwi, 2014)

Laki-laki

 Manifestasi klinis dapat berupa sistitis, prostatitis, epididymitis, urethritis.

2. Infeksi saluran kemih (ISK) atas


 Pielonefritis akut (PNA) = proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan
oleh bakteri. Gejala klinis : demam tinggi (39.5-40.5°C), menggigil, nyeri
pinggang. Biasanya sering didahului gejala sistitis.
 Pielonefritis kronik (PNK) = mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil, (Alwi, 2014)

Patogenesis ISK
Patogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas
dan status pasien sendiri (host). (Alwi, 2014)

A. Peran patogenisitas bakteri.


Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga terkait dengan etiologi
ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari
lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/ E.coli yang berhasil
diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas
khusus (Sukandar, E., 2004).
B. Peran bacterial attachment of mucosa.
Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan satu pelengkap patogenesis yang
mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada
umumnya P fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdapat pada sel
epitel saluran kemih atas dan bawah (Sukandar, E., 2004).
C. Peranan faktor virulensi lainnya.
Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa
toksin seperti α-hemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1(CNF-1), dan iron reuptake
system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% α-hemolisin terikat pada
kromosom dan berhubungan degan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5% terikat
pada gen plasmio. (Sukandar, E., 2004)
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan
bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan ini
menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan
lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam
kandung kemih dan ginjal. (Sukandar, E., 2004)

D. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)


a. Faktor Predisposisi Pencetus ISK.
Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotensi peranan status saluran
kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan
status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi
bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh
(eksasebasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih.
Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih
dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap
infeksi. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks
vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi
antibiotika. Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila
refluks visikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak
jarang dijumpai di klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya
tanpa edema dengan/tanpa hipertensi. (Sukandar, E., 2004)

b. Status Imunologi Pasien (host).


Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status
sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Pada tabel di
bawah dapat dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan hubungan
antara berbagai ISK (ISK rekuren) dan status secretor (sekresi antigen darah
yang larut dalam air dan beberapa kelas immunoglobulin) sudah lama
diketahui. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB,
B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe
golongan darah Lewis. (Sukandar, E., 2004)

Patofisiologi ISK
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam
traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi
terdekat, hematogen, limfogen. (Dwi, 2010)
Ada dua jalur utama terjadinya ISK yaitu asending dan hematogen.
1. Asending
Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi
dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki
sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi,
kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan
sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi. Naiknya
bakteri dari kandung kemih ke ginjal. (Dwi, 2010)
2. Hematogen
Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah
penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi
struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu:
adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih,
bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain. (Dwi, 2010)

Manisfestasi klinis ISK

Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah : (Dwi, 2010)
1. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
2. Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
3. Hematuria
4. Nyeri punggung dapat terjadi
5. Demam
6. Menggigil
7. Nyeri panggul dan pinggang
8. Nyeri ketika berkemih
9. Malaise
10. Pusing
11. Mual dan muntah

Setiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada perempuan harus dilakuakan
investigasi faktor predisposisi atau pencetus (Alwi, 2014)

a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 °C),
disertai mengigil dan sakit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala
ISK bawah (sistitis). (Alwi, 2014)
b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakiuria,
nokturia, disuria, dan stanguria. (Alwi, 2014)
c. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis.
SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 thun. Presentasi klinis SUA
sangat miskin (hanya disuri dan sering kencing) disertai cfu/ml urin <105; sering
disebut sistitis abakterialis. Sindrom uretra akut (SUA) dibagi 3 kelompok pasien,
yaitu: i. Kelompok pertama pasien dengan piuria, biakan uria dapat diisolasi E-coli

dengan cfu/ml urin 103-105. Sumber infeksi berasal dari kelenjar peri-uretral atau
uretra sendiri. Kelompok pasien ini memberikan respon baik terhadap antibiotik
standar seperti ampsilin. (Alwi, 2014)
ii. Kelompok kedua pasien leukosituri 10-50/lapangan pangdang tinggi dan kultur
urin steril. Kultur khusus ditemukan clamydia trachomalis atau bakteri
anaerobic.
iii. Kelompok ketiga pasien tanpa piuri dan biakan urin steril.
d. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2 kelompok; yaitu: a). Re-infeksi (re-infections).
Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu mikroorganisme (MO)
yang berlainan. b). Relapsing infection. Setiap kali infeksi disebabkan MO yang sama,
disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat. (Sukandar, E., 2004)

Diagnosis ISK
Anamnesis
Manifestasi klinis yang sering menjadi keluhan utama pasien adalah nyeri pinggang, nyeri
suprapubic, nokturia, dysuria, stranguria, demam dan hingga dapat terjadi menggigil.

Pemeriksaan Fisik
Nyeri tekan suprapubic atau demam hingga menggigil

Pemeriksaan penunjang diagnosis ISK

1. Urinalisis
2. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sediment air kemih
3. Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun urolitiasis.
4. Bakteriologis
5. Mikroskopis
6. Biakan bakteri
7. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
8. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin
tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria
utama adanya infeksi.
9. Metode tes
10. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk
pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes
pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin
normal menjadi nitrit.
11. Tes Penyakit Menular Seksual (PMS) :
12. Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis,
neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
13. Tes- tes tambahan :
14. Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat
dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius,
adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram
IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan
untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur urin, serta
jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan diagnosis ISK.
Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan
protocol yang dianjurkan. (Sukandar, E., 2004)
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus
berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui
adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Renal imaging
procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK termasuklah ultrasonogram (USG),
radiografi (foto polos perut, pielografi IV, micturating cystogram), dan isotop scanning.
(Sukandar, E., 2004)
Dua parameter penting ISK antara lain jumlah leukosit dan bakteri dalam urin. Jumlah
leukosit yang dianggap bermakna adalah >5/lapang pandang besar (LPB). Apabila didapat
leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur. Deteksi bakteri
merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. (Alwi, 2014)
Escherichia coli telah resisten terhadap antibiotik golongan sefalosporin yaitu
seftazidim, sefalotin, sodium sefuroksim, sefotaksim, seftriakson. Antibiotik lain yang juga
mengalami resistensi terhadap bakteri Escherichia coli yaitu amoksisil-klavulanat,
kloramfenikol, kotrimoksazol, tobramisin, tetrasiklin, dan siprofloksasin. Meropenem dan
juga tobramisin masih cukup sensitif terhadap bakteri Escherichia coli. (Alwi, 2014)
Deteksi bakteri merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Pada penelitian kami
didapatkan >5 leukosit/LPB dan apabila tidak terdapat bakteri bermakna maka dianggap
bukan ISK. Walaupun demikian di dalam literatur lain disebutkan bahwa tidak adanya
leukosituria tidak menyingkirkan ISK karena bakteria dapat juga terjadi tanpa leukosituria.
(Alwi, 2014)

Pemeriksaan laboratorium
1. Urinalisis
a. Leukosuria
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan adalah
ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sedimen air kemih. Adanya leukosit silinder pada sediment urin menunjukkan adanya
keterlibatan ginjal. Namun adanya leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK
karena dapat pula dijumpai pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituri
yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur. (Alwi, 2014)

b. Hematuria
Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila dijumpai 5-10
eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh berbagai keadaan patologis
baik berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor
ginjal, atau nekrosis papilaris. (Alwi, 2014)

2. Bakteriologis
Dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau tanpa pewarnaan gram. Dinyatakan
positif bila dijumpai 1 bakteri /lapangan pandang minyak emersi. Biakan bakteri

Dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam
jumlah bermakna sesuai dengan criteria Cattell, 1996:

• Wanita, simtomatik : >102organisme koliform/ml urin plus piuria, atau 10


5organisme pathogen apapun/ml urin, atau Adanya pertumbuhan organisme

pathogen apapun pada urin yang diambil dengan cara aspirasi suprapubik

• Laki-laki, simtomatik : >103organisme patogen/ml urin

• Pasien asimtomatik : > 105 organisme patogen/ml urin pada 2 contoh urin berurutan.

3. Tes kimiawi
Yang paling sering dipakai ialah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian
besar mikroba kecuali enterokoki, mereduksi nitrat bila dijumpai lebih dari 100.000 -
1.000.000 bakteri. Konversi ini dapat dijumpai dengan perubahan warna pada uji
tarik. Sensitivitas 90,7% dan spesifisitas 99,1% untuk mendeteksi Gram-negatif. Hasil
palsu terjadi bila pasien sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis banyak, infeksi oleh
enterokoki dan asinetobakter. (Alwi, 2014)

4. Tes Plat-Celup (Dip-slide)


Lempeng plastik bertangkai dimana kedua sisi permukaannya dilapisi perbenihan
padat khusus dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu
lempeng dimasukkan kembali ke dalam tabung plastik tempat penyimpanan semula,
lalu dilakukan pengeraman semalaman pada suhu 37° C. Penentuan jumlah kuman/ml
dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan pada lempeng perbenihan
dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan keadaan kepadatan koloni yang
sesuai dengan jumlah kuman antara 1000 dan 10.000.000 dalam tiap ml urin yang
diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup akurat. Tetapi jenis kuman dan
kepekaannya tidak dapat diketahui. (Alwi, 2014)

Penatalaksanaan ISK

Tatalaksana sebagai berikut: (Alwi, 2014)


1. Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang
secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal
terhaap flora fekal dan vagina.
2. Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
3. Terapi antibiotika dosis tunggal
4. Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
5. Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
6. Terapi dosis rendah untuk supresi
7. Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi.
Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif
(mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan
dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
8. Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau
amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium,
suatu analgesic urinarius jug dapat digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan
akibat infeksi.

Manajemen ISK (Alwi, 2014)

1. ISK Bawah
 Prinsip manajemen meliputi intake cairan yang banyak, antibiotik yang adekuat, jika
perlu terapi simptomatik untuk alkalinisasi urine
 Hampir 80% berespon setelah 48 jam dengan antibiotic tunggal seperti ampiccilin 3
gr, trimetropin 200mg
 Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisa (lekosiuria) diperluan terapi
konvensional selama 5-10 hari
 Pemeriksaan mikroskopik urine dan biakan urine tidak diperlukan bila semua gejala
hilang dan tanpa lekosiuria
 SUA dengan cfu 103-105 memerlukan antibiotic adekuat. Infeksi klamidia memberi
hasil yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi oleh mikroorganisme anaerobic dapat
diberikan kuinolon.

2. ISK atas
 Umumnya pasien dengan PNA memerlukan rawat inap untuk memelihara status
hidrasi dan terapi antibiotic parenteral paling sedikit 48 jam
 The infectious disease society of American menganjurkan 1 dari 3 alternatif terapi
antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui
mikroorganisme penyebab :
 Flurokuinolon
 Amnioglikosida dengan atau tanpa ampicillin
 Sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa amnioglikosida

Reinfeksi berulang (frequent re-infection) (Alwi, 2014)


a. Disertai faktor predisposisi.
Terapi antimikroba yang intensif diikuti koreksi faktor resiko.
b. Tanpa faktor predisposisi
- Asupan cairan banyak
- Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal (misal
trimetroprim 200mg)
- Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.

Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan tes sensitivitas
sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang tepat. Efektivitas terapi antibiotika pada
ISK dapat dilihat dari penurunan angka lekosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari
urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien. (Alwi, 2014)
Idealnya antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus memiliki sifat-sifat
sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh pasien, dapat mencapai kadar
yang tinggi dalam urin, serta memiliki spektrum terbatas untuk mikroba yang diketahui atau
dicurigai. Pemilihan antibiotika harus disesuaikan dengan pola resistensi lokal, disamping
juga memperhatikan riwayat antibiotika yang digunakan pasien (Coyle and Prince, 2005).
Siprofloksasin memiliki sifat bakterisid, yang berguna terutama dalam mengobati
infeksi yang disebabkan oleh E. coli dan bakteri gram negatif lainnya. Siprofloksasin
terdistribusi baik ke dalam cairan jaringan dan tubuh. Kadarnya tinggi dalam tulang, urin,
ginjal, dan prostat sehingga dapat mencapai Kadar Hambat Minimum (KHM) bakteri
(Mutschler, 1999; Setiabudy, 2007; Mycek, 2001).

Komplikasi ISK

 ISK sederhana / tak berkomplikasi : non-obstruksi dan bukan terjadi pada wanita
hamil
 ISK berkomplikasi : ISK selama kehamilan dan ISK pada diabetes melitus

ISK bawah tak berkomplikasi

ANTIBIOTIK DOSIS LAMA TERAPI


Trimethoprim + Sulfametoksazol 2x160/800mg 3 hari
Trimetroprim 2x100mg 3 hari
Siprofloksasin 2x100-250mg 3 hari
Levofloksasin 2x250 mg 3 hari
Sefiksim 1x400mg 3 hari
Sefpodoksim proksetil 2x100mg 3 hari
Nitrofurantoin makrokristal 5x50mg 7 hari
Nitrofurantoin monohidrat 2x100mg 7 hari
Amoksisilin clavunalat 2x500mg 7 hari

ISK atas berkomplikasi

Antibiotik Dosis Interval


Sefepime 1 gram 12 jam
Siprofloksasin 400 mg 12 jam
Levofloksasin 500 mg 24 jam
Ofloksasin 400mg 12 jam
Gantamisin (+ ampicillin) 3-5mg/kgBB 24 jam
1mg.kgBb 8 jam
Ampisilin (+gentamisin) 1-2gram 6 jam
Tikarsilin+klavunat 3,2 gram 8 jam
Piperasilin+tazobaktam 3,375mg 2-8 jam
Imipenem+silastatin 250-500mg 6-8 jam
Pencegahan
Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik bersifat
selektif dengan tujuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai presentasi klinik
ISK. Uji saring bakteriuria harus rutin dengan jadwal tertentu untuk kelompok pasien
perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca transplantasi ginjal perempuan
dan laki-laki, dan kateterasi laki-laki dan perempuan. (Alwi, 2014)
Wipe in the correct direction, from front to back, after using the bathroom. Clean the
bladder area first when washing to prevent contamination with bacteria from other parts of
you the body. Empty the bladder at least every 4 hours. (John, 2017)
Langkah untuk mencegah penyakit infeksi saluran kemih :
 Minum air putih 6-8 gelas setiap hari dan setelah berhubungan seks.
 Jangan menahan buang air kecil.
 Selalu buang air kecil sebelum dan setelah berhubungan badan untuk menghilangkan
bakteri yang mungkin telah memasuki uretra.
 Membersihkan kemaluan sebelum melakukan hubungan seks.
 Basuh area feminin dari depan ke belakang.
 Jaga daerah kemaluan tetap kering dengan mengenakan pakaian dari bahan katun.
Gunakan pakaian yang longgar.
 Hindari celana jeans ketat atau busana berbahan nilon karena dapat membuat kulit
menjadi lembap dan menimbulkan bakteri.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Idrus dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keenam. Jilid II. Interna
Publishing.
Febrianto, dkk. 2013. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran Kemih
(ISK) di Instalasi Rawat Inap RSUD Undata Palu Tahun 2012 di unduh dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=141704&val=741 pada tanggal
12 Desember 2017
John, 2017 Prevention of Urinary Tract Infection in Women.
https://emedicine.medscape.com/article/1958794-overview pada tanggal 8 Januari
2017.
Urinary Tract Infection. 2017. Diakses dari https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/urinary-tract-infection/symptoms-causes/syc-20353447 pada tanggal 25
Desember 2017.
Nicole, 2011. Swarming Motility in Proteus Mirabilis: Causative Agent of UTIs. Diakses dari
https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Swarming_Motility_in_Proteus_Mirabilis:
_Causative_Agent_of_UTIs pada tanggal 8 Januari 2018
Samirah, dkk. 2006. Pola dan Sensitivitas kuman di penderita infeksi saluran kemih. Diunduh
dari http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-IJCPML-12-3-02.pdf pada tanggal
12 Desember 2017
Sukandar, 2014. Infeksi saluran kemih. Di unduh dari file:///C:/Users/USER/Downloads/347-
917-1-SM%20(2).pdf pada tanggal 12 Desember 2017

Anda mungkin juga menyukai