Anda di halaman 1dari 5

Faktor Risiko Carcinoma Corpus Uteri pada Pasien

Sarkoma uteri adalah salah satu tipe kanker uterus yang berasal dari myometrium atau
jaringan ikat dari uterus yang merupakan 3-7% dari seluruh kanker yang di diagnosis di Amerika
Serikat. (D’Angelo, 2010). Insidens puncak dari kasus sarkoma uteri adalah pada usia yang lebih
muda dibandingkan dengan ECC dan pada beberapa penelitian dilaporkan adanya insiden
sarkoma uteri yang lebih tinggi pada ras kulit hitam dibandingkan dengan ras kulit putih. (Felix
et al., 2013) karena insidennya yang rendah, etiologi dari sarkoma uteri hanya berhasil diteliti
pada beberapa penelitian case-control berskala kecil. Obesitas, menopause, penggunaan estrogen
dan progestin, kontrasepsi oral, dan penggunaan tamoxifen dikaitkan dengan peningkatan risiko
mengalami sarkoma uterus, sedangkan merokok dan paritas berhubungan dengan penurunan
risiko. (Felix et al., 2013)
Felix et al dalam penelitian mengkategorikan variabel-variabel pajanan yang meliputi
usia (≤54, 55-59, 60-64, 65-69, ≥70 tahun), ras (kulit putih, kulit hitam, asia, dan yang lainnya),
BMI (<25, 25-30, ≥30 kg/m2), usia saat menarche (<11, 11-12, 13-14,≥15 tahun), status
menopause (pre menopause, peri-menopause, post menopause), paritas (tidak ada kelahiran
hidup, 1 atau lebih kelahiran hidup), jumlah kelahiran hidup pada wanita yang melahirkan (1, 2,
3-4, ≥5 kelahiran hidup), status merokok (tidak pernah, riwayat merokok, sedang merokok),
penggunaan hormon menopause (tidak pernah, pernah), penggunaan estrogen (tidak pernah,
pernah), penggunaan estrogen dan progestin (tidak pernah, pernah), penggunaan kontrasepsi oral
(pernah, tidak pernah), dan riwayat diabetes (ya, tidak). (Felix et al., 2013)
Terdapat total 229 kasus sarkoma uteri, 244 MMMTs (malignant mixed mullerian
tumours), 7623 EEC (endometrioid endometrial carcinomas), dan 28.829 kontrol yang termasuk
dalam penelitian ini. Ras kulit hitam ditemukan lebih prevalen pada kasus MMMT dibandingkan
dengan sarkoma uteri dan EEC (17.2%, 11.3%, dan 2.6%, masing-masing), dan median usia saat
diagnosis adalah paling tua pada kasus MMMT dibandingkan dengan sarkoma uteri dan EEC
(67.0, 61.4, dan 64.3 tahun, masing-masing). Faktor risiko yang meningkatkan kejadian sarkoma
uteri dan EEC adalah obesitas, dibandingkan dengan BMI normal (OR: 1.73, 95% CI: 1.22 –
2.46) dan riwayat diabetes mellitus dibandingkan dengan yang tidak memiliki diabetes mellitus
(OR: 2.33, 95% CI: 1.41 – 3.83), sedangkan usia yang lebih tua pada saat menarche (usia
menarche ≥15 tahun dibandingkan dengan usia menarche <11 tahun, OR: 0.70, 95% CI : 0.31 –
1.44, p = 0.04) dikaitkan dengan risiko sarkoma uteri yang lebih rendah. Kelahiran hidup, status
post menopause, penggunaan kontrasepsi oral, status merokok atau riwayat merokok
berhubungan secara terbalik dan data yang ada tidak bermakna secara signifikan jika dikaitkan
dengan risiko sarkoma uteri. (Felix et al., 2013)

Terapi Radiasi Pelvis


Sarkoma yang terjadi paska pemberian radiasi pada traktus genital wanita
adalah hal yang tidak umum ditemukan, tetapi terdapat beberapa kasus yang
dilaporkan. Mayoritas dari kasus tersebut berasal dari riwayat radioterapi
akibat berbagai kondisi ginekologis lainnya, khususnya kasus kanker serviks
dan perdarahan uterus abnormal. Munculnya sarkoma uteri akibat
radioterapi untuk tumor-tumor non-ginekologis juga dilaporkan pada
beberapa literatur [1].
Riwayat terapi radiasi pada pelvis dikenal sebagai salah satu faktor
predisposisi untuk karsinosarkoma uterus yang diperkirakan dapat terjadi
pada kira-kira 15% kasus. Terlepas dari adanya hubungan ini, tidak ada tanda
klinis atau histopatologis khusus yang membedakan antara sarkoma uteri
akibat radiasi ataupun sarkoma uteri yang terjadi tanpa dampak dari radiasi.
[1]
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sarkoma paska radiasi pada traktus
genital wanita adalah kasus yang amat jarang, tetapi merupakan komplikasi
jangka panjang yang signifikan dari radioterapi pelvis. Uterus merupakan
lokasi sarkoma-terkait-radiasi yang paling sering ditemukan di traktus genital
wanita. Sarkoma uteri ini paling banyak dilaporkan pada pasien-pasien yang
sebelumnya diterapi dengan radioterapi untuk kasus kanker serviks dan untuk
kasus-kasus jinak lainnya seperti menorrhagia, tetapi hingga saat ini, kasus
sarkoma uteri paska terapi radiasi untuk kasus sacral chondroma belum
pernah dilaporkan dalam suatu publikasi. [1]
Untuk mendiagnosis suatu sarkoma-akibat-terapi-radiasi, beberapa kriteria
harus ditemukan pada pasien, meliputi: (i) kejadian sarkoma harus terjadi di
daerah / organ yang sebelumnya mendapatkan radiasi; (ii) pasien harus
mendapatkan jumlah radiasi yang signifikan; (iii) adanya periode latensi
selama beberapa tahun (setidaknya 3-5 tahun) sudah dilalui dari waktu
radiasi hingga terjadinya sarkoma; (iv) diagnosis sarkoma harus dibuktikan
secara pemeriksaan histopatologis; dan (v) sarkoma sekunder harus berbeda
secara histologis dibandingkan dengan keganasan primernya [7][1]

Obesitas
Berbagai penelitian epidemiologis sekala besar telah menyatakan bahwa
obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang penting terhadap terjadinya
berbagai kanker pada manusia, terutama kanker pada uterus, kandung
empedu, ginjal, hati, kolon, dan ovarium, tetapi masih banyak ketidakpastian
mengenai bagaimana obesitas dapat meningkatkan risiko seseorang
mengalami kanker. Mengingat bahwa obesitas secara konsisten teridentifikasi
sebagai faktor risiko utama pada kasus tumor uterus, yang mana merupakan
tumor yang paling sering pada traktus genital wanita. Hipotesis yang ada saat
ini, penurunan kadar cyclin-dependent kinase 8 (CDK) akibat peningkatan
insulin atau insulin-like growth factor yang terdapat pada wanita obese dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya disregulasi aktivitas transkripsi
faktor-faktor yang diatur oleh modul CDK8, sehingga dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya tumor uterus. [4]

Dalam analisis lebih lanjut, Felix et al, 2013 menganalisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan terjadinya subtipe sarkoma uteri yang paling sering
ditemukan, yaitu endometrial stromal sarcoma (n=98) dan leiomyosarcoma
(n=82). Ras kulit hitam ditemukan lebih prevalen pada leiomyosarcoma
dibandingkan dengan kasus endometrial stromal sarcoma (20.7% vs 6.1%),
sedangkan median usia pada saat diagnosis adalah (61.8 tahun dan 63.6
tahun). Obesitas (OR: 1.74, 95% CI: 1.03 – 2.93) dan riwayat diabetes (OR:
2.28, 95% CI: 1.02 - 5.12) dikaitkan dengan risiko yang tinggi untuk kasus
endometrial stromal sarcoma. [3] Obesitas dan diabetes berkaitan dengan
gangguan metabolik dan temuan-temuan yang ada menemukan bahwa
diabetes dan obesitas sangat berhubungan dengan sarkoma uteri,
menandakan adanya peran utama dari insulin sebagai etiologinya. [2]

Tabel 1. Hubungan Indeks masa tubuh dengan kejadian sarkoma uteri. [3]

Karakteristi Subtipe histologis dari sarkoma uteri


k Kontrol Endometrial stromal Leiomyosarcoma
sarcoma
n = 28.829 n = 98 n = 82
n % n % OR (95% n % OR (95%
CI) CI)
Berat badan 14.24 49.4 42 42. 1.00 33 40.2 1.00
normal (<25 4 9
kg/m2)
Overweight 9044 31.4 26 26.5 1.02 (0.62, 2 24.4 0.90 (0.51,
(25-30 1.68) 0 1.60)
kg/m2)
Obese (>= 4932 17.1 27 27.6 1.74 (1.03, 23 28. 1.56 (0.88,
30 kg/m2) 2.93) 0 2.77)

Diabetes
Hubungan antara riwayat terdiagnosis diabetes mellitus dengan kanker sudah
diteliti dalam berbagai penelitian skala besar. Barbara, 1985 menganalisis
8220 pria berkulit putih dan 6690 wanita berkulit putih berusia 30-89 tahun
yang dirawat inap di Roswell Park Memorial Institute antara tahun 1957 dan
1965 untuk diagnosis dan terapi kanker. Riwayat diabetes mellitus ditegakkan
oleh dokter yang memeriksa dan dibandingkan dengan kelompok kontrol
(2353 pria berkulit putih dan 2475 wanita berkulit putih yang dirawat di
rumah sakit yang sama pada waktu yang sama tetapi tidak memiliki kanker).
Temuan yang didapatkan adalah sesuai dengan penelitian-penelitian lain
bahwa diabetes merupakan faktor risiko dari kanker uterus. Hubungan sebab
akibat juga ditemukan antara diabetes dan kanker pada vulva dan vagina. [5]
Hubungan antara diabetes dan kanker uterus menandakan adanya
mekanisme hormonal yang ditemukan pada wanita-wanita dengan diabetes.
Perubahan hormonal yang ditemukan pada wanita-wanita dengan diabetes
adalah kadar estrogen yang lebih tinggi, dan juga penurunan kadar luteinizing
hormone (LH) dan follicle stimulation hormone (FSH).

Penggunaan Tamoxifen
Tamoxifen (TAM) is a synthetic antiestrogen drug, which is widely used in
antihormonal treatment for both early and advanced estrogen receptor–
positive breast cancer in postmenopausal patients(1–3). In addition, currently,
the National Surgical Adjuvant Breast and Bowel Project demonstrated that
TAM is also being considered as a chemopreventive drug in highrisk
population for breast cancer and as a therapeutic agent in ductal carcinoma in
situ(4,5). TAM’s therapeutic effect is based on antiestrogenic activity in the
target tissues. However, it has a partial agonistic effect on adult human female
genital tract, and this effect can give rise to various proliferative epithelial and
nonepithelial uterine lesions [6]
Tamoxifen (TAM) is widely used in the treatment of breast cancer, and its
paradoxical effects on female genital system are well known. During the past
10 years, many descriptions of nonepithelial uterine malignancies related to
long-term TAM usage have been reported in the literature [6] Yildrim, 2005
meneliti Four uterine sarcoma patients who had history of TAM usage for
previous breast cancer are presented in this study. The mean time of exposure
to TAM was 6 (range 3–11) years, and the mean cumulative dose of drug was
43.82 g. All patients were postmenopausal, and the mean age was 66 (range
61–73) years at the time of the diagnosis of the uterine malignancy. Two (50%)
patients had uterine malignant mixed mu¨ llerian tumor, and two (50%) had
leiomyosarcoma.

Lavie ,2008 mendata Women with breast carcinoma diagnosed in Israel in


1987 or 1988 were 2514. The median duration of tamoxifen use was 3.1 years
(interquartile range: 1–6.7 years). Two hundred sixteen (25%) patients used
tamoxifen for 1 year or less, 127 (4.7%) used it for 1–2 years, 145 (16.8%) used
it for 2–4 years, and 377 (43.6%) used it for 4 years or more. Women treated
with tamoxifen were significantly older (P , 0.001) and had a higher stage at
diagnosis (P , 0.001) than women who did not receive tamoxifen (Table 1).
Uterine cancers were identified in 32 of the 1507
breast cancer cases. Uterine malignancies developed in 17 of 875 tamoxifen users (1.9%), compared to 4 of 621
nonusers (0.6%) (OR ¼ 3.1, 95% CI: 1.0–9.1)

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16343223/
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18334013/

1.https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1028455912000198?
via%3Dihub
2. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3593566/
3. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3593566/
4. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31520353
5. 10.1016
6. Yildrim
7. Lavie

Obesity, menopausal use of oestrogen plus progestin, oral contraceptives (OC), and tamoxifen use are
associated with increased risks of uterine sarcom

Anda mungkin juga menyukai